Dampak Hemodialisis Terhadap Fungsi Paru Sebelum dan Sesudah Hemodialisis pada Penderita Penyakit Ginjal Kronis Dengan Hemodialisis Reguler

(1)

DAMPAK HEMODIALISIS TERHADAP FUNGSI PARU

SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA

PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN

HEMODIALISIS REGULER

TESIS

Oleh

AINI PERTIWI

NIM 087101013

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

DAMPAK HEMODIALISIS TERHADAP FUNGSI PARU

SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA

PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN

HEMODIALISIS REGULER

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu

Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

Aini Pertiwi

NIM 087101013

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : DAMPAK HEMODIALISIS TERHADAP FUNGSI PARU SEBELUM DAN SESUDAH

HEMODIALISIS PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS REGULER

Nama Mahasiswa : Aini Pertiwi

NIM : 087101013

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik-Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Tesis I dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP

dr. E.N Keliat, SpPD-KP

Pembimbing Tesis II Pembimbing Tesis III

dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH

Kepala Departemen Ketua TKP - PPDS Ilmu Penyakit Dalam


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Aini Pertiwi NIM : 087101013 Tanda Tangan :


(5)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aini Pertiwi

NIM : 087101013

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik- Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-ekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right ) atas tesis saya yang berjudul:

Dampak Hemodialisis Terhadap Fungsi Paru Sebelum dan

Sesudah Hemodialisis pada Penderita Penyakit Ginjal

Kronis Dengan Hemodialisis Reguler

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : Desember 2013 Yang menyatakan


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 12 Desember 2013

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH Anggota :

1. Dr. dr. Rustam Effendi YS., SpPD-KGEH

2. dr. Mardianto, SpPD-KEMD

3. Dr. dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR


(7)

ABSTRAK

“DAMPAK HEMODIALISIS TERHADAP FUNGSI PARU SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PENDERITA PENYAKIT

GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS REGULER”

Aini Pertiwi, Alwinsyah Abidin, E.N. Keliat, Abdurrahim Rasyid Lubis Divisi Pulmonologi dan Alergi-Immunologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan : Penyakit ginjal kronis (PGK) stadium akhir dapat menyebabkan komplikasi pada paru terutama edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler, volume intravaskular dan interstisial yang berlebihan. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi fisiologis dan mekanik paru dan kemudian meningkatkan resistensi saluran nafas.

Tujuan: Untuk mengetahui dampak hemodialisis terhadap fungsi paru pada penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis reguler .

Metode : Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang yang bersifat analisis deskriptif terhadap pasien PGK stadium 5-D regular. Pemeriksaan Spirometri dilakukan sebelum dan setelah menjalani 1 sesi hemodialisis, menggunakan alat dan pemeriksa independen yang sama.

Hasil : Dari 90 orang sampel 55 orang pria (61,1%) dan 35 orang wanita (38,9%) dengan rerata usia 50,18 ± 12,51 tahun (rentang 20-76 tahun), durasi HD 21,27 ± 17,87 bulan (rentang 6-80 bulan),dan Hb 9,48 ± 1,21 mg/dl (rentang 7,2-12,1 mg/dl), ureum 110,17 ± 38,40 mg/dl (rentang 48-211 mg/dl), kreatinin 11,50 ± 3,39 mg/dl (rentang 4,7-19,0 mg/dl). Pada pemeriksaan spirometri setelah hemodialisis didapatkan peningkatan yang bermakna pada FEV1, FVC dan FEV1/FVC (p<0,01), dan penurunan berat badan yang bermakna (p<0,01). Setelah hemodialisis dijumpai hubungan signifikan antara penurunan berat badan terhadap perubahan FVC (p= 0,006).

Kesimpulan : Hemodialisis menyebabkan perbaikan yang bermakna pada parameter spirometri penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis reguler. Efek ini mungkin independen dari efek menghilangkan kelebihan volume dengan hemodialisis.


(8)

ABSTRACT

“Impact of Haemodialysis on Pulmonary Function before and after Haemodialysis in End Stage Renal Disease Patients Undergoing Regular

Hemodialysis”

Aini pertiwi, Alwinsyah Abidin, E.N. Keliat, Abdurrahim Rasyid Lubis Division of Pulmonology-Allergy and Immunology

Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of Sumatera Utara

Introduction: End stage renal disease (ESRD) can lead to pulmonary complications, especially pulmonary edema due to increased permeability of capillary, intravascular and interstitial volume overload. This leads to altered physiological and mechanical function of the lungs and subsequently increase in airway resistance.

Aim :To determine the impact of hemodialysis on pulmonary function in end stage renal disease patients undergoing regular hemodialysis.

Methods :This was an analytic descriptive cross sectional study, conducted to ESRD patients who had undergo HD. The spirometry testing before and after one session of HD, measured using a single device and independent operator.

Results :Of the 90 samples 55 was male (61.1%) and 35 was female (38.9%) with mean age 50.18 ± 12.51 years ( range 20-76 years), duration of HD 21.27 ± 17.87 month (range 6-80 month), dan Hb 9.48 ± 1.21 mg/dl ( range 7.2-12.1 mg/dl), ureum 110.17 ± 38.40 mg/dl (range 48-211 mg/dl), creatinin 11.50 ± 3.39 mg/dl (range 4.7-19.0 mg/dl). After hemodialysis, there were a significant

increase in FEV1, FCV and FEV1/FVC (p<0.01), and a significant decrease in body weight (p<0.01). After hemodialysis, there was a significant correlation

between decrease in body weight and improvement in FVC (p=0.006). Conclusion : Hemodialysis causes significant improvement in spirometry

parameters in end stage renal disease patients undergoing regular hemodialysis. This effect might be independent of the effect of removing the volume overload by dialysis.

Key Words : end stage renal disease, haemodialysis, pulmonary edema, spirometry.


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak, tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi dorongan dan kemudahan selama penulis menjalani pendidikan.

2. Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah dengan sungguh-sungguh membantu, membimbing, memberi dorongan dan membentuk penulis menjadi dokter Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

3. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH dan DR. Dr. Dharma Lindarto, SpPD-KEMD selaku mantan Kepala Departemen dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK-USU saat penulis diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis. Terima kasih atas kesempatan, dukungan dan bimbingan yang telah diberikan.

4. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP, Dr. E.N Keliat, SpPD-KP, dan Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, dan selaku pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan.


(10)

5. Para Guru Besar : Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis, KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum, SpPD-KPsi, Prof. Dr. Pengarapen Tarigan, SpPD-KGEH, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, SpPD, SpJP(K), Prof. Dr. Azhar Tanjung, SpPD-KP-KAI, SpMK, Prof. Dr. OK. Moehadsyah, SpPD-KR, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Prof. Dr. Abdul Majid, SpPD-KKV, AIF, Prof. Dr. Azmi S. Kar, SpPD-KHOM, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, SpPD, SpJP(K), Prof. Dr. Harun Alrasyid Damanik, SpPD, SpGK, yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, para guru penulis : (alm) Dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH, Dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, (alm) Dr. R. Tunggul Ch. Sukendar, SpPD-KGH, Dr. Refli Hasan, SpPD, SpJP(K), Dr. Zainal Safri, SpPD, SpJP, DR. Dr. Dharma Lindarto, KEMD, Dr. Mardianto, KEMD, Dr. Santi Syafril, SpPD-KEMD, Dr. Sri Maryuni Sutadi, SpPD-KGEH, DR. Dr. Rustam Effendi Y.S., SpPD-KGEH, (alm) Dr. Betthin Marpaung, SpPD-KGEH, Dr. Mabel Sihombing, KGEH, DR. Dr. Juwita Sembiring, SpPD-KGEH, Dr. Leonardo Basa Dairi, SpPD-SpPD-KGEH, Dr. Dasril Effendi, SpPD-KGEH, Dr. Dairion Gatot, SpPD-KHOM, Dr. Yosia Ginting, SpPD-KPTI, DR. Dr. Umar Zein, SpPD-KPTI, DTM&H, Dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI, Dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP, Dr. E.N. Keliat, KP, Dr. Zuhrial Zubir, KAI, Dr. Pirma Siburian, SpPD-KGer, DR. Dr. Blondina Marpaung, SpPD-KR, Dr. Tambar Kembaren, SpPD, Dr. Sugiarto Gani, SpPD, Dr. Savita Handayani, SpPD, serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa membimbing penulis selama mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga.


(11)

7. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.

8. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP-PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

9. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penyusunan tesis ini.

10. Dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH dan Dr. Ilhamd, Sp.PD yang bersedia memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam, serta kepada yang telah membantu membuka jalan bagi penulis untuk menjadi bagian dari keluarga besar Ilmu penyakit dalam.

11. Seluruh perawat Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, tanpa bantuan mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

12. Teman-teman seangkatan penulis yang memberikan dorongan semangat : Dr. Siti Taqwa F. Lubis, Dr. Dika Iyona Sinulingga, Dr. Lisa Yulianti, Dr. Rahmat Suhita Wahyu, Dr. Yuswita Santi Siregar, Dr. Raden Arief Banu Pradipta, Dr. Hendrik Sarumpaet, Dr. Yudi Andre Marpaung, Dr. Senior Tawarta Keliat, dan Dr. Yenny Fitrika, serta seluruh rekan seperjuangan peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah memberikan banyak dukungan dengan persahabatan dan kerja sama dalam menjalani kehidupan sebagai residen.


(12)

13. Seluruh perawat/paramedis di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama ini.

14. Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

15. Bapak Syarifuddin Abdullah, Kak Lely Husna Nasution, Deni, Yanti, Wanti, Tanti, Erjan Ginting, Fitri, Ita dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan tugas pendidikan.

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orangtua penulis tercinta, ayahanda (alm) H. Muchtar Hasif Nasution dan ibunda Hj. Lili Hanum, atas segala jerih payah, pengorbanan, dan kasih sayang tulus telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril dan materiil, serta mendorong penulis dalam berjuang menapaki hidup dan mencapai cita-cita. Tak akan pernah bisa penulis membalas jasa-jasa Ayahanda dan Ibunda. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, rahmat dan karunianya kepada ayahanda dan ibunda penulis. Amin.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada saudara kandung penulis, Ali Farid Nusantara Nasution, ST, dan Afrinayati, ST, serta segenap keluarga besar penulis yang telah banyak memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama pendidikan, sehingga penulis dapat sampai di titik ini, yang tak lain merupakan pencapaian keluarga besar yang dicita-citakan bersama.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini. Izinkanlah penulis menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak yang terkait atas


(13)

segala kekurangan dan kesalahan selama penulis mengikuti Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam dan dalam penulisan tesis ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita dan masyarakat.

