Pengaruh Tasauf Bagi Pengikut Tarekat : Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur

(1)

PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT

(Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah

Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

untuk memenuhi syarat-syarat Strata 1 (satu) dan mencapai gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fils.I.)

Oleh : Khusnul Adib

NIM : 202033101134

Pembimbing : Drs. H. Zuhdi Anwar, M.A.

NIP : 150 010 935

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H. / 2008 M.

i


(2)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul “PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT

(Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)” yang disusun oleh

KHUSNUL ADIB Nomor Induk Mahasiswa 202033101134 jurusan Aqidah Filsafat, telah melalui bimbingan oleh dosen pembimbing skripsi dan dinyatakan syah sebagai karya ilmiah. Oleh karena itu, skripsi ini dapat diujikan pada sidang munaqasyah sesuai ketentuan yang ditetapkan Fakultas

.

Jakarta, 14 Nopember 2008 Yang Mengesahkan, Pembimbing

( Drs. H. Zuhdi Anwar, M.A. )

NIP : 150 010 935


(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT

(Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)” diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasyah pada 1 Desember 2008 di hadapan dewan penguji.

Jakarta, 1 Desember 2008 Sidang Munaqasyah

Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota,

Drs. H. Harun Rasyid, M. A Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M. A

NIP: 150 232 921 NIP: 150 293 239

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dr. Syamsuri, M. A. Dr. Hamid Nasuhi, M. A.

NIP: 150 241 817 NIP: 150 240 089

Mengetahui Pembimbing

Drs. H. Zuhdi Anwar, M.A.


(4)

KATA PENGANTAR

ﺮ ا

ﻦ ﺮ ا

ﷲا

Rasa puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah swt. Tuhan semesta alam. Berkat rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya telah memberikan keringanan penulis dalam melangkah untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT (Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)”

Shalawat salam senantiasa tercurahkan kepada insan mulia yang menjadi teladan agung sepanjang masa, Nabi Muhammad saw., serta keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya yang selalu menjalankan perintah dan larangannya.

Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk memenuhi syarat-syarat lulus Strata 1 (satu) dan untuk mencapai gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fils.I.) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun, dengan optimis, keteguhan hati, kerja keras, dan fokus akhirnya selesai penulisan skripsi ini. Dan, penulis menyadari kalau penulisan ini tidak luput dengan adanya bantuan dari pelbagai pihak yang sangat memperlancar dalam penulisannya. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(5)

v

2. Bapak Bapak Dr. Syamsuri, M.A. sebagai penguji satu dan Bapak Dr. Hamid Nasuhi, M.A. sebagai penguji dua.

3. Bapak Drs. H. Harun Rasyid, M.A., sebagai Ketua dan Bapak Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A. sebagai Sekretaris Jurusan program Non-Reguler Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

4. Bapak Drs. H. Zuhdi Anwar, M.A. sebagai pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berarti demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

5. Para dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan sabar dan ikhlas mentransformasikan ilmu-ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Yayasan Emilliyatil Abbasyiah, PT. Ranji Kuningan Jakarta, yang telah memberikan beasiswa dalam proses belajar penulis.

7. K.H. Wahfiudin, S.E., M.B.A. sebagai Pemimpin Yayasan Aqabah Sejah-tera Rawamangun Jakarta Timur yang telah memberikan petunjuk tentang Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah demi kelancaran terselesaikannya penulisan ini.

8. Ustaz Handri sebagai badal di Jamaah tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera yang memberikan ijin, bimbingan, dan kesabarannya dalam penulisan skripsi ini.

9. Ustaz Rahman, ustaz Teguh, Bapak Sugi, Ibu Yuli, ustaz Latif, Bapak Moesthofa, Ibu Siti, Mas Heri, yang bersedia memberikan


(6)

informasi-nya dalam proses wawancara penulisan, dan segenap staf Yayasan Aqabah Sejahtera yang tidak bisa penulis sebut satu per satunya di sini. 10.Kedua orang tua kandung penulis yang tiada henti-hentinya mengiringi

langkah penulis dan selalu mencurahkan doa untuk keberkahan dan kesuksesan bagi penulis.

11.Kedua orang tua angkat penulis di Jakarta, Bapak H. Masrur Ainun Najih dan Ibu H. Dalif Laily yang selalu mendidik penulis agar selalu bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga skripsi ini cepat terselesaikan.

12.Adik penulis, Nella, Ripatung, Santhud, dan Mat, yang telah memberikan semangat dan doa selama proses penulisan skripsi ini. 13.Bapak Suntoro sebagai petugas perpustakaan LIPI yang telah memberi

kemudahan dalam proses peminjaman buku-buku yang dibutuhkan penulis.

14. Teman-temanku; Mas Masyhar, Mustopa, Gus Dayat, Eddy, Gopir, Sail, Khotib, Arwani, Sendy, Sitie, Murtadho, Mas Rizki, Aji, Pakde, Adi, dan Refi atas doa dan semangatnya yang diberikan kepada penulis. Dan, secara khusus kepada Anas yang sudah memberikan dukungan dan pinjaman komputernya sampai selesai penulisan skripsi ini.

15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga mendapat imbalan yang lebih baik dari Allah swt.. Amin.


(7)

vii

Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis memohon kepada para dosen pembimbing pada khususnya, dan dosen di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat pada umumnya, serta kepada setiap pembaca, untuk memberikan saran dan kritik yang membangun agar penulis bisa memahami kekurangannya dan mampu memperbaiki kesalahan-kesalahannya dalam penulisan-penulisan selanjutnya.

Jakarta, 1 Desember 2008 Penulis


(8)

= ع ‘ = غ gh = ف f = ق q = ك k = ل l = م m = ن n = و w = h = ى y

â = a panjang î = i panjang û = u panjang

PEDOMAN TRANSLITERASI ا = a

ب = b

ت = t = ث ts = ج j = ح h = خ kh = د d = ذ dz = ر r

=

ز z = س s = ش sy = ص sh = ض dh =

ط th =

ظ dl


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PEDOMAN TRANSLITERASI………. DAFTAR ISI... BAB I PENDAHULUAN...

A. Latar Belakang Masalah... B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... D. Metodologi Penelitian... E. Sistematika Penelitian... BAB II AMALAN TASAWUF JAMAAH TAREKAT QADIRIAH

NAQSHABANDIAH YAYASAN AQABAH SEJAHTERA... A. TASAWUF DAN TAREKAT...

1. Pengertian Tasawuf... 2. Pengertian Tarekat... 3. Hubungan Tasawuf dan Tarekat... 4. Tokoh-tokoh tasawuf dan Ajaran-ajarannya... B. TAREKAT QADIRIYAH NAQSHABANDIYAH (TQN)...22..

1. Latar Belakang dan Pendiri... 2. Jaringan TQN di Indonesia... 3. Amalan–amalan TQN ...

a. Kesempurnaan Suluk... b. Adab Para Murid...

Halaman i ii iii iv viii ix 1 1 6 6 7 11 13 13 13 17 19 20 23 23 29 33 33 34


(10)

c. Zikir... d. Khataman...

e. Manaqib.... f. Tawashul... C. JAMAAH TQN YAYASAN AQABAH SEJAHTERA (YAS)...

1. Kegiatan-kegiatan Umum YAS... 2. Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah YAS... BAB III PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT...

A. Pemahaman Tasawuf... B. Amalan-amalan Yang Dikerjakan... C. Pengaruh Tasawuf Bagi Anggota TQN Setelah Talqin... BAB IV PENUTUP...

A. Kesimpulan... B. Kritik dan Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN-LAMPIRAN...

38 41 42 44 45 45 50 55 55 66 70 73 73 74 75 79


(11)

xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Proses globalisasi saat ini telah merambah ke seluruh urat nadi kehidupan umat manusia, pengaruhnya sangat kompleks dan signifikan. Untuk membentengi diri dari pengaruh globalisasi tersebut, setiap manusia agar memahami potensi dirinya baik secara lahiriah maupun spiritual. Problem dalam kehidupan bermasyarakat seperti kesenjangan antara nilai-nilai yang bersifat duniawi dan ukhrawi itu biasa terjadi. Dalam situasi demikian, tasawuf merupakan kendaraan pilihan untuk mengatasi masalah seperti ini.1 Manusia modern yang rasional cenderung mengedepankan aspek akal (rasio) tanpa memperhatikan potensi hati (qalb), padahal Islam tidak membuat dikhotomi demikian. Hal itu berakibat fatal, karena ketika akalnya sudah tidak mampu lagi menyelesaikan masalah-masalahnya kemungkinan ia akan mudah putus asa, depresi, stres, bahkan bunuh diri. Untuk mengatasi masalah dengan baik dibutuhkan sebuah ketenangan dan kesabaran. Tasawuf sebagai disiplin keislaman merupakan penawar untuk memberikan kesetimbangan antara fungsi akal dan hati. Konsep yang ada dalam tasawuf mengajarkan hidup dengan benar, rajin beribadah, berakhlak mulia, merasakan indahnya hidup dan nikmatnya ibadah.2 Konsep tersebut jika sungguh-sungguh dilaksanakan oleh setiap warga negara kemungkinan besar bisa memperbaiki ke arah yang lebih baik kondisi moral dan spiritual warga negara.

1

Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), Cet. IV, hal.278.

2

Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial,,(Bandung: Mizan Pustaka, 2006), Cet. I, hal. 36-37.


(12)

Tarekat merupakan lembaga yang mengajarkan kajian-kajian tasawuf, mengamalkan isi yang terkandung di dalamnya yang disertai oleh pembimbing yang mempunyai silsilah hingga Rasul Muhammad saw.. Dalam tarekat itu, seseorang akan mempelajari segala sesuatu tentang tasawuf. Kajian-kajian yang dipelajari dalam dunia tasawuf merupakan kajian-kajian yang dipelajari dalam dunia tarekat juga. Jadi, sekarang ini tidak salah jika disimpulkan bahwa tasawuf sudah menjadi tarekat.3

Seseorang yang ingin bertarekat tidak bisa hanya dengan mengikuti pengajian-pengajian tasawuf dan membaca buku-buku tasawuf. Pengajian tasawuf itu bisa sebagai bentuk pencerahan agar semakin yakin kepada Allah dan semakin “luas dada” seseorang. Sedangkan dalam tarekat, ada bagian terpenting yang tidak bisa ditemukan hanya dengan mengikuti pengajian-pengajian tasawuf atau dengan membaca buku-buku terkait, yaitu keberadaan mursyid.4

Tarekat di dunia Islam bermacam-macam tidak terhitung jumlahnya, tidak ada angka yang pasti berapa jumlah macam tarekat seluruhnya. Ada dua tarekat besar yang berkembang dalam dunia Islam, yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqshabandiyah. Kedua tarekat ini mempunyai pendiri, teknik berzikir, dan latar belakang yang berbeda, bahkan bertolak belakang. Akan tetapi, oleh ulama Indonesia dari Sambas, Kalimantan, dua macam tarekat yang mempunyai teknik berzikir dan latar belakang bertolak belakang itu justeru dipadukan dalam satu paket tarekat tersendiri tanpa mengajarkannya secara terpisah, tarekat tersebut di Indonesia disebut tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

3

Sukardi, (ed), Kuliah-kuliah Tasawuf, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), hal. 17.

4

Lukman Hakim, Berthariqat Hanya Lewat Pengajian Tasawuf, Bagaimana? dalam Cahaya Sufi, Edisi Maret, 2005, hal. 38.


