diakibatkan tidak adanya aturan yang mengatur hubungan tersebut. Masalah hubungan wakil dengan yang diwakili dalam parlemen menjadi isu dan sekaligus
menjadi persoalan yang baik untuk dikaji dalam kehidupan politik Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Permasalahan hubungan wakil dengan yang
diwakili dalam kehidupan politik Indonesia merupakan isu keadilan politik yang perlu perhatian oleh pemerintah, legislatif, dan partai politik maupun masyarakat.
Rendahnya hubungan wakil dengan yang diwakili dalam parlemen merupakan penghambat terjadinya demokrasi perwakilan secara substansial. Karena keadaan
seperti itu maka kebijakan-kebijakan yang dihasilkan menjadi kurang berpihak kepada kepentingan rakyat pemilih atau konstituen.
Dalam konteks yang demikian, pemilu 2004 yang memilih langsung orang-orang yang akan duduk di legislatif akan menjadi penting maknanya
khususnya tentang hubungan wakil dengan yang diwakili dalam proses demokratisasi di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Sehingga penulis
merasa tertarik untuk meneliti masalah bagaimana kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara dengan mengangkat judul
“Hubungan Wakil dengan Yang Diwakili Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara Periode 2004-2009
dengan Periode 1999-2004”.
2. Perumusan Masalah
Bertitik tolak pada latar belakang masalah yang menjelaskan mengenai kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di Indonesia khususnya di DPRD
Sumatera Utara, maka penelitian ini menekankan pada permasalahan hubungan
Universitas Sumatera Utara
wakil dengan yang diwakili dengan perumusan masalah yaitu: “Bagaimanakah hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara dan Faktor apa
sajakah yang mempengaruhi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara”?
3. Pembatasan Masalah
Suatu penelitian membutuhkan pembatasan masalah dengan tujuan untuk dapat menghasilkan uraian yang sistematis dan tidak melebar. Maka batasan
masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini hanya dilakukan di DPRD Sumatera Utara dan hanya melibatkan
anggota DPRD Sumatera Utara yang pernah terpilih pada periode 1999-2004 dan periode 2004-2009.
2. Permasalahan yang dibahas yaitu kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara perode 2004-2009 dengan membandingkannya pada
periode 1999-2004.
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian: 1. Untuk mengetahui kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD
Sumatera Utara periode 2004-2009 dan membandingkannya pada periode 1999-2004.
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara.
Manfaat Penelitian:
Universitas Sumatera Utara
1. Bagi penulis, sebagai hasil penelitian di bidang ilmu politik, khususnya mengenai hubungan wakil dengan yang diwakili dan sebagai tugas akhir pra
wisuda. 2. Bagi FISIP USU sebagai referensi bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik
khususnya yang tertarik dengan studi partai politik, pemilu dan perwakilan politik.
2. Bagi DPRD Sumatera Utara sebagai bahan masukan dan memberikan informasi yang digunakan sebagai pertimbangan dalam menyuarakan aspirasi dan
kepentingan masyarakat pemilih di Sumatera Utara.
5. Kerangka Teori 5.1. Sistem Pemilihan Umum
5.1.1. Pengertian Pemilu
Memilih sebagian rakyat untuk menjadi pemerintah adalah suatu proses dan kegiatan yang seyogyanya merupakan hak semua rakyat yang kelak
diperintah oleh orang-orang yang terpilih itu. Proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutannya menjadi
pemilihan. Dalam hal pemilihan itu semua rakyat harus ikut tanpa dibeda- bedakan, maka dipakailah sebutan pemilihan umum disingkat pemilu.
7
Pemilihan umum adalah pranata terpenting dalam tiap Negara demokrasi, pranata ini berfungsi untuk memenuhi tiga prinsip pokok demokrasi, yaitu kedaulatan
rakyat, keabsahan pemerintahan, dan pergantian pemerintahan secara teratur.
8
7
Donald Parulian, Menggugat Pemilu, PT. Penebar Swadaya, Jakarta, 1997, hal. 4.