Medan, Desember 2013


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak... i

Abstract... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar... xi

Daftar Singkatan dan Lambang... xii

Daftar Lampiran... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 2

1.3 Hipotesa... 3

1.4 TujuanPenelitian... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Paru……….. 4

2.2 Pemeriksaan Fungsi Paru…... 4

2.2.1 Jenis pemeriksaan fungsi paru…... 5

2.2.2 Indikasi pemeriksaan fungsi paru ……… 2.2.3 Definisi nilai normal dalam pemeriksaan fungsi paru. 2.2.4 Teknik pemeriksaan Spirometri ……….. 2.2.5 Standarisasi pemeriksaan fungsi paru ………. 5 7 7 9 2.2.6 Pemeriksaan terhadap aliran udara di saluran Pernafasan... 2.2.7 Penyakit campuran restriktif dan obstruktif ………… 2.3 Penyakit Ginjal Kronik………... 2.3.1 Efek gagal ginjal kronis terhadap pernafasan………... 2.3.2 Efek gagal ginjal kronis dengan hemodialisis terhadap pernafasan………... 10 12 13 15 17 BAB III BAB IV KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konseptual... 3.2 Defenisi Operasional... METODOLOGI PENELITIAN 19 19 4.1 Desain Penelitian... 21

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 21

4.3 Subjek Penelitian... 21

4.4 Kriteria Inklusi... 21

4.5 Kriteria Eksklusi... 21

4.6 Besar Sampel... 22

4.7 Cara Penelitian... 22

4.8 Analisis Data... 23

4.9 Ethical clearance dan informed consent…………... 4.10 Kerangka Operasional………... 23 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian……... 25


(15)

5.3 Keterbatasan Penelitian………...… 33 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 34 6.2 Saran... 34 DAFTAR KEPUSTAKAAN... 35


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi penyakit ginjal kronis……….. 15 2.2 Komplikasi penyakit ginjal kronis pada sistem pernafasan.... 16 5.1

5.2

Data karakteristik dasar subjek……….…..…………... Spirometri sebelum dan setelah hemodialisis…...

26 27


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Spirometri normal... 9 2.2

2.3 2.4

5.1 5.2 5.3 5.4

Spirometri pada penyakit paru obstruktif... Spirometri pada penyakit paru restriktif ………

Gambar spirogram dan kurva flow-volume pada keadaan normal, obstruktif dan restriktif... Gambaran spirometri pada semua subjek………... Gambaran spirometri pada subjek pria………... Gambaran spirometri pada subjek wanita………. Gambar korelasi antara perubahan BB dan perubahan FVC

12 12

13 28 28 29 30


(18)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian

pertama kali pada halaman PGK

HD

PGK stadium 5-D

ESRD FVC SVC FEV1 TLC PPOK KDOQI

LFG TB BB

Penyakit Ginjal Kronis Hemodialisis

Penyakit Ginjal Kronis stadium 5 dialisis

End stage renal disease Force Vital Capacity Slow Vital Capacity

Force Expiratory Volume 1 Second Total Lung Capacity

Penyakit Paru Obstruktif Kronis Kidney Disease Outcome Quality Initiative

Laju Filtrasi Glomerulus Tinggi badan

Berat badan

i i

i ii 7 9 9 11 12

14 14 23 23


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Lembar Persetujuan Komisi Etik Penelitian... 38 2 Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian... 39 3 Surat Persetujuan Setelah Penjelasan... 41 4 Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian... 42 5

6

Daftar Riwayat Hidup... Analisa Statistik ………….………...

43 49


(20)

ABSTRAK

“DAMPAK HEMODIALISIS TERHADAP FUNGSI PARU SEBELUM DAN SESUDAH HEMODIALISIS PADA PENDERITA PENYAKIT

GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS REGULER”

Aini Pertiwi, Alwinsyah Abidin, E.N. Keliat, Abdurrahim Rasyid Lubis Divisi Pulmonologi dan Alergi-Immunologi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan : Penyakit ginjal kronis (PGK) stadium akhir dapat menyebabkan komplikasi pada paru terutama edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler, volume intravaskular dan interstisial yang berlebihan. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi fisiologis dan mekanik paru dan kemudian meningkatkan resistensi saluran nafas.

Tujuan: Untuk mengetahui dampak hemodialisis terhadap fungsi paru pada penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis reguler .

Metode : Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang yang bersifat analisis deskriptif terhadap pasien PGK stadium 5-D regular. Pemeriksaan Spirometri dilakukan sebelum dan setelah menjalani 1 sesi hemodialisis, menggunakan alat dan pemeriksa independen yang sama.

Hasil : Dari 90 orang sampel 55 orang pria (61,1%) dan 35 orang wanita (38,9%) dengan rerata usia 50,18 ± 12,51 tahun (rentang 20-76 tahun), durasi HD 21,27 ± 17,87 bulan (rentang 6-80 bulan),dan Hb 9,48 ± 1,21 mg/dl (rentang 7,2-12,1 mg/dl), ureum 110,17 ± 38,40 mg/dl (rentang 48-211 mg/dl), kreatinin 11,50 ± 3,39 mg/dl (rentang 4,7-19,0 mg/dl). Pada pemeriksaan spirometri setelah hemodialisis didapatkan peningkatan yang bermakna pada FEV1, FVC dan FEV1/FVC (p<0,01), dan penurunan berat badan yang bermakna (p<0,01). Setelah hemodialisis dijumpai hubungan signifikan antara penurunan berat badan terhadap perubahan FVC (p= 0,006).

Kesimpulan : Hemodialisis menyebabkan perbaikan yang bermakna pada parameter spirometri penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis reguler. Efek ini mungkin independen dari efek menghilangkan kelebihan volume dengan hemodialisis.


(21)

ABSTRACT

“Impact of Haemodialysis on Pulmonary Function before and after Haemodialysis in End Stage Renal Disease Patients Undergoing Regular

Hemodialysis”

Aini pertiwi, Alwinsyah Abidin, E.N. Keliat, Abdurrahim Rasyid Lubis Division of Pulmonology-Allergy and Immunology

Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of Sumatera Utara

Introduction: End stage renal disease (ESRD) can lead to pulmonary complications, especially pulmonary edema due to increased permeability of capillary, intravascular and interstitial volume overload. This leads to altered physiological and mechanical function of the lungs and subsequently increase in airway resistance.

Aim :To determine the impact of hemodialysis on pulmonary function in end stage renal disease patients undergoing regular hemodialysis.

Methods :This was an analytic descriptive cross sectional study, conducted to ESRD patients who had undergo HD. The spirometry testing before and after one session of HD, measured using a single device and independent operator.

Results :Of the 90 samples 55 was male (61.1%) and 35 was female (38.9%) with mean age 50.18 ± 12.51 years ( range 20-76 years), duration of HD 21.27 ± 17.87 month (range 6-80 month), dan Hb 9.48 ± 1.21 mg/dl ( range 7.2-12.1 mg/dl), ureum 110.17 ± 38.40 mg/dl (range 48-211 mg/dl), creatinin 11.50 ± 3.39 mg/dl (range 4.7-19.0 mg/dl). After hemodialysis, there were a significant

increase in FEV1, FCV and FEV1/FVC (p<0.01), and a significant decrease in body weight (p<0.01). After hemodialysis, there was a significant correlation

between decrease in body weight and improvement in FVC (p=0.006). Conclusion : Hemodialysis causes significant improvement in spirometry

parameters in end stage renal disease patients undergoing regular hemodialysis. This effect might be independent of the effect of removing the volume overload by dialysis.

Key Words : end stage renal disease, haemodialysis, pulmonary edema, spirometry.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara fisiologis paru dan ginjal memiliki hubungan yang sangat erat, tidak hanya sebagai organ yang mengatur keseimbangan elektrolit dan asam basa juga melindungi lingkungan mikro yang paling baik untuk fungsi seluler. Gangguan pada paru bisa timbul sebagai akibat langsung dari penyakit ginjal atau karena proses sistemik yang secara khusus melibatkan kedua sistem organ tersebut secara bersamaan (Hassan, 2005). Perubahan-perubahan pada pernafasan membantu meredakan efek sistemik dari gangguan asam basa ginjal, dan demikian juga sebaliknya, meskipun perlu diingat bahwa kompensasi ginjal berjalan lebih lambat dari kompensasi pernafasan. Banyak penyakit yang mempengaruhi keduanya, baik ginjal maupun paru, sering muncul sebagai perdarahan alveolar dan glomerulonefritis (Pierson, 2006; Karacan, 2009).

Sama seperti semua sistem organ lainnya, paru juga mendapat pengaruh buruk dari gagal ginjal dan sangat terpengaruh oleh keadaan uremia dengan berbagai penyebab. Penderita penyakit ginjal kronis dalam berbagai tahap (akut, kronik, tahap akhir) memiliki resiko untuk dikelompokkan mengalami komplikasi paru yang signifikan secara klinis, yang paling sering edema paru, fibrosis paru, kalsifikasi paru, hipertensi pulmonal, hemosiderosis, fibrosis pleura. Pasien-pasien ini juga bisa mengalami berbagai tingkatan disfungsi paru yang mungkin tidak signifikan secara klinis dan hanya dapat dideteksi dengan serangkaian evaluasi non invasif yang dikenal sebagai test fungsi paru. Disfungsi paru mungkin disebabkan langsung oleh toksik uremik yang bersirkulasi dalam peredaran darah atau mungkin disebabkan secara tidak langsung oleh volume overload, anemia, penekanan imunitas, kalsifikasi ekstra tulang, malnutrisi, gangguan elektrolit, atau ketidakseimbangan asam-basa (Karacan, 2009).

Berbagai gangguan fungsi paru termasuk perubahan dalam dinamika respirasi, fungsi otot dan transfer gas. Yang terakhir tampak serius dan kemungkinan disebabkan fibrosis paru akibat dari edema paru yang berulang, uremik pneumonitis dan atau mikrokalsifikasi paru. Sekitar 60% pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronik dengan dialisis mengalami komplikasi. Mayoritas


(23)

komplikasi yang terjadi bersifat asimptomatik dengan tidak tampak perubahan pada foto toraks (Hassan, 2005).

Pengaruh hemodialisis pada penderita penyakit ginjal kronis terutama dihubungkan dengan perubahan volume cairan tubuh. Dialisis menyebabkan pengurangan kandungan cairan pada paru yang menyebabkan pengurangan edema paru dan obstruksi jalan nafas kecil (Hekmat, 2007).

