Syarat-Syarat Pelaksanaan Ekstradisi Aspek-Aspek Hukum Internasional Tentang Ekstradisi Alberto Fujimori (Mantan Presiden Peru)

B. Syarat-Syarat Pelaksanaan Ekstradisi

Pada dasarnya, syarat yang paling utama dalam pelaksanaan suatu ekstradisi adalah adanya suatu perjanjian ekstradisi antara 2 dua negara atau lebih yang memungkinkan untuk terjadinya pelaksanaan ekstradisi tersebut. Kemudian, dalam perjanjian tersebut nanti para pihak negara menyepakati syarat-syarat tambahan untuk dicantumkan dalam pelaksanaan perjanjian ekstradisi tersebut. Syarat pelaksanaan ekstradisi pada umumnya dapat ditarik dari beberapa unsur penting dalam ekstradisi, antara lain : 1. Ekstradisi adalah merupakan penyerahan orang yang diminta yang dilakukan secara formal atau cara atau prosedur tertentu. 2. Ekstradisi hanya bisa dilakukan apabila didahului dengan permintaan untuk menyerahkan dari negara-peminta kepada negara-diminta. 3. Ekstradisi bisa dilakukan baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya atau juga bisa dilakukan berdasarkan atas timbal balik apabila sebelumnya tidak ada perjanjian ekstradisi antara kedua pihak dalam praktek ada negara yang tidak mau menyerahkan karena tidak ada perjanjian ekstradisi sebelumnya. 4. Orang yang diminta bisa berstatus sebagai tersangka, tertuduh, terdakwa ataupun sebagai terhukum. Universitas Sumatera Utara 5. Maksud dan tujuan ekstradisi adalah untuk mengadili orang yang diminta atau menjalani masa hukumannya sisa masa hukumannya. 41 Jika ditinjau dari huku m nasional, syarat-syarat pelaksanaan ekstradisi berawal dari permohonan penahanan yang diajukan oleh negara-peminta, dimana masalah penahanan merupakan suatu permasalahan yang sangat penting karena berkaitan dengan kebebasan nergerak yang merupakan hak asasi seseorang yang perlu mendapat perlindungan hukum. Oleh karena itu penahanan seseorang yang diminta oleh negara lain untuk diekstradisikan tidak dilakukan dengan begitu saja, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini dapat kita temukan dalam Bab III pasal-pasal 18, 19, 20, dan 21 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi mengenai syarat-syarat penahanan yang diajukan oleh negara-peminta. Kemudian dalam Bab IV, Pasal-Pasal 22, 23, 24 dimuat pula syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh setiap negara yang meminta penyerahan. Menurut Pasal 18, Kepala Kepolisian Indonesia dapat memerintahkan penahanan yang dimintakan oleh negara atas dasar yang mendesak, jika penahanan itu tidak bertentangan dengan hukum negara Republik Indonesia ayat 1. Dalam hal permintaan untuk penahanan itu, negara-peminta harus menerangkan, bahwa dokumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 sudah tersedia dan bahwa negara tersebut segara menyediakan seluruh dokumen- dokumennya, ketentuan tersebut pada Pasal 21 dalam menyampaikan permintaan 41 Yudi Pratikno, “Prinsip-Prinsip Ekstradisi dalam Hukum Pidana Internasional”, sebagaimana dimuat dalam http:syauqiohzaidan.blogspot.com200903masalah-ekstradisi.html, diakses pada 18 Juni 2014 Universitas Sumatera Utara ekstradisi ayat 2. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan alasan mendesak ialah misalnya, orang yang dicari itu dikhawatirkan akan melarikan diri. Selanjutnya dalam Paasal 19, ditentukan bahwa permintaan untuk penahanan disampaikan oleh pejabat yang berwenang dari negara-peminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Interpol Indonesia atau melalui saluran diplomatik atau langsung dengan pos atau telegram ayat 1. Ayat 2 menentukan bahwa pengeluaran surat perintah untuk menangkap dan atau menahan orang yang bersangkutan dilakukan berdasarkan ketentuan- ketentuan dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, kecuali ditentukan lain seperti yang diatur dalam ayat 3. Dalam ayat 3 disebutkan, bahwa menyimpang dari ketentuan hukum acara pidana Indonesia yang berlaku, maka terhadap mereka yang melakukan kejahatan yang dapat dilakukan penahanan. Sedangkan yang dimaksud dengan telegram khusus adalah, telegram yang jelas diketahui identitas dari pengirim telegram. Kemudian pada Pasal 20 ditentukan bahwa, keputusan atas permintaan penahanan diberitahukan kepada negara-peminta oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, atau Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Interpol Indonesia, atau saluran diplomatik atau langsung dengan pos atau telegram. Dalam hal terhadap orang yang bersangkutan dilakukan penahanan, maka orang tersebut dibebaskan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, jika dalam waktu yang dianggap cukup sejak tanggal penahanan. Presiden melalui Menteri Kehakiman Universitas Sumatera Utara Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia jika dalam waktu yang dianggap cukup sejak tanggal penahanan. Presiden melalui Menteri Kehakiman Republik Indonesia tidak menerima permintaan ekstradisi beserta dokumen sebagaimana terdapat pada pasal 22 dari negara-peminta. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 21, adapun mengenai waktu yang dianggap cukup ditentukan dalam penjelasan bahwa hal itu akan ditentukan dalam perjanjian yang diadakan dengan suatu negara. Dalam perjanjian ekstradisi yang dibuat antara Pemerintah Republik Indonesia baik dengan Malaysia, Filipina maupun Thailand waktu tersebut ditentukan 20 hari. Setelah mengajukan permohonan penahanan, selanjutnya negara-peminta dapat mengajukan permintaan ekstradisi. Tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan permintaan ekstradisi ditentukan dalam Pasal 22. Bahwa surat permintaan ekstradisi harus diajukan secara tertulis melalui saluran diplomatik kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia untuk kemudian ditteruskan kepada Presiden ayat 2. Selanjutnya dalam Pasal 22 ayat 3 ditentukan bahwa surat permintaan ekstradisi bagi orang yang dimintakan ekstradisinya untuk menjalankan pidana harus disertai : 1. Lembaran asli atau salinan otentik dan putusan pengadilan berupa pemidanaan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. 2. Keterangan yang diperlakukan untuk menetapkan identitas dan kewarganegaraan orang yang dimintakan eksttradisinya. Universitas Sumatera Utara 3. Lembaran asli atau salinan otentik dan surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan negara-peminta. Surat-surat dan keterangan yang dimaksud dalam ayat 3 diatas adalah untuk kepentingan pemerintahan di pengadilan. Apabila ayat 30 mengatur tentang permintaan ekstradisi bagi orang yang dimintakan ekstradisinya untuk menjalani pidana, maka dalam Pasal 22 ayat 4 mengatur tentang surat permintaan ekstradisi bagi orang yang disangka melakukan kejahatan. Demikianlah ditentukan dalam ayat 4 bahwa surat permintaan ekstradisi harus disertai: 1. Lembaran asli atau salinan otentik dan surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan negara-peminta; 2. Uraian dan kejahatan yang diminta ekstradisinya, dengan menyebutkan waktu dan tempat kejahatan dilakukan dengan disertai bukti yang diperlukan. 3. Teks ketentuan hukum dari negara-peminta yang dilanggar atau jika hal demikian tidak mungkin, isi dan hukum yang diterapkan. 4. Keterangan-keterangan saksi dibawah sumpah mengenai pengetahuannya tentang kejahatan yang dilakukan; 5. Keterangan yang diperlukan untuk menetapkan identitas dan kewarganegaraan orang yang diminta ekstradisinya. 6. Permohonan penyitaan barang-barang bukti, bila ada dan diperlukan. Adapun yang dimaksud dengan bukti tertulis dalam angka 2 di atas adalah dokumen-dokumen yang berhubungan erat dengan kejahatan tersebut, misalnya surat Universitas Sumatera Utara hak milik, jika bukti-bukti tersebut berupa alat, benda, ataupun senjata cukup dengan foto-foto dan barang-barang tersebut, atau yang dinamakan “Copie Collatione” Ketentuan pasal 22 ayat 4 mengingat bahwa pemeriksaan oleh pengadilan dalam hal ekstradisi ini hanya untuk menetapkan apakah orang-orang tersebut berdasarkan bukti-nukti yang ada dapat diajukan ke pengadilan, dan bukan untuk memutuskan salah atau tidaknya orang tersebut. Jika menurut pertimbangan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, surat yang diserahkan itu tidak memenuhi syarat pasal 23 atau syarat lain yang diterapkan dalam perjanjian maka kepada pejabat negara-peminta diberikan kesempatan untuk melengkapi surat-surat tersebut dalam jangka waktu yang dipandang cukup oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Dalam penjelasan pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi , ditentukan bahwa kesempatan untuk melengkapi surat-surat tersebut yang diminta oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia diberikan dalam jangka waktu yang dipandang cukup mengingat jarak dan luas negara yang meminta ekstradisi. Oleh karena itu, untuk pembatasan waktu dapat ditentukan dalam perjanjian yang diadakan antara Republik Indonesia dengan negara yang meminta ekstradisi.

C. Pelaksanaan Ekstradisi menurut Hukum Internasional