8
Tim Peneliti Sistem Pemilu, Sistem Pemilu di Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga prinsip ini bertujuan untuk menjamin terjaganya dan terlaksananya cita- cita kemerdekaan, mencegah bercokolnya kepentingan tertentu di dalam tubuh
pemerintah atau digantikannya kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan penguasa. Jika sebagian besar atau seluruh kelompok sosial-politik yang ada dalam
masyarakat terwakili dalam lembaga legislatif di pusat dan daerah, terpenuhilah prinsip kedaulatan rakyat itu. Selanjutnya, jika mekanisme pemilihan wakil rakyat
pada lembaga legislatif berjalan sebagaimana mestinya, terpenuhi pulalah sebagian besar prinsip keabsahan pemerintah. Jika keabsahan pemerintah
mensyaratkan diselenggarakannya pemilu sebagaimana mestinya. Mensyaratkan adanya pergantian pemerintah secara teratur.
Pemilu mengkondisikan terselenggaranya mekanisme pemerintahan secara tertib, teratur, berkesinambungan dan berjalan damai yang kesemuannya itu akan
mengembangkan terbinanya masyarakat yang dapat menghormati pendapat orang lain.
9
9
Ipong S. Azhar, Loc.Cit.
Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena sebenarnya pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi. Seperti diketahui bahwa pada
zaman modern ini dapat dikatakan tidak ada satu Negara pun yang dapat melaksanakan demokrasinya secara langsung dalam arti dilakukan oleh seluruh
rakyatnya. Karena terlalu luasnya wilayah dan begitu besarnya jumlah penduduk, demokrasi yang dipergunakan oleh Negara-negara modern adalah demokrasi tak
langsung atau demokrasi perwakilan.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam demokrasi perwakilan ini hak-hak rakyat untuk menentukan haluan Negara dilakukan oleh sebagian kecil dari seluruh rakyat yang menempati
lembaga legislatif yang disebut parlemen, yang dipilih melalui proses pemilu.
10
IDEA International Democratic Electoral Assistance membagi menjadi tiga keluarga besar sistem pemilihan, yaitu plurality-majority, semi proportional,
dan proportional. Dari ketiganya terdapat sembilan turunan, yaitu First Past The Post FPTP, Block Vote BV, Alternative Vote AV, Two-Round System
TRS yang masuk ke dalam keluarga plurality-majority: Parallel System, dan Single Non-Transferable Vote SNTV, yang masuk ke dalam keluarga sistem
semi proporsional: List Proportional, Mixed Member Proportional MMP, dan Single Transferable Vote STV yang masuk ke dalam keluarga sistem
proporsional.
5.1.2. Pengertian Sistem Pemilu
Bicara soal pemilu mestilah menyinggung sistem pemilu, sistem pemilu adalah seperangkat metode yang mengatur warga negara memilih para wakilnya.
Dalam suatu lembaga perwakilan rakyat, seperti lembaga legislatif atau DPRDPRD, sistem pemilihan ini bisa berupa seperangkat metode untuk
menstransfer suara pemilih ke dalam suatu kursi di lembaga legislatif atau parlemen. Sistem pemilu pula yang membantu kita untuk dapat membayangkan
bagaimana kinerja dari anggota legislatif yang dihasilkannya di lembaga legislatif.
5.1.3. Jenis-jenis Sistem Pemilu
11
10
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal. 220.
11
Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, SSS, Jakarta, 2005. hal. 146-151.
Berikut disampaikan skema keluarga sistem pemilu.
Universitas Sumatera Utara
Skema 1 Keluarga Sistem Pemilihan Umum
Keterangan: FPTP First Past The Post; BV Block Vote; AV Alternative Vote; TRS Two-Round System; PS Parallel System ;
SNTV Single Non-Transferable Vote; List PR List Proportional Representation; MMP Mixed Member Proportional; STV Single Transferable Vote
Sumber: Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, Jakarta SSS,
2005. A. Sistem Plurality-Majority
Dalam sistem pluralitiy-majority, untuk dapat terpilih dalam suatu daerah pemilihan distrik, sesorang kandidat atau beberapa orang kandidat harus
memenangkan jumlah tertinggi terbanyak dari suara yang ada yang sah atau dalam beberapa varian, mayoritas dari suara sah dalam wilayah pemilihan
distrik. Varian sistem plurality-majority meliputi: a.