Dalam studi Lang (2006) melaporkan empat belas pasien hemodialisis yang stabil secara klinis tanpa penyakit paru akut, dijumpai penyakit paru restriktif delapan orang dan penyakit paru obstruktif dijumpai pada satu orang pasien (Lang, 2006). Herero (2002) menyatakan bahwa 75% pasien dengan hemodialisis jangka panjang menunjukkan kelainan restriktif pada spirometri, dan terjadi pengurangan kapasitas difusi paru mungkin karena fibrosis paru kronik (Herero, 2002). Studi yang dilakukan Kovelis (2007) mendapatkan dari 17 pasien Penyakit Ginjal Kronik, 9 orang dengan spirometri normal, 8 restriksi ringan sebelum hemodialisis, setelah hemodialisis 2 dari 8 pasien tersebut mencapai spirometri normal (Kovelis, 2007). Kazem Navari (2008) mendapatkan bahwa dialisis dengan dialisat bikarbonat menyebabkan perbaikan yang signifikan pada fungsi paru pada laki-laki (Navari, 2008). Hekmat (2007) hasil studi menunjukkan bahwa dialisis pada penderita penyakit ginjal kronik dapat memperbaiki gejala respirasi tetapi tidak berpengaruh pada nilai fungsi paru (Hekmat, 2007).

Data mengenai fungsi paru pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis regular sampai saat ini sepengetahuan penulis belum ada dilaporkan di Indonesia. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut di atas.

1.2. Perumusan Masalah

- Apakah fungsi paru penderita penyakit ginjal kronis menjadi lebih baik sesudah hemodialisis.


(24)

1.3. Hipotesis

- Fungsi paru penderita penyakit ginjal kronis menjadi lebih baik sesudah hemodialisis.

1.4.Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui angka proporsi penderita penyakit ginjal kronis yang mengalami fungsi paru tidak normal sebelum hemodialisis

- Untuk membandingkan hasil fungsi paru penderita penyakit ginjal kronis sebelum dan sesudah hemodialisis.

1.5. Manfaat Penelitian

- Dengan mengetahui gambaran fungsi paru pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler maka kita dapat menangani kelainan paru sedini mungkin.

- Sebagai data dasar gambaran fungsi paru pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis reguler untuk penelitian selanjutnya.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologis Paru

Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan lingkungan diluar tubuh, yaitu melalui sistem pernafasan. Fungsi paru utama untuk respirasi yaitu pengambilan oksigen dari luar masuk ke dalam saluran nafas dan diteruskan kedalam darah. Oksigen digunakan untuk proses metabolisme karbon dioksida yang terbentuk pada proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar (Gildea, 2009). Proses respirasi dibagi atas tiga tahap utama yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi berkaitan dengan masuk dan keluarnya udara antara alveolus dan atmosfer. Difusi berhubungan dengan perpindahan oksigen dan karbondioksida melalui membran kapiler alveolus. Perfusi berkaitan dengan transportasi oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel (Fischbach, 2003).

Paru-paru, baik pada saat ekspirasi maupun inspirasi, dapat dikembangkan dan dikontraksikan dengan dua cara, yaitu dengan gerakan turun dan naik dari diafragma untuk memperbesar atau memperkecil diafragma, depresi dan elevasi costa untuk meningkatkan dan menurunkan diameter anteroposterior dari rongga dada. Pada pernapasan normal dan tenang biasanya hanya memakai gerakan dari diafragma. Selama inspirasi, kontraksi dari diafragma akan menarik permukaan bawah paru ke bawah. Kemudian selama ekspirasi, diafragma akan berelaksasi dan sifat elastik daya lenting paru, dinding dada dan perut akan menekan paru-paru (Gildea, 2009).

2.2. Pemeriksaan Fungsi Paru

Pemeriksaan fungsi paru dapat dipergunakan secara luas, mulai dalam bidang penelitian fisiologi sampai dengan aspek klinis mencakup diagnosis, penilaian derajat keparahan penyakit, monitoring terapi, menetukan prognosis, pemeriksaan penunjang kesehatan kerja, tes medis olahraga dan lain sebagainya (Gibson, 2003; Shifren, 2006).


(26)

Namun demikian, pemeriksaan fungsi paru tidaklah dapat menentukan suatu diagnosa penyakit secara spesifik misalnya emfisema pulmonum atau fibrosis paru. Tes ini dapat berguna memberikan informasi pengukuran fisiologis yang dapat mengidentifikasi kelainan obstruksi atau restriksi sistem pernafasan dan tentu saja harus disertai evaluasi secara holistik dengan hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan pemeriksaan laboratorium pendukung lainnya (Shifren, 2006).

2.2.1 Jenis pemeriksaan fungsi paru

Pemeriksaan fungsi paru mengevaluasi sistem ventilasi dan alveoli secara

indirect dan tumpang tindih. Umur pasien, tinggi, berat badan, etnis dan jenis kelamin harus dicatat sebelum pemeriksaan dilakukan karena data-data tersebut penting dalam hal perhitungan nilai prediksi. Secara umum, pemeriksaan fungsi paru dibagi dalam 3 kategori yaitu (Fischbach, 2003):

1. Pemeriksaan terhadap kecepatan aliran udara di dalam saluran pernafasan, mencakup pengukuran sesaat atau rata-rata kecepatan aliran udara di saluran nafas sewaktu ekshalasi paksa maksimal untuk mengetahui resistensi saluran pernafasan. Termasuk juga dalam kategori ini adalah tes inhalasi bronkodilator dan tes provokasi bronkus.

2. Pengukuran volume dan kapasitas paru yaitu pengukuran terhadap berbagai kompartemen yng mengandung udara di dalam paru dalam rangka mengetahui air trapping (hiperinflasi, overdistensi) atau pengurangan volume. Pengukuran ini juga dapat membantu membedakan gangguan restriktif dan obstruktif pada sistem pernafasan.

3. Pengukuran kapasitas pertukaran gas melewati membran kapiler alveolar dalam rangka menganalisa keberlangsungan proses difusi.

2.2.2 Indikasi pemeriksaan fungsi paru ( Miller, 2005) 1. Diagnostik:


(27)

- Mengevaluasi individu yang gejala, tanda atau hasil laboratorium yang abnormal

- Skrining individu yang mempunyai resiko penyakit paru

- Mengukur efek fungsi paru pada individu yang mempunyai penyakit paru

- Merupakan salah satu faktor untuk menilai resiko operasi

- Menentukan prognosis penyakit yang berkaitan dengan respirasi - Mengetahui status kesehatan sebelum memulai program latihan

2. Monitoring

Beberapa manfaat untuk keperluan monitoring adalah sebagai berikut : - menilai efek intervensi terapetik

- memantau perkembangan penyakit yang mempengaruhi fungsi paru - Memonitoring individu yang terpajan agen beresiko terhadap fungsi

paru

- Memonitoring efek samping obat yang mempunyai toksisitas pada paru

3. Evaluasi terhadap kecacatan

Beberapa manfaat untuk evaluasi terhadap kecacatan adalah sebagai berikut :

- Menentukan pasien yang membutuhkan program rehabilitasi - Kepentingan asuransi

- Kepentingan hukum

4. Kesehatan masyarakat

Beberapa manfaat untuk kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut : - Survei epidemiologis


(28)

2.2.3 Defenisi nilai normal dalam pemeriksaan fungi paru

Hasil pemeriksaan fungsi paru diinterpretasikan melalui perbandingan nilai pengukuran yang didapat dengan nilai prediksi pada individu normal. Prediksi nilai normal itu sendiri mencakup berbagai variabel seperti umur, tinggi, berat badan, dan jenis kelamin. Ada juga beberapa faktor lain yang potensial mempengaruhi interpretasi tetapi belum diperhitungkan seperti ras, polusi udara, status sosial ekonomi (Gibson, 2003)

Spirometri normal juga didefenisikan dari bentuk kurva flow-volume yang normal, berupa gambaran manuver FVC diikuti dengan inspirasi yang dalam. Sebuah kurva flow-volume yang normal mempunyai puncak yang tajam yang dicapai dalam waktu yang singkat diikuti dengan penurunan yang gradual menuju titik O pada kurva ekspirasi. Bentuk dari kurva inspirasi haruslah bulat. Kurva flow-volume normal dapat dilihat pada gambar 2.1 (Shifren, 2006; Fischbach, 2003).

2.2.4 Teknik pemeriksaan spirometri

Secara garis besar, hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan pemeriksaan fungsi faal paru adalah (Anna, 2012):

1. Persiapan alat

Alat harus dikalibrasi minimal 1 kali seminggu dan penyimpanan tidak boleh melebihi 1½ kalibrator.

2. Persiapan pasien

a. Harus dilakukan anamnesis dan penilaian kondisi fisik yang berkaitan dengan fungsi paru pasien. Selain itu, juga harus dilakukan pencatatan data dasar (nama, usia, jenis kelamin, ras) serta berat badan dan tinggi badan pasien tanpa menggunakan sepatu.

b. Pasien diberikan penjelasan tentang tujuan, cara pemeriksaan, dan contoh maneuver yang harus dilakukan. Pasien harus bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan, bebas bronkodilator yang


(29)

dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan minimal 8 jam sebelum pemeriksaan, tidak boleh makan kenyang sebelum pemeriksaan, dan tidak boleh menggunakan pakaian ketat pada saat pemeriksaan dilakukan.

c. Pasien sebaiknya melakukan percobaan dalam posisi yang paling nyaman.

d. Pemeriksaan dilakukan paling sedikit didapatkan 3 nilai yang reproduksibel untuk melihat dan memastikan apakah maneuver telah dilakukan secara maksimal. Dapat diulang 3 kali namun tidak lebih dari 8 kali untuk menghindari bias.

3. Manuver untuk mendapatkan data tentang parameter yang dibutuhkan

a. Force Vital Capacity (FVC)

a.1 Metode sirkuit tertutup

- Pastikan pasien berada dalam posisi yang benar (posisi tubuh dengan kepala sedikit dielevasikan)

- Tempatkan nose clip, mouth piece pada mulut dan menutup mulut dengan baik

- Inspirasi maksimal secara cepat dengan jeda < 1 detik, kemudian ekspirasi maksimal secara cepat (paksa) dan dalam sampai tidak ada udara yang dapat dikeluarkan saat masih dalam posisi yang sama.

a.2 Metode sirkuit terbuka

- Pastikan pasien berada dalam posisi yang benar (posisi tubuh dengan kepala sedikit dielevasikan)

- Tempatkan nose clip

- Inspirasi maksimal secara cepat dengan jeda < 1 detik

- Tempatkan mouthpiece pada mulut dan menutup mulut dengan baik

- Ekspirasi maksimal secara cepat (paksa) dan dalam sampai tidak ada udara yang dapat dikeluarkan saat masih dalam posisi yang sama.


