Waktu menyikat gigi Tidak setiap
haritidak pernah Bukan waktu yang
tepat tapi setiap hari
Setelah makan pagi dan sebelum tidur
26 112
22 21 80,8
85 75,9
19 86,4 5 19,2
27 24,1
3 13,6 1,000
9 34,6 46 41,1
9 40,9 17 65,4
66 58,9
13 59,1 0,829
Penggunaan pasta gigi Tidak pernah
Kadang-kadang Selalu
27 4
129 10 37,0
4 100 111 86,0
17 63,0 0 0
18 14,0 0,001
3 11,1 2 50,0
59 45,7 24 88,9
2 50,0 70 54,3
0,084
BAB 5 PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh prevalensi ECC menurut AAPD decayed adalah lesi kavitas dan non kavitas pada anak usia 12-36 bulan di
Kecamatan Medan Petisah sebesar 78,1, sedangkan menurut WHO decayed merupakan lesi kavitas sebesar 59,4. Data penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
data yang diperoleh di Bandung oleh Eka Chemiawan pada anak usia 15-60 bulan, yang memperoleh prevalensi ECC sebesar 56,78 dan di DKI Jakarta pada anak usia
12-38 bulan sebesar 52,7.
3
Tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi ECC di Srilanka pada anak usia 12-24 tahun yaitu sebesar 32,19 dan lebih rendah
dibandingkan dengan prevalensi ECC di Thailand pada anak usia 15-19 bulan, yaitu sebesar 82,8.
7
Prevalensi S-ECC pada anak usia 12-36 bulan di Kecamatan Medan Petisah sebesar 40. Hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi S-ECC di Srilanka
Universitas Sumatera Utara
pada anak usia 12-24 bulan yaitu sebesar 32,19
7
, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi S-ECC yang diperoleh di Lithuania yaitu sebesar 50,6.
5
Diperoleh nilai rerata pengalaman karies, menurut AAPD sebesar 4,66 dengan SD 4,125, sementara menurut WHO sebesar 3,36 dengan SD 3,985. Data tersebut
lebih tinggi dibandingkan dengan data yang diperoleh di DKI Jakarta dengan keparahan karies pada anak usia 12-38 bulan yang memiliki rerata sebesar 2,85 dan di
Lhituania nilai rerata pengalaman karies sebesar 2,1 dengan SD 0,1.
5
Secara statistik ada hubungan yang bermakna antara usia anak dengan terjadinya ECC dan S-ECC. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan di DKI Jakarta yang menemukan bahwa usia memiliki hubungan dengan tingkat keparahan karies pada anak, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kumarihamy et al. pada anak usia 12-24 bulan yang menemukan bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada anak usia 18-24 bulan dibandingkan dengan anak-
anak yang berusia 12-18 bulan. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan diet pada usia pertumbuhan dan semakin lamanya gigi terpapar makanan yang bersifat kariogenik.
Frekuensi mengonsumsi makanan manis yang tinggi, meningkatnya konsumsi susu dengan tambahan pemanis dan minuman-minuman lainnya yang bersifat kariogenik
merupakan perilaku diet buruk yang berkontribusi terhadap meningkatnya risiko karies. Seiring dengan pertumbuhan anak, risiko karies juga semakin meningkat.
3,7
Hasil uji statistik menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan terjadinya ECC maupun S-ECC. Hal tersebut mungkin
dikarenakan tidak adanya perbedaan kebiasaan diet, perilaku membersihkan gigi dan perlakuan orang tua terhadap kesehatan gigi pada anak perempuan dan laki-laki,
dimana faktor kebiasaan diet dan kebersihan rongga mulut merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya karies pada anak. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Hallet et al. bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan prevalensi ECC.
26
Tetapi tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustehsen yang menemukan bahwa pengalaman karies pada anak
perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki, dengan alasan erupsi gigi pada anak perempuan lebih dulu dibandingkan dengan anak laki-laki.
