dekat dengan daratan mencapai 29,5 –30,5
o
C. Pola sebaran SPL pada tahun 2000 lebih rendah dari tahun sebelumnya dan tersebar merata dengan nilai berkisar
27,5 –28,5
o
C. Tahun 2005 pola sebaran SPL meningkat dan tersebar merata dengan nilai 29,5
–30,5
o
C . Nilai SPL tertinggi terjadi pada tahun 2010 dan pola SPL tersebar merata dengan nilai 30,5
– 31
o
C. Selanjutnya pada tahun 2011 nilai SPL menurun hanya berkisar 27,5
–28,5
o
C.
5.4 Klorofil-a
Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998-2011 ditunjukan pada Lampiran 4. Berikut profil sebaran konsentrasi
klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1998 –2011 ditunjukkan oleh
grafik pada Gambar 16.
Gambar 16 Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998
–2011
Berdasarkan grafik pada gambar 16 konsentrasi klorofil-a di sekitar Teluk Palabuhanratu dari tahun 1998
–2011 berfluktuatif. Tahun 1998 rata-rata konsentrasi klorofil-a sekitar 0,38 mgm
3
. Konsentrasi klorofil tertinggi di sekitar Teluk Palabuhanratu terjadi pada tahun 2006 dengan nilai rata-rata sekitar 1,96
mgm
3
. Tahun 2010 konsentrasi klorofil-a terendah dengan nilai sekitar 0,31 mgm
3
. Rata-rata konsentrasi klorofil-a meningkat pada tahun 2011 dibandingkan dengan nilai rata-rata konsentrasi pada tahun 2010 dengan nilai pada tahun 2011
sekitar 0,69 mgm
3
.
0.20 0.30
0.40 0.50
0.60 0.70
0.80 0.90
1.00
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
Kl o
ro fi
l- a
m gm
3
Tahun ke-
Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 1990-2011 ditunjukan pada Lampiran 5. Berikut pola sebaran konsentrasi klorofil di Teluk Palabuhanratu
pada tahun 1998, 2002, 2006 dan 2011 ditunjukan pada Gambar 17.
Gambar 17 Pola sebaran konsentrasi klorofil-a di Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998
– 2011 per 4 tahun Tahun 1998 konsentrasi klorofil-a menyebar merata di bagian tengah teluk
dan memiliki kisaran 0 –0,9 mgm
3
. Tahun 2002 konsentrasi klorofil-a pada kisaran 0
–2,7 mgm
3
dan konsentrasi klorofil-a tertinggi di bagian selatan perairan teluk. Konsentrasi klorofil tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan memiliki
kisaran 0 –4 mgm
3
. Pada tahun 2011 pola sebaran konsentrasi klorofil-a cukup bervariasi di bagian timur dekat dengan daratan dan di bagian selatan teluk.
6 PEMBAHASAN
Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya
meningkat pada malam hari nokturnal. Penangkapan dilakukan dengan menggunakan jaring sirib atau sodok berbentuk persegi dan bentuk segitiga
dengan ukuran sekitar 1,10 x 1,10 m dan biasa dioperasikan oleh satu orang nelayan. Berdasarkan bahan dan cara pengoperasian menurut Balai Besar
Pengembangan Penangkapan Ikan BBPPI tahun 2007 jaring sirib termasuk dalam klasifikasi jaring angkat dan sodok termasuk dalam pukat dorong. Jaring
angkat adalah alat penangkap ikan terbuat dari bahan jaring berbentuk bujur sangkar dilengkapi bingkai bambu atau bahan lainnya sebagai rangka, yang
pengoperasiannya di dalam perairan secara horizontal. Sedangkan pukat dorong adalah alat penangkap ikan berupa pukat berkantong yang dioperasikan di lapisan
permukaan atau ada juga di lapisan perairan dasar dengan atau tanpa didorong kapal, dimana dalam 1 unitnya terdiri 1 jaring atau lebih yang terdiri dari bagian
sayap, badan dan kantong BBPPI, 2007. Tujuan menggunakan petromaks atau senter adalah sebagai alat bantu penerangan pada saat kegiatan penangkapan.
