B. Syarat-Syarat Pelaksanaan Ekstradisi
Pada dasarnya, syarat yang paling utama dalam pelaksanaan suatu ekstradisi adalah adanya suatu perjanjian ekstradisi antara 2 dua negara atau lebih yang
memungkinkan untuk terjadinya pelaksanaan ekstradisi tersebut. Kemudian, dalam perjanjian tersebut nanti para pihak negara menyepakati syarat-syarat tambahan untuk
dicantumkan dalam pelaksanaan perjanjian ekstradisi tersebut. Syarat pelaksanaan ekstradisi pada umumnya dapat ditarik dari beberapa
unsur penting dalam ekstradisi, antara lain : 1. Ekstradisi adalah merupakan penyerahan orang yang diminta yang dilakukan
secara formal atau cara atau prosedur tertentu. 2. Ekstradisi hanya bisa dilakukan apabila didahului dengan permintaan untuk
menyerahkan dari negara-peminta kepada negara-diminta. 3. Ekstradisi bisa dilakukan baik berdasarkan perjanjian ekstradisi yang sudah
ada sebelumnya atau juga bisa dilakukan berdasarkan atas timbal balik apabila sebelumnya tidak ada perjanjian ekstradisi antara kedua pihak dalam praktek
ada negara yang tidak mau menyerahkan karena tidak ada perjanjian ekstradisi sebelumnya.
4. Orang yang diminta bisa berstatus sebagai tersangka, tertuduh, terdakwa ataupun sebagai terhukum.
Universitas Sumatera Utara
5. Maksud dan tujuan ekstradisi adalah untuk mengadili orang yang diminta atau menjalani masa hukumannya sisa masa hukumannya.
41
Jika ditinjau dari huku m nasional, syarat-syarat pelaksanaan ekstradisi berawal dari permohonan penahanan yang diajukan oleh negara-peminta, dimana
masalah penahanan merupakan suatu permasalahan yang sangat penting karena berkaitan dengan kebebasan nergerak yang merupakan hak asasi seseorang yang
perlu mendapat perlindungan hukum. Oleh karena itu penahanan seseorang yang diminta oleh negara lain untuk diekstradisikan tidak dilakukan dengan begitu saja,
tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan terlebih dahulu. Hal ini dapat kita temukan dalam Bab III pasal-pasal 18, 19, 20, dan 21 Undang-Undang
Nomor. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi mengenai syarat-syarat penahanan yang diajukan oleh negara-peminta. Kemudian dalam Bab IV, Pasal-Pasal 22, 23, 24
dimuat pula syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh setiap negara yang meminta penyerahan. Menurut Pasal 18, Kepala Kepolisian Indonesia dapat memerintahkan
penahanan yang dimintakan oleh negara atas dasar yang mendesak, jika penahanan itu tidak bertentangan dengan hukum negara Republik Indonesia ayat 1.
Dalam hal permintaan untuk penahanan itu, negara-peminta harus menerangkan, bahwa dokumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 sudah
tersedia dan bahwa negara tersebut segara menyediakan seluruh dokumen- dokumennya, ketentuan tersebut pada Pasal 21 dalam menyampaikan permintaan
41
Yudi Pratikno, “Prinsip-Prinsip Ekstradisi dalam Hukum Pidana Internasional”, sebagaimana dimuat dalam http:syauqiohzaidan.blogspot.com200903masalah-ekstradisi.html, diakses pada 18
Juni 2014
Universitas Sumatera Utara
ekstradisi ayat 2. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan alasan mendesak ialah misalnya, orang yang dicari itu dikhawatirkan akan
melarikan diri. Selanjutnya dalam Paasal 19, ditentukan bahwa permintaan untuk penahanan
disampaikan oleh pejabat yang berwenang dari negara-peminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Interpol
Indonesia atau melalui saluran diplomatik atau langsung dengan pos atau telegram ayat 1. Ayat 2 menentukan bahwa pengeluaran surat perintah untuk menangkap
dan atau menahan orang yang bersangkutan dilakukan berdasarkan ketentuan- ketentuan dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, kecuali ditentukan lain seperti yang
diatur dalam ayat 3. Dalam ayat 3 disebutkan, bahwa menyimpang dari ketentuan hukum acara pidana Indonesia yang berlaku, maka terhadap mereka yang melakukan
kejahatan yang dapat dilakukan penahanan. Sedangkan yang dimaksud dengan telegram khusus adalah, telegram yang
jelas diketahui identitas dari pengirim telegram. Kemudian pada Pasal 20 ditentukan bahwa, keputusan atas permintaan penahanan diberitahukan kepada negara-peminta
oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, atau Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Interpol Indonesia, atau saluran diplomatik atau langsung dengan pos atau
telegram. Dalam hal terhadap orang yang bersangkutan dilakukan penahanan, maka