27
Universitas Sumatera Utara
Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara urutan kelahiran dengan ECC dan S-ECC. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Hallet et al. yang menyatakan bahwa ada hubungan antara urutan kelahiran dengan prevalensi dan keparahan ECC pada anak.
26
Anak dengan jumlah bersaudara tidak lebih dari dua menderita ECC sebanyak 76,4 dan S-ECC sebanyak 38,7, sedangkan anak yang bersaudara lebih dari dua
orang menderita ECC sebanyak 81,5 dan S-ECC sebanyak 42,6. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah bersaudara dengan ECC maupun S-
ECC. Walaupun secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna, namun secara substansi terlihat bahwa prevalensi ECC dan S-ECC lebih tinggi pada anak yang
bersaudara lebih dari dua dibandingkan dengan anak yang bersaudara tidak lebih dari dua. Besar keluarga sangat berpengaruh terhadap karies. Jumlah anak biasanya
dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi, dan juga sebagai kontributor terhadap perilaku kesehatan ibu. Jumlah anggota keluarga yang besar menyebabkan orang tua
mengalami kesulitan untuk memberikan perhatian terhadap kesehatan anak sesuai dengan yang dibutuhkan masing-masing anak, termasuk pola makan yang sehat dan
tindakan kebersihan rongga mulut.
28
Secara statistik tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan terjadinya ECC maupun S-ECC dan pengalaman karies pada anak usia 12-36 bulan di
Kecamatan Medan Petisah. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu yang baik tidak selalu diikuti dengan perilaku yang
baik terhadap kesehatan gigi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Leake el al. di Kanada bahwa tidak ada
hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keparahan karies pada anak.
29
Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di DKI Jakarta
yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu memiliki hubungan yang bermakna dengan keparahan ECC pada anak.
3
Perbedaan tersebut mungkin dikarenakan adanya faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap ECC dan S-ECC, seperti kebiasaan
mengosumsi susu sebagai pengantar tidur dan konsumsi makanan manis.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perekonomian keluarga dengam terjadinya ECC maupun S-ECC dan
pengalaman ECC anak. Walaupun hubungan tidak bermakna, namun terlihat anak yang berasal dari keluarga ekonomi rendah memiliki rerata pengalaman ECC yang
lebih tinggi yaitu 5,03 + 4,287 dibandingkan dengan anak yang berasal dari ekonomi tidak rendah yaitu 4,19 + 3,899. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di
DKI Jakarta yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara perekonomian keluarga dengan tingkat keparahan ECC pada anak dan begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumarihamy et al. yang menemukan bahwa tidak ada hubungan penghasilan keluarga perbulan dengan tingkat keparahan karies
pada anak.
3,7
Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hallet, pengahasilan tahunan keluarga berpengaruh terhadap prevalensi dan keparahan ECC
pada anak.
26
Secara umum diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara perilaku diet dengan terjadinya ECC,S-ECC dan pengalaman ECC anak. Hal tersebut mungkin
dikarenakan tidak ada responden yang berperilaku diet buruk, sehingga hasil uji statistik tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Hal tersebut sesuai dengan
hasil penelitian Sowole yang menyatakan bahwa pola diet tidak berhubungan dengan prevalensi karies.
30
Dilihat lebih rinci dari item perilaku diet ditemukan bahwa ada hubungan antara mengonsumsi susu sebagai pengantar tidur terhadap terjadinya S-
ECC dan frekuensi mengonsumsi makanan manis terhadap terjadinya ECC dan S- ECC. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Lithuania
bahwa pemberian susu di malam hari sebagai pengantar tidur dan tingginya asupan gula yang diberikan kepada anak merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh
terhadap terjadinya S-ECC. Kebiasaan mengonsumsi makanan manis merupakan faktor diet utama yang berpengaruh terhadap prevalensi dan perkembangan ECC.
Tingginya konsumsi gula meningkatkan produksi asam oleh bakteri, dimana asam dapat menyebabkan terjadinya demineralisasi struktur gigi.