Nelayan pada kegiatan penangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri terdiri dari nelayan penangkap dan nelayan pengumpul sekaligus pemilik alat
tangkap. Nelayan pengumpul di muara sungai Cimandiri berjumlah tujuh orang dengan masing-masing memiliki nelayan penangkap berjumlah 30 orang. Setiap
nelayan penangkap yang menggunakan alat tangkap nelayan pemilik akan menjual hasil tangkapannya langsung kepada nelayan pemilik dengan cara
menimbang hasil tangkapan elver sidat kemudian mencatat hasil timbangan. Menurut Tabeta dan Ozawa 1979 diacu dalam Sriati 1998 musim
penangkapan elver sidat di perairan teluk Pelabuhanratu terjadi sepanjang tahun, tetapi puncaknya terjadi pada musim hujan yaitu sekitar Desember sampai dengan
Juni. Hal ini sesuai dengan waktu berpijah ikan sidt dewasa yang cenderung terjadi sepanjang tahun. Puncak berpijah Anguilla bicolor terjadi pada dua musim
yaitu musim kemarau dan pada musim hujan. Pada saat musim hujan adanya aliran sugai yang deras akan membantu mendorong ikan turun ke perairan
estuarin dan akhirnya ke laut dalam Setiawan et al., 2003. Berdasarkan hasil wawancara selama penelitian diperoleh informasi bahwa kegiatan penangkapan
memang terjadi sepanjang tahun, tetapi pada bulan Desember –Juni hasil
tangkapan elver sidat di perairan Muara sungai Cimandiri terus menurun. Nelayan tidak melakukan kegiatan penangkapan pada bulan tersebut karena tingginya
biaya operasional yang tidak sebanding dengan hasil tangkapan sedikit. Ikan sidat saat ini menjadi komoditi ekspor yang potensial namun elver
sidat tidak boleh langsung di ekspor karena sejak tahun 2009 telah ada SK Mentri Kelautan dan Perikanan bernomer 182009 telah melarang ekspor elver
ikan sidat dalam rangka meningkatkan keanekaragaman sumber daya ikan dan pemenuhan kebutuhan benih sidat di dalam negeri. Elver sidat yang ditangkap di
muara sungai Cimandiri akan didistribusikan langsung kepada perusahaan budidaya sekaligus perusahaan pengolahan. Hasil produksi ikan sidat yang telah
layak konsumsi dari perusahaan budidaya sekaligus pengolahan akan di ekspor ke Jepang, China dan Korea.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi sumberdaya elver sidat adalah perpindahan fishing ground, jumlah hasil tangkapan dan faktor penyebab
penurunan hasil tangkapan. Lokasi fishing ground dari awal penangkapan sampai penelitian dilaksanakan tidak mengalami perubahan yaitu di sekitar muara sungai
Cimandiri. Namun 37 dari responden menyatakan ada perubahan lokasi fishing ground. Perubahan lokasi fishing ground tersebut ke arah badan sungai dan
adanya perubahan bentuk muara sungai, tetapi masih berada pada daerah sungai Cimandiri. Perubahan bentuk muara sungai ditunjukan pada gambar 18.
a Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun
2006 b
Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009
Gambar 18 Perubahan bentuk muara sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu Berdasarkan respon yang diberikan oleh nelayan, terlihat bahwa
perubahan volume hasil tangkapan dimulai pada periode tahun 1995-1999. Respon nelayan terhadap menurunnya volume hasil tangkapan semakin
meningkat pada periode tahun 2000-2004 dan 2005- 2009. Perubahan volume hasil tangkapan elver sidat ini mengarah kepada kondisi sumberdaya ikan yang
semakin buruk jika dibandingkan dengan periode awal kegiatan penangkapan dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara volume hasil tangkapan nelayan
pengumpul pada periode awal penangkapan mencapai sekitar 100 kgmalam sedangkan saat penelitian berlangsung hasil tangkapan hanya sekitar 7
–30 kgmalam.