(13)

xiii

Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah (selanjutnya ditulis Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah atau disingkat TQN) termasuk satu di antara tarekat yang banyak pengikutnya di Indonesia, terutama di pulau Jawa,5 di luar pulau Jawa penyebaran TQN tidak melalui lembaga pendidikan formal seperti pesantren, sehingga TQN hanya tersebar dalam kalangan orang awam dan tidak memperoleh kemajuan yang berarti. Lain halnya di pulau Jawa, TQN disebarkan melalui pondok-pondok pesantren yang didirikan dan dipimpin oleh para pengikutnya, maka perkembangannya pun pesat sekali sehingga kini merupakan tarekat yang paling besar dan berpengaruh di kawasan ini.6

Satu cabang TQN yang ada di Pulau Jawa yaitu Pondok Pesantren Suryalaya, Sebuah pesantren di Kampung Godebag, Tasikmalaya, Jawa Barat, pesantren ini mengajarkan ajaran tasawuf sekaligus sebagai pusat dari perkembangan tarekat. Sejak pondok pesantren ini berdiri sengaja diarahkan agar menjadi pusat pengembangan tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah.7

Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) di Suryalaya dikenal sebagai salah satu pusat TQN yang aktif dan dinamis. Mursyidnya K.H.A.Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) telah berhasil mengembangkan cabang-cabangnya, bukan hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Abah Anom juga dikenal telah mendesain khusus praktik

5

Depag Republik Indonesia Balai Penulisan Aliran Kerohanian/Keagamaan, Lembaga Pengoba-tan Inabah Tarekat Qadiriyah Naksyabandiyah Suryalaya, (Semarang: Depag RI Balai Penulisan Aliran Kerohanian/Keagamaan, 1993), hal. 30.

6

Muhammad Nur Latif, Ajaran Mistik Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi dalam Naskah Tarekat yang dibangsakan Kepada Qadiriyah dan Naqshabandiyah (Suatu Analisis Isi Teks), Laporan Penelitian, (Jakarta: The Toyota Foundation Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, 1995), hal. 71.

7

Shohibul Wafa Tajul Arifin, Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah, dari:


(14)

zikir dan shalat untuk merehabilitasi remaja yang kecanduan obat terlarang dan narkotika dengan membangun Pondok Inabah. Telah berdiri 23 Pondok Inabah di dalam dan luar negeri.8

Wakil talqin (khalifah) Abah Anom yang diamanatkan untuk mengembangkan tarekat Qadiriyah dan Naqshabandiyah (TQN) di Jakarta adalah K.H.Wahfiudin, S.E., M.B.A.9 Saat ini, media pengembangan TQN di Jakarta melalui Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS), keberadaannya merupakan cabang pengembangan TQN yang ada di Suryalaya Jawa Barat. YAS adalah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas manusia pada sisi intelektual, emosional dan spiritual. Bidang tasawuf di YAS adalah satu dari seluruh program yayasan yang beliau pimpin.

Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS) didirikan tahun 1994 oleh K.H.Wahfiudin di Jakarta. Di bidang pendidikan yayasan ini menyelenggarakan beberapa kegiatan, di antaranya berupa kursus-kursus, in house training, outbond training, pesantren kalbu, pelatihan mubalig, dan seminar-seminar. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya berada di Jakarta, tetapi juga di kota-kota besar lainnya di luar Jakarta. Salah satu unit yang bergerak khusus memberikan pelatihan-pelatihan yang langsung dipimpin oleh K.H.Wahfiuddin adalah Radix Training Center (RTC). Secara individu beliau telah memberikan beberapa training di pelbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Kemudian, pada awal 2004 itu juga beliau membentuk sebuah tim training yang solid dalam

8

Sri Mulyati, et.al, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Prenada Mulia, 2005), Cet.II, hal. 264.

9

Zezen ZA Bazul Asyhab dan Abdul Gaos Saefullah al-Maslul (ed), Tanbih, Tawassul, Manaqib, (Bandung: Wahana Karya Grafika), tanpa tahun, hal. 89.


(15)

xv

rangka kaderisasi. Meskipun RTC usianya masih belia, namun telah memunculkan beberapa training yang diselenggarakan.

Di antara kegiatan-kegiatan YAS adalah zikir bersama dan ceramah keagamaan. Kegiatan ini dilakukan setiap Senin malam dan Kamis malam. Kegiatan yang diselenggarakan Senin malam dimulai dengan shalat Maghrib berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan zikir TQN, ini berlangsung hingga azan Isya berkumandang. Setelah shalat Isya berjamaah, dilanjutkan dengan zikir TQN, kemudian diisi dengan ceramah keruhanian, yang isinya tidak hanya menekankan pada penguasaan jiwa dari hawa nafsu, penyucian hati, dan memperbanyak berzikir kepada Allah tetapi juga hal-hal yang bersifat pemantapan semangat ajaran TQN dengan argumen-argumen logis tentang kebenaran ajaran tarekat dan keberuntungan orang yang mengikutinya. Setelah ceramah, kegiatan selesai dan diakhiri dengan membaca shalawatserta bersalaman dengan ustaz Wahfiudin dan sesama jamaah. Sedangkan kegiatan yang berlangsung setiap Kamis malam, dimulai dengan shalat Maghrib berjamaah, kemudian dilangsungkan dengan zikir umum, yang berlangsung hingga azan Isya. Setelah shalat Isya berjamaah, diisi dengan zikir TQN, kemudian dilanjutkan dengan siraman rohani hingga selesai.

K.H.Wahfiudin merupakan khalifah di Jakarta dari Abah Anom Tasikmalaya, bagaimana ustaz Wahfiudin menerapkan ajaran tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah di Jakarta?, bagaimana jamaah TQN asuhan ustaz Wahfiuddin dalam memahami ajaran TQN yang telah mereka jalani? apakah TQN berpengaruh bagi kehidupan mereka? Hal-hal inilah yang menjadikan penulis tertarik untuk menelusuri dan mempelajarinya, serta menjadikan judul dalam


(16)

penulisan skripsi, yaitu “PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT (Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)”. Semoga penulisan ini akan mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembahasan tentang tasawuf dan tarekat sangat luas, dalam penulisan ini pembahasannya hanya dibatasi pada lingkup kegiatan Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jaktim. Sedangkan perumusannya, sebagai berikut:

1. Pemahaman apa yang diperoleh oleh Jamaah Aqabah Rawamangun tentang studi tasawuf pada Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah?

2. Apa saja amalan yang dikerjakan oleh mereka?

3. Apa pengaruh yang dihasilkan bagi mereka setelah talqin anggota TQN?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penentuan tujuan dan manfaat penelitian sangat dibutuhkan dalam melakukan sebuah penelitian. Karena tanpa tujuan isi sebuah penelitian akan tidak dimengerti dan tidak fokus pada pokok permasalahan.

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut;

1. Penulis mendapatkan pemahaman apa yang diperoleh oleh Jamaah Aqabah Rawamangun tentang studi tasawuf pada Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah.


(17)

xvii

3. Memperoleh jawaban tentang pengaruh yang dihasilkan bagi mereka setelah talqin anggota TQN.

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini agar segenap Jamaah Yayasan Aqabah dan kepada penulis sendiri pada khususnya serta para pembaca pada umumnya, setelah memahami isi skripsi ini itu tidak hanya pemahaman yang tidak disertai tindakan sebagai reaksi dari pemahaman yang telah didapat darinya. Diharapkan juga adanya perilaku yang cenderung lebih mengedepankan aspek sosial, tidak mudah mengikuti hawa nafsunya, dan menjadi seorang beriman bertakwa yang selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhannya.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu, dan dalam rangka melakukan usaha tersebut digunakan metode ilmiah.10 Penulisan skripsi ini mengunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu prosedur penulisan yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subjek) itu sendiri.11 Sebuah penelitian kualitatif itu lebih menekankan perhatian pada proses bukannya hasil atau produk.12 Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data-data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dan, hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu penulis dan subjek penelitian.

10

Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2001), hal. 12.

11

Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hal. 21.

12

John W. Creswell, Reseach Design, Alih bahasa Nur Khabibah, (Jakarta: KIK Press, 2002), Cet. II, hal. 140.


(18)

2. Proses Analisa Data

Dalam upaya mendapatkan informasi dan data yang akurat dari informan, ada teknik yang harus ditempuh dalam memilih informan yang memenuhi kriteria suatu penelitian. Seorang informan harus bisa memberi informasi yang bisa dipercaya kebenaran dan akurasinya, serta mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang menjadi bahan penelitian.13 Teknik penarikan informan yang memenuhi kriteria yang digunakan adalah jenis snow ball, suatu aktifitas ketika penulis mengumpulkan data dari satu informan ke informan lainnya yang memenuhi kriteria dan berhenti ketika tidak ada informasi baru lagi, terjadi pengulangan informasi oleh informan yang berbeda, atau disebut mengalami titik jenuh.14 Yaitu, penulis mencari informan sebanyak mungkin, prosesnya dimulai dari informan pertama, dari informan pertama ini penulis menganalisa apakah jawaban yang diberikan informan itu sudah sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan skripsi ini ataukah belum, kemudian dilanjutkan dengan mencari data informan kedua, dari informan kedua ini penulis menganalisanya, begitu juga seterusnya hingga jawaban yang diberikan informan kepada penulis itu tidak ada variasi jawaban. Dengan begitu, penulis berhenti dalam pencarian data dari informan selanjutnya. Penggunaan teknik ini juga didasarkan karena tidak adanya informasi konkret jumlah populasi keseluruhan.15

Jumlah peserta TQN secara keseluruhan berjumlah sekitar 200-an, akan tetapi yang cukup aktif dalam kegiatan Senin malam atau Kamis malam di

13

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, (Malang: UMM Press, 2008), Cet. III, hal. 77-78.

14

Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif, hal. 82-83.

15

Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 135.


(19)

xix

lingkungan Yayasan Aqabah itu sekitar 20-an. Besarnnya sampel (sebagai informan, bukan sampel seperti yang ada dalam penelitian kuantitatif) tidak kurang dari 10 persen dari populasi, sementara ada pula yang mengatakan minimal 5 persen dari populasi.16 Mengingat ini adalah tipe Snow Ball, maka dalam proses penarikan informan yang bisa memberikan data secara mendalam dan akurat, penulis tidak bisa menentukan sebelumnya berapa sampel yang akan penulis ambil. Dan, sangat mungkin terjadi sampel yang penulis ambil itu berjumlah sedikit. Jumlah sampel yang sedikit itu merupakan ciri khas penulisan kualitatif.17 Sebenarnya tidak ada aturan yang tegas mengenai berapa besarnya anggota sampel yang dianjurkan dalam sebuah penulisan. Jika sampel yang digunakan itu besar, maka biaya, tenaga dan waktu yang disediakan harus besar pula. Sesungguhnya tidak ada sampel yang 100% representatif, kecuali jika sampel yang digunakan itu seluruh anggota populasi (total sampling).18 Dalam penulisan kualitatif, “populasi” itu tidak ada dan pengertian sampling adalah pilihan penulis sendiri secara purposif disesuaikan dengan tujuan penulisan. Yang menjadi sampel hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi yang relevan saja.19

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang perlukan, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

16 Bungin, Burhan, (Ed), Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. III, hal. 45.

17

Hamidi, Metode Penulisan Kualitatif, hal. 87.

18

Husaini Usman, dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologgi Penulisan Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara 2003), Cet. IV, hal. 52.

