Sudut Kemiringan Lintasan Masuk Bubu

4.2 Sudut Kemiringan Lintasan Masuk Bubu

Tujuan percobaan ini adalah untuk mendapatkan sudut kemiringan bidang lintasan sehingga kepiting bakau mudah melintasinya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada sudut kemiringan 20 o , kepiting bakau berhasil melintasi bidang lintasan sebanyak 15 kali dan 3 kali gagal. Pada sudut 40 o , kepiting bakau berhasil melintasi bidang lintasan sebanyak 13 kali dan 5 kali gagal. Adapun pada sudut 60 o , 12 kali kepiting bakau berhasil melintasi bidang lintasan dan 6 kali gagal. Frekuensi keberhasilan kepiting melewati bidang lintasan lebih besar dari kegagalan, yaitu 40 berbanding 14 Gambar 20. Hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ketiga sudut dapat dilewati oleh kepiting bakau. Ini menjelaskan bahwa sudut kemiringan tidak mempengaruhi kepiting bakau saat melintasi bidnag lintasan masuk. Hal ini dapat terjadi karena kaki renang kepiting bakau membantu dalam menjaga keseimbangan tubuhnya. Bidang lintasan juga dapat dilewati kepiting bakau tanpa menyentuh jaring sedikit pun. Ini artinya kepiting berenang saat melewati bidang lintasan. Fakta yang diperoleh selama penelitian berlangsung adalah kepiting bakau tidak selalu berhasil atau gagal saat melewati bidang lintasan. Kegagalan tersebut disebabkan oleh faktor kelelahan yang mengakibatkan kepiting bakau sama sekali tidak bergerak. Adapula kepiting bakau yang hanya bisa mencapai bidang lintasan sampai ketinggian tertentu. Sudut kemiringan yang memiliki frekuensi keberhasilan terbanyak dicapai oleh sudut 20 o . Ini disebabkan posisi bidang lintasan yang rendah atau hampir datar, sehingga kepiting bakau sangat mudah melintasinya. Keseimbangan badan kepiting bakau stabil saat melewati sudut kemiringan lintasan ini. Hal ini juga terjadi pada sudut 40 o yang masih dapat dilewati dengan mudah oleh kepiting bakau, walaupun frekuensi keberhasilan sudut ini tidak sebanyak sudut 20 o . Kondisi yang terjadi pada sudut 20 o dan 40 o tidak dialami kepiting saat melewati sudut 60 o . Kepiting bakau makin kesulitan bila melewati bidang lintasan yang semakin terjal. Kepiting bakau menjadi kehilangan keseimbangan tubuhnya dan pijakan kaki-kaki kepiting bakau di jaring lintasan tidak mantap. Ilustrasi posisi kepiting bakau saat berusaha melintasi bidang lintasan ditujukan pada Gambar 21. Gambar 20 Frekuensi kepiting bakau melintasi bidang lintasan dengan mesh size 1 inci Gambar 21 Posisi kepiting bakau saat melewati bidang lintasan masuk dengan sudut kemiringan yang berbeda. Hasil percobaan membuktikan bahwa semakin rendah sudut kemiringan lintasan, maka kepiting akan semakin mudah saat berusaha memasuki bubu lipat. Bubu lipat yang biasa digunakan oleh nelayan memiliki sudut kemiringan 20 o . Hasil percobaan terbukti mendukung bubu lipat nelayan, namun ditemukan fakta lain terkait sudut 20 o , yaitu sudut ini memperkecil volume bagian bawah bubu, sehingga mempersempit ruang gerak kepiting bakau. Gambar 22 menunjukkan keberadaan kepiting bakau saat berada di dalam bubu yang bersudut kemiringan bidang lintasan 20 o dan 40 o . Pada kondisi volume bubu yang kecil, kepiting bakau kurang bebas untuk bergerak sehingga mengakibatkan timbulnya kompetisi atau perkelahian dalam memperebutkan ruang. Kondisi demikian dapat terjadi karena kepiting bakau bersifat soliter dan cenderung kompetitif daripada kooperatif Warner 1977 diacu dalam Yulianto 2011. Dampak dari perkelahian adalah hilangnya anggota tubuh atau matinya salah satu kepiting bakau. Apabila ada yang mati, kepiting bakau lain akan memakan kepiting yang mati. Kejadian ini disebut kanibalisme. Perilaku kanibal adalah hal yang sering terjadi antar kepiting, terutama pada ruangan yang terbatas Nontji 1993 diacu dalam Lastari 2007. Peristiwa tersebut juga dialami oleh Almada 2001 saat melakukan penelitian di laboratorium, yaitu 1 dari 3 kepiting bakau yang menjadi obyek penelitiannya ditemukan mati akibat sebagian besar anggota tubuhnya dimakan oleh kepiting bakau lainnya. 20 o , 40 o dan 60 o ◊ 1 inci a Bubu dengan 20 o b Bubu dengan 40 o Gambar 22 Posisi kepiting bakau di dalam bubu Gambar 22 menunjukkan perbedaan volume atau ruang dalam bubu dengan bidang lintasan bersudut 20 o dengan 40 o . Ruang dalam bubu a terlihat lebih sempit, karena posisi bidang lintasan terlalu dekat dengan dasar bubu sehingga ‘memakan’ tempat dan sulit dimasuki oleh kepiting bakau yang berukuran besar. Pergerakan kepiting bakau menjadi terbatas dan terjadi penumpukan antar kepiting bakau. Hal ini dapat membuat efisiensi penangkapan dari bubu lipat menjadi rendah. Efisiensi penangkapan juga dipengaruhi oleh jumlah kepiting bakau yang berada di dalam bubu, sehingga kepiting bakau di luar bubu enggan untuk masuk ke dalam bubu Salthaug 2002. Ruang dalam bubu b terlihat lebih luas, karena posisi bidang lintasan agak tinggi dari dasar bubu sehingga tidak terlalu ‘memakan’ tempat. Hal tersebut membuat kepiting bakau leluasa bergerak sehingga celah antara bidang lintasan dan dasar bubu dapat dijangkau oleh kepiting bakau, baik yang berukuran kecil ataupun besar. Kondisi demikian ditunjukkan pada Gambar 22 dengan panah merah. Berdasarkan penjelasan tersebut, sudut 40 o lebih baik digunakan pada bubu lipat dibandingkan 20 o . Komarudin 2012 menambahkan bahwa bubu lipat yang memiliki lintasan masuk bersudut 20 o dapat menyebabkan posisi pintu masuk semakin rendah, sehingga dapat terendam atau tertutup oleh lumpur. Lintasan masuk dengan sudut 60 o akan mempersulit dalam pembuatan pintu masuk, karena posisinya yang tinggi.

4.3 Bentuk dan Ukuran Pintu Masuk Bubu