16 konsentrasi CMC yang rendah artinya semakin sedikit total padatan terlarut
sehingga daya larutnya menjadi semakin cepat.
Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5
B1 = konsentrasi CMC 0.50 A2 = konsentrasi sorbitol 1.0
B2 = konsentrasi CMC 0.75 A3 = konsentrasi sorbitol 1.5
B3 = konsentrasi CMC 1.00
Gambar 6 Hasil uji organoleptik kelarutan edible film strip herbal Rasa merupakan salah satu kriteria penting dalam produk pangan. Rasa pada
edible film strip herbal dihasilkan dari kombinasi oleoresin jahe, pemanis, dan
ekstrak mint. Hasil uji organoleptik rasa edible film strip herbal dilihat pada Gambar 7. Dari Gambar tersebut dapat diketahui nilai rataan tertinggi pada uji
organoleptik terhadap rasa diperoleh dengan nilai 4.60 yakni formula A3B1. Hasil analisis pada taraf 5 menunjukan adanya perbedaan signifikan terhadap rasa,
artinya edible film dengan berbagai formulasi menghasilkan tingkat kesukaan terhadap rasa yang berbeda-beda Lampiran 3c. Setelah dilakukan uji lanjut
Duncan, formula A3B1 menunjukan hasil berbeda nyata dengan formula lainnya.
Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5
B1 = konsentrasi CMC 0.50 A2 = konsentrasi sorbitol 1.0
B2 = konsentrasi CMC 0.75 A3 = konsentrasi sorbitol 1.5
B3 = konsentrasi CMC 1.00
Gambar 7 Hasil uji organoleptik rasa edible film strip herbal
1 2
3 4
5 6
7
A1B1 A1B2 A1B3
A2B1 A2B2 A2B3
A3B1 A3B2 A3B3
Rataan Skal a
Formula
1 2
3 4
5 6
7
A1B1 A1B2 A1B3
A2B1 A2B2 A2B3
A3B1 A3B2 A3B3
Rataan Skal a
Formula
17 Rasa yang timbul pada edible film strip herbal ini adalah rasa pedas yang
berasal dari oleoresin jahe, rasa khas mint segar yang melegakan tenggorokan, dan rasa manis. Formula A3B1 memiliki konsentrasi sorbitol tertinggi dan konsentrasi
CMC terendah dibandingkan dengan formulasi lainnya. Sorbitol adalah gula alkohol yang mempunyai rasa manis, jadi konsentrasi sorbitol yang lebih besar
membuat edible film terasa lebih manis dan menghasilkan rasa dingin pada mulut sehingga seimbang dengan rasa pedas jahe. Selain itu, semakin rendah konsentrasi
CMC, rasa yang ditimbulkan akan semakin kuat sehingga lebih disukai oleh panelis.
Penilaian terhadap tekstur pada edible film strip herbal meliputi kehalusan partikel dari struktur edible film strip herbal yang dipengaruhi oleh konsentrasi
sorbitol dan CMC. Sorbitol memiliki sifat plasticizer yang mampu memperbaiki jaringan edible film strip herbal sehingga tidak kaku dan lebih halus. Selain itu,
konsentrasi CMC juga turut mempengaruhi tekstur yang dihasilkan, karena CMC memiliki sifat sebagai penstabil, pengental dan pembentuk tekstur halus.
Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5
B1 = konsentrasi CMC 0.50 A2 = konsentrasi sorbitol 1.0
B2 = konsentrasi CMC 0.75 A3 = konsentrasi sorbitol 1.5
B3 = konsentrasi CMC 1.00
Gambar 8 Hasil uji organoleptik tekstur edible film strip herbal
Kesukaan panelis terhadap tekstur edible film strip herbal dipengaruhi oleh kadar air. Kadar air yang lebih tinggi menghasilkan edible film strip herbal dengan
tekstur yang lebih lembap dan terlihat tidak menarik, sehingga edible film strip herbal dengan kadar air rendah lebih disukai oleh panelis. Hal ini terlihat pada
Gambar 8 yang menunjukan formula A2B3 memiliki nilai rataan skala tertinggi dengan kadar air cukup rendah yakni sebesar 10.66. Namun hasil analisis ragam
menunjukan hasil yang tidak berbeda signifikan pada taraf 5 Lampiran 3d atau dapat dikatakan bahwa penilaian terhadap semua formulasi edible film yang
dihasilkan cenderung sama. Hal ini disebabkan perbandingan yang digunakan antara sorbitol dan CMC cenderung seimbang dan dengan taraf antar konsentrasi
yang tidak terlalu jauh sehingga edible film yang dihasilkan cenderung memiliki penampakan tekstur yang seragam.