19


(20)

1. Observasi, adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.20 Objek yang diteliti yaitu pengikut jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS) Rawamangun. Penulis mengikuti kegiatan yang diadakan oleh TQN YAS, di antaranya adalah kegiatan yang dilaksanakan pada Senin malam dan Kamis malam. Langkah yang dilakukan penulis ialah mendatangi ke kantor YAS yang beralamat di jln. Balai Pustaka V-3, Rawamangun Jakarta Timur.

2. Wawancara. Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.21 Dalam melakukan wawancara penulis dengan menggunakan pakaian bebas tapi sopan dengan mendatangi kediaman informan, dan berusaha menciptakan suasana kekeluargaan dengan tujuan agar informan tidak merasa diinterograsi sehingga dapat memberikan informasi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

3. Dokumentasi. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.22 Data yang dikumpulkan melalui dokumen cenderung sekunder, sedangkan data-data yang dikumpulkan dengan teknik observasi,

20 Husaini dan Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. IV, hal. 54.

21 Husaini dan Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, hal. 57-58.

22


(21)

xxi

dan wawancara cenderung primer atau data yang didapat dari pihak pertama.

4. Penulisan kepustakaan (Library Research), yaitu penulis berusaha memperoleh data dengan cara membaca buku yang berkaitan dengan judul atau topik yang sedang ditulis. Sehingga data yang dikumpulkan itu ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan.23

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan ini tidak salah dalam penulisannya, penulis menggunakan buku panduan penulisan skripsi, tesis, dan disertasi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin dan Filsafat terbaru dan buku EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Dan, supaya penulisan skripsi yang berjudul “PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT (Studi Kasus Terhadap Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur)” ini tidak tumpang tindih penulis menyusunnya sebagai berikut;

Di dalam BAB I dimulai dengan pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II A mengandung isi tentang tasawuf dan tarekat, pengertiannya, hubungan antara tasawuf dan tarekat, tokoh-tokoh dan ajaran-ajarannya. Sedangkan Bab II B menjelaskan tentang tarekat Qadiriyah Naqsybandiah, yang memuat tentang latar belakang, pendiri, jaringan tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah di Indonesia, dan amalan–amalan Tarekat Qadiriyah

23

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Metodologi Penelitian Sosial (Terapan dan Kebijaksanaan), (Jakarta: Mendagri dan Otda, 2000), hal. 39.


(22)

Naqsybandiah. Bab II C menjelaskan jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah Yayasan Aqabah Sejahtera (YAS), yang memuat tentang kegiatan-kegiatan umum YAS dan jamaah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah YAS.

Pada BAB III menjelaskan tentang pengaruh tasawuf bagi pengikut tarekat, yang menjelaskan tentang pemahaman tasawuf anggota TQN, amalan-amalan yang dikerjakan mereka, dan pengaruh yang dihasilkan bagi anggota TQN setelah talqin.

Pada BAB IV diisi dengan penutup yang terdiri dari kesimpulan, kritik dan saran, kemudian disambung halaman daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(23)

xxiii

BAB II

AMALAN TASAWUF JAMAAH TAREKAT QADIRIAH NAQSHABANDIAH YAYASAN AQABAH SEJAHTERA A. TASAWUF DAN TAREKAT

1. Pengertian Tasawuf

Pelbagai keterangan yang menjelaskan asal istilah “tasawuf.” Istilah tasawuf. pada zaman Rasul Muhammad saw., para sahabat, dan tabi’in Islam tidak dikenal. Kemudian setelah masa tabi’in, datang suatu kaum yang mengaku zuhud yang berpa-kaian shuf (bulu domba), karena pakaian inilah mereka mendapat julukan sebagai nama bagi mereka yaitu sufi.24

Ada pula keterangan yang menyatakan bahwa “tasawuf” berasal dari Yunani, shopos yang artinya “hikmah” atau “keutamaan.” Menurut pendapat ini, sufi itu para pencari hikmah atau ilmu hakikat. Pendapat lain, tasawuf berasal dari

shafa yang berarti “bening” karena hati sufi selalu bening, sedangkan lainnya

berpendapat tasawuf berasal dari shaff atau shafwun yang artinya barisan, sebab para sufi selalu dalam barisan terdepan dalam mencari kerelaan Ilahi.25 Menurut Abu Bakar al-Kattani (w.322 H), tasawuf adalah pembersihan hati dan pe-nyaksian terhadap realitas hakiki.26 Menurut Harun Nasution, hakekat tasawuf adalah kita mendekatkan diri kepa-da Tuhan.27 Penghalang untuk bisa “melihat”

24

Abu Abdirrahman Uli, Hakekat Tasawuf, diakses pada 12 Juli 2008, dari: http://www.-cybermq. com/index.php?pustaka/detail/15/1/pustaka-235.html.

25

Rivay Siregar, Tasawuf, dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme (Jakarta: Raja Grafindo Per-sada, 2002), Cet. II, hal. 31-32.

26

Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial,hal. 51.

27

Harun Nasution, Tasawuf, dari: http://haizam.tripod.com/tasauf/tasawuf.html, diakses pada 25 September 2007.


(24)

Dia adalah sikap mendewakan diri sendiri. Ketika seseorang masih mempertahankan ego dirinya, hanya memenuhi semua kepentingan pribadinya, ia tidak akan bisa “melihat” Allah, menghayati kebesaran-Nya, mengerti keadilan-Nya, menyaksikan keindahan-keadilan-Nya, merasakan kehangatan kasih sayang-Nya. Maka, agar bisa khusyuk seolah-olah melihat Dia, kita harus “menghancurkan diri” bagaikan gunung Sinai dalam kisah Musa28 yang sirna mencair oleh tajalli, cahaya Allah. Semakin larut kita menghampakan diri dalam fana, semakin jelas wajah Allah bagi mata hati kita.29

Dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Kedekatan Tuhan kepada manusia disebut Quran Ayat 186 dari surah al-Baqarah menjelaskan,

Artinya, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permoho-nan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."

28

Al-Quran Surah al-A’raf ayat 143, “Dan tatkala Musa tiba di Miqat lalu berkata, ‘Tuhanku, tampakkan-lah diri-Mu supaya aku bisa melihat-Mu Maka Tuhan pun berkata, “Kamu tidak akan bisa melihat-Ku, tetapi pandang saja gunung di seberangmu, bila dia tetap di tempatnya, maka kamu akan melihat-Ku”. Maka ketika Tuhannya menampakkan cahaya-Nya ber-tajalli kepada gunung, jadilah gunung itu hancur lebur. Maka Musa tersungkur pingsan. Dan setelah siuman dia berkata, ‘Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku akan menjadi orang mukmin pertama’.”

29

Bambang Pranggono, Melihat Allah di Sinai, di akses pada: 7 Januari 2008, dari: www.-percikaniman.com/mapi/index.php?option=content&task=view&id=53&Itemid=63.


(25)

xxv

Untuk “mencari” Tuhan, murid (orang yang sedang “mencari” Tuhan) tidak perlu pergi jauh, cukup ia “masuk” ke dalam dirinya dan Tuhan yang dicarinya akan ia jumpai dalam dirinya sendiri. Dalam konteks inilah ayat al-Quran Surah al-Anfal ayat 17 berikut menjadi landasan;

☺ ⌧

Artinya, “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu'min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Masih menurut Harun Nasution, di dalam tasawuf, jalan untuk mendekatkan diri yang ditempuh seseorang agar sampai ke tingkat “melihat” Tuhan dengan mata hati dan akhirnya “bersatu” dengan Tuhan demikian panjang dan penuh “duri”. Tidak sebentar seseorang harus menempuh jalan yang sulit itu, karena itu hanya sedikit sekali orang yang bisa sampai puncak tujuan tasawuf. Jalan itu disebut thariqah dalam bahasa Arab, dan dari sinilah berasal kata “tarekat” dalam bahasa Indonesia.30

Sejatinya, pencarian asal istilah tasawuf cukup kesulitan. Setiap orang bisa berbeda dalam pendefinisiannya, kesulitan itu tampaknya karena esensi tasawuf yang berpangkal pada pengalaman rohaniah (hati, kalbu) yang hampir tidak mungkin bisa dijelaskan secara tepat dengan lisan.31 Peran hati atau kalbu merupakan organ yang amat penting, karena dengan mata hatilah seseorang

30

Harun Nasution, Tasawuf.

31


(26)

merasa bisa menghayati segala rahasia yang ada dalam alam gaib dan puncaknya adalah penghayatan makrifat kepada Allah.32 Akan tetapi, meskipun kesulitan dijelaskan dengan lisan, setidaknya para pelaku tasawuf bisa dilihat dari sikap lahiriahnya yang menunjukkan bahwa ia bertasawuf. Karena tasawuf itu, selain berkaitan dengan ruhaniah juga berusaha menciptakan manusia yang hidup dengan benar, rajin beribadah, berakhlak mulia, merasakan indahnya hidup dan nikmatnya ibadah.33 Jadi, apa yang disebut tasawuf tidak lebih dari etika atau moralitas.34 Kata “moral” sering diidentikkan dengan budi pekerti, adab, etika, tata krama, dan sopan santun.

Dari definisi-difinisi tasawuf tersebut dapat disimpulkan bahwa, secara garis besar tasawuf dikategorikan dalam dua bagian. Pertama, bagian yang berkaitan dengan latihan rohani, ibadah kepada Allah. Kedua, bagian yang menyangkut pendidikan mental dan jiwa untuk mencapai keluhuran serta kesempurnaan budi pekerti (muamalah).35

Jadi, tasawuf itu dalam rangka selain dianjurkan memperbanyak ibadah juga dalam rangka “membersihkan hati”, mengamalkan hal-hal yang baik, dan meninggal-kan hal-hal yang buruk. Seorang “pencari Tuhan” dituntut selalu ikhlas, rela, tawakal, dan zuhud. Oleh karena itu, tasawuf dengan akhlak itu sejatinya berhubung rapat satu sama lain. Tasawuf adalah yang batin, sedangkan akhlak adalah yang lahir, atau yang pokok adalah tasawuf, buahnya adalah akhlak

32

Simuh, Tasawuf dan perkembangannya dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. II, hal.121.

33

Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, hal. 36-37.

34

Said Aqil, Tasawuf Sebagai Kritik Sosial, hal. 40-41.

35

Hasan Baharun, Tasawuf Ritual Tasawuf Sosial, (Malang: Pustaka Bayan, 2007), Cet. III, hal. 35.


(27)

xxvii

yang mulia. Dengan demikian, hubungan antara tasawuf dengan akhlak tidak terpisah.

Di dalam dunia tasawuf terdapat istilah-istilah ajaran yang banyak dianut oleh pengikutnya. Istilah-istilah tersebut diperkenalkan oleh tokoh-tokoh tasawuf yang berjaya pada masanya, di antaranya; fana, baqa, ittihad, dan hulul dipopulerkan oleh Abu Yazid al-Bustami pada tahun 874 M., wahdat al-wujud oleh Muhy al-Din ibnu Arabi pada tahun 1165 M., al-insân al-kâmil oleh Abdul Karim al-Jilli (w.1428 M.), mahabbah oleh Rabiah al-Adawiyah pada abad VIII M., ma’rifah diperkenalkan oleh al-Ghazali pada tahun 1105 M..36

2. Pengertian Tarekat

Istilah yang sering diidentikkan dengannya adalah “tarekat”. Istilah “tarekat” mempunyai arti “jalan”, yakni jalan menuju kebenaran dalam tasawuf, sebagai cara atau aturan hidup dalam keagamaan atau ilmu kebatinan, tarekat juga bisa dinamakan dengan “persekutuan para penuntut ilmu tasawuf”.37

Menurut bahasa, asal kata “tarekat” berasal dari kata Arab “thariqah”. Sebagai suatu istilah generis, perkataan tarekat berarti “jalan” atau lebih lengkap lagi “jalan menuju surga” di mana waktu melakukan amalan-amalan tarekat tersebut si pelaku berusaha mengangkat melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia dan men-dekatkan dirinya ke sisi Allah swt.. Istilah “tarekat” juga bisa diartikan dengan suatu kelompok organisasi (dalam lingkungan tradisional) yang melakukan amalan-amalan zikir tertentu dan menyampaikan

36

Mustofa, Akhlak Tasawuf, hal. 246-278.