(30)

b. Slow Vital Capacity (SVC)

Prinsip pengukuran sama dengan FVC yang berbeda hanyalah maneuver saat meniup dimana inspirasi maksimal secara normal dan ekspirasi maksimal secara normal sampai tidak ada udara yang dapat dikeluarkan saat masih dalam posisi yang sama.

c. Maximal Voluntary Ventilation

Pasien diinstruksikan untuk bernafas cepat dan dalam selama 15 detik dan mengumpulkan udara ekspirasi dalam kantong douglas. Uji ini telah banyak digunakan secara bertahun-tahun tetapi kemudian sebagian besar diganti dengan pengukuran Forced Expiratory Volume (FEV1) yang lebih sedikit persyaratannya dan memberikan informasi yang sama.

2.2.5. Standarisasi pemeriksaan fungsi paru

Untuk mendapatkan informasi yang berguna dari suatu pemeriksaan fungsi paru, harus terlebih dahulu diamati mengenai masalah adekuasi alat serta akseptabilitas dan reprodusibilitas dari nilai pengukuran (Shifren, 2006).

Gambar 2.1. Spirometri normal (Shifren, 2006)

Dalam mengevaluasi hasil pemeriksaan fungsi paru, harus terlebih dahulu dinilai akseptabilitas dari hasil pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan akseptabilitas paling baik ditentukan dengan mempelajari kurva flow-volume.


(31)

Adapun kriteria akseptabilitas dari suatu pemeriksaan fungsi paru mencakup hal sebagai berikut (Shifren, 2006; Miller, 2005):

1. Bebas artefak (batuk, penutupan glottis, penghentian dini, usaha yang kurang maksimal dan bervariasi)

2. Start yang baik (fase awal kurva merupakan bagian yang paling baik dipengaruhi oleh usaha pasien sehingga harus bebas artefak)

3. Waktu ekspirasi yang cukup (ekspirasi paling sedikit 6 detik atau dijumpai plateau paling tidak selama 1 detik pada kurva volume-waktu)

Bila telah didapat 3 kali pengukuran spirometri yang memenuhi kriteria akseptabilitas maka selanjutnya dinilai reprodusibilitasnya. Adapun kriteria reprodusibilitas dari pemeriksaan fungsi paru mencakup (Shifren, 2006):

1. Dua nilai pengukuran FVC yang terbesar tidak boleh berbeda lebih dari 0,2 L atau 5% satu sama lain.

2. Dua nilai pengukuran FEV1 yang terbesar tidak boleh berbeda lebih dari 0,2 L atau 5% satu sama lain.

Jika kedua syarat ini terpenuhi maka pemeriksaan fungsi paru dapat dihentikan dan dievaluasi hasilnya. Bila tidak memenuhi maka pemeriksaan harus diulang sampai memenuhi kriteria di atas maksimal 8 kali pengulangan (Fischbach, 2003; Miller, 2005).

2.2.6. Pemeriksaan terhadap aliran udara di saluran pernafasan

Kecepatan aliran udara di saluran nafas memberikan informasi mengenai adanya obstruksi di sistem saluran pernafasan. Metode pengukuran kecepatan aliran udara yang dihubungkan dengan fungsi waktu dan volume disebut sebagai spirometri dan alat untuk pengukurannya mempergunakan spirometer (Fischbach, 2003; Miller, 2005).

Penilaian spirometri dasar mencakup FEV1, FVC, dan FEV1/FVC. Ketiga metode pengukuran ini luas dipergunakan, tidak mahal dan mudah diulang. Spirometri dapat digunakan dalam mendeteksi gangguan aliran udara akibat obstruksi saluran nafas dan mengindikasikan adanya suatu kelainan paru restriktif. Ada banyak nilai hasil pengukuran spirometri yang lainnya, namun kegunaan klinisnya masih belum dapat ditentukan (Winn, 2005; Gomella, 2007).


(32)

Ketika nilai FEV1 berkurang, maka nilai FEV1/FVC juga akan berkurang yang menunjukkan suatu pola obstruksi. Rasio FEV1/FVC yang normal adalah >0,75 untuk individu yang berusia kurang dari 60 tahun dan >0,70 untuk yang berusia di atas 60 tahun (Lang, 2006). Namun Adrien Shifren menyebutkan bahwa suatu defek obstruksi dapat disangkakan bila FEV1/FVC <0,70 tanpa memandang usia (Shifren, 2006).

Bila sangkaan defek obstruktif telah dibuat, maka perlu dilanjutkan dengan upaya untuk menentukan beratnya derajat obstruksi dan menilai reversibilitas dari obstruksi yang terjadi (Fischbach, 2003). Nilai prediksi FEV1 yang normal adalah 80%-120%. FEV1 70-79% nilai prediksi menunjukkan hambatan aliran udara ringan, FEV1 51-69% nilai prediksi menunjukkan hambatan aliran udara sedang, dan bila FEV1 <50% nilai prediksi digolongkan hambatan aliran udara berat, sangat berat FEV1 <30% nilai prediksi atau FEV1 <50% nilai prediksi disertai gagal nafas (Winn, 2003; GOLD, 2010).

Pemeriksaan spirometri juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kelainan penyakit paru restriktif, walaupun untuk gold standard haruslah diperiksa nilai TLCnya. Kelainan restriktif dapat disangkakan bila nilai FEV1/FVC>75% nilai prediksi. Kelainan restriktif ringan bila FVC 60-80% nilai prediksi, restriksi sedang bila FVC 50-60% nilai prediksi dan restriksi berat bila FVC<50% nilai prediksi (Gomella, 2007).

Bila defek obstruktif terjadi maka kurva flow-volume akan berubah membentuk gambaran konkaf. Pada kurva masih dapat dilihat adanya puncak awal yang tajam dan cepat, tetapi aliran ekspirasi melemah lebih cepat daripada normal, sesuai dengan beratnya derajat obstruksi yang terjadi. (lihat gambar 2.2) (Shifren, 2006).

Adapun kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan gambaran obstruksi pada pemeriksaan fungsi paru antara lain (Fischbach, 2003):

1. Penyakit pada saluran nafas perifer: bronkitis, bronkiektasis, bronkiolitis, asma bronkhial, fibrosis kistik.


(33)

3. Penyakit saluran nafas atas : tumor pada faring, laring atau trakea, edema, infeksi, benda asing, saluran nafas kolaps dan stenosis.

Gambar 2.2. Spirometri pada penyakit paru Gambar 2.3. Sprometri pada penyakit obstruktif (Shifren, 2006) paru restriktif (Shifren, 2006)

Kelainan-kelainan yang dapat memberikan gambaran restriktif pada pemeriksaan fungsi paru antara lain (Fischbach, 2003):

1. Gangguan pada dinding toraks: cedera, kifoskoliosis, distrofi muscular. 2. Keadaan ekstra toraks: obesitas, peritonitis, asites, kehamilan.

3. Penyakit paru interstisial: interstisial pneumonitis, fibrosis, pneumokoniosis, granulomatosis.

4. Penyakit pleura: efusi pleura, pneumothorak, hemothorak, fibrothorak. 5. Space Occupaying lesion (SOL) : tumor, abses

2.2.7 Penyakit campuran restriktif dan obstruktif

Penyakit infiltratif atau interstisial yang difus secara khas mengakibatkan pola yang restriktif berupa rasio FEV1/FVC yang normal atau meningkat dan penurunan volume paru . Gangguan hambatan terhadap aliran udara biasa dijumpai pada penyakit paru interstisial dan sarkoidosis stadium akhir. Bronkiektasis juga dapat memberikan gambaran penyakit campuran akibat penurunan aliran udara disertai kerusakan fibrotik jaringan paru distal akibat


(34)

segmen bronkus yang mengalami bronkiektasis. Kelainan lain yang memberikan pola serupa adalah bronkiolitis obliterans organizing pneumonia , neurofibromatosis dan campuran antara Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang disertai penyakit paru interstisial (Fischbach, 2003; Winn, 2003).

Gambar 2.4. Gambar spirogram dan kurva flow-volume pada keadaan normal, obstruktif dan restriktif (Hyatt, 2003).

2.2 Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah utama dalam pelayanan kesehatan baik baik di negara maju maupun berkembang. Survei komunitas yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia menunjukkan 12,5% populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal (Sasulit, 2009).

Penyakit Ginjal Kronis adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu


(35)

keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). Berbagai keadaan serta penyakit misalnya diabetes mellitus, hipertensi, penyakit kardiovaskular, batu ginjal, hipertrofi prostat, penyakit ginjal sistemik dan riwayat keluarga gagal ginjal berperan sebagai faktor resiko PGK. Diabetes mellitus dan penyakit glomerular merupakan penyebab tersering terjadinya penyakit gintal tahap akhir yang menjalani dialisis (Sasulit, 2009).

KDOQ1 (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) tahun 2003 mendefenisikan PGK, apabila kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria, atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronis ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 (Suwitra, 2006; Sasulit, 2009).

Penyakit ginjal kronis biasanya disertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran nafas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia (Sasulit, 2009).

KDOQ1 membuat stadium Penyakit Ginjal Kronis dalam 5 tahap berdasarkan tingkat penurunan fungsi ginjal yang dinilai dengan laju filtrasi glomerular (LFG) (Suwitra, 2006). Untuk menghitung LFG, cara umum digunakan adalah dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault, yaitu: (Suwitra, 2006; Sasulit, 2009).

*) pada perempuan dikalikan 0,85

(140-umur) X BB (kg) LFG (ml/min/1,73m2) = --- * 72 X Kreatinin Plasma


(36)

Tabel 2.1. Klasifikasi penyakit ginjal kronis (Suwitra, 2006) :

Stadium Penjelasan LFG

(ml/min/1,73m2) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG yang ringan 60 - 89

3 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG yang sedang 30 - 59

4 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG yang berat 15 - 29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Penatalaksanaan PGK amat beragam, yaitu terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap komplikasi, dan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada PGK stadium 5 atau gagal ginjal tahap akhir, yaitu pada LFG < 15 ml/min/1,73m2. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis maupun transplantasi ginjal, di mana hemodialisis merupakan pilihan yang paling umum dijumpai di Indonesia (Clarckson, 2005; Purwanto, 2007).

2.3.1 Efek penyakit ginjal kronis terhadap pernafasan

Paru juga mendapat pengaruh buruk dari gagal ginjal, pasien-pasien gagal ginjal dalam berbagai tahap (akut, kronik, tahap akhir) memiliki resiko untuk mengalami komplikasi paru yang signifikan secara klinis, yang paling sering edema pulmonum, fibrosis paru, kalsifikasi paru, hipertensi pulmonal, hemosiderosis, fibrosis paru. Pasien-pasien ini juga bisa mengalami berbagai tingkatan disfungsi paru yang mungkin tidak signifikan secara klinis dan hanya dapat dideteksi dengan serangkaian evaluasi non invasif yang dikenal sebagai tes faal paru. Disfungsi paru mungkin disebabkan langsung oleh toksin uremik yang bersirkulasi dalam peredaran darah atau mungkin disebabkan secara tidak


(37)

langsung oleh volume overload, anemia, penekanan imunitas, kalsifikasi ekstra tulang, malnutrisi, gangguan elektrolit, atau ketidakseimbangan asam-basa (Karacan, 2009).

