= Panah yang dituju menunjukkan silsilah dari guru mursyid ke murid 3. Amalan-amalan
Semua tarekat pasti menggunakan dasar utama al-Quran dan Hadis. Karena dua dasar utama tersebut merupakan dasar agama Islam. Selain menggunakan
dasar al-Quran dan Hadis, juga didasarkan pada perkataan ulama al-‘Ârifîn dari kalangan salaf al-Shâlihîn. Mengenai ajaran TQN, setidaknya ada empat ajaran
pokok dalam tarekat ini, yaitu ajaran tentang kesempurnaan suluk, adab para murid, zikir, dan muraqabah.
76
Keempat ajaran inilah pembentuk citra diri yang paling dominan dalam kehidupan para pengikut tarekat Qadiriyah
Naqshabandiyah. Ajaran-ajaran tersebut juga membentuk identitas diri yang membedakan antara pengikut tarekat dengan yang lain, khususnya ajaran yang
bersifat teknis, seperti tata cara dalam berzikir, muraqabah, dan bentuk-bentuk upacara ritualnya. Kemudian, selain amalan-amalan yang berhubungan dengan
sesama manusia juga terdapat amalan lainnya berupa teknis berzikir, khataman, manaqib, dan tawashul.
a. Kesempurnaan Suluk
Ajaran yang sangat ditekankan dalam ajaran TQN adalah suatu keyakinan bahwa kesempurnaan suluk merambah jalan kesufian dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah, adalah jika berada dalam tiga dimensi keislaman, yaitu Islam,
76
Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 60.
Iman, dan Ihsan. Ketiga term tersebut sangat populer dengan istilah syariat, tarekat dan hakikat.
77
b. Adab Para Murid
Kitab yang sangat populer di kalangan sunni juga di kalangan pesantren salaf yang menjadi rujukan bagi sebagian besar tarekat adalah Tanwir al-Qulub fi
Muammalati ‘allam al-Guyûb karya Muhammad Amin Kurdi di samping kitab- kitab rujukan yang lain, di dalam kitab tersebut diuraikan panjang lebar tentang
adab bagi murid, juga dijelaskan pentingnya memperbaiki adab, dan ini merupakan unsur ajaran pokok yang ada dalam mazhab tasawuf. Secara garis
besar, seorang murid atau pun ahli tarekat harus menjaga empat adab, yaitu adab kepada Allah, kepada syaikh guru, mursyid, kepada ikhwan, dan adab kepada
diri sendiri.
78
a. Adab kepada Allah. Yaitu dengan cara mensyukuri setiap nikmat pemberian Allah setiap waktu dan kesempatan, tidak bersembunyi dari seseorang
kecuali ada uzur. Tidak menunda pemberian kepada orang yang meminta pada waktu lain. Tidak sekali-kali menolak orang-orang yang meminta-minta, kecuali
karena hikmah, bukan karena kikir dan bakhil. Berusaha mengeluarkan menjauhi kecenderungannya kepada selain Allah. Mengutamakan kepentingan
saudaranya sesama muslim dengan apa yang dimilikinya. Menjauhi sesuatu yang
77
Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 61.
78
Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 67.
diagungkan diperebutkan oleh kebanyakan manusia, termasuk di dalamnya adalah berbuat yang tidak jelas hukum-nya.
79
b. Adab kepada mursyid. Usaha murid ke arah kesempurnaan itu merupakan perjuangan batin yang dilakukan di bawah bimbingan pembimbing
ruhani, murid di hadapan pembimbing ibarat mayat di tangan pemandinya. Menjadi tugas sang pem-bimbinglah untuk memperhitungkan sifat-sifat si murid,
untuk menjadikannya memi-liki sifat rendah hati, selalu bertaubat, menjaga lisan, berpuasa, dan perbuatan-perbuatan lainnya, juga samadi, membaca doa,
mengulang-ulang terus menerus per-mohonan yang mengisi hari-hari bagi si calon sufi.
80
Dengan demikian, keberadaan pembimbing sangat dibutuhkan. Oleh karena itu murid harus benar-benar beradab kepada Syaikh. Secara garis besar ada 10
macam aturan yang harus dijalani murid, dari sepuluh aturan itu lima di antaranya dapat dikatakan sebagai doktrin bagi tindakan sosial murid tarekat, sedangkan
yang lainnya berlaku bagi tindakan spiritual para murid, yaitu berhubungan dengan rabithah dan washilah.
81
Sepuluh aturan itu sebagai berikut: 1.
Seorang murid harus memiliki keyakinan, bahwa maksud dan tujuan suluk-nya tidak mungkin berhasil tanpa perantara gurunya.
2. Seorang murid harus pasrah, menurut dan mengikuti bimbingan guru
dengan rela hati. 3.
Jika murid berbeda pendapat dengan guru, baik masalah kulliyat maupun juzi’yyat, masalah ibadah maupun adat, maka murid harus
selalu mengalah dan menuruti pendapat gurunya karena i’tirad
79
Kharisudin Aqib, al Hikmah, hal. 67.
80
H.L Beck dan N.J.G. Kaptein, Pandangan Barat Terhadap Literatur, Hukum, Filosofi, Teologi dan Mistik Tradisi Islam, Jakarta: INIS, 1998, Jilid I, hal. 62.
81
Dudung Abdurrahman, Perubahan Struktur dan Sosial Budaya penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah di desa Mlangi, Sleman, Yogyakarta, Laporan Penulisan, Fakultas
Adab IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1994, hal. 157.
menentang guru itu meng-halangi berkah dan menjadi su ul khatimah.
4. Murid harus berlari dari semua yang dibenci gurunya dan turut
membenci apa yang dibenci gurunya. 5.
