Pelaksanaan Ekstradisi menurut Hukum Internasional

hak milik, jika bukti-bukti tersebut berupa alat, benda, ataupun senjata cukup dengan foto-foto dan barang-barang tersebut, atau yang dinamakan “Copie Collatione” Ketentuan pasal 22 ayat 4 mengingat bahwa pemeriksaan oleh pengadilan dalam hal ekstradisi ini hanya untuk menetapkan apakah orang-orang tersebut berdasarkan bukti-nukti yang ada dapat diajukan ke pengadilan, dan bukan untuk memutuskan salah atau tidaknya orang tersebut. Jika menurut pertimbangan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, surat yang diserahkan itu tidak memenuhi syarat pasal 23 atau syarat lain yang diterapkan dalam perjanjian maka kepada pejabat negara-peminta diberikan kesempatan untuk melengkapi surat-surat tersebut dalam jangka waktu yang dipandang cukup oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Dalam penjelasan pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi , ditentukan bahwa kesempatan untuk melengkapi surat-surat tersebut yang diminta oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia diberikan dalam jangka waktu yang dipandang cukup mengingat jarak dan luas negara yang meminta ekstradisi. Oleh karena itu, untuk pembatasan waktu dapat ditentukan dalam perjanjian yang diadakan antara Republik Indonesia dengan negara yang meminta ekstradisi.