37

Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Cet. I, Edisi Ketiga, hal. 1144.


(28)

suatu sumpah (biasa disebut baiat atau talqin) yang formulanya telah ditentukan oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut.38

Dari definisi “tarekat” tersebut, disimpulkan mengacu pada dua hal. Pertama, tarekat diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh penempuh jalan tasawuf, untuk mencapai tingkatan kerohanian yang biasa disebut dengan al-Maqamat dan al-Ahwal, pengertian ini menonjol pada abad IX dan X Masehi.. Kedua, tarekat diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan menurut aturan yang dipimpin oleh syaikh yang menganut aliran tarekat tertentu.39 Sedangkan tujuan utama pendirian pelbagai tarekat adalah untuk membina dan mengarahkan seseorang agar bisa merasakan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna.40

Mengenai hukum seseorang yang masuk tarekat dan mengamalkannya, jika ia menghendaki belajar membersihkan hati dari sifat-sifat yang rendah dan berusaha menghiasi dengan sifat-sifat terpuji, maka hukumnya fardhu ‘ain. Akan tetapi, jika ia menghendaki khusus untuk zikir dan wirid, maka termasuk sunah Rasulullah saw.. Adapun mengamalkan zikir dan wirid setelah baiat maka hukumnya wajib, karena untuk memenuhi janji.41

Keberadaan tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah sudah diakui sah keberadaannya di nusantara. Pada tanggal 10 Oktober 1957 para kyai mendirikan

38

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), Cet. I, hal. 135.

39

Mustofa, Akhlak Tasawuf, hal. 281-282

40

Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat Telaah Historis Gerakan Politik

Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah di Pulau Jawa, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), hal. 55.

41

Aziz Masyhuri (penghimpun), Permasalahan Thariqah: Hasil kesepakatan Muktamar dan Mu-bes Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Muktabarah Nahdlatul Ulama, (Surabaya: Khalista, 2006), hal. 2.


(29)

xxix

suatu badan federasi bernama Pucuk Pimpinan Jam’iyyah Ahli Thoriqoh

Mu’tabarah, dan menentukan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah sebagai tarekat

yang mu’tabar (sah).42

Istilah-istilah yang ada dalam tarekat di antaranya; suluk, baiat, zawiyah, silsilah, wali, mursyid, dan keramat.

3. Hubungan Tasawuf dan Tarekat

Penjelasan singkat tentang tasawuf dan tarekat mempunyai pengertian yang searah, yaitu upaya mendekatkan diri kepada Allah. Usaha seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak hanya berasal dengan menjalankan perintah-perintah wajib dalam agama seperti yang sudah lazim dikerjakan seperti sholat, puasa dan haji. Jalan untuk itu diberikan oleh al–tasawwuf,43 sedangkan tarekat merupakan sarana untuk mencapai tujuan tasawuf.44

Pemahaman yang mengidentikkan “tarekat” dan “tasawuf” tidak sepenuhnya salah, walaupun secara bahasa keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Tasawuf secara spesifik sebenarnya bagian dari pembedahan rahasia di balik teks-teks Ilahiah, sedangkan tarekat merupakan bagian kecil praktik peribadatan yang mencoba memasuki dunia tasawuf dan dapat berfungsi untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan nafsu dan sifat-sifatnya kemudian meninggalkannya dan mengisi dengan tindakan yang terpuji.45 Dengan demikian, tarekat merupakan bagian dari tasawuf.

42

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hal. 143.

43

Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, ( Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2002), Cet, I, hal. 68.

44

Mahjudin, Kuliah Akhlak Tasawuf (Jakarta: Kalam Mulia, 1996), Cet. II, hal. 93.

45


(30)

Sekarang ini, tasawuf sudah menjadi tarekat.46 Karena, dari bagaimana langkah seseorang mengatur nafas agar selalu mengingat Allah, cara menjaga hati agar terhindar dari “penyakit-penyakitnya”, dan amalan-amalan ruhaniah lainnya. Di antara ja-lan yang ditempuh bisa melalui ketika seseorang bertarekat. Tasawuf itu tidak bisa diamalkan, artinya, jika seseorang ingin bertasawuf maka diharapkan ia bertarekat. Di dalam tarekat, seseorang memperoleh keterangan yang berkaitan dengan tasawuf. Di dalam tarekat juga khususnya yang muktabarah, seseorang memperoleh bimbingan dalam mendekatkan diri kepada Allah dari seorang guru (mursyid) yang mempunyai ajaran dan bersilsilah sampai Nabi Muhammad saw..

Dilihat dalam konteks secara umum, bahwa istilah tarekat di dalam tasawuf itu tidak hanya ditujukan pada aturan dan cara-cara tertentu yang dibimbing oleh syaikh tarekat, dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut syaikh tarekat, tetapi lebih dari itu. Tarekat meliputi segala aspek ajaran yang ada dalam agama Islam seperti shalat, puasa, haji dan sebagainya. Yang mana, semuanya itu merupakan cara atau mendekatkan diri kepada Allah.47

Jadi, setelah melihat tujuan yang diharapkan dari tasawuf dan tarekat adalah sama, “upaya mendekatkan diri kepada Allah”, maka tidak salah jika seseorang memahami tasawuf dengan cara baiat dalam tarekat, bahkan ada pendapat yang me-nerangkan bahwa tarekat sebagai salah satu tahapan yang harus dilalui dalam kehidupan tasawuf.48

46

Sukardi, Kuliah-kuliah Tasawuf, hal. 17.

47

Rosihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), Cet.I, hal.166.

48


(31)

xxxi

4. Tokoh-tokoh Tasawuf dan Ajaran-ajarannya

Pembahasan tentang tokoh-tokoh tasawuf tidak bisa dilepaskan dengan aliran yang berkembang di dalamnya. Ada dua jenis aliran dalam tasawuf, tasawuf

Akhlaqi dan Falsafi. Tasawuf akhlaqi merupakan tasawuf sunni yang memagari

dirinya dengan al-Quran dan Hadis secara ketat, serta mengaitkan dengan ahwal (keadaan) dan maqamat (tingaktan ruhaniah) mereka pada dua sumber tersebut. Sedangkan tasawuf falsafi, tasawuf yang bercampur dengan ajaran-ajaran filsafat kompromi dalam mengunakan term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf.49

Tokoh tasawuf yang termasuk dalam aliran tasawuf akhlaqi di antaranya Hasan al-Bashri (21 H./632 M.). Dari Hasan al-Bashri mula-mula muncul pembahasan tentang ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, dan usaha mensucikan jiwa manusia dari sifat-sifat tercela.50 Ajaran-ajaran tasawuf yang dipelopori oleh Hasan al-Basri secara garis besar terangkum dalam dua istilah, yaitu khauf dan raja. Seseorang harus takut (khauf) dan pengharapan (raja) tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan, tidak pernah tidur senang karena selalu mengingat Allah. Selain itu, seseorang harus bersedih hati kalau tidak mampu menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah. Gambaran ketakutannya seperti seolah-olah neraka hanya untuk dirinya.51 Di antara ajaran Hasan al-Bashri dan senantiasa menjadi buah bibir kaum sufi adalah:

Anak Adam !

Dirimu, diriku !

49

Rosihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, hal.97.

50

Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Cet. V, hal.164.

51


(32)

Dirimu hanya satu,

Kalu ia binasa, binasalah engkau

Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu. Tiap-tiap nikmat yang bukan surga, adalah hina.

Dan, tiap-tiap bala bencana yang bukan neraka aalah mudah.”52

Tokoh lain selain Hasan al-Bashri yang tergolong dalam aliran tasawuf

akhlaqi adalah al-Ghazali. Nama lengkap al-Ghazali ialah Abu Hamid

Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, lahir di Thus pada 450-550 H./1034-1111 M. Dalam bidang tasawuf, al-Ghazali membawa paham

al-Ma’rifah, namun paham al-Ma’rifah al-Ghazali berbeda dengan yang dibawa oleh

Zunnun al-Misri. Bagi al-Ghazali, Ma’rifah ialah mengetahui rahasia Tuhan dan mengetahui peraturan-peraturan-Nya mengenai segala yang ada. Orang yang sudah ma’rifah kepada Allah (‘Ârif billah) tidak akan mengatakan kata-kata “Ya Allah, atau Ya Rabb”, karena memanggil Tuhan dengan kata-kata serupa itu menunjukkan bahwa Tuhan masih berada dibelakang tabir, diibaratkan orang yang duduk berhadapan tidak akan memanggil temannya dengan kata-kata seperti itu.53 Ajaran-ajaran pokok al-Ghazali dapat pula dilihat dalam kitabnya Ihya Ulum

al-Din. Selain Hasan al-Bashri dan al-Ghazali, yang tergolong dalam tokoh

tasawuf akhlaqi adalah al-Muhassibi (w.243 H) dan al-Qusyairi (376 H.)

Demikianlah keterangan singkat mengenai tasawuf akhlaqi dan tokoh-tokohnya. Sedangkan aliran tasawuf falsafi di antara tokohnya adalah ibn ‘Arabi (560 H.). Nama lengkapnya, Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdullah ath-Tha’i al-Haitami, lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol.54 Ajaran sntral ibn ‘Arabi adalah Wahdat al-Wujud. Menurut ibn ‘Arabi, wujud semua yang ada

52

Rosihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, hal.100.

53

Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, hal.179

54


(33)

xxxiii

ini hanyalah satu dan pada hakikatnya wujud makhluk adalah wujud khalik juga, tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat. Wujud alam pada hakikatnya adalah wujud Allah, tidak ada perbedaan antara wujud yang qadim dan yang hadis. Tidak ada perbedaan antara yang menyembah dan yang disembah, antara yang menyembah dan yang disembah adalah satu. Penjelasan mengenai mengapa terlihat dua jika antara makhluk dan khalik itu bersatu? Oleh ibn ‘Arabi dijelaskan bahwa manusia tidak memandangnya dari sisi yang satu, tetapi memandang keduanya bahwa keduanya adalah khalik dari sisi yang satu dan makhluk dari sisi yang lain.55 Tokoh lainnya yang tergolong dalamtasawuf falsafi adalahal-Jilli (1365 M.) dan ibn Sabi’in (1217-1218 M.).

B. TAREKAT QADIRIYAH NAQSHBANDIYAH (TQN) 1. Latar Belakang dan Pendiri

Menelusuri sejarah perkembangan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) di dunia Islam merupakan suatu pekerjaan yang tidak mungkin, karena tidak dikenalnya jenis tarekat tersebut. Namun, kehadiran TQN di Indonesia tentu tidak terlepas dari sejarah perkembangan kedua tarekat yang digabungkan itu, yaitu Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqshabandiyah. Kedua tarekat tersebut merupakan dua tarekat besar di Dunia Islam.56 Penggabungan inti ajaran kedua tarekat tersebut karena pertimbangan logis dan strategis, bahwa kedua tarekat tersebut memiliki inti ajaran yang saling melengkapi, terutama jenis zikir dan metodenya. Di samping keduanya juga memiliki kecenderungan yang sama, yaitu

55

Rosihan Anwar dan Mukhtar Sholihin, Ilmu Tasawuf, hal.145-152.