Jangan tergesa-gesa mengambil ta’bir mengambil kesimpulan atas masalah-masalah seperti; impian, isyarat-isyarat, walaupun murid lebih
ahli dari gurunya dalam hal itu. 6.
Merendahkan suara di majlis gurunya, jangan memperbanyak bicara dan tanya jawab dengan gurunya, karena itu akan menjadi sebabnya
mahjub. 7.
Kalau mau menghadap guru jangan sekonyong-konyong, atau tidak tahu waktu.
8. Jangan menyembunyikan rahasia di hadapan guru.
9. Murid tidak boleh menukil pernyataan guru kepada orang lain, kecuali
yang sekedar dapat dipahami oleh orang-orang yang diajak bicara. 10.
Jangan menggunjing, mengolok-olok, mengumpat, memelototi, mengkritik, dan menyebarluaskan aib guru kepada orang lain.
82
Apa saja yang disampaikan mursyid benar-benar diterima oleh murid
dengan hidmat dan tidak ada yang bertanya, apalagi sampai mempermasalahkan sesuatu yang menurutnya kurang pas. Hal ini setidaknya ada tiga faktor penyebab,
yaitu; Pertama, keawaman murid dan penghormatan berlebihan kepada Guru.
Kedua, metode bimbingan guru yang bersifat doktrinal, sehingga murid merasa lebih baik sami’na wa atha’na.
Ketiga, baik guru maupun murid lebih mementingkan segi-segi praktis bagi tindakan keagamaan mereka.
83
Sami’na wa atha’na yang dilakukan murid tidak bisa dikatakan bahwa tindakan murid tersebut adalah ketinggalan jaman yang tidak sesuai lagi dengan
perkembangan model pendidikan modern, yang menganjurkan murid untuk tampil kritis, kreatif dan adanya interaktif antara guru dan murid. Sedangkan dalam dunia
tarekat kedudukan murid di hadapan guru ibarat seorang pasien di hadapan dokter spesialis, yang mana kemungkinannya justeru pasien sendiri itu tidak mengetahui
82
Kharisudin Aqib, al-Hikmah, hal. 68-70.
83
Dudung Abdurrahman, Perubahan Struktur dan Sosial Budaya penganut Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah, hal. 158-159.
penyakit-penyakit yang dideritanya sehingga dokter spesialislah yang akan memberi informasi tentang penyakit pasien dengan sesungguhnya dan
mengobatinya. Murid dan guru dalam tasawuf juga bisa diibaratkan dengan seorang pasien yang sedang berkonsultasi dengan psikolog. Pasien psikolog
maupun pasien dokter spesialis hanya bisa “diam” dan harus mentaati segala perintah dan larangan-larangan yang diberikan kepadanya tanpa harus
membantah, walaupun bagi pasien anjuran atau larangan yang diberikan itu sungguh berlawanan dengan pemahamannya.
c. Adab sesama ikhwan. Hubungan murid dan ikhwan harus dijaga, tidak pantas seseorang yang sama dalam “pencarian” cita-cita mulia dicampuri dengan
pertikaian. Oleh karena itu, murid harus mempunyai pedoman adab kepada ikhwan. Adab sesama ikhwan sebagai berikut:
1. Hendaknya menyenangkan ikhwan dengan sesuatu yang
menyenangkan, dan jangan mengistimewakan dirimu sendiri. 2.
Jika bertemu, hendaknya bersegera mengucapkan salam, mengulurkan tangan mengajak berjabat tangan, dan bermanis-manis kata dengan
mereka. 3.
Menggauli dengan akhlak yang baik, yaitu memperlakukan mereka sebagaimana kamu suka diperlakukan.
4. Merendahkan hati kepada mereka.
5. Usahakan agar mereka rela suka, pandanglah bahwa mereka lebih
baik dari dirimu. 6.
Berlemahlembutlah dalam menasehati ikhwan jika kamu melihat mereka menyimpang dari kebenaran.
7. Perbaikilah prasangkamu kepada mereka.
8. Jika minta izin keringanan, maka kabulkan.
9. Jika ada pertikaian antara sesama ikhwan maka damaikanlah di antara
keduanya. 10.
Jadikanlah kalian teman dalam semua keadaan. 11.
Hendaklah kalian memberi tempat duduk kepada ikhwan dalam majlis. 12.
Hendaknya membatasi berpaling dari mereka, dan mendukung mereka secara moral, karena kehormatan adalah kewajiban.
13. Tunaikan janji, jika kamu berjanji.
84
d. Adab kepada diri sendiri. Ini adalah yang utama dan sekaligus terberat,
tiada perjuangan yang lebih berat dari pada perjuangan melawan diri sendiri, karena ini adalah perjuangan melawan hawa nafsu. Secara garis besar, seorang
murid harus; 1.
Memegangi prinsip tingkah laku yang lebih sempurna, jangan sampai seseorang bertindak yang menjadikan dia tercela, dan mengecewakan.
2. Jika berjanji hendaklah ditepati.
3. Hendaklah murid menetapkan perilaku adab tatakrama, meyakinkan
dirinya senantiasa Allah selalu mengetahui semua yang diperbuat hamba-Nya.
4. Para murid hendaknya bergaul dengan orang-orang yang saleh.
5. Tidak diperbolehkan berlebih-lebihan dalam hal makan, minum,
berbusa-na, dan berhubungan seksual. 6.
Hendaknya bagi para murid berpaling dari cinta duniawi. 7.
Jika murid terbuai oleh hawa nafsu, misalnya berat melaksanakan ketaatan maka hendaklah senantiasa merayu dirinya sendiri, dan
meyakinkan diri bahwa payahnya hidup di dunia ini sangat pendek waktunya jika diban-dingkan dengan kepayahan di akhirat kelak.
85
c. Zikir