Menurunnya volume hasil tangkapan dari periode awal kegiatan penangkapan sampai penelitian ini dilakukan dipengaruhi oleh faktor-faktor
penyebab. Berdasarkan hasil analisis wawancara dengan responden, faktor penyebab menurunnya volume hasil tangkapan adalah perubahan musim kemarau
dan penghujan, pembangunan PLTU, kondisi perairan muara sungai akibat pestisida dan meningkatnya kegiatan penangkapan.
Sebanyak 40 nelayan menyatakan pergeseran musim hujan dan kemarau menjadi faktor utama penyebab menurunnya volume hasil tangkapan. Musim
hujan yang panjang mengakibatkan meningkatnya jumlah volume air yang mengalir dari sungai menuju muara. Hal tersebut menyebabkan elver sidat sulit
untuk berenang masuk menuju ke muara sungai. Sedangkan pada musim kemarau elver sidat dapat berenang menuju muara sungai karena aliran dari daratan tidak
terlalu deras. Namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian Sriati 1998 bahwa semakin stabil dan meratanya curah hujan terutama yang berpengaruh terhadap
Sungai Cimandiri, maka rata-rata hasil tangkapan cenderung semakin meningkat karena pengaruh air tawar terhadap air laut semakin jauh. Selain itu curah hujan
dapat menyebabkan kekeruhan perairan yang menjadi faktor penting migrasi elver karena elver mempunyai kemampuan untuk mendeteksi adanya air tawar
dan akan mencari sumber air tawar tersebut.
Faktor selanjutnya adalah pembangunan PLTU di muara sungai Cimandiri sejak tahun 2007. Awal mula pembangunan PLTU sesuai dengan hasil wawancara
respon nelayan terhadap menurunnya volume hasil tangkapan terjadi pada periode tahun 2005-2009. PLTU tersebut membangun breakwater tepat di sisi muara
sungai Cimandiri sehingga menyebabkan arus menuju muara sungai semakin deras dan menyebabkan kegiatan migrasi elver sidat menjadi terganggu. Selain
itu arus tersebut membawa sampah sehingga nelayan sulit untuk melakukan kegiatan penangkapan. Beberapa nelayan lain berpendapat getaran akibat
pemasangan paku bumi di dasar laut untuk pembangunan PLTU mempengaruhi lokasi pemijahan ikan sidat. Beberapa responden nelayan juga menduga
bertambahnya penerangan saat pembangunan PLTU di sekitar lokasi penangkapan mengakibatkan berkurangnya elver sidat yang memasuki muara sungai Cimandiri.
Pemakaian pestisida pada area persawahan menyebabkan arus air dari darat membawa bahan-bahan kimia menuju muara sungai. Menurut Effendi
2003 pestisida masuk ke badan air melalui limpasan dari daerah pertanian yang banyak menggunakan pestisida. Pestisida yang sering digunakan adalah
insektisida pembasmi insekta dan herbisida pembasmi rumput penganggu. Hal ini yang menyebabkan elver sidat tidak menyukai kondisi perairan muara sungai
tersebut. Beberapa nelayan menyatakan apabila musim panen padi telah usai maka ketersediaan elver sidat akan muncul lagi.
Berdasarkan hasil wawancara saat musim puncak berlangsung, jumlah nelayan penangkap akan semakin meningkat. Semua warga akan turun ke pantai
untuk menangkap elver sidat, bahkan sampai pada bagian badan sungai nelayan melakukan penangkapan. Namun berdasarkan hasil wawancara nelayan, selama
ini tidak ada peraturan tentang kegiatan penangkapan elver sidat di Palabuhanratu. Hasil wawancara dari pihak pemerintah DKP Pelabuhanratu sampai saat ini
belum ada peraturan yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan dan pembatasan penangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri. Meningkatnya
jumlah penangkapan disebabkan oleh harga yang semakin tinggi dan banyaknya perusahaan-perusahaan budidaya yang tertarik dalam bisnis ekspor sidat. Semakin
tingginya harga jual elver sidat juga disebabkan oleh semakin sulitnya mendapatkan elver sidat dimana volume penangkapan semakin berkurang.
