Sifat Umum Latosol Teras Gulud

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sifat Umum Latosol

Tanah Latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu 1 pelapukan intensif yang terjadi terus menerus, 2 terjadi pencucian basa-basa yang mengakibatkan penumpukan ses-kuioksida, dan 3 terjadi penumpukan mineral liat kaolinit. Proses latosolisasi biasanya terjadi pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, sehingga gaya hancur bekerja lebih cepat Soepardi, 1983. Menurut Soepraptohardjo 1978 tanah latosol di Indonesia adalah tanah mineral yang berbahan induk tuf vulkan. Tipe tanah ini berada pada ketinggian 5-1000 m di atas permukaan laut dengan topografi datar sampai bergunung. Solum tipe tanah ini setebal 1,5-3 m, warna merah kuning, batas-batas horison baur dan bertekstur liat. Tanah Latosol tersebar luas di Indonesia seperti di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Penggunaan tanah Latosol cukup luas sebagai lahan pertanian khususnya perkebunan. Tanah Latosol dari daerah Darmaga pada umumnya sifat fisiknya sudah baik dengan ciri-ciri bertekstur liat berdebu, lempung berdebu sampai lempung berpasir. Bobot isi berkisar antara 0,90-0,97 gcm 3 , porositas tanah berkisar antara 63 -68 . Pori drainase cepat tergolong sangat rendah sampai rendah, drainase dan tata udara tergolong baik, air tersedia rendah sampai sangat tinggi Soeparto, 1982. Kesuburan kimia tanah ini biasanya sangat rendah sampai sedang. Jenis mineral liat tanah ini termasuk pada kelompok kaolinit, oleh sebab itu umumnya tanah ini memiliki KTK yang relatif rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan organik yang sedikit dan sebagian lagi oleh sifat liat dan hidro-oksida besi. Kandungan Al dan Fe yang relatif tinggi menyebabkan fosfat mudah terikat dan membentuk AL-P dan Fe-P yang kurang tersedia bagi tanaman Soepardi, 1983. 4

2.2 Teras Gulud

Teras gulud adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibangun dengan cara menggali saluran menurut kontur dan tanah hasil galian ditumpukkan di hilir saluran Suda, 2000. Tujuan menempatkan guludan di sebelah hilir saluran pada teras gulud adalah untuk mengendalikan aliran permukaan dengan menampung dan memberikan tambahan waktu kepada saluran untuk meresapkan air aliran permukaan ke dalam tanah. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pengaplikasian teras gulud mampu menekan aliran permukaan dan erosi, walupun masih terjadi aliran keluar Lestari, 2004; Hutasoit, 2005. Pemeliharaan saluran teras gulud cukup sulit dilakukan karena saluran cepat penuh terisi oleh longsornya dinding saluran dan sedimen halus yang terangkut aliran permukaan Brata, 2001. Teras gulud pada umumnya dibangun pada lahan dengan kemiringan berkisar 15 Suripin, 2002. Jarak antar guludan tergantung pada kepekaan erosi tanah, erosivitas hujan, dan kecuraman lereng Arsyad, 2000. Data hasil penelitian Gunawan 2007 menunjukkan bahwa pemendekan jarak antar saluran, penambahan mulsa vertikal, dan lubang resapan pada saluran teras gulud berpengaruh nyata dalam meningkatkan jumlah sedimen dan unsur hara terselamatkan. Perlakuan dengan jarak antar saluran 2 m yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal dan lubang resapan menyelamatkan sedimen dan unsur hara terbanyak dibandingkan dengan jarak antar saluran 4 m dan 6 m.

2.3 Mulsa Vertikal