First Past The Post FPTP b.
Block Vote atau Party Block Vote c.
Alternative Vote AV d.
Two Round System.
TRS Plurality-Majority
List PR
Semi PR Proportional
Representation PR
SNTV PS
AV
BV FPTP
STV MMP
Universitas Sumatera Utara
Sistem plurality-majority merupakan penyebutan lain atas majoritarian formula. Formula majoritarian di Indonesia dikenal dengan sistem distrik.
Formula majoritarian pada dasarnya terdiri dari dua bentuk. Pertama, formula pluralitas yaitu formula paling sederhana dari dari formula majoritarian. Beberapa
formula yang biasa dipakai untuk menujukan formula pluralitas adalah the first Past the Post relative majority atau simple plurality. Formula pluralitas ini biasa
dipakai dalam pemilihan wakil tunggal seperti pemilihan presiden, gubernur, walikota, dsb atau pemilihan badan perwakilan rakyat. Pemenang pemilihan
adalah seorang kandidat yang mendapatkan suara paling banyak tanpa memperhatikan hasil mayoritas.
Jika formula the first past the post digunakan dalam single-member district system, maka formula Block Vote digunakan untuk multi-member district. Pemilih
memiliki suara sebanyak kursi yang akan diisi dan bebas mempergunakanmemanfaatkan hak suara, apakah sejumlah kursi yang
diperebutkan ataupun tidak. Pemilih biasanya bebas memilih kandidat tanpa menghiraukan afiliasi partai politik kandidat tersebut. Kandidat-kandidat yang
memiliki suara paling banyak akan secara otomatis berhak mengisi kursi tersebut tanpa memperhatikan persentase suara yang mereka dapat. Masalahnya adalah
pemenang tidak berarti pemilik suara mayoritas, padahal demokrasi mengutamakan suara mayoritas.
Kedua, formula mayoritas. Dalam formula mayoritas kandidat dinyatakan menang jika berhasil mengumpulkan suara pemilih mayoritas atau 50 + 1.
Siapapun kandidat yang telah berhasil mengumpulkan suara 50 + 1 maka dialah pemenangnya. Prinsip demikian merupakan refleksi ideal dari demokrasi. Namun,
Universitas Sumatera Utara
persoalannya adalah jika dalam sebuah pemilihan tidak ada satupun kandidat yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas akibat besarnya jumlah kandidatpartai
politik, distribusi suara merata kesemua kandidat, dan tidak tercapainya koalisi antarkandidatpartai politik.
Untuk keluar dari persoalan yang muncul pada formula pluralitas dan majoritas ada solusi yang ditawarkan yaitu model Two Round System. Yang
mengajukan dua cara, yaitu pertama, formula campuran pluralitas dan mayoritas. Formula campuran mensyaratkan adanya suatu mayoritas suara untuk pemilihan
atau pemberian suara pertama. Namun, jika tidak ada kandidat yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas, maka digelar pemilihan suara kedua. Pada
pemberian suara kedua ini diterapkan prinsip formula pluralitas, Artinya, penentuan pemenang pada pemberian suara kedua didasarkan pada kandidat yang
berhasil memperoleh suara terbanyak tidak harus 50 + 1. Kedua, formula majoritas pada pemilihan kedua. Sementara formula
runoff adalah pemilihan yang diikuti oleh hanya dua kandidat yang memperoleh suara terbesar pada putaran pertama. Artinya, jika pada putaran pertama tidak ada
seorangpun yang mendapatkan suara mayoritas maka digelar pemilihan putaran kedua dengan hanya mengikuti dua kandidat yang pada putaran pertama
memperoleh suara terbanyak. Formula ini akan menjamin terpilihnya pemenang bersuara mayoritas.