Tes faal paru yang dilakukan pada pasien-pasien penyakit ginjal kronis dapat menunjukkan adanya gangguan yang amat bervariasi, mulai dari fungsi paru yang normal sampai dengan adanya gambaran penurunan minimal dari parameter fungsi jalan nafas kecil bahkan sampai gangguan yang menyebabkan penurunan volume paru dalam derajat yang berat, sebagaimana pada kasus edema paru (Karacan, 2009).

Sejumlah komplikasi yang berhubungan dengan sistem pernafasan terjadi pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (Tabel 2.2). Beberapa diantaranya berhubungan dengan perubahan pada status volume, tekanan onkotik plasma, metabolisme tulang dan mineral, adanya gagal jantung, serta perubahan faal imunitas pada pasien-pasien tersebut, meskipun pada beberapa kejadian lain belum dapat diketahui mekanisme yang benar-benar tepat (Pierson, 2006).

Tabel. 2.2. Komplikasi penyakit ginjal kronis pada sistem pernafasan. (Pierson, 2006)

Edema paru merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penyakit ginjal akut dan kronik. Patogenesa terjadinya masih kontroversial. Pada penderita PGK terjadi hipoalbuminemia sehingga terjadi penurunan tekanan onkotik plasma yang menyebabkan keluarnya cairan dari pembuluh kapiler paru. Adanya penemuan bahwa terjadi peningkatan kadar protein pada cairan edema


(38)

menunjukkan bahwa permeabilitas pembuluh kapiler paru juga mengalami perubahan. Kongestif paru pada penderita PGK memperlihatkan gambaran restriktif dan penurunan aliran udara pada tes fungsi paru (Hassan, 2005; Pierson, 2006).

Penyakit pleura sering dijumpai pada penderita PGK, sekitar 20-40% hasil autopsi paru dengan kondisi ini. Yang paling sering adalah efusi pleura, terdapat sekitar 3% dari seluruh penderita PGK. Cairan efusi biasanya bersifat eksudat dan bisa hemoragik. Fibrinous pleuritis biasanya bersifat asimptomatik, biasanya gejalanya sesak napas, demam dan nyeri dada pleuritik (Pierson, 2006).

Kalsifikasi metastatik merupakan komplikasi PGK dapat dijumpai pada organ-organ viseral dan jaringan lunak. Ketika hal ini terjadi di paru biasanya bersifat asimptomatik, gambaran pada foto toraks tidak jelas (Pierson, 2006). .

2.2.2 Efek penyakit ginjal kronis dengan hemodialisis terhadap pernafasan Sama seperti semua sistem organ lainnya, paru juga mendapat pengaruh buruk dari gagal ginjal yang mernjalani HD. Sebagian besar pasien PGK yang menjalani HD ditemukan kejadian hipoksemia ketika terhubung dengan mesin dialisa. Beberapa fenomena yang diduga berperan terhadap kejadian hipoksemia ini adalah perubahan dari kurva disosiasi oksihemoglobin yang disebabkan oleh peningkatan pH selama dialisis, penekanan terhadap pusat pernafasan, gangguan difusi oksigen, leukostasis pada pembuluh darah paru yang menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, serta hipoventilasi alveolar yang disebabkan oleh CO2 yang berdifusi ke dialisat (Pierson, 2006). Terganggunya fungsi paru

pada pasien-pasien hemodialisis dapat disebabkan oleh adanya suatu penyakit paru yang mendasari, meskipun demikian pengaruh uremia dan efek dari pengobatan dengan dialisis belum sepenuhnya dimengerti (Pierson, 2006).

Hemodialisis pada pasien PGK dapat mengurangi status uremia, mengeluarkan cairan tubuh yang berlebih dan menjaga keseimbangan asam basa dan elektrolit. Hemodialisis dapat mengurangi edema paru dan obstruksi di saluran napas kecil dan menyebabkan peningkatan ventilasi paru. Salah satu hasil HD adalah fungsi pernafasan yang lebih baik (Matavulja, 2004).


(39)

Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui dampak HD pada fungsi paru pasien PGK. Pada studi Alves dkk, 61 pasien HD dijumpai peningkatan FEV1 dan FVC setelah dialisis berkorelasi dengan penurunan berat badan pasien (Alves, 1989). Navari dkk menemukan pada studi 50 pasien PGK dengan HD dibandingkan 2 jenis dialisat (bikarbonat dibandingkan asetat) menemukan bahwa dialisis dengan dialisat bikarbonat menyebabkan perbaikan yang signifikan pada fungsi paru pada laki-laki (Navari, 2008). Studi yang dilakukan Kovelis mendapatkan dari 17 pasien penyakit ginjal kronis, 9 orang dengan spirometri normal, 8 restriktif ringan sebelum hemodialisis, setelah hemodialisis 2 dari 8 pasien tersebut mencapai spirometri normal (Kovelis, 2008). Lang dkk melaporkan 14 pasien hemodialisis yang stabil secara klinis tanpa penyakit paru akut, dijumpai penyakit paru restriktif dijumpai pada 8 dari 14 kasus dan penyakit paru obstruktif dijumpai pada 1 orang pasien (Lang, 2006). Herero dkk menyatakan bahwa 75% pasien dengan hemodialisis jangka panjang menunjukkan kelainan restriktif pada spirometri (Herero, 2002).


(40)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konseptual

3.2. Definisi Operasional

A. Usia : berdasarkan yang tertera pada rekam medis dengan satuan tahun

B. Jenis Kelamin : berdasarkan yang tertera pada rekam medis dengan hasil pria atau wanita

C. PGK-Hemodialisis regular : berdasarkan data dari rekam medis yang menyatakan diagnosis PGK dan telah menjalani HD

D. Hemodialisis : terapi pengganti ginjal buatan yang dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen terpisah dimana terjadi perpindahan zat terlarut antara darah dengan cairan dialisat.

E. Durasi Hemodialisis : lama menjalani hemodialisis regular hingga waktu menjalani pemeriksaan spirometri dinyatakan dalam satuan bulan.

Penyakit Ginjal Kronis dengan HD Reguler

Fungsi paru menurun o/k -volume overload↑

-toksin uremik

-ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit ↑

Hemodialisis

Spirometri

Fungsi paru meningkat o/k -volume overload↓

-toksin uremik

-ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit ↓


(41)

F. Riwayat merokok : dikatakan memiliki riwayat merokok jika telah merokok > 5 pack-year (minimal 1 bungkus rokok/ hari selama sekurang- kurangnya 5 tahun berturut-turut). G. Spirometri : pengukuran spirometri dilakukan dengan

menggunakan mesin spirometri Spiro Analyzer ST-75, Fukuda Sangyo tahun 2013.


(42)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang (cross sectional study) yang bersifat analisis deskriptif (descriptive analysis).

4.2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2013 s/d Apri 2013 di Instalasi HD RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan persetujuan Komisi Etik Penelitian FK USU. Pengambilan sampel darah dan analisis biokimiawi dilakukan ditempat penelitian. Kemudian pasien dilakukan spirometri.

4.3. Subjek Penelitian

Pasien PGK stadium 5-D regular di unit HD RSUP H. Adam Malik dan RSUD Dr Pirngadi Medan.

4.4. Kriteria Inklusi

1. Usia di atas 18 tahun

2. Subjek yang menderita PGK yang telah menjalani hemodialisis secara regular sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 3 bulan. 3. Penderita mampu melakukan pemeriksaan spirometri (Index

Karnovsky > 70).

4. Subjek menerim informasi serta memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian secara sukarela dan tertulis (informed consent).

4.5. Kriteria Eksklusi

1. Penderita dengan riwayat penyakit paru kronik sebelumnya.

2. Menderita penyakit katup jantung dan panyakit jantung kongenital. 3. Deformitas toraks, kyphoscoliosis.

4. Infeksi akut saluran pernafasan. 5. Riwayat operasi jantung atau paru.


(43)

4.6.Besar Sampel

Studi ini menggunakan sampel tunggal untuk uji hipotesis proporsi suatu populasi.

Dan perkiraan besar sampel :

{ Z1-α/2 √ P0 (1-P0) + Z1-ß √ Pa (1-Pa) }2

n = --- ( Pa - P0 )2

Dimana :

Z1-α/2 = Nilai baku normal dari table z dengan α = 0,05 = 1,96 Z1-ß = Nilai baku normal dari table z dengan ß = 20% = 0,84 P0 = Proporsi penderita penyakit ginjal kronis yang

mengalami fungsi paru tidak normal sebelum hemodialisis = 0,50

Pa = Proporsi penderita penyakit ginjal kronis yang mengalami fungsi paru normal sesudah hemodialisis = 0,65.

{ 1,96 √ 0,50 (1-0,50) + 0.84 √ 0.65 (1-0,65) }2

n = --- = 84,72 ≈ 85 ( 0,65 – 0.50 )2

n = 85 sampel

4.7. Cara Penelitian

• Seluruh subjek diberikan penjelasan tentang tujuan, prosedur, manfaat, serta resiko dalam menjalani penelitian ini, kemudian bersedia menandatangani informed consent.

• Dilakukan pemeriksaan foto toraks, pengambilan data meliputi nama, umur, jenis kelamin, dan data pribadi lainnya, riwayat merokok.


(44)

• Setengah jam sebelum hemodialisis dilakukan pengukuran TB, BB, pemeriksaan spirometri dan anamnese gejala-gejala respirasi.

• Dilakukan hemodialisis selama 5 jam

• Kemudian setengah jam setelah hemodialisis dilakukan

pengukuran BB, pemeriksaan spirometri, anamnese gejala-gejala respirasi dan pencatatan cairan yang ditarik.

4.8.Analisis Data

• Data yang diperoleh diolah melalui program SPSS for Window versi 15.0

• Analisa data secara deskripsi umum, digunakan metode univariat untuk melihat rerata, nilai minimum, maksimum dan standar deviasi.

• Analisa data untuk perbandingan fungsi paru sebelum dan sesudah hemodialisa digunakan uji t berpasangan untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan untuk data distribusi tidak normal digunakan uji wilcoxon

• Untuk melihat hubungan fungsi paru terhadap variabel lain digunakan korelasi pearson untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan untuk data distribusi tidak normal digunakan korelasi spearman.