56

Harun Nasution, et.al., Thoriqot Qodiriyyah Naqsyabandiyyah Sejarah, Asal-Usul, dan Perkembangannya, (Tasikmalaya: Institut Islam Latifah Mubarakah, 1990), hal. 58.


(34)

menekankan pentingnya syariat dan menentang faham Wihdatul Wujud.57

Karena Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) merupakan gabungan dua tarekat besar, berikut adalah penjelasan garis besar kedua tarekat tersebut;

Pertama, Tarekat Qadiriyah didirikan oleh Syaikh Abdul Qodir Jailani (wafat 561 H./1166 M.) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zangi Dost Jailani. Sedangkan nama lengkap al-Jailani adalah Muhy al-Din Abu Muhammad Abd al-Qadir ibn Abi Shalih Zangi Dost Musa ibn Abi Abdillah ibn Yahya al-Zahid Muhammad ibn Daud ibn Musa ibn Abdillah ibn Musa al-Jun ibn Abd al-Muhshin ibn al-Hasan al-Mutsanna ibn Muhammad al-Hasan ibn Ali ibn Abi Thalib (r.a.).58 Syaikh al-Jailani Lahir di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Syaikh Abdul Qadir juga dikisahkan mempunyai karomah yang menambah yakin para penganutnya. Di antara kisah karomah tersebut ialah, Syaikh Abdul Qadir sejak dilahirkan pada siang hari bulan puasa menolak untuk menyusu, baru menyusu setelah waktu buka puasa.

Ajaran-ajaran Syaikh Abdul Qadir yang diberikan dalam ribath yang dipimpinnya diteruskan oleh anak-anaknya tetap hidup dalam zawiyah-zawiyah, tempat untuk melatih diri dalam kehidupannya. Dari zawiyah-zawiyah inilah lambat laun terbentuk suatu komunitas muslim penganut ajaran syaikh Abdul Qadir di bidang tasawuf, yang kemudian dikenal dengan Tarekat Qadiriyah.59

Ajaran tarekat Qadiriyah, melalui dua tahapan, tahapan pertama berlangsung singkat sedangkan tahapan kedua berlangsung lama dan selalu dalam pantauan

57

Shohibul Wafa Tajul Arifin, Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah.

58

Harun Nasution, et.al., Thoriqot Qodiriyyah Naqsyabandiyyah, hal. 59.

59


(35)

xxxv

guru, karena berupa perjalanan panjang nan berat. Tahapan pertama, pertemuan guru (syaikh) dan murid (artinya penempuh jalan tarekat, bisa juga disebut sâlik), murid mengerjakan sholat sunah muthlaq dua rakaat diteruskan membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian murid duduk bersila di depan guru dan mengucapkan istighfar, lalu guru mengajarkan lafaz Laailaha Illa Allah, dan infahna binafhihi minka kemudian dilanjutkan dengan al-Quran Surah Al-Fath ayat 10. Setelah itu, guru mendengarkan kalimat tauhid (Lâ Ilâha Illallah) sebanyak tiga kali sampai ucapan sang murid tersebut benar dan itu dianggap selesai. Kemudian guru berwasiat, membaiat sebagai murid, berdoa dan minum. Kedua, tahap perjalanan. Tahapan kedua ini memerlukan proses panjang dan bertahun-tahun, karena murid akan menerima hakikat pengajaran, ia harus selalu berbakti, menjunjung segala perintahnya, menjauhi segala larangannya, berjuang keras melawan hawa nafsunya dan melatih dirinya (mujâhadah-riyadhah).60

Amalan-amalan tarekat ini adalah mengucapkan kalimat tauhid, zikir “Laa ilaha Illa Allah” dengan suara nyaring, keras (jahar) yang disebut nafi istbat. Selain itu, dalam setiap selesai melaksanakan sholat lima waktu diwajibkan membaca istighfar tiga kali atau lebih, shalawattiga kali, Laa Ilaha Illa Allah 165 kali.61 Pendiri tarekat Qadiriyah yakni Syekh Abdul Qadir Jilani memberikan syarat-syarat zikir, yaitu selain berzikir dengan hentakan keras dan suara kencang, pezikir harus dalam keadaan wudhu sempurna, agar cahaya zikir dapat diraih

60

Arrusodo, Tarekat Qadiriyah. diakses pada 03 Maret 2004, dari;

//www.sufinews.com/in-dex.php?subaction=showfull&id=1078317640&archive=&start_from=&ucat=8&go=tarekat.

61


(36)

dalam batin pezikirnya, dan hati mereka menjadi hidup dengan cahaya tersebut seperti kehidupan abadi ukhrawi.62

Sejarah tarekat Qodiriyah di Indonesia berasal dari Mekah. Tarekat Qodiriyah menyebar ke Indonesia pada abad ke-16, khususnya di seluruh Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Syeikh Abdul Karim dari Banten adalah murid kesayangan Syeikh Khatib Sambas yang bermukim di Makkah, merupakan ulama paling berjasa dalam penyebaran tarekat Qodiriyah. Murid-murid Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura setelah pulang ke Indonesia menjadi penyebar Tarekat Qodiriyah tersebut. Tarekat ini mengalami perkembangan pesat pada abad ke-19, terutama ketika terjadi pemberontakan dalam menghadapi penjajahan Belanda.63

Kedua, Tarekat Naqshabandiyah. Nama tarekat ini dinisbatkan kepada seorang sufi yang hidup antara tahun 717 H./1317 M.–791 H./1389 M, Syaikh Muhammad Bahauddin Naqsyabandi di kota Bukhara, wilayah Uzbekistan sekarang.64

Mengenai teknis zikir, tarekat ini membedakan dirinya dengan tarekat lain. Zikir yang dipraktikkan adalah zikir diam (khafi; tersembunyi, qalbi; dalam hati). Jumlah hitungan zikir yang mesti diamalkan lebih banyak daripada kebanyakan

62

Abdul Qadir al-Jailani, Rahasia Segala Rahasia, penerjemah Anding Mujahidin, (Jakarta: Laksana Utama 2004), Cet. I, hal. 127.

63

Arrusodo, Tarekat Qadiriyah.

64


(37)

xxxvii

tarekat lain. Dua zikir dasar Naqsyabandiyah, biasanya diamalkan pada pertemuan yang sama adalah zikir ism al-dzat (mengingat yang Haqiqi) dan zikir tauhid (mengingat ke-Esaan). Yang pertama terdiri dari pengucapan Asma Allah berulang-ulang dalam hati ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Tuhan semata. Zikir Tauhid (juga zikir tahlil atau zikir nafyi wa itsbat) terdiri atas bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat Lâ Ilâha Illa Llah, yang dibayang-kan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi la permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah dihujamkan dengan sekuat tenaga dengan membayangkan jantung itu mendenyutkan asma Allah dan membara.

Zikir dapat dilakukan secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Para penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan zikir secara sendiri-sendiri, tetapi mereka yang tinggal dekat seseorang syaikh cenderung ikut serta secara teratur dalam perte-muan-pertemuan yang dilakukan secara berjamaah.

Demikianlah garis besar singkat dua tarekat besar yang mendasari Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN). Setelah melihat garis besar kedua tarekat yang mendasari Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah bukan berarti tarekat ini akan mempu-nyai amalan yang sama dengan kedua tarekat induk yang mendasarinya. Perbedaan itu terutama terdapat dalam bentuk-bentuk riyâdhat dan ritualnya,


(38)

penggabungan dan modifikasi yang sedemikian ini memang suatu hal yang sering terjadi di dalam Tarekat Qadiriyah.65

Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah ini didirikan oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas (1802-1872 M.) yang dikenal sebagai penulis kitab Fath al ‘ârifîn. Sambas adalah nama sebuah kota di sebelah utara Pontianak, Kalimantan Barat. Syaikh Ahmad Khatib adalah mursyid tarekat Qadiriyah di samping juga mursyid dalam tarekat Naqshabandiyah. Tetapi ia hanya menyebutkan silsilah tarekatnya dari sanad Tarekat Qadiriyah. Sampai sekarang belum diketemukan secara pasti dari sanad mana beliau menerima baiat Tarekat Naqsabandiah.66 Syaikh Ahmad Khatib tidak mengajarkan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah secara terpisah, tetapi dalam satu kesatuan yang diamalkan secara utuh sekalipun kedua tarekat yang mendasarinya itu mempu-nyai metode tersendiri, baik dalam aturan-aturan kegiatan, prinsip-prinsip maupun cara pembinaannya.67

Tujuan dari tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah adalah,

Ilahî Anta Maqshûdî Waridlôka Mathlûbi A’thînî Mahabbataka wa Ma’rifataka.68

Artinya, “Ya Tuhanku ! hanya Engkaulah yang ku maksud, dan

keridhaan-Mu lah yang kucari. Berilah aku kemampuan untuk bisa mencintai-Mu dan ma’rifat kepada-Mu.

Dalam doa tersebut bagi sâlik TQN wajib dibaca dua kali sehari. Kandungan doa ini ada tiga:

1. Taqorrub terhadap Allah swt., ialah mendekatkan diri kepada Allah dalam jalan uIwaniyah yang dalam hal ini dapat dikatakan tak ada sesuatu pun

65

Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 46.

66

Shohibul Wafa, Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah.

67

Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, hal. 49.

68


(39)

xxxix

yang menjadi tirai penghalang antara âbid dan ma’bud, antara kholiq dan makhluk.

2. Menuju jalan mardhotillah, ialah menuju jalan yang Allah swt. rela. Dalam segala gerak-gerik manusia diharuskan mengikuti atau mentaati perintah Tuhan dan menjauhi atau meninggalkan larangannya. Hasil budi pekerti menjadi baik, akhlak pun baik dan segala hal ihwal-nya menjadi baik pula, baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun yang berhubungan dengan sesama manusia atau dengan makhluk Allah.

3. Kemahabbahan dan kema’rifatan kepada Allah swt.. Rasa cinta dan

ma’rifat terhadap Allah “dzat laisa kamitslihi syaiun” yang dalam

mahabbah itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati. Kalau telah tumbuh mahabbah, timbullah berbagai macam hikmah di antaranya membiasakan diri dengan selurus-lurusnya dalam hak dlohir dan bathin, dapat pula mewujudkan “keadilan” yakni dapat menetapkan sesuatu dalam haknya dengan sebenar-benarnya. Pancaran dari mahabbah datang pula belas kasihan ke sesama makhluk di antaranya cinta pada nusa bangsa beserta agamanya. Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah ini adalah salah satu jalan buat membukakan diri supaya tercapai arah tujuan tersebut.69 Setelah Syaikh Sambas belajar pendidikan agama dasar di kampungya, untuk meneruskan studinya beliau berangkat ke Mekah pada usia sembilan belas tahun dan menetap di sana hingga wafatnya pada tahun 1289 H./1872 M. Di Mekah beliau belajar ilmu-ilmu Islam termasuk tasawuf, dan mencapai posisi yang sangat dihargai di antara teman-temannya, dan kemudian menjadi tokoh yang sangat berpengaruh di Indonesia. Di antara gurunya adalah Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari (w.1812 M.), dan Ahmad Khatib Sambas merupakan murid yang sudah sampai tingkat tinggi dan diangkat sebagai Mursyid

Kammil Mukammil.70

2. Jaringan TQN di Indonesia

Pada abad 19 M Tarekat Syattariah sudah tidak diterima oleh masyarakat Jawa karena dianggap membuka pemikiran-pemikiran bid’ah, yang akhirnya

69

A.Shohibulwafa, Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah.