Secara umum rata-rata SPL dari citra satelit MODIS dan NOAAAVHRR di teluk Palabuhanratu dari tahun 1990
–2011 fluktuatif dan cenderung naik. Pada tahun 1990
–1994 di sekitar Teluk Palabuhanratu sekitar 27-29,17
o
C. Pada selang tahun 2000-2004 terjadi penurunan nilai SPL tertinggi namun pada SPL terendah
terjadi kenaikan, nilai SPL sekitar 28,72–27,79
o
C. Tahun 2010 sampai tahun 2011 nilai SPL kembali meningkat yaitu sekitar 30,02
–28,30
o
C. Berdasarkan hasil penelitian pola sebaran rata-rata SPL di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun
1990 –2011 lebih hangat di sekitar pantai dekat dengan daratan dibandingkan
dengan perairan arah lepas pantai. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh aliran air yang berasal dari arus sungai. Menurut Nyabakken 1988 air sungai
lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman dibandingkan dengan air laut. Ketika air sungai masuk ke estuaria dan bercampur dengan air laut maka terjadi
perubahan suhu. Rata-rata SPL tinggi terjadi pada tahun 1998, 2005 dan 2010. Tahun 1998
rata-rata SPL mencapai nilai 29,1
o
C dan tahun 2005 rata-rata SPL 29,4
o
C. Rata- rata SPL tertinggi terjadi pada tahun 2010 yatu berkisar 30,02
o
C. Meningkatnya SPL pada tahun 2010 diduga disebabkan oleh fenomena alam global yaitu La
Nina. La Nina merupakan fenomena alam global yang ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai
normalnya dingin, sementara kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya hangat. Mendinginnya suhu muka laut
akan menimbulkan tekanan udara yang tinggi. Wilayah Indonesia yang terletak di sebelah barat Pasifik akan mengalami tekanan udara rendah akibat
menghangatnya suhu muka laut di sekitarnya BMKG, 2010. Pada tahun 2011
rata-rata SPL rendah di bandingkan rata-rata SPL pada tahun 2010. Hal ini diduga meningkatnya curah hujan akibat tingginya SPL pada tahun 2010. Memanasnya
SPL berdampak pada tingginya intensitas penguapan sehingga membentuk awan dan menyebabkan hujan.
Menurut Boetius Boetius 1989 diacu dalam Sriati 1998 suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi naiknya elver sidat ke
muara sungai yaitu pada suhu yang lebih rendah. Liviawaty dan Afrianto 1998 diacu dalam Haryuni 2002 menyatakan bahwa elver sidat mampu beradaptasi
terhadap kisaran suhu air yang cukup besar yaitu antara 13 –31
o
C dan dengan suhu optimal antara 25
–28
o
C, sesuai dengan spesiesnya. Berdasarkan hasil penelitian nilai SPL rata-rata di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990
–2011 berkisar antara 27,00
–30,02
o
C. Nilai SPL tersebut masih dalam kisaran suhu elver sidat untuk mampu beradapatasi. Selain itu menurut penelitian Sriati 1998 di
perairan tropis variasi suhu tidak terlalu besar sehingga suhu relatif lebih stabil dan kurang berpengaruh terhadap keberadaan elver sidat.