3,5
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum tidak ada hubungan antara perilaku membersihkan gigi dengan terjadinya ECC, S-ECC maupun terhadap pengalaman
Universitas Sumatera Utara
ECC anak. Namun dilihat secara rinci dari item perilaku membersihkan gigi, usia anak mulai membersihkan gigi dan penggunaan pasta gigi memiliki hubungan
terhadap terjadinya ECC. Hasil penelitian di Lhituania juga menunjukkan bahwa usia anak mulai membersihkan gigi berpengaruh terhadap prevalensi karies, data yang
diperoleh menunjukkan 62,5 ibu memiliki anak bebas karies yang mulai membersihkan gigi anaknya sejak gigi pertama erupsi.
5
Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak dan tata cara penyikatan gigi harus
ditetapkan ketika molar susu telah erupsi. Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan keseluruhan giginya bagaimanapun caranya
namun dengan bertambahnya usia diharapkan metode Bass dapat dilakukan.
11
Membiasakan sikat gigi terutama sebelum tidur dengan pasta gigi berfluoride merupakan langkah penting dalam pencegahan ECC. Kandungan fluor memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan ECC.
31
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Warren et al. juga menyatakan adanya hubungan antara menyikat gigi
dengan pasta gigi berfluoride dengan terjadinya karies.
32
Untuk mencegah terjadinya fluorosis akibat tertelannya pasta gigi, penyikatan gigi anak harus diawasi dengan
hanya menggunakan olesan pasta gigi pada anak usia dibawah 2 tahun, dan seukuran kacang polong untuk anak usia 2-5 tahun.
20
Pada penelitian ini kelompok anak yang selalu menyikat gigi dengan pasta gigi memiliki prevalensi ECC cukup tinggi yaitu
sebesar 86,0, hal tersebut mungkin dikarenakan adanya faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ECC seperti teknik menyikat gigi yang salah dan tingginya
konsumsi makanan manis. Selain faktor tersebut, dapat juga dikarenakan distribusi usia responden yang tidak merata dimana jumlah anak yang berusia 25-36 jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah anak yang berusia 12-24 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara indeks
kebersihan rongga mulut dengan prevalensi ECC dan S-ECC serta pengalaman ECC. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Warren et al
yang menyatakan ada hubungan antara plak yang terlihat pada gigi insisivus dan molar dengan terjadinya karies pada anak.
32
Suatu penelitian yang dilakukan terhadap 39 anak usia 12-36 bulan menunjukkan adanya hubungan antara Streptococcus
Universitas Sumatera Utara
mutans dan plak, terlihatnya plak pada gigi anterior anak berhubungan dengan kolonisasi Streptococcus mutans.
20
Perilaku berisiko seperti memberikan seorang anak cairan yang manis ketika haus pada usia 1 tahun, memiliki kemungkinan yang
tinggi untuk bebas dari karies sampai usia 3 tahun jika kebersihan mulut dijaga dengan baik dan tidak terlihat adanya plak sampai usia 2 tahun.
24
Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mustahsen
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kebersihan rongga mulut dengan prevalensi karies.
27
Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi ECC yang cukup tinggi yaitu 78,1, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap perkembangan ECC.
Pencegahan ECC dapat dilakukan dengan cara melaksanakan tindakan kebersihan
mulut sejak erupsinya gigi desidui pertama. Peran serta orang tua sangat diperlukan
didalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya.
Maka untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap kesehatan gigi dan mulut anak perlu dilakukan konseling. Pemberian informasi ini sebaiknya
bersifat individual dan dilakukan secara terus menerus kepada ibu dan anak.
Pendidikan kesehatan gigi meliputi tentang kebersihan mulut, diet dan konsumsi gula
dan kunjungan berkala ke dokter gigi. Pendidikan kesehatan gigi ibu dan anak dapat dilakukan melalui puskesmas, rumah sakit maupun di praktek dokter gigi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN