dan salinitas perairan menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar. Peningkatan suhu menyebabkan toksisitas logam berat meningkat. Sedangkan
kesadahan yang tinggi dapat mengurangi toksisitas logam berat, karena logam berat dalam air dengan kesadahan tinggi membentuk senyawa kompleks yang mengendap
dalam air.
Tingkat toksisitas logam berat untuk biota perairan dipengaruhi oleh jenis logam, spesies biota, daya permeabilitas biota, dan mekanisme detoksikasi
Darmono, 2001. Logam berat dapat mengumpul terakumulasi di dalam tubuh suatu biota dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai
racun Fardiaz, 2005. Pada batas dan kadar kadar tertentu semua logam berat dapat menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap bota perairan.
2.3.1. Kadmium Cd
Kadmium Cd adalah logam berwarna putih keperakan menyerupai alumunium dengan berat atom 112,41 gmol dengan titik cair 321
o
C dan titik didih 765
o
C. Darmono 1995 mengatakan bahwa kadmium selalu bercampur dengan logam lain, terutama dalam pertambangan zink dan timbal selalu ditemukan
kadmium dengan kadar 0,2 0,4 , sebagai hasil sampingan dari proses pemurnian zink dan timbal.
Unsur ini bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, memiliki titik lebur rendah serta dapat dimanfaatkan untuk pencampur logam lain seperti nikel, perak, tembaga,
dan besi. Logam ini sering digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan baterai alkali Rahman,2006.
Senyawa kadmium juga digunakan sebagai bahan kimia, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, cat, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil dan pigmen untuk
gelas dan email gigi Jensen et al., 1981 in Herman, 2006.
Lu 2006 menyatakan kadmium memiliki sifat dan kegunaan antara lain : 1. mempunyai sifat tahan panas sehingga bagus untuk campuran pembuatan bahan
bahan keramik, enamel dan plastik. 2. tahan terhadap korosi sehingga bagus untuk melapisi pelat besi dan baja.
Kadmium tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap kelompok sulfhidrid dari pada enzim dan meningkat kelarutannya dalam lemak.
Pada perairan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik.
Kadmium pada perairan alami membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun anorganik, yaitu: Cd
2+
, CdOH
+
, CdCl
+
, CdSO
4
, CdCO
3
dan Cdorganik. Ikatan kompleks tersebut memiliki tingkat kelarutan yang berbeda:
Cd
2+
CdSO
4
CdCl
+
CdCO
3
CdOH
+
Sanusi, 2006. Laws 1993 menyatakan bahwa sifat racun Cd terhadap ikan yang hidup
dalam air laut berkisar antara 10100 kali lebih rendah dari pada dalam air tawar yang memiliki tingkat kesadahan lebih rendah. Toksisitas kadmium meningkat
dengan menurunnya kadar oksigen dan kesadahan, serta meningkatnya pH dan suhu. Sedangkan toksisitas kadmium turun pada salinitas dengan kondisi isotonis dengan
cairan tubuh hewan bersangkutan. Hasil penelitian Engel et al. 1981 in Sanusi et al. 1984 diketahui bahwa peningkatan salinitas mengurangi sifat racun Cd maupun
Hg terhadap kehidupan hewan air.
Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi 1.700 ppm dijumpai pada permukaan contoh tanah yang diambil di dekat
pertambangan biji seng Zn. Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lain seperti timbal Suhendrayatna, 2001.
Kadar kadmium di perairan alami sangat rendah sekitar 1 μgl Lu, 2006. Sedangkan menurut Sanusi 2006 kadarnya di perairan berkisar pada
0,29 0,55 ppb dengan ratarata 0,42 ppb. Menurut badan dunia FAOWHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400500 μgorang
atau 7 μgkg berat badan Suhendrayatna, 2001.
Keracunan kadmium dapat bersifat akut dan kronis. Organ tubuh yang menjadi sasaran keracunan kadmium adalah ginjal dan hati. Kadmium lebih
beracun bila terhisap melalui saluran pernafasan dari pada saluran pencernaan. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan asap
kadmium, terutama kadmium oksida CdO yang dapat menyebabkan emfisema atau gangguan paruparu yang jelas terlihat Darmono, 1995. Efek keracunan lain yang
dapat ditimbulkannya berupa penyakit hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjar pencernaan serta mengakibatkan kerapuhan pada tulang
Effendi, 2003; Lu, 2006. Nielsen et al. 1977 in Sanusi et al. 1984 menyatakan
bahwa kadmium menghambat enzim Na, KATPase dan menurunkan transport ion Na lewat insang gill ephithelium pada ikan. Di Jepang telah terjadi keracunan oleh
kadmium, yang menyebabkan penyakit lumbago yang berlanjut ke arah kerusakan tulang dengan akibat melunak dan retaknya tulang O’Neill, 1994 in Herman, 2006.
Apabila kandungan mencapai 200 μg Cdgr berat basah dalam cortex ginjal yang akan mengakibatkan kegagalan ginjal dan berakhir pada kematian. Korban terutama
terjadi pada wanita pascamenopause yang kekurangan gizi, kekurangan vitamin D dan kalsium. Herman, 2006.
2.3.2. Timbal Pb