• Untuk semua uji statistik p < 0,05 dianggap bermakna dalam statistik.

4.9. Ethical Clearence dan informed consent

Ethical clearence (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) pada tanggal 27 Agustus 2012 dengan nomor 245/KOMET/FK USU/2012.


(45)

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

4.10. Kerangka Operasional

Penderita Penyakit Ginjal Kronis dengan hemodialisis reguler

Foto thorax

KRITERIA EKSKLUSI KRITERIA INKLUSI

Pemeriksaan Spirometri

Sebelum&sesudah hemodialiasis @ 5 jam


(46)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr. Pirngadi, Medan. Pengambilan sampel dan data telah dilakukan selama 2 bulan ( Maret 2013 - April 2013). Dari setiap sampel yang telah memberikan persetujuan, dilakukan pemeriksaan foto toraks, diambil data baik melalui anamnesa maupun melalui rekam medis untuk melihat etiologi PGK, riwayat merokok, durasi dan frekuensi hemodialisis. Kemudian dilakukan pemeriksaan darah rutin, dan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin. Pada sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan pemeriksaan spirometri dengan menggunakan alat yang sama dan pemeriksa yang independen sebelum dan sesudah menjalani 1 sesi hemodialisis sehingga diperoleh 90 subjek penelitian. Pemeriksaan spirometri dilakukan menggunakan Spiro Analyzer ST-75, Fukuda Sangyo tahun 2013.

Dari 90 orang sampel, 55 orang adalah pria (61,1%) dan 35 orang wanita (38,9%) dengan rerata usia 50,18 ± 12,51 tahun (rentang 20-76 tahun), durasi HD 21,27 ± 17,87 bulan (rentang 6-80 bulan), Hb 9,48 ± 1,21 mg/dl (rentang 7,2-12,1 mg/dl), ureum 110,17 ± 38,40 mg/dl (rentang 48-211 mg/dl), kreatinin 11,50 ± 3,39 mg/dl (rentang 4,7-19,0 mg/dl). Etiologi PGK tersering adalah diabetik nefropati yaitu 27 orang (30%), riwayat merokok 21 orang (23,3%) (Tabel 5.1).


(47)

Ket : GNK : glomerulonefritis kronik, DN : diabetik nefropati, HN : hipertensi nefropati, PNK : pielonefritis kronik, PGOI : penyakit ginjal obstruktif infektif.

Pada pemeriksaan spirometri didapatkan perbaikan fungsi paru setelah hemodialisis dimana dijumpai perbedaan FEV1, FVC, dan FEV1/FVC yang bermakna secara statistik sebelum dan sesudah hemodialisis pada semua subjek baik pada wanita maupun pria (p<0,01). Pada seluruh subjek juga menunjukkan penurunan berat badan setelah hemodialisis dengan dijumpai perbedaan berat badan yang bermakna secara statistik sebelum dan sesudah hemodialisis. (Tabel 5.2).

Variabel

Usia (mean±SD, tahun)

Hasil

50,18 ± 12,51

Jenis Kelamin (%)

• Pria

• Wanita

55 (61,1) 35 (38,9)

Etiologi PGK (%)

• GNK

• DN

• HN

• PNK

• PGOI

25 (27,8) 27 (30) 25 (27,8)

5 (5,6) 8 (8,9)

Riwayat Merokok (%) 21 (23,3)

Durasi HD (mean±SD, bln) 21,27 ± 17,87

Hb (mean±SD, mg/dl)

Ureum (mean±SD, mg/dl)

Kreatinin (mean±SD, mg/dl)

9,48 ± 1,21

110,17 ± 38,40

11,50 ± 3,39 Tabel 5.1. Data karakteristik dasar subjek


(48)

Tabel 5.2. Spirometri sebelum dan setelah hemodialisis

Ket : a):Uji T berpasangan ,b):Uji Wilcoxon, * signifikan (p<0,05).

Sebelum hemodialisis pada semua subjek didapatkan nilai spirometri normal 46 orang (51,1%), restriksi ringan 30 orang (33,3%), restriksi sedang 3 orang (3,3%), restriksi berat 1 orang (1,1%), campuran restriksi ringan dan obstruksi ringan 3 orang (3,3%), campuran restriksi sedang dan obstruksi sedang 1 orang (1,1%), campuran restriksi berat dan obstruksi sedang 2 orang (2,2%), campuran restriksi berat dan obstruksi berat 4 orang (4,4%). Setelah hemodialisis terdapat 8 pasien dengan hasil restriksi ringan menjadi normal, 2 pasien dengan hasil restriksi sedang menjadi restriksi ringan, 1 pasien dengan hasil restriksi berat menjadi restriksi sedang, 1 pasien dengan campuran restriksi ringan dan obstruksi ringan menjadi restriksi ringan, 1 pasien dengan campuran restriksi berat dan obstruksi sedang menjadi campuran restriksi sedang dan obstruksi sedang. (Gambar 5.1).

Semua subjek Sebelum HD Sesudah HD Nilai p

FEV1b) 84,46±12,31 89,94±14,62 <0,01*

FVCa) 75,91±15,16 79,60±16,81 <0,01*

FEV1/FVCb)

Berat badana)

1,13±0,14 60,20±11,46 1,14±0,12 58,20±11,22 <0,01* <0,01* Pria FEV1a) FVCa) FEV1/FVCb) 86,64±8,22 77,87±12,59 1,13±0,14 92,07±11,59 81,87±14,93 1,14±0,12 <0,01* <0,01* <0,01* Berat badana)

Wanita

FEV1b)

FVCa)

FEV1/FVCa)

Berat badana)

62,67±11,56 81,03±16,41 72,83±18,27 1,13±0,13 56,31±10,30 60,71±11,21 86,60±18,08 76,03±19,09 1,15±0,12 54,26±10,19 <0,01* <0,01* <0,01* <0,01* <0,01*


(49)

Gambar 5.1. Gambaran spirometri pada semua subjek

Sebelum hemodialisis pada subjek pria didapatkan nilai spirometri normal 29 orang (52,7%), restriksi ringan 20 orang (36,4%), restriksi sedang 2 orang (3,6%), restriksi berat 1 orang (1,8%), campuran restriksi ringan dan obstruksi ringan 1 orang (1,8%), campuran restriksi sedang dan obstruksi sedang 1 orang (1,8%), campuran restriksi berat dan obstruksi sedang 1 orang (1,8%). Setelah hemodialisis terdapat 7 pasien dengan hasil restriksi ringan menjadi normal, 1 pasien dengan hasil restriksi sedang menjadi restriksi ringan, 1 pasien dengan hasil restriksi berat menjadi restriksi sedang, 1 pasien dengan campuran restriksi berat dan obstruksi sedang menjadi campuran restriksi sedang dan obstruksi sedang. (Gambar 5.2).

Gambar 5.2. Gambaran spirometri pada subjek pria 0

10 20 30 40 50 60

Ju

ml

a

h

Pre HD

Post HD

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Ju

ml

a

h

Pre HD


(50)

Sebelum hemodialisis pada subjek wanita didapatkan nilai spirometri normal 17 orang (48,6%), restriksi ringan 10 orang (28,6%), restriksi sedang 1 (2,9%), campuran restriksi ringan dan obstruksi ringan 2 orang (5,7%), campuran restriksi berat dan obstruksi sedang 1 orang (2,9%), campuran restriksi berat dan obstruksi berat 4 orang (11,4%). Setelah hemodialisis terdapat 1 pasien dengan hasil restriksi ringan menjadi normal, 1 pasien dengan hasil restriksi sedang menjadi restriksi ringan, 1 pasien dengan campuran restriksi ringan dan obstruksi ringan menjadi restriksi ringan. (Gambar 5.3).

Gambar 5.3. Gambaran spirometri pada subjek wanita

Setelah dilakukan uji korelasi spearman diperoleh hubungan (r = 0,289) signifikan antara penurunan berat badan terhadap perubahan FVC dengan p = 0,006. (Gambar 5.4). Hasil laboratorium seperti Hb, ureum dan kreatinin tidak

dijumpai hubungan yang signifikan dengan parameter spirometri sebelum dan setelah hemodialisis.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Normal R. Ringan R. Sedang R. Berat Campuran

Ju

ml

a

h

Pre HD


(51)

5.2 Pembahasan

Paru juga mendapat pengaruh buruk dari gagal ginjal, pasien-pasien gagal ginjal dalam berbagai tahap (akut, kronik, tahap akhir) memiliki risiko untuk mengalami komplikasi paru yang signifikan secara klinis, yang paling sering edema pulmonum, fibrosis paru, kalsifikasi paru, hipertensi pulmonal, hemosiderosis, fibrosis paru. Pasien-pasien ini juga bisa mengalami berbagai tingkatan disfungsi paru yang mungkin tidak signifikan secara klinis dan hanya dapat dideteksi dengan serangkaian evaluasi non invasif yang dikenal sebagai tes faal paru. Disfungsi paru mungkin disebabkan langsung oleh toksin uremik yang bersirkulasi dalam peredaran darah atau mungkin disebabkan secara tidak langsung oleh volume overload, anemia, penekanan imunitas, kalsifikasi ekstra tulang, malnutrisi, gangguan elektrolit, atau ketidakseimbangan asam-basa (Karacan, 2009).

Perubahan bb

4 3

2 1

0

P

erubahan

fvc

50.00

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00

-10.00

Gambar 5.4. Gambar korelasi antara perubahan BB dan perubahan FVC.


(52)

Dari studi yang kami lakukan terhadap 90 pasien PGK yang menjalani hemodialisis reguler didapati bahwa hemodialisis pada pasien-pasien tersebut menyebabkan peningkatan pada semua parameter spirometri baik pada pria dan wanita dimana setelah hemodialisis dijumpai perbedaan FEV1, FVC, dan FEV1/FVC yang bermakna secara statistik sebelum dan sesudah hemodialisis (p<0.01). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Navari dkk (2008), secara keseluruhan fungsi paru mengalami perbaikan setelah hemodialisis pada sebagian besar parameter spirometri dimana perbaikan signifikan dijumpai pada pria daripada wanita. Penelitian Kovelis dkk (2008), menunjukkan peningkatan pada sebagian besar parameter spirometri setelah hemodialisis dan dijumpai perbedaan FVC yang bermakna secara statistik sebelum dan sesudah hemodialisis.