70

Sri Mulyati, et.al, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, hal. 254.


(40)

mengalami kemerosotan pendukung. Hal ini membuat keberadaan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah yang mulai masuk pada abad tersebut menjadi mudah diterima di pulau Jawa. Selain itu, kemudahan tersebut kemungkinan besar juga karena kemasyhuran kedua tarekat yang mendasarinya (Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqshabandiyah) yang sudah dikenal sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu.71

Syaikh Sambas dalam mengajarkan disiplin ilmu Islam bekerja sama dengan syaikh-syaikh besar lainnya yang bukan pengikut tarekat seperti Syaikh Tolhah dari Cirebon, danSyaikh Ahmad Hasbullah ibn Muhammad dari Madura, di mana mereka berdua pernah menetap di Mekah.72 Pada tahun 1970, ada 4 tempat penting sebagai pusat Thariqat Qadiriyyah wa Naqshabandiyyah di pulau Jawa yaitu;

1 Rejoso(Jombang) di bawah bimbinganSyaikh Romli Tamim. 2 Mranggen(Demak) di bawah bimbinganSyaikh Muslih.

3 Suryalaya (Tasikmalaya) di bawah bimbingan Syaikh Ahmad Shahibul Wafa Tajul Arifin(Abah Anom).

4 Pagentongan(Bogor) di bawah bimbinganSyaikh Thohir Falak.73

Secara garis besar, perkembangan TQN di Indonesia sebagai berikut; Perkembangan Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah di Jawa Tengah berpusat di

71

Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, hal. 102-103.

72Sejarah Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah, http://www.cybermq.com/index.php?pus-taka/detail/15/1/pustaka-220.html.


(41)

xli

Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak. Pesantren ini didirikan oleh Kiai Abdul Rahman pada tahun 1905, lalu dilanjutkan oleh putranya, Kiai Muslih, yang merupakan mursyid dari dua silisilah. Pertama, Kiai Asnawi Banten dan Kiai Abdul Latif Banten. Kedua, Mbah Abdur Rahman Menur, utara Mranggen yang dibaiat oleh Ibrahim al-Barumbuni (Brumbung). Salah satu murid Kiai Muslih, Kiai Abu Nur Djazuli telah menyebarkan TQN di Brebes. Mengenai TQN di Madura, seorang khalifah dari Syaikh Sambas dari Madura bernama Ahmad Hasbullah. Kiai Ahmad Hasbullah telah sukses mengembangkan TQN di luar pulau Madura yaitu Rejoso, yang berpusat di Pesantren Darul Ulum yang didirikan oleh Kiai Tamin dari Madura. TQN diperkenalkan oleh menantu beliau, Kholil yang mengambil baiat dari Ahmad Hasbullah di mekah. Dari Khalil kemudian diteruskan oleh putra sendiri yaitu Kiai Romly Tamim, dan diteruskan oleh Kiai Mustain Romly. Sesudah itu, TQN ditreruskan oleh Kiai Rifai Romly (w.1994), yang menerima ijazah dari saudaranya Mustain Romly. Kepemimpinan TQN diteruskan oleh K.H Dimyati Romly yang menerima ijazah dari Kiai Romly dan Kiai Mustain Romly.74

Sedangkan perkembangan TQN di Banten, khalifah dari Syaikh Abdul karim Banten untuk daerah asalnya ialah Kiai Asnawi dari Caringin. Keturunannya, Kazim meneruskannya di daerah Menez kemudian diteruskan oleh putranya Ahmad. Sementara itu, Kiai Asnawi juga membentuk khalifah dari Cilegon, Abdul Latif bin Ali. Adapun TQN di daerah Bogor dikembangkan oleh Kiai Fala, yang salah seorang khalifah dari Syaikh Karim banten. Di antara murid

74

Sri Mulyati, et.al, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, hal. 263.


(42)

Syaikh Sambas dari Sumatra adalah H. Ahmad Lampung, sedangkan khalifah Syaikh Sambas dari Palembang adalah Muhammad ma’ruf bin Abdullah khatib. Selain dari Lampung dan Palembang, khalifah Syaikh Sambas lainnya adalah H.Muhammad Ismail bin abdul Rahim al-Bali dan Muhammad Ali dari Lombok.75

Penggambaran tentang struktur silsilah TQN yang dikembangkan oleh khalifah-khalifahnya di Indonesia secara garis besar, sebagai berikut;

75

Sri Mulyati, et.al, Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, hal. 286-289. K.A.Hasbullah Mekah Kazim Sy.Romli Tamim K Asnawi Banten Sy. Muslih Demak

Sy. Thahir Falak Bogor Sy.A.Shohibul.W. Suryalaya Sy.Abd. Mubarok Suryalaya Sy.Thalhah Cirebon Ahmad K. Abd. Latif

Banten

K. Mustain Romly K.Abu N.Djazuli Brebes Sy.Abd.Karim Banten K. Kholil Madura Rifai Romly Sy. SAMBAS Mekah Abdul Latif Cilegon H.Ahmad Lampung M. Ma’ruf Palembang M.Ismail Bali Muhammad Ali Lombok


(43)

xliii

= Panah yang dituju menunjukkan silsilah dari guru mursyid ke murid

3. Amalan-amalan

Semua tarekat pasti menggunakan dasar utama al-Quran dan Hadis. Karena dua dasar utama tersebut merupakan dasar agama Islam. Selain menggunakan dasar al-Quran dan Hadis, juga didasarkan pada perkataan ulama al-Ârifîn dari kalangan salaf al-Shâlihîn. Mengenai ajaran TQN, setidaknya ada empat ajaran pokok dalam tarekat ini, yaitu ajaran tentang kesempurnaan suluk, adab para murid, zikir, dan muraqabah.76 Keempat ajaran inilah pembentuk citra diri yang paling dominan dalam kehidupan para pengikut tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah. Ajaran-ajaran tersebut juga membentuk identitas diri yang membedakan antara pengikut tarekat dengan yang lain, khususnya ajaran yang bersifat teknis, seperti tata cara dalam berzikir, muraqabah, dan bentuk-bentuk upacara ritualnya. Kemudian, selain amalan-amalan yang berhubungan dengan sesama manusia juga terdapat amalan lainnya berupa teknis berzikir, khataman,

manaqib, dan tawashul.

a. Kesempurnaan Suluk

Ajaran yang sangat ditekankan dalam ajaran TQN adalah suatu keyakinan bahwa kesempurnaan suluk (merambah jalan kesufian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah), adalah jika berada dalam tiga dimensi keislaman, yaitu Islam,

76


(44)

Iman, dan Ihsan. Ketiga term tersebut sangat populer dengan istilah syariat, tarekat dan hakikat.77

b. Adab Para Murid

Kitab yang sangat populer di kalangan sunni juga di kalangan pesantren salaf yang menjadi rujukan bagi sebagian besar tarekat adalah Tanwir al-Qulub fi

Muammalati ‘allam al-Guyûb karya Muhammad Amin Kurdi di samping

kitab-kitab rujukan yang lain, di dalam kitab-kitab tersebut diuraikan panjang lebar tentang adab bagi murid, juga dijelaskan pentingnya memperbaiki adab, dan ini merupakan unsur ajaran pokok yang ada dalam mazhab tasawuf. Secara garis besar, seorang murid atau pun ahli tarekat harus menjaga empat adab, yaitu adab kepada Allah, kepada syaikh (guru, mursyid), kepada ikhwan, dan adab kepada diri sendiri.78

a). Adab kepada Allah. Yaitu dengan cara mensyukuri setiap nikmat pemberian Allah setiap waktu dan kesempatan, tidak bersembunyi dari seseorang kecuali ada uzur. Tidak menunda pemberian kepada orang yang meminta pada waktu lain. Tidak sekali-kali menolak orang-orang yang meminta-minta, kecuali karena hikmah, bukan karena kikir dan bakhil. Berusaha mengeluarkan (menjauhi) kecenderungannya kepada selain Allah. Mengutamakan kepentingan saudaranya sesama muslim dengan apa yang dimilikinya. Menjauhi sesuatu yang

77

Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 61.

78


(45)

xlv

diagungkan (diperebutkan) oleh kebanyakan manusia, termasuk di dalamnya adalah berbuat yang tidak jelas hukum-nya.79

b). Adab kepada mursyid. Usaha murid ke arah kesempurnaan itu merupakan perjuangan batin yang dilakukan di bawah bimbingan pembimbing ruhani, murid di hadapan pembimbing ibarat mayat di tangan pemandinya. Menjadi tugas sang pem-bimbinglah untuk memperhitungkan sifat-sifat si murid, untuk menjadikannya memi-liki sifat rendah hati, selalu bertaubat, menjaga lisan, berpuasa, dan perbuatan-perbuatan lainnya, juga samadi, membaca doa, mengulang-ulang terus menerus per-mohonan yang mengisi hari-hari bagi si calon sufi.80

Dengan demikian, keberadaan pembimbing sangat dibutuhkan. Oleh karena itu murid harus benar-benar beradab kepada Syaikh. Secara garis besar ada 10 macam aturan yang harus dijalani murid, dari sepuluh aturan itu lima di antaranya dapat dikatakan sebagai doktrin bagi tindakan sosial murid tarekat, sedangkan yang lainnya berlaku bagi tindakan spiritual para murid, yaitu berhubungan dengan rabithah dan washilah.81Sepuluh aturan itu sebagai berikut:

1. Seorang murid harus memiliki keyakinan, bahwa maksud dan tujuan

suluk-nya tidak mungkin berhasil tanpa perantara gurunya.

2. Seorang murid harus pasrah, menurut dan mengikuti bimbingan guru dengan rela hati.

3. Jika murid berbeda pendapat dengan guru, baik masalah kulliyat maupun juzi’yyat, masalah ibadah maupun adat, maka murid harus selalu mengalah dan menuruti pendapat gurunya karena i’tirad

79

Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 67.

80

H.L Beck dan N.J.G. Kaptein, Pandangan Barat Terhadap Literatur, Hukum, Filosofi, Teologi dan Mistik Tradisi Islam, (Jakarta: INIS, 1998), Jilid I, hal. 62.

81

Dudung Abdurrahman, Perubahan Struktur dan Sosial Budaya penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah di desa Mlangi, Sleman, Yogyakarta, Laporan Penulisan, Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1994, hal. 157.


(46)

(menentang) guru itu meng-halangi berkah dan menjadi su ul

khatimah.

4. Murid harus berlari dari semua yang dibenci gurunya dan turut membenci apa yang dibenci gurunya.

5. Jangan tergesa-gesa mengambil ta’bir (mengambil kesimpulan) atas masalah-masalah seperti; impian, isyarat-isyarat, walaupun murid lebih ahli dari gurunya dalam hal itu.

6. Merendahkan suara di majlis gurunya, jangan memperbanyak bicara dan tanya jawab dengan gurunya, karena itu akan menjadi sebabnya

mahjub.