Karakteristik selanjutnya yang diujikan dalam bentuk organoleptik adalah warna. Hasil uji organoleptik warna edible film strip herbal disajikan pada
1 2
3 4
5 6
7
A1B1 A1B2 A1B3
A2B1 A2B2 A2B3
A3B1 A3B2
A3B3
Rataan Skal a
Formula
18 Gambar 9. Hasil analisis ragam menunjukan tidak ada perbedaan secara signifikan
antar formulasinya pada taraf 5 Lampiran 3e sehingga dapat dikatakan berbagai formulasi yang dihasilkan cenderung memiliki penilaian yang sama
terhadap warna.
Dalam penelitian pembuatan edible film ini, konsentrasi sorbitol dan CMC tidak mempengaruhi warna produk secara signifikan. CMC memiliki sifat tidak
berwarna, begitu juga dengan sorbitol yang merupakan gula alkohol sehingga tidak mengalami reaksi maillard pencoklatan akibat pemanasan, dikarenakan
sorbitol tidak memiliki gugus karbonil bebas. Sehingga warna terlihat cenderung sama dari sembilan formulasi tersebut.
Keterangan : A1 = konsentrasi sorbitol 0.5
B1 = konsentrasi CMC 0.50 A2 = konsentrasi sorbitol 1.0
B2 = konsentrasi CMC 0.75 A3 = konsentrasi sorbitol 1.5
B3 = konsentrasi CMC 1.00
Gambar 9 Hasil uji organoleptik warna edible film strip herbal
1 2
3 4
5 6
7
A1B1 A1B2
A1B3 A2B1 A2B2
A2B3 A3B1 A3B2
A3B3
Rataan Skal a
Formula
19
4 SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Produk edible film strip herbal yang dibuat dalam penelitian ini berbahan dasar tapioka, sorbitol, dan CMC serta oleoresin jahe, pemanis, dan ekstrak mint
sebagai bahan tambahan. Teknologi proses yang digunakan meliputi pengecilan ukuran tapioka, pencampuran tapioka dengan aquades,dan gelatinisasi melalui
pemanasan dan pengadukan pada suhu 60°C, penambahan bahan-bahan pembentuk edible film strip herbal, pencetakan pada plat kaca, pengeringan oven
pada suhu 50°C selama 22-23 jam, dan pemotongan produk ukuran 2x3 cm
2
. Hasil analisis karakteristik terhadap produk edible film strip herbal
menunjukan bahwa konsentrasi sorbitol berpengaruh nyata terhadap daya larut produk, semakin besar konsentrasi sorbitol yang ditambahkan semakin cepat daya
larut edible film strip herbal. Sementara konsentrasi CMC berpengaruh nyata terhadap kadar air produk, semakin besar konsentrasi CMC yang ditambahkan
semakin rendah kadar airnya.
Berdasarkan uji organoleptik melalui parameter aroma, kelarutan, rasa, tekstur, dan warna yang didukung dengan hasil karakteristik diperoleh produk
edible film strip herbal terbaik dengan formula A3B1 yaitu menggunakan
konsentrasi tapioka 12.5 bv, sorbitol 1.5 vv dan CMC 0.5 bv, oleoresin jahe 0.25 bv, ekstrak mint 0.25 bv dan pemanis 1 bv.
Karakteristik produk terbaik mengandung kadar air sebesar 12.52, ketebalan 0.12 mm, dan daya larut 2.85 smm
3
. Edible film strip herbal yang dihasilkan memiliki aroma khas jahe dengan rasa sedikit pedas, segar dan manis. Produk ini
mudah larut saat dimakan, memiliki tekstur yang halus dan berwarna kuning transparan.
4.2 Saran
Produk edible film strip herbal hasil penelitian ini memiliki kekuarangan pada rasa yang dihasilkan, yakni adanya rasa pahit yang diduga berasal dari
oleoresin jahe. Perbaikan produk edible film strip herbal dapat dilakukan dengan melakukan pengolahan oleoresin jahe terlebih dahulu sebelum dicampurkan
dalam formula, sehingga rasa pahit jahe dapat berkurang dan meminimalisir penggunakaan pemanis. Dalam penelitian lebih lanjut diperlukan juga analisis
mengenai kondisi penyimpanan dan desain kemasan yang sesuai untuk memperpanjang umur simpan produk.