Pada studi ini seluruh subjek menunjukkan penurunan berat badan setelah hemodialisis dengan dijumpai perbedaan berat badan yang bermakna secara statistik sebelum dan sesudah hemodialisis. Hal ini sesuai dengan penelitian Kovelis dkk dimana dijumpai penurunan berat badan yang bermakna setelah hemodialisis (p<0.01). Pasien PGK pada hemodialisis dijumpai fluktuasi berat badan karena overload cairan tubuh pada periode interdialitik. Hal ini, bersama dengan potensi kenaikan permeabilitas kapiler paru, dapat mengakibatkan edema paru dan efusi pleura, kelainan yang bisa menjelaskan setidaknya sebagian penurunan fungsi paru.

Pada studi ini kelainan spirometri pada semua subjek yang didapatkan adalah nilai spirometri normal 46 orang (51,1%), restriksi ringan 30 orang (33.3%), restriksi sedang 3 (3.3%), restriksi berat 1 (1.1%), campuran restriksi ringan dan obstruksi ringan 3 orang (3.3%), campuran restriksi sedang dan obstruksi sedang 1 orang (1.1%), campuran restriksi berat dan obstruksi sedang 2 orang (2.2%), campuran restriksi berat dan obstruksi berat 4 orang (4.4%). Setelah hemodialisis terdapat 8 pasien dengan hasil restriksi ringan menjadi normal, 2 pasien dengan hasil restriksi sedang menjadi restriksi ringan, 1 pasien dengan hasil restriksi berat menjadi restriksi sedang, 1 pasien dengan campuran restriksi ringan dan obstruksi ringan menjadi restriksi ringan, 1 pasien dengan campuran restriksi berat dan obstruksi sedang menjadi campuran restriksi sedang dan


(53)

obstruksi sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kovelis mendapatkan dari 17 pasien PGK, 9 orang dengan spirometri normal, 8 restriksi ringan sebelum hemodialisis, setelah hemodialisis 2 dari 8 pasien tersebut mencapai spirometri normal (Kovelis, 2008). Lang dkk melaporkan 14 pasien hemodialisis yang stabil secara klinis tanpa penyakit paru akut, dijumpai penyakit paru restriktif dijumpai pada 8 dari 14 kasus dan penyakit paru obstruktif dijumpai pada 1 orang pasien (Lang, 2006). Herero dkk menyatakan bahwa 75% pasien dengan hemodialisis jangka panjang menunjukkan kelainan restriktif pada spirometri (Herero, 2002). Sedangkan Schannwell dkk menyatakan bahwa peranan uji faal paru dilakukan untuk menyingkirkan kelainan pada parenkim atau penyakit paru obstruktif.

Pada studi ini pasien-pasien secara keseluruhan menunjukkan penurunan berat badan dan perbaikan FVC setelah hemodialisis sehingga diperoleh hubungan signifikan antara penurunan berat badan terhadap perubahan FVC. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Alves dkk bahwa perbaikan parameter spirometri setelah hemodialisis berhubungan dengan penurunan berat badan setelah hemodialisis (p=0.003) (Navari, 2008). Studi kovelis dkk (2008), dijumpai variasi dalam FVC cenderung berkorelasi dengan fluktuasi berat badan. Perlu dicatat bahwa variasi dalam fungsi pernafasan ditemukan dalam penelitian ini dikaitkan dengan penurunan berat badan selama hemodialisis, walaupun efek hemodialisis pada bersihan toksin uremik, normalisasi serum elektrolit dan kontrol asidosis metabolik belum dapat disingkirkan sebagai penyebabnya (Kovelis, 2008).

Pada saat HD dilakukan ultrafiltrasi untuk menarik cairan yang berlebihan di darah, besarnya ultrafiltrasi yang dilakukan tergantung dari penambahan berat badan antara waktu HD dan target berat badan kering penderita. Berat badan kering adalah berat badan dimana penderita merasa nyaman, tidak ada sesak dan tidak ada tanda-tanda kelebihan cairan. Guideline K/DOQI 2006 menyatakan bahwa kenaikan berat badan interdialitik sebaiknya tidak melebihi dari 4,8% berat badan kering (K/DOQI, 2006). Bila pada saat HD ultrafiltrasi dilakukan berlebihan akan menimbulkan banyak masalah baik gangguan hemodinamik maupun gangguan kardiovaskular (Nissenson and Fine, 2008).


(54)

5.3 Keterbatasan Penelitian

Kelemahan penelitian ini adalah tidak dilakukan penilaian terhadap penyebab kelainan hasil spirometri. Jumlah sampel pada studi ini relatif kecil oleh sebab itu diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan multicenter.


(55)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini didapatkan bahwa hemodialisis menyebabkan perbaikan fungsi paru pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis reguler.

6.2 Saran

- Diperlukan pemeriksaan spirometri pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis reguler untuk mendeteksi dini ada tidaknya kelainan paru.

- Perlunya perhatian yang lebih besar terhadap kelainan yang terdapat pada uji faal paru pasien PGK yang menjalani hemodialisis baik dalam hal edukasi, diagnostik dan penatalaksanaannya.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Alves, J., Hespanhol, V., Fernandes, J., Marques, E.J. 1989. Spirometric alterations caused by hemodialysis. Their relation to changes in the parameters commonly used to measure hemodialysis efficiency. Acta Med Port. 2(4-5):195-8.

Anna. 2012. Spirometri. Dalam : Dahlah, Z., Amin, Z. dan Yuswono, S.A. eds. Kompendium Tatalaksana Penyakit Respirasi & Kritis Paru.

Bandung : PERPARI (Perhimpunan Respirologi Indonesia). 709-14. Clarkson, M.R. and Brenner, B.M. 2005. Hemodialysis. In : Clarkson,

M.R. and Brenner, B.M. eds. Pocket Companion to Brenner & Rector’s : The Kidney. 7th edition. Boston: Elsevier Saunders. 639-67.

Fischbach, F. 2003. Pulmonary Function, Arterial Blood Gasses and Electrolyte Studies. In : Fischbach, F., Adirant, M., Navajas, C. et al. eds. A Manual of Laboratory and Diagnostic Tests, 7th edition. Wisconsin: Lippincot William & Wilkins. 211-35.

Gibson, G.J. 2003. Respiratory Functional Tests. In : Warrel, D., Johnson, D., Plagerina, O. et al. eds. Oxford textbook of medicine, 3rd edition. Cambridge: Oxford Press. 376-407.

Gildea, T.R. 2009. “Pulmonary Function Testing”. Cleveland Clinic,

Gomella, A. and Haist, A. 2007. Respiratory Care. In : Gomella, A. and Haist, A. eds. The Scut Monkey Clinician’s Pocket Reference, 11th edition. New York: McGrawHill. 377-9.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) (Update 2010). Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

Hassan, I.S.A. and Ghalib, M.B. 2005. Lung Disease in Relation to Kidney Disease. Saudi J Kidney Dis Transplant, 16(3): 282-8.


(57)

Hekmat, R., Boskabady, M.H., Khajavi, A. et al. 2007. The Effect of Hemodialysis on Pulmonary Function Test and Respiratory Symptoms in Patients With Chronic Renal Failure. Pak J Med Sci, 23(6): 862-6.

Herero, J.A., Alvarez-Sala JL, Coronel, F., et al 2002. Pulmonary Diffusing Capacity in Chronic Dialysis Patients. Respir Med, 96(7): 487-92.

Hyatt, R., Scanlon, D., and Nakamura, M. 2003. Spirometry : Dynamic Lung Volume. In : Hyatt, R., Scanlon, D., and Nakamura, M. eds.

Interpretation of Pulmonary Functional Tests : A Practical Guide, 2nd edition. Minnesota : Lippincot William & Wilkins. 6-25.

Karacan, O., and Tutal, E. 2009. The Lung and Kidney. In: Critical Care Nephrology, 185(12): 1005-7.

K/DOQI: Clinical Practice Guidelines on Hypertension and AntiHypertensive Agent in Chronic Kidney Disease. In Guideline 2 In: Evaluation of Patient with CKD or Hypertension. CKD 2006: 1-18.

Kovelis, D., Pitta, F., Probst, V.S. et al. 2008. Pulmonary Function and Respiratory Muscle Strength in Chronic Renal Failure Patients on Hemodialysis. J Bras Pneumol, 34(11): 907-12.

Lang, S.M., Becker, A., Fisher, R. et al. 2006. Acute Effects of Hemodialysis on Lung Function in Patients with End Stage Renal Disease. The Middle European Journal of Medicine, 118(3-4): 108-13.

Matavulj, A., Kovacevic, P., Veljkovi, S. et al. 2004. Hemodialysis Effect on Respiratory Function. ACTA FAC MED NAISS, 21(3): 119-126. McCathy, C. and Dweik, A.R. 2009.” Pulmonary Function Testing”.

2009).

Miller, M., Hankinson, M., Brusasco, V. et al. 2005. Standarisation of Spirometry. Eur Respir J, 26: 153-61.


(58)

Navari, K,, Farshidi, H., Nafar, M, et al. 2008. Spirometry Parameters in Patients Undergoing Hemodialysis with Bicarbonate and Acetate Dialysate. Iranian Journal Kidney Diseases, 2; 149-35.

Nissenson, A.R., and Fine, R.N. 2008. Handbook of Dialysis Therapy. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Purwanto, M.B. 2007. Hemodialisis. Dalam : Syam, A.F. ed. Kumpulan

Naskah Pertemuan Ilmiah Nasional V PB PAPDI. Surakarta. 53- 62. Pierson, D.J. 2006. Respiratory Consideration in the Patients With Renal

Failure. Respiratory Care, 51(4): 413-22.

Sasulit, E. 2009. Diagnosa Dini Penyakit Ginjal Kronik .Dalam : Makalah Lengkap The 9th Jakarta Nephrology & Hypertension Course and Symposium on Hypertension. Jakarta : PERNEFRI. 9-13

Shifren, A. 2006. Pulmonary Functional Tests. In : Shifren, A., Lin, T., and Goodenberger, D.eds. The Washington Pulmonary Medicine Subspecialty Consult, 1st edition. Washington: Lippincot William & Wilkins. 7-15.

Suwitra, K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S.eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 581-4.

Winn, R., Chan, E., McKinley, S. et al. 2005. Laboratory Evaluation. In : Hanley, M. and Welsh, C.eds. Current Diagnosis and Treatment in Pulmonary Medicine, 1st edition. New York : McGrawHill. 39-56.


(59)

LAMPIRAN 1


(60)

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Assalamualaikum wr.wb,

Salam sejahtera bagi Bapak/Ibu,

Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk membaca dan mengisi surat persetujuan ini, sebelumnya, perkenankan saya memperkenalkan diri. Nama saya dr. Aini Pertiwi, Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU). Saya sedang melakukan pengumpulan data penelitian tugas akhir sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan di FK-USU. Adapun judul penelitian saya adalah “Dampak Hemodialisis terhadap Fungsi Paru Sebelum dan Sesudah Hemodialisis pada Penderita Penyakit Ginjal Kronis dengan Hemodialisis Reguler.”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh hemodialisis (cuci darah) reguler terhadap fungsi paru pada penderita penyakit ginjal kronis. Sekitar 60% penderita penyakit ginjal kronis dengan dialisis mengalami komplikasi paru dimana sebagian besar komplikasi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa gejala).