Klorofil-a merupakan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton sehingga konsentrasi fitoplankton sering dinyatakan dalam
konsentrasi klorofil-a Parsons et al., 1984. Kualitas perairan yang baik merupakan tempat hidup dan berkembang yang baik bagi fitoplankton, karena
kandungan klorofil-a fitoplankton itu sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya produktivitas suatu perairan Ardiwijaya, 2002. Rata-rata konsentrasi
klorofil-a dari citra satelit di teluk Palabuhanratu dari tahun 2002-2011 fluktuatif berkisar 0,4
–1,95 mgm
3
. Klasifikasi kelas kadar klorofil-a menurut Arsjad, et al 2004 ditunjukan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kelas kadar klorofil-a pada tahun 1998 –2011 di perairan Teluk
Palabuhanratu.
Tahun Konsentrasi Rata-Rata
mgm3 Kelas Kadar Klorofil-a
1998 0.38
Konsentrasi sedang medium rich phytoplankton 1999
0.66 Konsentrasi tinggi rich phytoplankton
2000 0.42
Konsentrasi sedang medium rich phytoplankton 2001
0.34 Konsentrasi sedang medium rich phytoplankton
2002 0.55
Konsentrasi tinggi rich phytoplankton 2003
0.65 Konsentrasi tinggi rich phytoplankton
2004 0.43
Konsentrasi sedang medium rich phytoplankton 2005
0.37 Konsentrasi sedang medium rich phytoplankton
2006 0.98
Konsentrasi tinggi rich phytoplankton 2007
0.59 Konsentrasi tinggi rich phytoplankton
2008 0.53
Konsentrasi tinggi rich phytoplankton 2009
0.41 Konsentrasi sedang medium rich phytoplankton
2010 0.31
Konsentrasi sedang medium rich phytoplankton 2011
0.69 Konsentrasi tinggi rich phytoplankton
Berdasarkan Tabel 8 rata-rata klorofil-a konsentrasi sedangmedium rich phytoplankton terjadi pada tahun 1998, 2000, 2001, 2004, 2005, 2009 dan 2010.
Sedangkan rata-rata klorofil-a konsentrasi tinggirich phytoplankton terjadi pada
tahun 1999, 2002, 2003, 2006, 2007, 2008 dan 2011. Secara keseluruhan konsentrasi rata-rata klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu termasuk dalam
kelas tinggirich phytoplankton dengan nilai 0,52 mgm
3
. Tingginya konsentrasi klorofil-a dapat menjadi indikator kualitas perairan yang baik karena menjadi
tempat hidup dan berkembang baik bagi fitoplankton. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi disebabkan oleh nilai SPL rendah akibat meningkatnya curah hujan. Curah
hujan tersebut akan membawa zat hara dari darat yang dialirkan oleh sungai dan menjadikan perairan subur.
Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi disekitar pesisir dan berangsur- angsur semakin menurun ke arah laut lepas. Tingginya konsentrasi klorofil-a
disebabkan oleh adanya pengaruh arus aliran sungai. Menurut Nontji 2002 muara sungai banyak zat hara datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke
laut, sedangkan di daerah upwelling zat hara yang kaya terangkat dari lapisan lebih dalam ke arah permukaan.
Penentuan kisaran SPL dan klorofil-a dengan menggunakan citra satelit masih memiliki kelemahan. Kisaran SPL dan klorofil-a masih dalam daerah yang
luas resolusi rendah disebabkan oleh luasan sapuan sensor MODIS yang besar. Selain itu, satelit Aqua MODIS mengelilingi bumi pada sore hari sehingga data
SPL dan klorofil-a pada saat operasi penangkapan ikan masih kurang akurat. Data produksi ikan sidat yang tersedia oleh pihak DKP Palabuhanratu
hanya tahun 2006 dan 2010. Berikut grafik hubungan SPL dan produksi ikan sidat pada tahun 2006 dan 2010 ditunjukan pada Gambar 19.
