BAB III
PENGARUH TASAWUF BAGI PENGIKUT TAREKAT
Di dalam tasawuf, selain seseorang dianjurkan tetap memperbanyak ibadah kepada Allah, membersihkan hati dari penyakit rohaninya dengan cara
meninggalkan hal-hal yang buruk, juga mengisi rohaninya dengan mengamalkan hal-hal yang baik. Ditegaskan kembali bahwa sekarang ini jika seseorang ingin
bertasawuf maka diharapkan ia bertarekat, karena di dalam tarekat seseorang akan memperoleh keterangan yang berkaitan dengan tasawuf. Di dalam tarekat juga,
seseorang memperoleh bimbingan dalam mendekatkan diri kepada Allah dari seorang guru yang mempunyai ajaran dan bersilsilah sampai Nabi Muhammad
saw.. Seorang pelaku tasawuf belum tentu sebagai pelaku tarekat, tetapi seorang pelaku tarekat adalah pelaku tasawuf. Artinya, tarekat merupakan bagian dari
tasawuf.
A. Pemahaman Tasawuf
Andi nama samaran, pertama kali mengenal dunia tarekat diperkenalkan oleh Ibunya yang juga sebagai pengikut tarekat pada tahun 1999. Tarekat Ibunya
yang dimaksud adalah tarekat Qadiriah Naqsyabandiah. Mengajak anggota keluarga ke dalam kebajikan merupakan anjuran agama, seperti yang tercantum
dalam al-Quran Surat at-Tahrim ayat 6 sebagai berikut;
⌧
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintah-kan.”
Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah TQN sudah ada di daerah Andi sebelum
ia sendiri memahami tarekat. Karena proses keikutsertaannya ke majlis tarekat tidak atas kemauannya sendiri, pada awalnya ia susah menerima memahami isi
pengajiannya yang keras bacaannya. Namun, seiring waktu yang berjalan, dengan mengikuti ceramah-ceramahnya dan ziarah ke Suryalaya akhirnya ia menerima
argumen-argumen dari pengajian itu dengan merasa tenang. Berkenaan dengan pemahamannya tentang tasawuf, tidak semua orang
mempunyai pemahaman sama tentang arti istilah “tasawuf”, tasawuf yang berpangkal pada pengalaman rohaniah hampir tidak mungkin bisa dijelaskan
secara tepat dengan lisan. Setiap pelaku dalam dunia tasawuf bisa memberikan pemahaman yang berbeda, tidak terkecuali Andi. Menurut Andi, tasawuf adalah
‘pembersihan diri’
101
dari kotoran-kotoran hati. Pembersihan diri yang dimaksud bukan hanya pembersihan diri yang bersifat jasmani, yakni pembersihan dari
kotoran badan seperti daki yang menempel atau benda-benda najis. Tetapi lebih dari itu, yaitu bersih dari segala bentuk kotoran dosa dan penyakit hati yang
menggerogoti jiwa, serta bersih dari perilaku yang buruk.
101
Wawancara pribadi dengan Andi, Jakarta, 15 Desember 2008.
55
Masih menurut Andi, seseorang dalam bertasawuf tidak harus selalu berzikir di majlis-majlis taklim atau di masjid saja sehingga melupakan aktifitas
keduniawian, baik berupa bekerja mencari nafkah untuk keluarga maupun untuk kegiatan-kegiatan halal yang lain. Selain itu, seseorang dituntut untuk menjaga
hubungan keharmonisan dalam interaksi sosial kemasyarakatan. Karena tasawuf itu mengajarkan cara ber-akhlaqul karimah, ramah, mengetahui sopan-santun dan
tidak bersikap angkuh dalam bersosial. “Kebersihan diri” yang seperti dimaksudkan Andi merupakan kajian etika,
karena teori etika adalah gambaran rasional mengenai hakekat, dasar perbuatan dan keputusan yang benar serta prinsip-prinsip yang menentukan klaim bahwa
perbuatan dan keputusan tersebut secara moral diperintah atau dilarang, dan, penulisan etika selalu menempatkan tekanan terhadap konsep-konsep etika,
penilaian terhadap keputusan moral, sekaligus membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk.