7. Kalau mau menghadap guru jangan sekonyong-konyong, atau tidak tahu waktu.

8. Jangan menyembunyikan rahasia di hadapan guru.

9. Murid tidak boleh menukil pernyataan guru kepada orang lain, kecuali yang sekedar dapat dipahami oleh orang-orang yang diajak bicara. 10.Jangan menggunjing, mengolok-olok, mengumpat, memelototi,

mengkritik, dan menyebarluaskan aib guru kepada orang lain.82

Apa saja yang disampaikan mursyid benar-benar diterima oleh murid dengan hidmat dan tidak ada yang bertanya, apalagi sampai mempermasalahkan sesuatu yang menurutnyakurang pas. Hal ini setidaknya ada tiga faktor penyebab, yaitu;

Pertama, keawaman murid dan penghormatan berlebihan kepada Guru. Kedua, metode bimbingan guru yang bersifat doktrinal, sehingga murid merasa lebih baik sami’na wa atha’na.

Ketiga, baik guru maupun murid lebih mementingkan segi-segi praktis bagi tindakan keagamaan mereka.83

Sami’na wa atha’na yang dilakukan murid tidak bisa dikatakan bahwa

tindakan murid tersebut adalah ketinggalan jaman yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan model pendidikan modern, yang menganjurkan murid untuk tampil kritis, kreatif dan adanya interaktif antara guru dan murid. Sedangkan dalam dunia tarekat kedudukan murid di hadapan guru ibarat seorang pasien di hadapan dokter spesialis, yang mana kemungkinannya justeru pasien sendiri itu tidak mengetahui

82

Kharisudin Aqib, al-Hikmah, hal. 68-70.

83

Dudung Abdurrahman, Perubahan Struktur dan Sosial Budaya penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah, hal. 158-159.


(47)

xlvii

penyakit-penyakit yang dideritanya sehingga dokter spesialislah yang akan memberi informasi tentang penyakit pasien dengan sesungguhnya dan mengobatinya. Murid dan guru dalam tasawuf juga bisa diibaratkan dengan seorang pasien yang sedang berkonsultasi dengan psikolog. Pasien psikolog maupun pasien dokter spesialis hanya bisa “diam” dan harus mentaati segala perintah dan larangan-larangan yang diberikan kepadanya tanpa harus membantah, walaupun bagi pasien anjuran atau larangan yang diberikan itu sungguh berlawanan dengan pemahamannya.

c). Adab sesama ikhwan. Hubungan murid dan ikhwan harus dijaga, tidak pantas seseorang yang sama dalam “pencarian” cita-cita mulia dicampuri dengan pertikaian. Oleh karena itu, murid harus mempunyai pedoman adab kepada

ikhwan. Adab sesama ikhwan sebagai berikut:

1. Hendaknya menyenangkan ikhwan dengan sesuatu yang

menyenangkan, dan jangan mengistimewakan dirimu sendiri.

2. Jika bertemu, hendaknya bersegera mengucapkan salam, mengulurkan tangan (mengajak berjabat tangan), dan bermanis-manis kata dengan mereka.

3. Menggauli dengan akhlak yang baik, yaitu memperlakukan mereka sebagaimana kamu suka diperlakukan.

4. Merendahkan hati kepada mereka.

5. Usahakan agar mereka rela (suka), pandanglah bahwa mereka lebih baik dari dirimu.

6. Berlemahlembutlah dalam menasehati ikhwan jika kamu melihat mereka menyimpang dari kebenaran.

7. Perbaikilah prasangkamu kepada mereka. 8. Jika minta izin (keringanan), maka kabulkan.

9. Jika ada pertikaian antara sesama ikhwan maka damaikanlah di antara keduanya.

10.Jadikanlah kalian teman dalam semua keadaan.

11.Hendaklah kalian memberi tempat duduk kepada ikhwan dalam majlis. 12.Hendaknya membatasi berpaling dari mereka, dan mendukung mereka


(48)

13.Tunaikan janji, jika kamu berjanji.84

d). Adab kepada diri sendiri. Ini adalah yang utama dan sekaligus terberat, tiada perjuangan yang lebih berat dari pada perjuangan melawan diri sendiri, karena ini adalah perjuangan melawan hawa nafsu. Secara garis besar, seorang murid harus;

1. Memegangi prinsip tingkah laku yang lebih sempurna, jangan sampai seseorang bertindak yang menjadikan dia tercela, dan mengecewakan. 2. Jika berjanji hendaklah ditepati.

3. Hendaklah murid menetapkan perilaku adab (tatakrama), meyakinkan dirinya senantiasa Allah selalu mengetahui semua yang diperbuat hamba-Nya.

4. Para murid hendaknya bergaul dengan orang-orang yang saleh.

5. Tidak diperbolehkan berlebih-lebihan dalam hal makan, minum, berbusa-na, dan berhubungan seksual.

6. Hendaknya bagi para murid berpaling dari cinta duniawi.

7. Jika murid terbuai oleh hawa nafsu, misalnya berat melaksanakan ketaatan maka hendaklah senantiasa merayu dirinya sendiri, dan meyakinkan diri bahwa payahnya hidup di dunia ini sangat pendek waktunya jika diban-dingkan dengan kepayahan di akhirat kelak.85

c. Zikir

Zikir merupakan amalan harian yang dilaksanakan setiap setelah sholat fardhu dan bisa juga setelah sholat sunat dengan kaifiyyat yang telah ditentukan. Dalam TQN, terdapat dua jenis zikir, yaitu zikir jahar dan zikir khafiy. Setiap murid harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam TQN, di antaranya adalah mengikuti ketentuan dalam teknis berzikirnya. Ketentuan teknis zikir jahar-nya sebagai berikut;

1. Setiap pengikut TQN diharuskan mengamalkan zikir Kalimah

Thoyyibah sekurang-kurangnya 165 kali.

2. Jumlah bilangan 165 dalam zikir adalah jumlah minimal, lebih banyak akan lebih baik, dengan ketentuan diakhiri hitungan bilangan ganjil.

84

Kharisudin Aqib, al Hikmah, h. 72-73.

85


(49)

xlix

3. Yang mempunyai kesibukan seperti sedang melakukan safar (perjalanan), bisa membaca zikir dengan bilangan 3 kali. Namun pada waktu-waktu senggang sebaiknya memperbanyak bacaan zikir, misalnya pada waktu melaksanakan sholat malam.

4. Sebaiknya dilaksanakan berjamaah dengan suara keras menghujam, sehingga “menghancurkan” kerasnya hati kita yang diliputi oleh sifat-sifat mazmumah (buruk) menjadi sifat mahmudah (baik). Atsar (bekas) dari zikir itu akan terlihat dengan perilaku pengamalnya, yaitu membentuk pribadi pengamal zikir yang berakhlak mulia.86

Mengenai cara-cara meresapi zikir kepada Allah agar sampai pada tingkat hakikat atau kesempurnaan, Syaikh Ahmad Khatib Sambas merumuskannya sebagai berikut;

Pertama, sâlik hendaklah berkonsentrasi dan membersihkan hatinya dari segala cela sehingga dalam hati dan pikiran nya tidak ada sesuatu pun selain zat Allah. Kemudian meminta limpahan karunia dan kasih sayang-Nya serta pengenalan sempurna melalui perantaraan mursyid (syaikh) Tarekat Qadiriyah Naqsyaban-diah (TQN).

Kedua, ketika mengucapkan lafaz-lafaz zikir, terutama nafyi wâ itsbat “lâ

ilâha illAllah”, hendaklah sâlik menarik gerakan melalui satu trayek di badannya; dari pusat perut sampai ke otak kepalanya. Kemudian ditarik ke arah bahu kanan dan dari sana dipukulkan dengan sekeras-kerasnya ke jantung. Di sini kepala juga ikut bergerak sesuai dengan trayek zikir. Dari bawah ke atas ditarik kata “la” dengan ukuran tujuh mâd, kemudian kata “ilaha” ditarik ke bahu kanan dengan ukuran yang sama dan akhirnya kata “illAllah” dipukulkan ke jantung dengan ukuran yang lebih lama sekitar tiga

mâd. Kalimat zikir ini boleh diucapkan dengan cara keras atau nyaring (jahar) atau dengan cara lembut atau halus (sirr).

Ketiga, aturan lain dari rumusan zikir yang diformulasikan Syaikh Ahmad Khatib Sambas adalah dengan memusatkan zikir pada titik-titik halus (lathâif) dalam anggota badan. Aturan semacam ini sebenarnya berasal dari cara-cara zikir yang biasa dikembangkan dalam Tarekat Naqshabandiyah untuk memudahkan seorang salik menarik gambaran Dzatiyyah.87

Dalam hal zikir khafiy tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN), ketentuannya sebagaimana zikir yang diamalkan dalam Tarekat Naqshabandiyah. Yaitu dengan sebelas asas tarekat, delapan dari asas itu dirumuskan oleh Abd

86

Bazul Asyhab dan Gaos Saefullah , Uquudul Jumaan, hal. 1.

87


(50)

Khaliq Ghuzda-wani, sedangkan sisanya adalah penambahan oleh Bahauddin an-Naqsyabandi. Asas-asas Abd al-Khaliq adalah,

1. Hush dar dam. (sadar sewaktu bernafas). Suatu latihan konsentrasi, murid harus sadar (ingat) akan Allah setiap menarik dan menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar di antara keduanya.

2. Nazar bar qadam (menjaga langkah). Sewaktu berjalan, sang murid haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan agar tujuan (ruhani) nya tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya. 3. Safar dar watan (melakukan perjalanan di tanah kelahirannya). Yakni

mening-galkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia.

4. Khalwat dar anjuman (sepi di tengah keramaian). Menyibukkan diri dengan selalu membaca zikir sewaktu aktif dalam kehidupan bermasyarakat atau berada di tengah keramaian orang.

5. Yad kard (ingat, menyebut). Terus-menerus mengulangi nama Allah, zikir tauhid (berisi formula Lâ Ilâha Illallah), atau formula zikir lainnya yang diberikan oleh guru dalam hati atau dengan lisan.

6. Baz gasyt (kembali, memperbarui). Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), murid harus membaca setelah zikir tauhid ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, dengan khusyuk membaca formula ilahi anta maqsudi wa ridhaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridlaan-Mu lah yang kuharapkan).


(51)

li

7. Nigah dasyt (waspada). Yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan zikir tauhid, untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran akan Tuhan.

8. Yad dasyt (mengingat kembali). Penglihatan yang diberkahi secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-namanya, mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga.

Asas-asas tambahan dari Bahauddin an-Naqsyabandi sebagai berikut;

1. Wuquf-i zamani (memeriksa penggunaan waktu seseorang). Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. Artinya, jika seseorang tenggelam dalam zikir dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah bersyukur kepada Allah, jika lupa Allah atau melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya.

2. Wuquf 'adadi (memeriksa hitungan zikir seseorang). Dengan hati-hati beberapa kali seseorang mengulangi kalimat zikir tanpa pikirannya mengem-bara ke mana-mana.

3. Wuquf qalbi (menjaga hati tetap terkontrol). Membayangkan berada di hadirat Allah, sehingga hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah.88

d. Khataman

Khataman merupakan integrasi antara zikir, shalawat, doa-doa, dan bacaan

yang biasa diamalkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Pelaksanaan

88

Arrusodo, Tarekat Naqsyanbiah, diakses pada 03 Maret 2004, dari;

http://www.sufinews.com-/index.php?subaction=showfull&id=1078317640&archive=&start_from=&ucat=8&go=tareka t.


(1)

LAMPIRAN 3

INFORMAN II

Nama : Iwan

Umur : 35 Tahun Pekerjaan : Karyawan

Alamat : Rawamangun

Waktu : 13.30 WIB.