20
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi departemen Kesehatan RI. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Difa F. 2011. Kandungan gingerol dan shogaol, intensitas kepedasan dan penerimaan panelis terhadap oleoresin jahe gajah, jahe emprit, dan jahe
merah [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Direja D. 1996. Mempelajari Pengaruh Penambahan Karboksimetilselulosa
terhadap Karakteristik Edible Film dari Bungkil Kedelai [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz S.1992. Mikrobiologi pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gaman PM dan KB Sherington. 1992. Ilmu Paangan: Pengantar Ilmu Pangan
Nutrisi dan Mikrobiologi. G. Murdijati, Penerjemah. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press. Terjemahan dari: The Science of Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology.
Han JH. 2000. Antimicrobial food packaging. Food Technology 543:56-65. Haryanto B dan Pangloli P. 1993. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta:
Kanisius. .
Heru K. 1996. Pengaruh penambahan carboxymethilcelullose dan sorbitol terhadap karakteristik fisik edible film dari ekstrak protein bungkil kedelai
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Krochta JM. 1992. Control of mass transfer in foods with edible coatings and
films. Advances in food Engineering. Boca Raton : CRC Press. Krochta JM dan DeMulder J. 1997. Edible and biodegradable polymer films:
Challenges and opportunities. Food Technology 512: p. 61-74. McHugh TH dan Krochta JM. 1994. Permeability Properties of Edible Films.
USA: Technomic Publ Co. Inc., Lancaster. Peckham GC. 1969. Foundation of Food Preparation 2
nd
ed. London: The Mac
Milla Co., Callier Mac Millan Ltd. Sudarmadji S. 1982. Bahan – Bahan Pemanis. Yogyakarta: Agritech,
Suhardjo MK dan Clara. 1987. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB.
Sutrisno K. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Weber CJ. 2002. Production and applications of biobased packaging materials for
the food industry. Food Additives and Contaminants 19: p. 172-177. Whistler RL dan Daniel JR. 1990. Functions of Polysaccharides in Foods. Di
dalam: Branen AL, Davidson PM, Salminen S, editor. Food Additives. New York: Marcel Dekker, Inc.
Winarno F G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yudi B. 1997. Aplikasi edible film dari tapioka sebagai bahan pengemas dengan
menentukan umur simpan bumbu mie Instant menggunakan metode akselerasi [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
21 Lampiran 1. Prosedur analisa
1. Kadar Air SNI 3451:2011 Kadar air dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama pemanasan dalam
oven pada suhu 130 ± 3°C. Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 130 ± 3°C selama kurang lebih satu jam dan
dinginkan dalam desikator selama 20-30 menit, kemudian timbang dengan neraca analitik. Sebanyak 2-5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan dan timbang. Cawan
yang berisi contoh tersebut dipanaskan di dalam oven setelah suhu oven 130 ± 3°C selama satu jam. Pindahkan cawan ke dalam desikator dan dinginkan selama
20-30 menit sehingga suhunya sama dengan suhu ruang, kemudian timbang. Hitung kadar air dalam contoh.
Kadar air A B
C x Keterangan :
A = wadah + contoh sebelum dikeringkan g B = wadah + contoh setelah dikeringkan g
C = bobot contoh g 2. Kadar Abu SNI 3451:2011
Cawan dipanaskan dalam tanur pada suhu 550 ± 5°C selama satu jam dan didinginkan dalam desikator sehingga suhunya sama dengan suhu ruang
kemudian ditimbang dengan neraca analitik. Contoh sebanyak 3-5 g dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang. Cawan yang berisi contoh tersebut ditempatkan
dalam tanur pada suhu 550 ± 5°C sampai terbentuk abu berwarna putih dan diperoleh bobot tetap. Cawan dipindahkan ke dalam desikator sehingga suhunya
sama dengan suhu ruang kemudian ditimbang dan dihitung kadar abu dalam contoh.
Kadar abu A B
C x Keterangan :
A = cawan + contoh kering g B = cawan kosong g
C = bobot contoh g
3. Kadar Protein AOAC 1995 Sebanyak 0.1 g contoh dimasukkan ke dalam labu kjeldahl lalu
ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat, dan 1 g katalis. Larutan didestruksi hingga menghasilkan larutan jernih kemudian didinginkan. Larutan hasil destruksi
dipindahkan ke alat destilasi dan ditambahkan 15 ml NaOH 50. Labu erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan asam borat 2 dan 2-3 tetes indikator
mengsel campuran metil merah 0.02 dalam alkohol dan metil biru 0.02 dalam alkohol 2:1 diletakkan dibawah kondensor. Ujung batang tabung kondensor
harus terendam dalam larutan asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer mencapai 2 kali volume awal. Larutan yang berada
dalam erlenmeyer dititrasi dengan H
2
SO
4
0.02 N hingga diperoleh perubahan warna dari hijau menjadi ungu. Setelah itu dilakukan juga penetapan blanko.