Suhu permukaan laut Salinitas

a, 2007. Sidat adalah ikan yang beruaya anadromous dan menunjukkan prilaku hyperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis ruaya melawan arus. Ikan sidat merupakan ikan yang penyebarannya sangat luas yakni di daerah tropis dan sub tropis sehingga dikenal adanya sidat tropis dan sidat sub tropis. Menurut Tesch 1911 diacu dalam Sriati 1998, paling sedikit terdapat 17 spesies ikan sidat di dunia dan paling sedikit enam jenis diantaranya terdapat di Indonesia yakni: Anguilla marmorata, A. celebensis, A. ancentralis, A. borneensis, A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifica. Jenis ikan tersebut menyebar di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam yakni di pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Pulau Sumatera, pantai timur Pulau Kalimantan, seluruh pantai Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur hingga pantai utara Papua Affandi, 2005.

2.1.3 Penangkapan elver sidat

Menurut penelitian Sriati 1998 alat yang digunakan dalam penangkapan elver sidat di Teluk Palabuhanratu adalah jaring anco dari bahan waring dengan ukuran 1 x 1 m, yang lebih popular dengan nama “sirib”. Sedangkan pada penelitian Haryuni 2001 di Teluk Poso penangkapan elver sidat dengan menggunakan alat tangkap seser yang terbuat dari kain tipis. Alat tangkap seser memiliki lebar mulut 75 cm dan panjang jaring 100 cm. Penangkapan elver sidat dilakukan pada malam hari yaitu dengan cara menyusuri muara sungai dangkal namun terkadang berjalan agak ke tengah. Nelayan membawa petromak dan alat tangkap kemudian ketika ada elver yang berenang mendekat segera nelayan mengayunkan alat tangkap dengan pelan. Elver yang sudah tertangkap, diambil dengan piring plastik lalu dimasukan ke dalam koja. Penangkapan dilakukan berulang-ulang hingga koja penuh dengan elver hingga menjelang pagi hari Sasongko et al., 2007.

2.2 Parameter Oseanografi

2.2.1 Suhu permukaan laut

Suhu merupakan besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung dalam suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari Weyl, 1970 diacu dalam Basuma, 2009. Menurut Nyabakken 1992 suhu di samudera bervariasi secara horizontal sesuai dengan garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu perairan di estuari lebih bervariasi daripada di perairan pantai di dekatnya. Hal ini sebagian karena biasanya di estuari volume air lebih kecil sedangkan luas permukaan lebih besar, dengan demikian pada kondisi atmosfer yang ada, air estuari ini lebih cepat panas dan lebih cepat dingin. Alasan lain terjadinya variasi adalah masukan dari air tawar dan kali yang biasa dipengaruhi oleh suhu musiman daripada air laut Nyabakken, 1992. Menurut Irawan 2008 ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 12-31 o C, sidat mengalami penurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 12 o C. Liviawaty dan Afrianto 1998 diacu dalam Haryuni 2002 menyatakan bahwa elver sidat mampu beradaptasi terhadap kisaran suhu air yang cukup besar yaitu antara 13 – 31 o C dan dengan suhu optimal antara 25 –28 o C, sesuai dengan spesiesnya. Kisaran suhu pada kegiatan pedederan dalam budidaya adalah 27-30 °C dan pada kegiatan pembesaran adalah 25-30 °C Sasongko et al., 2007

2.2.2 Salinitas

Salinitas adalah jumlah berat semua garam dalam gram yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dengan satuan ‰ permil, gram perliter Nontji, 2007. Perairan samudra salinitas biasanya berkisar antara 34- 35‰, sedangkan pada perairan pantai, salinitas bisa turun rendah karena terjadi pengenceran, misalnya kerena pengaruh aliran sungai . Konsentrasi garam-garam ini jumlahnya relatif sama dalam setiap contoh-contoh air laut, meskipun diambil dari tempat yang berbeda di seluruh dunia. Cara yang digunakan untuk menentukan salinitas adalah menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam satu sampel chlorinitasi Hutabarat dan Evans, 1986. Menurut Hutabarat dan Evans 1986, salinitas bersifat stabil di lautan terbuka, walaupun di beberapa tempat menunjukan fluktuasi perubahan. Sedangkan pada daerah perairan estuaria salinitas menjadi gambaran yang dominan. Pada daerah estuari kadar salinitasnya akan berkurang, karena adanya sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari sungai-sungai dan juga disebabkan oleh terjadinya pasang surut didaerah tersebut. Perubahan salinitas musiman di estuaria biasanya merupakan akibat perubahan penguapan musiman atau perubahan aliran air tawar musiman Nybakken, 1988. Facey and Avley 1987 diacu dalam Sriati 1998 mengemukakan bahwa salinitas merupakan faktor utama yang menentukan migrasi dan distribusi dari ikan sidat. Salinitas yang bisa ditoleransi oleh ikan sidat berkisar 0-35 ppm. Sidat mempunyai kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas melalui kulit diseluruh tubuhnya. Salinitas secara tidak langsung berpengaruh terhadap gas-gas terlarut dan daya racun amoniak. Semakin tinggi salinitas maka kapasitas maksimum oksigen semakin kecil.

2.2.3 Klorofil-a