102
Bahkan, menurut M. Subhi dalam bukunya Filsafat Etika Rasionalisme dan Intuisionalisme, dijelaskan bahwa tasawuf itu lebih mendalam
dan tajam dalam mengupas hakekat baik dan buruk, dan konsep-konsep yang diuraikan dalam tasawuf pun mendahului konsep-konsep Immanuel Kant.
103
Di dalam TQN sendiri terdapat prinsip-prinsip etika yang harus ditaati oleh murid
TQN. Informan pertama sudah memberikan data tentang pemahaman tasawufnya.
Agar data tentang pemahaman tasawuf bagi pengikut TQN itu akurat, penulis
102
Madjid Fakhri, Etika dalam Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, Cet. I, hal. XV.
103
Baca Filsafat Etika oleh Ahmad Mahmud Subhi, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2001, Cet. I.
mencari data lagi dengan mewawancarai informan selanjutnya, yang penulis sebut dengan informan kedua. Informan kedua adalah warga sekitar bukan staf YAS
pengikut Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah. Penunjukan warga sekitar sebagai informan merepresentasikan kalangan umum yang terbiasa terlibat langsung
dengan interaksi sosial kemasyarakatan, sebut saja Iwan, bukan nama sebenarnya. Berbeda dengan latar belakang pemahaman Andi tentang tasawuf, Iwan
memahami tarekat sepenuhnya setelah ia talqin Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah. Pada awalnya, sekitar tahun 2000-2001, diajak oleh temannya mengikuti ziarah ke
Suryalaya. Ketika bertemu dengan Abah Anom sekitar 20–30 anak di-talqin, termasuk dirinya padahal saat itu pemahaman Iwan tentang tarekat masih sedikit.
Untuk menambah pengetahuannya tentang tasawuf, ia menggali informasi dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan tasawuf atau tarekat. Tidak sedikit
orang yang memahami tasawuf setelah ia membaca buku-buku berisikan tasawuf, kemudian talqin ke dalam tarekat. Tetapi, banyak juga yang memahami tasawuf
tetapi ia tidak talqin ke dalam tarekat. Proses yang Iwan tempuh dalam mengenal dunia tarekat tidak sebentar,
beberapa kali ia mengikuti pengajian, dari pengajian umum hingga pengajian yang mengajarkan tarekat, seperti pengajian yang diajarkan oleh ustaz Wahfiudin. Dari
proses tersebut, pemahaman Iwan tentang tasawuf lebih jelas setelah ia mengikuti pengajian yang dibimbing oleh ustaz Wahfiudin dengan Tarekat Qadiriah
Naqsyabandiahnya. Menurut Iwan, dalam agama Islam itu ada tiga pilar, yaitu Islam, Iman, Ihsan. Dari ketiga pilar ini, yang mempunyai hubungan dengan
tasawuf dan masalah tentang hati qolbu yaitu adalah Ihsan. Sekarang yang
dijalankan umat Islam pada umumnya baru sampai pada tahap Islam dan Iman, maksudnya baru sampai rukun-rukun Islamnya, rukun-rukun Imannya, belum
menyentuh dalam rukun Ihsan.
104
Penjelasan tentang Islam, Iman dan Ihsan sebagai berikut; rukun Islam ada lima yakni; membaca syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa pada
bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji, kesemuanya itu dikerjakan melalui anggota badan yang bersifat jasmani, lahiriah. Sifatnya yang lahiriah merupakan
ciri khas dalam rukun Islam. Ibadah shalat, seseorang harus benar-benar terlihat melakukan gerakan shalat dengan rukun-rukun shalatnya, tidak boleh diganti
dengan gerakan-gerakan yang lain walaupun sama. Haji, seseorang tidak bisa melakukan ibadah ini secara sembunyi-sembunyi dengan tidak terlihat oleh
siapapun, ibadah haji harus dilaksanakan pada Bulan Haji dan tempat sama yang diketahui oleh seluruh umat Islam sedunia yaitu Mekah dan Madinah, Arab Saudi.