Tempat : Kantor Yayasan Aqabah Sejahtera

Pertanyaan : Apa yang menjadi latar belakang Anda masuk dalam tarekat ?

Jawaban : “Sebelum masuk TQN, tasawuf memang saya belum tau... yang namanya TQN, yang namanya tasawuf, yang namanya tarekat, namun setelah di pertengahan jalan, lama-lama...saya ada aja, ketika saya mengenal tarekat-tarekat yang lain kan di situ yang mu’tabarah...kita juga baca-baca buku, cara-caranya...gini-gininya.... makanya saya melihat dari situ oh ya...sebenarnya tarekat itu sudah lama di Indonesia itu kan, cuma saya nya saja yang kurang..kurang ...apa.. masih baru...makanya juga kadang-kadang saya baca-baca buku..Pertama-tama itu kaya’ wisata...ke suryalaya..bukan dari pak Wafi, dulunya itu...apa...dari pengajian.... selama di dalam perjalanan ya..hanya sebagian orang yang memperdalam walaupun kurang lebih 20-30 orang ditalkin, hanya beberapa orang saja yang ingin memperdalam...Lama-lama...kan ndengerin ceramah, apa itu talkin? Apa itu baiat? Apa itu tarekat? Apa sih itu? lama-lama ya...di tengah jalan tahun 2003-2004, jadi saya itu sempet vakum. Ketika sudah dijalanin, ketika itu langsung...di tengah jalan kan...lama-lama...ada yang ceramah kan?...jadi...jadi taunya dari situ, lama-lama...saya mendalami tasawuf,kan...baru deh, itu dimulai...”

“Pas kita ngedalemin...gimana zikirnya, lama-lama...kan ada pengajian manaqiban di Jakarta, lama-lama...tau, oh itu yang namanya talkin...jadi..jadi sebenarnya..nggak ada...saya memang pertama-tama dulu itu abangan banget.”

Pertanyaan : Apa pengertian tasawuf menurut Anda ?

Jawaban :“Jadi intinya gini...dasarnya aja ya?...ada tiga pilar..Islam, Iman, Ihsan.Yang namanya sekitar hubungan ama tasawuf, masalah qolbu, masalah hati itu kaitannya dengan Ihsan, jadi...kalau selama kita jalani kan..kita jadi Islam dan iman...Kita jalankan baru rukun-rukun Islamnya, rukun-rukun-rukun-rukun Imannya, nah...kebetulan itu berhubungan dengan Ihsan..Oh ini namanya Ihsan berhubungan dengan hati, berhubungan dengan qolbu..dari situlah lama-lama...saya mendalami yang namanya...apa?...apa


(2)

tuh?..hadis-hadisnya, ayat-ayat Qurannya yang hal itu berhubungan dengan hati...hati itu ibarat sentral....di dalam aktifitas hidup kita..jadi..di situlah saya mencoba untuk apa namanya? Mensinergikan tiga pilar itu, Iman Islam Ihsan..jadi saya gabung...”

Pertanyaan : Setelah Anda talqin TQN, amalan-amalan apa yang Anda kerjakan ? Jawaban : “Selama ini kan saya zikir yang 33, pakai tangan gitu ya,

subhanAllah alhamdulillah gini..gini.., kaya gitu ya bagus juga. Setelah masuk ini emang zikir ini kan zikir Laa Ilaaha IllaAllah...kebetulan saya juga, apa ya pak ya? maksudnya jangan mikir itu-itu aja! Apa itu kalimat Laa Ilaaha IllAllah, maksudnya? Jadi lebih..lebih..lebih ke arah mengupas lagi, biar kita lebih mantap gitu lo..! jadi dalam pertama untuk diri kita sendiri, jadi..jadi nggak hanya kita zikir..selesai yang dirasain cuma tenang, tapi kita mendalami apa makna itu? Di dalam kehidupan gitu lo, dalam La Ilaaha Illa Allah ada 12 huruf berhubungan dengan ini, dengan itu, berhubungan dengan tiap hari pokoknya ada...ada...seninya he..he..he..se-hingga kita menikmati gitu lo...Ada suatu hadis-hadisnya, yang saya cari itu yang bertentangan dengan TQN nggak ada...sebagai faktor pendukung, agar kita lebih..lebih mendalam, lebih mantap..ketika kita merasakan yang masuk ke dalam hati kita, seluruh aspek tubuh kita dan kita aplikasikan gitu lo..tidak kita paksakan tetapi secara natural secara alami...”

Pertanyaan : Apa pengaruh yang diperoleh setelah Anda talqin Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) ?

Jawaban :“Ketika ketiga pilar (Islam, Iman, Ihsan) itu berjalan ya bisa lebih..lebih..lebih. sensitif lagi, lebih bersemangat lagi dalam beribadahnya, dalam beraktifitas, itu karena ada kaitannya dalam diri kita baik dalam kerja, keseharian kita, Ada manfaatnya, hasilnya itu ya positif untuk diri kita, sebelum saya memasuki dunia seperti ini gitu ya?. Jadi itu saya rasakan pribadi aja itu memang bermanfaat bagi diri saya, dalam kedisiplinan juga, dalam aktifitas saya juga...Cuma kita ini memang proses, sambil..sambil..sambil belajar..Dalam sisi pergaulan...dalam sesuatu dalam pembicaraannya itu..apa sih.. lebih ke arah ini yang..bebas...mungkin agak tertahan...Lebih menghormati.”

Jakarta, 15 Desember 2008

Ttd.


(3)

LAMPIRAN 4

INFORMAN III

Nama : Randy

Umur : 24 Tahun Pekerjaan : Karyawan

Alamat : Jl. Meruya Utara Rt. 02 / 03. No. 10 Jakbar

Waktu : 13.40 WIB.

Tempat : Yayasan Aqabah Sejahtera Rawamangun

Pertanyaan : Apa yang menjadi latar belakang Anda masuk dalam tarekat ?

Jawaban : Ketika saya usia 12 tahun, saya belajar kitab klasik tentang kisah hidup syaikh Abdul Qadir Jailani. Dari sini, saya tahu riwayat hidup syaikh Abdul Qadir Jailani, keluhuran ilmunya, derajat kewaliannya, tentang karamah-karamahnya yang khawariq al-‘adat. Saya juga sering mengikuti kegiatan manaqib syaikh abdul Qadir Jailani. Dan, setelah usia 25 tahun,

saya mengenal tarekat yang dinisbatkan kepada syaikh Abdul Qadir Jailani, tarekat Qadiriyah. Pada tahun 2005 saya diangkat sebagai badal di Yayasan Aqabah.

Pertanyaan : Apa pengertian tasawuf menurut Anda ?

Jawaban : Islam itu mempunyai tiga rukun, yaitu rukun Islam, rukun Iman, dan rukun Ihsan. Rukun Islam itu dipelajari melalui kajian-kajian fikih, seperti yang dijelaskan oleh para ulama fikih. kedua yakni rukun Iman itu seperti yang diterangkan dalam kajian-kajian Ilmu Kalam, Ushuluddin.

Yang ketiga, rukun Ihsan, dipelajari melalui dunia tasawuf dan tarekat. rukun ketiga ini terdapat cara-cara mendekatkan diri kepada Allah. Ihsan itu upaya pembentukan akhlak, pembersihan diri. Dan, komunitas yang menyediakan kajian-kajian tentang upaya mendekatkan diri kepada Alah dan membentuk akhlak mulia, serta pembersihan diri adalah tarekat. Dan, keberadaan mursyid adalah unsur terpenting di dalam tarekat.

Pertanyaan : Setelah Anda talqin TQN, amalan-amalan apa yang Anda kerjakan ?

Jawaban : Amalan yang ada dalam TQN zikir jahar (keras) dan zikir khafi (samar). Zikir jahar minimal 165 kali setelah sholat fardhu, zikir khafi tidak ada batasnya. Selain zikir, khotaman, manaqib, tawassulan.

Selain amalan-amalan TQN yang sudah disebutkan, melaksanakan sholat sunat rawatib juga merupakan amalan TQN. Bahkan dalam


(4)

proses pelaksanaannya pun diharapkan tidak membeda-bedakan keduanya.

Pertanyaan : Apa pengaruh yang diperoleh setelah Anda talqin Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) ?

Jawaban : Pengalaman seseorang dalam beribadah itu berbeda-beda, karena pokok tasawuf itu berhubungan dengan hati. Setelah talqin, saya mendapatkan ketentraman kalbu, dengan adanya ketentraman kalbu saya merasa setiap permasalahan menjadi mudah diatasi. Di dunia ini, masalah pasti ada, tetapi proses penerimaannya itu yang berbeda. Juga, adanya derajat ketakwaan yang lebih bila dibandingkan sebelum talqin. Mengenai ibadah semacam shalat, zikir saya itu merasa seperti kecanduan. Begitu juga dalam pelaksanaan ibadah seperti shalat terasa lebih khusyuk

Jakarta, 15 Desember 2008

Ttd.


(5)

LAMPIRAN 5

INFORMAN IV

Nama : Ahmad Umur : 57 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Gg. Kana Rt. 06 / 05. Pisangan Timur Jaktim Waktu : 10.20 WIB.WIB.

Tempat : Jl. Waru No. 15 Rawamangun

Pertanyaan : Apa yang menjadi latar belakang Anda masuk dalam tarekat ?

Jawaban : “Saya masuk TQN dua tahun yang lalu. Saya masuk itu..sendiri ga karna ajakan temen atau siapa. Memang, pas saya mengikuti TQN awalnya itu tujuan yang jelas mau apa itu emang ga ada. Kebetulan sodara-sodara di sini itu sudah masuk di TQN semua jadi saya ikut TQN.”

Pertanyaan : Apa pengertian tasawuf menurut Anda ?

Jawaban : “Tasawuf itu upaya mendekatkan diri kepada Allah. Dengan tasawuf, saya merasa ada yang selalu mengawasi dalam setiap aktifitas. Karena merasa ada yang selalu mnengawasi, jadinya setiap aktifitas baik kepada Allah (vertikal) maupun kepada manusia saya bisa mengkontrol, lebih hati-hati.”

Pertanyaan : Setelah Anda talqin TQN, amalan-amalan apa yang Anda kerjakan ? Jawaban : “saya mendapatkan ijazah zikir Laa ilaha illa Allah, di situ ada zikir

jahri yang bacaannya keras dan khafiy yang dibaca dalam hati, dalam setiap aktifitas apapun, pas naik sepeda motor, pas apa aja. Ada juga khotaman, manaqiban. Pas kegiatan manaqiban diisi juga tentang sejarah TQN, dari Rasulullah terus diterima ini, diterima ini, sampai kita. Kalau khotaman itu bacaan-bacaan zikir yang dilaksanakan kamis malam jumat di sini, tapi ada juga yang melaksanakannya di malam kamis. Soal tawassulan, itu masuk di (kegiatan) manaqiban ama khotaman. pas khotaman ma manaqiban itu ada tawassulannya.

Pertanyaan : Apa pengaruh yang diperoleh setelah Anda talqin Tarekat Qadiriyah Naqshabandiyah (TQN) ?

Jawaban : “Seperti tadi, tasawuf itu saya merasa di awasi Allah, pas lagi ngapain aja, naik motor, apa aja itu selalu dianjurkan mengingat Allah dalam hati, dalam setiap nafas. Jadi, itu..(saya) kalau ketemu siapa gitu bisa lebih menjaga (diri).”

Jakarta, 15 Desember 2008 Ttd.


(6)