Penelitian ini dilakukan dengan m e n g u k u r k e k u a t a n , k e c e p a t a n d a n v o l u m e u d a r a di paru-paru selama pernafasan yang dipaksakan dengan

alat spirometri. S ehingga dapat memberikan informasi pengukuran fisiologis

yang dapat mengidentifikasi kelainan obstruksi (sumbatan) atau restriksi (pengembangan) sistem pernafasan Bapak/Ibu. Sebelum dilakukan pemeriksaan dengan alat spirometri, dilakukan tanya jawab mengenai usia, jenis kelamin, dan gejala-gejala respirasi (pernafasan), pengukuran tinggi badan dan berat badan.

Kemudian dalam posisi berdiri Bapak/Ibu diminta bernafas secara normal 3 kali

(mouthpiece sudah terpasang di mulut dengan posisi bibir rapat pada mouthpiece

dan hidung ditutup dengan penjepit hidung) kemudian menarik nafas dalam-dalam

dan nafas dihembuskan secara maksimal melalui mouthpiece. Manfaat


(61)

deteksi dini komplikasi paru pada penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis regular.

Perlu saya ingatkan, keikutsertaan Bapak/Ibu adalah suka rela dan tidak dikenakan biaya. Semua data yang terkumpul saya jamin kerahasiaannya. Bila keterangan yang saya berikan masih belum jelas, Bapak/Ibu dapat langsung bertanya kepada saya :

Nama : dr. Aini Pertiwi

Alamat : Jl. Halat No. 62. Medan 20217 Telepon : 085296742984

Peneliti,

(dr.Aini Pertiwi)


(1)

LAMPIRAN 5

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

VIII. DATA PRIBADI

Nama : dr. Aini Pertiwi

Tempat/Tgl Lahir : Jakarta / 12 Desember 1974 Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Islam

Pekerjaan : Dokter RSU Sultan Sulaiman NIP : 197412122009032006

Pangkat/ Gol. : Penata Muda/ III C Suami : -

Anak : -

Alamat Pekerjaan : Fakultas Kedokteran USU Jl. dr. Mansyur no. 5 Medan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU RSUP. H. Adam Malik Medan

Jl. Bunga Lau no.17 Medan Alamat Rumah : Jl. Halat No.62 Medan Telepon selular : 085296742984

IX. PENDIDIKAN

6. SDN 060810 Medan (1981 – 1987) di Medan 7. SLTP Negeri 3 Medan (1987 - 1990) di Medan 8. SMU Negeri 5 Medan (1990 - 1993) di Medan

9. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (1994 - 2000 ) di Medan

10. PPDS Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2008 - sekarang) di Medan


(2)

X. RIWAYAT PEKERJAAN 4. Dokter RS Imelda Medan

5. Dokter Puskesmas Gunting Saga, Kab. Labuhan Batu 6. Dokter RSUD Langsa, Kota Langsa

XI. KEANGGOTAAN PROFESI

3. Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

4. Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)

XII. KURSUS PENATARAN USG Tahap I PUSKI

XIII. KARYA ILMIAH

3. Pertiwi A, Abidin A, Keliat E.N, Zubir Z. Empiema dan Tuberkulosis Milier pada Penderita HIV : Laporan Kasus. KONAS PERPARI XI & Temu Ilmiah Penyakit Dalam FK UNSRI, Palembang, 2010.

4. Pertiwi A, Ginting Y, Rahimi A, Kembaren T. Drug-induced Liver Injury (DILI) in HIV Patients Who Received Antituberculosis Drugs : Laporan Kasus. PETRI XVII & PERKEDWI/ PKWI XIV, Semarang, 2011.

XIV. PARTISIPASI DALAM KEGIATAN ILMIAH

39. Peserta PIT IX 2008 Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Danau Toba Convention Hall - Medan 17-19 April 2008.

40. Peserta Festschrift Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Tiara Convention Centre Medan, 10 Nopember 2008

41. Peserta Simposium “Update from Clinical to Application in


(3)

Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan 23-25 April 2009

42. Peserta 5th NTCM Symposium “The 5th New Trend in Cardiovascular Management: Diagnostic and Therapeutics Challenges in Cardiovascular Diseases Management”,

Medan 8-9 Mei 2009.

43. Peserta “The 5th Symposium on Critical Care and Emergency Medicine: New Discovery in Emergency and Critical Care

Medicine”, Tiara Convention Centre Medan, 15-16 Mei 2009

44. Peserta Symposium On Hypertension: “Dual Approach for

Singular Success”, Hotel Swissbell Medan, 27 Juni 2009

45. Peserta Workshop Achieving Ambitious Glycaemic Target in Diabetes: “Stepwise Intensification in Insulin Treatment from Basal to Basal Plus/Bolus”, Medan, 12 Juli 2009

46. Peserta Simposium “Early Correction Anemia in CKD: A

Comprenhensive Management Approach”, Hotel J.W.

Marriott Medan, 24 Oktober 2009

47. Peserta Scientific Weekend “Early Insulin Inisiation, How,

When and What Insulin according to Daily Practice Need”,

Grand Swiss Belhotel Medan, 21 November 2009

48. Peserta Roadshow Ilmiah PD PAPDI “Penggunaan Testosteron pada Aging Male”, Hotel Grand Aston City Hall Medan, 6 Maret 2010.

49. Peserta Seminar, Workshop Diabetic Complication and Case Study , Hotel Swissbel Medan, 15 Mei 2010

50. Peserta Simposium The 1st Medan Respiratory Care Meeting Annualy MERCY 2010, “Respiratory Evidenced and Respiratory Competence Synergy on Clinical Practice”, Hotel J.W. Marriott Medan, 19-21 Maret 2010

51. Peserta Simposium the 11th National Congress of PERPARI,

Chest, and Critical Care in Internal Medicine. Palembang,


(4)

52. Pembicara Makalah Bebas Oral/Poster pada Simposium the

11th National Congress of PERPARI, Chest, and Critical

Care in Internal Medicine. Palembang, 04 Juni 2010

53. Peserta Simposium Rheumatology Update 2010, Hotel Grand Aston City Hall Medan, 30-31 Juli 2010

54. Peserta Bakti Sosial Pemeriksaan Kesehatan Massal dalam rangka memperingati Dasawarsa Perguruan Buddhis Bodhicitta, Medan, 17 Oktober 2010

55. Peserta Roadshow “Medical Skill Update (MEDSKUP)

Workshop Infection-Immunology”, Hotel J.W. Marriott

Medan, 30 Oktober 2010

56. Peserta Simposium “Hyperglicemia of Patients with Diabetes

Mellitus in Clinical Practice”, Hotel Grand Aston Indonesia,

28 November 2010

57. Peserta Pelatihan Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan Ultrasonografi Tahap Pertama bagi PPDS Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU dan PUSKI. Medan, 21-24 Maret 2011 58. Peserta Seminar Penatalaksanaan Hepatitis B & C“Good

Doctor for The Great Liver”, Medan, 19 2011

59. Panitia dan peserta PIT XII 2011 Penyakit Dalam Pertemuan Ilmiah Nasional PERPARI. Medan 28-30 April 2011

60. Peserta Simposium The 6th New Trend in Cardiovascular

Management, JW. Marriott Hotel Medan, 23-25 Juni 2011

61. Peserta Simposium National Congress PETRI XVII & PERKEDWI/ PKWI XIV “Emerging and Re-emerging

Infectious Diseases : A Local and Global Threat”, Patra

Semarang Convention Hotel, 8-10 Juli 2011.

62. Pembicara Makalah Bebas Oral/Poster pada Simposium National Congress PETRI XVII & PERKEDWI/ PKWI XIV


(5)

and Global Threat”, Patra Semarang Convention Hotel, 8-10 Juli 2011.

63. Peserta Seminar Sehari Lymphoma Update : Deteksi Dini dan Penatalaksanaan, RSUP. H. Adam Malik Medan, 16 Juli 2011

64. Peserta Seminar “Plant Stanol Ester: A Novel Dietary Component in Lowering Cholesterol to Improve

Cardio-Vascular Health”, Hotel J.W. Marriott Medan, 19 November

2011

65. Peserta Workshop Infection Update IV “Current Challenges

Management on Infection”. Medan, 25 Nopember 2011.

66. Peserta Simposium “The New Option of Insulin Resistance Treatment in Type 2 Diabetes:Pathogenesis, Prevention and

Management Diabetic Vascular Complication ”, Hermes

Palace Hotel Medan, 20 November 2011

67. Peserta Simposium “Rationale Strategy in the Management of Pancreatic B Dysfunction and Role of Oral Incretin Based Therapy in Type 2 Diabetes Mellitus”, Hotel J.W. Marriott Medan, 29 Januari 2012

68. Peserta Workshop “Cancer Pain Management”, Hotel Grand Aston Medan, 10 Maret 2012

69. Peserta Simposium “Diabetes Update for Excellent”, Hotel J.W. Marriott, Medan 17 Maret 2012

70. Peserta Simposium Medical Skill Upgrade Gastroenterology-Hepatology ( Inflamatory Bowel Disease & Non Alcoholic

Steato Hepatitis – Workshop, Hotel Grand Aston City Hall

Medan, 24 Maret 2012

71. Peserta Simposium The New Direction in The Treatment of Type 2 Diabetes Melitus “A New Novel DPP-4 Inhibitor For


(6)

72. Peserta Roadshow Hipertensi PB PAPDI “The Next Big Target in Hypertension: Controlling All Key BP

Parameters”, Hotel J.W. Marriott Medan, 28 April 2012

73. Peserta Workshop Terapi Insulin “Update on Diagnosis and

Management of Comment Clinical Problems”, Dies Natalis

60 Tahun Fakultas Kedokteran USU, Hotel Santika Dyandra Convention Hall, 11 September 2012

74. Peserta Simposium Kongres Nasional XV Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI XV), Hotel J.W. Marriott dan Hotel Grand Aston Medan, 12-15 Desember 2012

75. Peserta Simposium “The 5th Endocrinology & Diabetes Forum of Sumatera Region (FEDS-5), Theme: The Endocrine

– Metabolic Disease : Present and Future”, Medan 20

Februari 2013

76. Peserta Mini Symposium: “Gastro Update” Recent Management in Helicobacter pylori Infection, Irritable Bowel

Syndrome and Hepatic Encephalopathy, Hotel Aryaduta, 20