C. Pelaksanaan Ekstradisi menurut Hukum Internasional

Mekanisme pelaksanaan ekstradisi dalam praktiknya memiliki suatu peraturan yang mengatur tentang prosedur yang harus ditempuh oleh kedua belah pihak dalam menuntut haknya serta melaksanakan kewajibannya. Prosedur yang dimaksud adalah Universitas Sumatera Utara tata cara dalam mengajukan permintaan penyerahan maupun tata cara untuk menyerahkan atau menolak penyerahan itu sendiri dengan segala hal yang ada hubungannya dengan itu. Prosedur pelaksanaan ekstradisi tersebut berasal dari 3 tiga sumber yaitu : perjanjian ekstradisi tersebut misalnya permintaan penyerahan dan syarat-syaratnya, kepada lembaga yang mana permintaan penyerahan harus diajukan, penahanan sementara orang yang diminta, penyerahan barang-barangnya serta proses penyerahan itu sendiri, ketentuan perundang-undangan masing-masing negara mengenai ekstradisi dan peraturan hukum nasional lainnya, khususnya peraturan hukum acara pidana yang berlaku untuk permasalahan ekstradisi secara analogi misalnya lembaga atau pejabat yang berwenang memutuskan untuk menyerahkan atau menolak penyerahan, lembaga atau pejabat yang berwenang menangkap si pelaku kejahatan atau orang yang diminta serta menahannya serta peraturan hukum yang berlaku atas penahanan tersebut dan lain-lain yang bertalian dengan itu. 42 Berdasarkan teori perjanjian pada umumnya dalam praktik hubungan internasional yakni asas pacta sunt servanda maka suatu negara tidak boleh menolak pelaksanaan suatu perjanjian dengan alasan bertentangan dengan sistem hukum nasional maka permintaan ekstradisi wajib dipenuhi sebagai suatu kewajiban mutlak bagi negara yang dimintakan ekstradisi. 43 42 I Wayan Parthiana 1, Op. Cit., Hal. 119. 43 Novrilanimisy, Perjanjian Ekstradisi sebagai Upaya Pencegahan terhadap Pelarian Pelaku Kejahatan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Internasional, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2012, Hal. 52. Universitas Sumatera Utara Penyerahan seseorang dalam ekstradisi hanya dapat dilakukan, apabila sebelumnya ada diajukan permintaan untuk menyerahkan oleh negara-peminta kepada negara-diminta. Penyerahan dan permintaan itu haruslah berdasarkan pada perjanjian ekstradisi yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak negara. Namun apabila perjanjian tersebut tidak ada, bisa juga melalui asas timbal balik yang telah disepakati. Jadi apabila tidak ada permintaan sebelumnya untuk menyerahkan seseorang dari negara-peminta, orang tersebut tidak boleh ditangkap, ditahan, ataupun diserahkan kecuali penangkapan dan penahanan tersebut didasarkan kepada adanya yurisdiksi negara tersebut atau orang dan kejahatannya sendiri atau atas kejahatan lain yang dilakukan sendiri atau atas kejahatan lain yang dilakukan orang tersebut dalam wilayah negara itu. Oleh karena permasalahan ekstradisi adalah masalah antar negara, maka permintaan harus diajukan melalui saluran diplomatik, dalam hal ini adalah pejabat tinggi masing-masing negara yang ruang lingkup tugas dan kewenangannya mengenai masalah hubungan luar negeri, seperti kepala negara, kepala pemerintah, menteri luar negeri ataupun duta besar sepanjang menyangkut hubungan antara negara dengan negara dimana duta besar yang bersangkutan diakreditasi. Permintaan penyerahan tersebut harus dilakukan secara tertulis yang menunjukkan keotentikannya, dimana hal ini berarti proses permintaan penyerahan diajukan secara formal kepada negara-diminta sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dalam Universitas Sumatera Utara perjanjian ekstradisi ataupun hukum kebiasaan internasional. 44 a. Adanya orang yang harus diserahkan extraditiable person. Jika permintaan untuk menyerahkan tersebut tidak diajukan secara formal melainkan hanya informal saja misalnya hanya dikemukakan secara lisan oleh wakil negara-peminta kepada wakil negara-diminta yang kebetulan bertemu dalam suatu pertemuan ataupun konferensi internasional, hal itu tidak dapat dianggap sebagai suatu permintaan untuk menyerahkan dalam pengertian dan ruang lingkup ekstradisi,tetapi barulah tahap penjajakan saja. Ada 2 dua faktor yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum permohonan ekstradisi diajukan melalui saluran diplomatik yaitu : 45 Praktik ekstradisi pada umumnya terdapat keseragaman antara negara-negara, yakni negara-peminta lazimnya memperoleh orang yang diminta, bila orang tersebut warga negara dari negara-peminta atau warga negara dari suatu negara ketiga, dimana adanya perjanjian sebelumnya. Namun kebanyakan negara yang diminta biasanya menolak untuk menyerahkan warga negaranya sendiri untuk diserahkan kepada negara lain asas Non-Extradition of Nationals. b. Adanya kejahatan yang dapat diserahkan extraditable offence Kejahatan yang dapat diserahkan pada umumnya merupakan kesepakatan dari negara yang melaksanakan perjanjian tersebut dengan pengecualian yaitu : 44 I Wayan Parthiana 2, Op. Cit., Hal. 220-221. 45 Eddy Damian, Kapita Selekta Hukum Internasional, Alumni Bandung, 1991, Hal. 19. Universitas Sumatera Utara 1. Kejahatan Politik 2. Kejahatan Militer 3. Kejahatan Agama. 46 Pada dewasa ini, negara-negara dalam menetapkan kejahatan-kejahatan apa yang dapat diserahkan pada prakteknya mempergunakan 3 tiga sistem yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya. Sebagai suatu permintaan, supaya benar-benar dapat meyakinkan pihak atau negara yang diminta dan juga menunjukkan keseriusan dari negara-peminta, permintaan yang diajukan secara tertulis itu haruslah didukung oleh dokumen- dokumen yang relevan untuk memperkuatnya. Dokumen tersebut dapat berupa dokumen-dokumen otentik atau jika tidak mungkin, bisa juga berupa salinan yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang. Jika semakin lengkap dan jelas dokumen- dokumen pendukungnya, tentu saja akan semakin baik sebab semakin memudahkan negara-diminta untuk mencari dan mengidentifikasikan orang yang bersangkutan. 47 Negara-diminta setelah menerima permintaan untuk pengekstradisian atas orang yang diminta dari negara-peminta, selanjutnya harus mempelajari permintaan tersebut untuk diputuskan, apakah permintaan negara-peminta tersebut akan disetujui atau tidak. Setelah mempertimbangkan permintaan negara-peminta akhirnya negara- diminta berpendapat dan mengambil keputusan, apakah permintaan negara-peminta dapat dikabulkan ataupun ditolak. Pemberitahuan mengenai diterima atau tidaknya 46 Ibid, Hal. 70. 47 I Wayan Parthiana 2, Op. Cit., Hal. 223-225. Universitas Sumatera Utara permintaan penyerahan oleh negara-diminta harus dalam bentuk tertulis dan otentik. Mengenai prosedur penyampaian atas pemberitahuan ini, sama dengan prosedur penyampaian permintaan untuk pengekstradisian oleh negara-peminta, yakni dilakukan melalui saluran diplomatik. Jika hanya melalui sarana telekomunikasi jarak jauh seperti telepon, hal ini baru dipandang sebagai langkah awal saja yang harus ditindak lanjuti oleh negara-diminta dengan penyampaian atas pemberitahuan tersebut secara formal melalui saluran diplomatik. Jika permintaan negara-peminta dikabulkan oleh negara-diminta dan sudah dilakukan pemberitahuan secara tertulis kepada negara-peminta yang biasanya pemberitahuan itu disertai pula dengan penentuan mengenai tempat dan waktu dilakukan penyerah-terimaannya, maka selanjutnya dilakukanlah proses serah terima orang yang diminta tersebut oleh pejabat yang berwenang dari negara-diminta kepada pejabat yang berwenang dari negara-peminta. Negara-peminta setelah menerima pemberitahuan dari negara-diminta tentang dikabulkannya permintaan untuk pengekstradisiannya, dalam jangka waktu yang dipandang layak, harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada negara-diminta mengenai rencana pengambilan orang yang diminta atau yang akan diekstradisikan. 48 Jika orang yang diminta sudah diserahkan kepada negara-peminta oleh negara-diminta dan selanjutnya tentu saja dia berada di wilayah negara-peminta, maka sebagaimana layaknya, negara-peminta akan meneruskan proses hukumnya berdasarkan hukum nasionalnya sendiri. Jika orang yang bersangkutan berstatus 48 Ibid, Hal. 243. Universitas Sumatera Utara sebagai tersangka atau terdakwa, maka negara-peminta akan memprosesnya hingga dia dijatuhi putusan yang memiliki kekuatan mengikat yang pasti kekuatan hukum tetap oleh badan peradilan yang berwenang. Jika dia berstatus sebagai terhukum, negara-peminta akan melaksanakan hukuman atau melanjutkan pelaksanaan hukumannya yang sudah dijatuhkan oleh badan peradilannya. Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa untuk melaksanakan ekstradisi harus dilihat terlebih dahulu perjanjian yang telah disepakati oleh negara- negara tersebut sebelumnya, apabila tidak ada perjanjian ekstradisi yang telah disepakati sebelumnya maka dapat melalui prinsip timbal balik yang telah disepakati sebelumnya. 49 49 Jusak Munthe, Aspek-Aspek Hukum Internasional Tentang Ekstradisi Augusto Pinochet Mantan Presiden Chile, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2000, Hal. 35-38. Universitas Sumatera Utara 62 BAB IV KASUS ALBERTO FUJIMORI MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Latar Belakang Kasus Alberto Fujimori