Di samping kedua formula tersebut, cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan yang muncul akibat tidak terpenuhinya suara mayoritas
dalam pemilihan putaran pertama adalah dengan formula alternatif Alternative Vote. Prosedur pemilihan ini agak rumit, terutama pada saat penentuan siapa
Universitas Sumatera Utara
yang berhak sebagai pemenang pemilihan. Singkatnya, jika pada putaran pertama tidak ada seorangpun kandidat yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas,
jalan keluar yang ditawarkan melakukan pemilihan putaran kedua dengan menggunakan prinsip preferential ballot. Pada pemilihan putaran kedua ini, para
pemilih diminta meranking kandidat sesuai dengan preferensinya. Misalnya, peringkat pertama diberikan kepada kandidat A, kemudian berikutnya secara
berurutan kepada B, C, D, dst. Prinsip formula ini adalah mentransfer suara minoritas kemudian diberikan kepada kandidat suara yang memperoleh suara
yang lebih kuat sampai tercapai satu pemenang. Dari ketiga solusi di atas, sebenarnya masih ada cara lain yang dapat
dilakukan untuk mengatasi persoalan tidak terpilihnya kandidat yang didukung suara mayoritas tanpa dua kali pemilihan. Caranya, jika dalam suatu distrik
misalnya ada lima kandidat, maka pemilih diberi kesempatan untuk memilih kandidat lebih dari satu sebanyak kandidat yang ada sesuai dengan
preferensinya. Dengan begitu pemilih bisa merangking calonnya. Misalnya, kandidat A diberik peringkat 1, kandidat B diberi peringkat 3, kandidat C diberi
peringkat 2, dst. Jika ada kandidat yang memperoleh suara mayoritas 50 + 1 maka otomatis kandidat tersebut memenangkan kursi. Namun, jika tidak ada yang
memperoleh suara mayoritas, maka kandidat yang memperoleh suara terkecil disingkirkan, kemudian pilihan keduanya didistribusikan kepada para kandidat
lainnya, sampai diperoleh mayoritas. Berikut disampaikan tabel kelebihan dan kelemahan sistem Plurality-Majority.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6 Kelebihan dan Kelemahan
Plurality-Majority Kelebihan
Kelemahan
Dapat membatasi jumlah partai biasanya
dua partai sehingga para pemilih punya pilihan yang jelas. Dapat membatasi
munculnya partai-partai ekstrim.
Kurang cocok dalam untuk masyarakat heterogen, karena dalam diri sistem ini
akan meniadakan partai kecil yang menjadi saluran masyarakat majemuk
dalam suatu konstituen.
Hubungan antara pemilih dengan wakilnya dekat.
Proses pemenangan dengan perolehan
semua mengakibatkan sebagian suara yang ada akan terbuang.
Memiliki kecenderungan pemerintah yang
kuat dan stabil yang bersal dari satu partai.
Calon terpilih terlalu mengingatkan diri dengan daerah pemilihannya, sehingga
cenderung mengabaikan persoalan lain yang besar.
Ada dorongan munculnya partai oposisi
untuk membuat pemerintah bertnggungjawab.
Pemilih sering tidak terwakili dan partai
kecil yang tidak terikutsertakan dalam perwakilan yang adil atau tidak
memberikan insentif untuk kandidat- kandidat minoritas.
Jumlah penduduk dalam distrik pemilihan
bisanya tidak terlalu besar sehingga hubungan antara pemilih dan wakilnya
dapat mengenal lebih baik.
Tidak sensitif atau terlalu sensistif terhadap isu atau opini public.
Universitas Sumatera Utara
Sistem ini mendorong terwujudnya sistem
kepartaian yang lebih stabil karena partai- partai kecil kalah biasanya bergabung
dengan partai lain yang menang.
Dapat menciptakan dominasi partai lokal dan mendorong adanya partai-partai yang
berhaluan etnis.
Merupakan sistem pemilihan yang
sederhana dan mudah dimengerti serta digunakan para pemilih, mudah
pelaksanaannya Sumber: Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, Jakarta SSS,
2005. B. Sistem Perwakilan Proporsional