Begitu juga dengan ibadah rukun Islam lainnya semuanya bersifat lahiriah. Lima rukun Islam merupakan kajian fikih, dalam Islam terdapat empat aliran mazhab
yang menjelaskan seluk-beluk pelbagai persoalan yang berhubungan dengannya. Rukun Islam ini juga, setiap muslim wajib melaksanakannya tanpa terkecuali,
bahkan sejak usia dini sudah diajarkan. Seperti shalat, para orang tua yang meiliki anak harus mendidiknya shalat sejak umur 7 tujuh tahun, ketika anak sudah
umur 10 sepuluh tahun orang tua boleh memukulnya jika anak tidak mengerjakan shalat.
104
Wawancara pribadi dengan Iwan, Jakarta, 15 Desember 2008. .
Sedangkan rukun Iman ada enam, yaitu; pertama, percaya bahwa Tuhan selain Allah, sendiri dan mutlak berkuasa. Kedua, mempercayai bahwa adanya
malaikat, yang mempunyai tugas menghubungkan manusia dengan Allah, dalam hal ini ada sepuluh malaikat yang wajib diketahui nama dan tugasnya. Ketiga,
percaya kepada kitab suci yang diturunkan kepada utusan Allah. Keempat, percaya kepada utusan-utusan Allah, ada 25 Rasul yang setiap muslim wajib
mengetahuinya. Kelima, seorang muslim harus mempercayai hari Akhir Dunia ini, hari Kiamat. Keenam, percaya pada takdir yang menentukan nasib dirinya.
Pengikut TQN sangat percaya bahwa manusia sudah ditentukan nasib hidupnya sebelum manusia itu diciptakan.
105
Bobot seorang beriman lebih ditekankan pada hati orang tersebut, bukan lagi pada bentuk lahiriah orang itu. Ini berarti, iman yag
tertanam dalam hati hanya akan bermakna bila membuahkan hasil dalam bentuk perilaku-perilaku yang saleh.
Yang ketiga rukun Ihsan. Dalam al-Quran, terdapat 166 ayat yang berkaitan tentang Ihsan dan implementasinya. Berikut ini beberapa ayat yang
menjadi landasan akan hal ini.
☺ ☺
Artinya, “...Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” al-Quran Surat al-Baqarah
ayat 195.
⌧
105
Dadang Ahmad, Pengikut Tarekat di Perkotaan, Pusat Penulisan IAIN Gunung Jati, Bandung, 1998, hal. 81.
⌧ ☺
⌧ Artinya,Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan
kebaikan.... al-Quran Surat an-Nahl ayat 90.
☺ ☺
⌧ Artinya, ...serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.... al-
Quran Surat al-Baqarah ayat 83 ⌧
☺ ☺
☺ Artinya, ...Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan para hamba sahayamu.... al-Quran Surat
an-Nisaa ayat 36. Sedangkan Hadis yang berkaitan dengan Islam, Iman, dan Ihsan adalah
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Umar r.a., artinya sebagai berikut;
Pada suatu hari ketika kami duduk dengan Rasulullah saw. tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang memakai pakaian putih dan berambut
hitam. Tidak terlihat padanya bekas perjalanan jauh dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia lalu duduk di hadapan Nabi saw.
Ia meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau, lalu berkata, “Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tantang Islam.”
Maka Rasulullah saw. bersabda, “Islam yaitu hendaklah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Hendaklah engkau mendirikan
shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa dalam bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji ke Baitullah Makkah jika engkau mampu
menjalankannya.” Berkatalah orang itu, “Benar”. Kami heran, dia
bertanya tetapi dia sendiri yang membenarkannya. Orang itu berkata lagi, “Lalu, terangkanlah padaku tentang Iman.” Jawab beliau, “ Hendaklah
engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kepada kitab- kitab-Nya, kepada para utusan-Nya, kepada Hari Akhir, dan hendaklah
engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” Berkatalah orang tadi, “Benar.” Lalu orang itu berkata lagi, “ lalu terangkanlah
kepadaku tentang Ihsan.” Jawab beliau, “ Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Maka jika engkau tidak
dapat melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu.”
106
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah
ibadah, muamalah, dan akhlak. Kita berkewajiban Ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya
dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunah, dan adab- adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba,
kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat menikmatinya, juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah
senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah
senantiasa memantaunya, karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah- ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut
akan seperti yang diharapkan. Pemahaman tasawuf yang dipaparkan oleh kedua informan tersebut tampak
kesamaan maksud, penulis menyimpulkan bahwa tasawuf itu “upaya mendekatkan diri kepada Allah melalui konsep ihsan yang ada dalam tasawuf,
dengan cara ‘membersihkan diri’ dari segala bentuk sikap yang tidak baik”. Andi dan Iwan belum cukup sempurna untuk menentukan kesimpulan, walaupun
106
Ibnu Daqiq al’Ied, Sarah hadis Arbin Imam Nawawi, penerjemah Muhammad Thalib, Jogjakarta: Media Hidayah, 2001, Cet. Ke-10, hal. 22.
keduanya sudah menunjukkan jawaban yang identik. Untuk menambah informasi yang akurat, ditambahkan informan ketiga. Sebut saja ustaz Rendy, dia
merupakan informan kunci. Ustaz Rendy, awal pengetahuan ustaz Rendy terhadap tarekat Qadiriah
Naqsyabandiah bermula ketika usia 12 tahun, ustaz Rendy belajar kitab klasik tentang kisah hidup syaikh Abdul Qadir Jailani. Dari proses pembelajaran ini, ia
mengenal riwayat hidup syaikh Abdul Qadir Jailani, keluhuran ilmunya, derajat kewaliannya, hingga tentang karamah-karamahnya yang khawariq al-‘adat.
Setelah ustaz Rendy belajar kitab biografi syaikh Abdul Qadir Jailani, ia mengikuti kegiatan manaqib syaikh abdul Qadir Jailani. Kemudian setelah usia 25
tahun, ia mengenal tarekat yang dinisbatkan kepada syaikh Abdul Qadir Jailani yaitu tarekat Qadiriah. Pada tahun 2005 ustaz Handri diangkat sebagai badal di
Yayasan Aqabah. Mengenai pemahaman tasawufnya, menurut ustaz Rendy, Islam itu
mempunyai tiga rukun, yaitu rukun Islam, rukun Iman, dan rukun Ihsan. Rukun Islam dipelajari melalui kajian-kajian fikih syariat Islam, seperti yang dijelaskan
oleh para ulama fikih. Rukun yang kedua yakni rukun Iman itu seperti yang diterangkan dalam kajian-kajian Ilmu Kalam, Ushuluddin. Sedangkan yang rukun
ketiga, rukun Ihsan, dipelajari melalui dunia tasawuf dan tarekat. Yang mana, di dalam rukun ketiga ini terdapat cara-cara mendekatkan diri kepada Allah. Ihsan
itu merupakan pembentukan akhlak, pembersihan diri. Dan, komunitas yang menyediakan kajian-kajian tentang upaya mendekatkan diri kepada Alah dan
membentuk akhlak mulia, serta pembersihan diri adalah tarekat. Dan, keberadaan mursyid adalah unsur terpenting di dalam tarekat.
107
Proses wawancara terhadap ustaz Rendy yang ketiga. Darinya, tercatat jawaban yang sepadan dan merangkum dari dua informan sebelumnya. Informan
pertama mengemukakan bahwa tasawuf itu “pembersihan diri” dari segala kotoran, kotoran yang dimaksud bukan hanya kotoran yang bersifat kebendaan
semisal daki atau najis yang menempel di badan, tetapi lebih dari itu yaitu “penyakit-penyakit hati”. Sedangkan informan kedua, bahwa tasawuf itu adalah
konsep Ihsan yang terdapat dalam Three in One “Islam, Iman, Ihsan” dalam istilah lain kadang juga disebut dengan “syariat, tarekat, dan hakikat”. Sedangkan
ustaz Handri memberikan arti bahwa tasawuf itu seperti halnya ‘konsep ihsan dalam tasawuf’-nya informan kedua dan ‘pembersihan diri’ seperti jawaban
informan pertama. Pendefinisian tasawuf menurut ketiga informan tersebut, bisa ditarik
benang merahnya, yaitu konsep ihsan ‘usaha agar selalu dapat mengingat seperti melihat Allah, atau ingat bahwa ia selalu diperhatikan oleh Allah’ dalam tasawuf.
Konsep ihsan maupun ‘pembersihan diri’ itu tidak lain hanya membahas kajian akhlak. Dengan bertasawuf, seeorang diharapkan bisa mempunyai akhlak yang
baik terhadap sesamanya, tidak korupsi walaupun ada kesempatan, ramah dalam tutur sapa, dan memiliki ketenangan dan kesabaran yang tinggi jika sedang
dilanda masalah. Dan, efek yang diharapkan dalam konsep Ihsan itu tidak hanya hubungan horisontal sesama manusia saja, tetapi juga efek vertikal hubungan
107
Wawancara pribadi dengan ustaz Rendi., Jakarta, 15 Desember 2008.
dengan Allah berupa ibadah yang semakin taat kepada Allah, semakin berusaha untuk selalu bisa dekat dengan Allah.
Dari ketiga data yang diperoleh ketiga informan sebelumnya sudah bisa diambil kesimpulan. Akan tetapi, untuk menambah keakuratan data, penulis
melengkapi dengan menambahkan satu informan lagi agar semakin memperjelas pemahaman tasawuf Jamaah Aqabah. Sebut saja Pak Ahmad, ia talqin TQN sudah
dua tahun lamanya. Dia talqin tidak ada pengaruh seseorang teman, kerabat, atau yang lain. Bahkan, pada saat talqin, ia tidak memiliki tujuan yang jelas dalam
mengikuti TQN. Tetapi, setelah ia mengikuti kegiatan TQN akhirnya mengetahui apa tujuan dari kegiatan ketarekatan itu. Dan, secara kebetulan juga hampir semua
saudara-saudara yang tinggal di Rawamangun itu sudah masuk di TQN. Mengenai pemahaman Pak Ahmad tentang tasawuf, menurutnya bahwa
tasawuf itu upaya mendekatkan diri kepada Allah, seseorang harus merasa bahwa Allah selalu mengawasi dalam setiap aktifitas.
108
Karena merasa ada yang selalu mengawasi, itu menjadikan setiap aktifitas manusia baik kepada Allah vertikal
maupun kepada manusia horisontal bisa mengkontrol, lebih hati-hati dalam bertindak agar tidak salah.
Apa yang disampaikan Pak Ahmad merupakan ulangan dari keterangan yang disampaikan oleh ketiga informan sebelumnya. Keempat informan
menjelaskan bahwa tasawuf itu terangkum dalam dua hal; Pertama, kajian tasawuf itu menerangkan bahwa seseorang harus menjaga diri dalam hal yang
berhubungan dengan Allah, dengan cara berupaya mendekatkan diri kepada-Nya,
108
Wawancara pribadi dengan Ahmad, Jakarta, 15 Desember 2008.
selalu mengingat-Nya, berharap kepada-Nya, bahkan cinta kepada-Nya. Kedua, seeorang harus bisa menjaga diri dalam hal yang berhubungan dengan manusia,
seperti beretika yang baik kepada sesamanya. Dan, dua hubungan tersebut adalah satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, seseorang yang akan menjaga hubungan
baik kepada Allah harus diiringi dengan hubungan baik dengan manusia. Demikianlah keterangan tentang ‘pemahaman tasawuf Jamaah Aqabah
Sejahtera Rawamangun Jakarta Timur’. Kemudian, pembahasan selanjutnya adalah ‘apa amalan-amalan yang dikerjakan oleh mereka?’.
B. Amalan-amalan Yang Dikerjakan