orang tersebut dibebaskan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, jika dalam waktu yang dianggap cukup sejak tanggal penahanan. Presiden melalui Menteri Kehakiman
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia jika dalam waktu yang dianggap cukup sejak tanggal penahanan. Presiden melalui Menteri Kehakiman
Republik Indonesia tidak menerima permintaan ekstradisi beserta dokumen sebagaimana terdapat pada pasal 22 dari negara-peminta. Ketentuan tersebut terdapat
dalam pasal 21, adapun mengenai waktu yang dianggap cukup ditentukan dalam penjelasan bahwa hal itu akan ditentukan dalam perjanjian yang diadakan dengan
suatu negara. Dalam perjanjian ekstradisi yang dibuat antara Pemerintah Republik Indonesia baik dengan Malaysia, Filipina maupun Thailand waktu tersebut ditentukan
20 hari. Setelah mengajukan permohonan penahanan, selanjutnya negara-peminta
dapat mengajukan permintaan ekstradisi. Tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan permintaan ekstradisi ditentukan dalam Pasal 22. Bahwa surat
permintaan ekstradisi harus diajukan secara tertulis melalui saluran diplomatik kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia untuk kemudian ditteruskan kepada
Presiden ayat 2. Selanjutnya dalam Pasal 22 ayat 3 ditentukan bahwa surat permintaan ekstradisi bagi orang yang dimintakan ekstradisinya untuk menjalankan
pidana harus disertai : 1. Lembaran asli atau salinan otentik dan putusan pengadilan berupa pemidanaan
yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. 2. Keterangan yang diperlakukan untuk menetapkan identitas dan
kewarganegaraan orang yang dimintakan eksttradisinya.
Universitas Sumatera Utara
3. Lembaran asli atau salinan otentik dan surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan negara-peminta.
Surat-surat dan keterangan yang dimaksud dalam ayat 3 diatas adalah untuk kepentingan pemerintahan di pengadilan. Apabila ayat 30 mengatur tentang
permintaan ekstradisi bagi orang yang dimintakan ekstradisinya untuk menjalani pidana, maka dalam Pasal 22 ayat 4 mengatur tentang surat permintaan ekstradisi
bagi orang yang disangka melakukan kejahatan. Demikianlah ditentukan dalam ayat 4 bahwa surat permintaan ekstradisi harus disertai:
1. Lembaran asli atau salinan otentik dan surat perintah penahanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan negara-peminta;
2. Uraian dan kejahatan yang diminta ekstradisinya, dengan menyebutkan waktu dan tempat kejahatan dilakukan dengan disertai bukti yang diperlukan.
3. Teks ketentuan hukum dari negara-peminta yang dilanggar atau jika hal demikian tidak mungkin, isi dan hukum yang diterapkan.
4. Keterangan-keterangan saksi dibawah sumpah mengenai pengetahuannya tentang kejahatan yang dilakukan;
5. Keterangan yang diperlukan untuk menetapkan identitas dan kewarganegaraan orang yang diminta ekstradisinya.
6. Permohonan penyitaan barang-barang bukti, bila ada dan diperlukan. Adapun yang dimaksud dengan bukti tertulis dalam angka 2 di atas adalah
dokumen-dokumen yang berhubungan erat dengan kejahatan tersebut, misalnya surat
Universitas Sumatera Utara
hak milik, jika bukti-bukti tersebut berupa alat, benda, ataupun senjata cukup dengan foto-foto dan barang-barang tersebut, atau yang dinamakan “Copie Collatione”
Ketentuan pasal 22 ayat 4
mengingat bahwa pemeriksaan oleh pengadilan dalam hal ekstradisi ini hanya untuk menetapkan apakah orang-orang tersebut
berdasarkan bukti-nukti yang ada dapat diajukan ke pengadilan, dan bukan untuk memutuskan salah atau tidaknya orang tersebut.
Jika menurut pertimbangan Menteri Kehakiman Republik Indonesia, surat yang diserahkan itu tidak memenuhi syarat pasal 23 atau syarat lain yang diterapkan
dalam perjanjian maka kepada pejabat negara-peminta diberikan kesempatan untuk melengkapi surat-surat tersebut dalam jangka waktu yang dipandang cukup oleh
Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Dalam penjelasan pasal 23
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi
, ditentukan bahwa kesempatan untuk melengkapi surat-surat tersebut yang diminta oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia diberikan dalam jangka waktu
yang dipandang cukup mengingat jarak dan luas negara yang meminta ekstradisi. Oleh karena itu, untuk pembatasan waktu dapat ditentukan dalam perjanjian yang
diadakan antara Republik Indonesia dengan negara yang meminta ekstradisi.
C. Pelaksanaan Ekstradisi menurut Hukum Internasional