Situasi Umum Tentang MI Negeri Jetis Sukoharjo

14 intelektual. Apabila kondisi emosinya terganggu, maka kemampuan untuk berpikir menggunakan kemampuan intelektual pun terlambat. Subjek penelitian mampu menyebutkan perasaan mereka, dengan tegas dan mengungkapkan faktor utama dari penyebab perasaan itu timbul. Hal ini sejalan dengan definisi kecerdasan emosional dari Cooper dan Awaf Helma, 2001 :42 yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif melakukan tindakan atas emosinya tersebut. Mencermati karekteristik bimbingan dan konseling Islami di MI Negeri Jetis, Sukoharjo, tergambar bahwa intervensi layanan bimbingan di MI Negeri Jetis lebih banyak dilakukan melalui orang-orang yang berarti dalam kehidupan anak seperti orang tua dan guru dalam Dikmeyer dan Caldwell, 1970 : 4-5. Kerjasama guru dengan orang tua akan berpengaruh terhadap keberhasilan anak. Oleh karena itu guru Bimbingan dan Konseling di SDMI memiliki peran strategis dalam pemberian kegiatan bimbingan yang mengarahkan peserta didiknya untuk dapat memiliki kecerdasan emosi yang baik. Dalam kegiatan yang dapat menunjang kecerdasan emosi ini, fokus bimbingan di SDMI lebih menekankan kepada pengembangan pemahaman diri, pemecahan masalah, dan kemampuan berhubungan secara efektif dengan orang lain. Yaitu peserta didik mampu mengelola emosi dengan baik saat mengalami kondisi negatif, peserta didik mampu memahami perasaan orang lain saat mengeksprsikan emosi yang dirasakan, serta peserta didk pun mampu untuk membina kembali hubungan bersama teman sebaya sesudah mengalami kondisi emosi negatif tersebut. Efektivitas penerapan program Bimbingan dan Konseling Islami di MI Negeri Jetis mempunyai implikasi pada manajemen di Madrasah yang mencakup: kebijakan madrasah, peran Kepala Madrasah, Profesionalitas guru kelas dan guru bidang studi, pendayagunaan lingkungan dan sumber daya masyarakat, dan kesiapan siswa dalam belajar.