Gambar 19 Grafik SPL rata-rata dan produksi ikan sidat tahun 2006 dan 2010 Grafik pada Gambar 19 menunjukan SPL rata-rata pada tahun 2006
mencapai 27,71
o
C dan volume produksi ikan sidat di Palabuhanratu mencapai 15,6 ton A. Selanjutnya SPL rata-rata meningkat pada tahun 2010 mencapai
30,02
o
C dan volume produksi ikan sidat menurun menjadi 7,1 ton B. Berdasarkan sedikitnya data volume produksi yang dimiliki, diduga rata-rata SPL
yang meningkat berpengaruh terhadap volume produksi ikan sidat yang cenderung menurun. Rata-rata SPL yang meningkat dari tahun 2006 dan 2010
diduga mengakibatkan berkurangnya daya tahan hidup elver sidat dan ditambah dengan eksploitasi yang berlebih dalam penangkapan sehingga ketersediaan elver
ikan sidat di muara sungai semakin berkurang. Selain itu mengakibatkan semakin berkurangnya ikan sidat indukan yang akan kembali memijah di laut dalam.
Berikut grafik hubungan konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan sidat pada tahun 2006 dan 2010 ditunjukan pada Gambar 20.
27.71 30.02
15.6
7.1 2
4 6
8 10
12 14
16 18
26.50 27.00
27.50 28.00
28.50 29.00
29.50 30.00
30.50
1990 1991
1992 1993
1994 1995
1996 1997
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
P r
o d
u k
si I
k an
S id
at to
n
S P
L
Periode Tahun
SPL Produksi Ikan Sidat
A
B
Gambar 20 Grafik konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan sidat pada tahun 2006 dan 2010
Gambar 20 menunjukan konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006 mencapai 0,98 mgm
3
dan volume produksi ikan sidat di Palabuhanratu mencapai 15,6 ton A. Selanjutnya konsentrasi klorofil-a menurun pada tahun 2010 mencapai 0,31
mgm
3
dan volume produksi ikan sidat menurun menjadi 7,1 ton B. Berdasarkan sedikitnya data volume produksi yang dimiliki, diduga ada pengaruh penurunan
konsentrasi klorofil-a terhadap volume produksi ikan sidat yang cenderung menurun. Menurunnya konsentrasi klorofil-a dari tahun 2006-2010 diduga
mengakibatkan perairan berkurang tingkat kesuburanya sehingga daya tahan hidup elver sidat juga menurun dan ditambah dengan eksploitasi yang berlebih
dalam penangkapan sehingga ketersediaan elver sidat di perairan muara sungai Cimandiri semakin berkurang.
Faktor utama penyebab menurunnya volume hasil tangkapan menurut nelayan adalah adanya pergeseran musim hujan dan kemarau, aktifitas
pembangunan PLTU di muara sungai, kondisi perairan akibat pestisida dan penangkapan yang berlebih. Variasi nilai SPL rata-rata selama tahun 1990-2011
tidak terlalu besar dan konsentrasi rata-rata klorofil-a selama tahun 1998-2011 termasuk dalam kualitas yang baik. Volume produksi ikan sidat tahun 2010
menurun dibandingkan dengan volume produksi tahun 2006 . Penurunan tersebut diduga karena meningkatnya SPL dan menurunnya konsentrasi klorofil-a pada
tahun tersebut. Selain itu diduga menurunnya volume hasil tangkapan disebabkan
0.98
0.31 15.6
7.1
2 4
6 8
10 12
14 16
0.10 0.20
0.30 0.40
0.50 0.60
0.70 0.80
0.90 1.00
1.10 1.20
1998 1999
2000 2001
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
P r
o d
u k
si I
k an
S id
at to
n
K o
n se
n tr
as i
K lo
r o
fi l-
a
Periode Tahun
Klorofil-a Produksi Ikan Sidat
A
B
oleh meningkat aktifitas penangkapan. Aktifitas penangkapan yang meningkat dapat dilihat dari meningkatnya jumlah permintaan elver dan harga jual elver
yang semakin tinggi. Keberadaan elver yang semakin berkurang menyebabkan harga jual hasil tangkapan elver sidat semakin tinggi di pasaran karena
permintaan jumlah elver yang semakin meningkat.
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan