3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penentuan ukuran mata jaring dan sudut kemiringan lintasan masuk bubu. Tahap kedua adalah
penentuan konstruksi pintu masuk bubu, sedangkan tahap ketiga adalah pengujian pintu masuk bubu atas dasar hasil percobaan sebelumnya. Penelitian tahap
pertama dilakukan antara bulan Desember 2011-April 2012, sedangkan penelitian tahap kedua dan ketiga dilaksanakan antara bulan Mei-Agustus 2012. Seluruh
penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Alat Penangkapan Ikan TAP, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran mata jaring lintasan, sudut kemiringan lintasan masuk, ukuran dan bentuk pintu masuk bubu meliputi 1
unit akuarium berukuran 150×50×50 cm sebagai wadah percobaan, 1 unit akuarium berukuran 90×60×50 cm sebagai wadah filter air, 1 unit akuarium
berukuran 60×60×45 cm sebagai wadah penampung kepiting bakau Scylla serrata, empat model lintasan masuk bubu yang terbuat dari jaring polyethylene
PE 210D6 berkerangka kawat galvanis berukuran 47,5×20,5 cm dengan ukuran mata jaring masing-masing 0,5; 0,75; 1 dan 1,25 inci Gambar 14, video
camera, busur derajat, penggaris, 1 unit termometer, timbangan dan jangka sorong.
Pengujian pintu masuk bubu menggunakan beberapa peralatan, seperti bak percobaan berdiameter 1,5 m dengan tinggi 0,75 m, 2 unit bubu yang dimodifikasi
pintu masuknya, 2 unit bubu standar nelayan untuk uji coba pintu masuk, 1 unit filter, busur derajat, penggaris, 1 unit termometer, timbangan dan jangka sorong.
Bubu lipat nelayan dan hasil modifikasi memiliki ukuran 48×30,5×18 cm. Bahan yang digunakan secara keselurahan dalam penelitian ini adalah 40 kepiting
bakau dan 1800 l air laut.
Gambar 14 Model lintasan berupa jaring dengan ukuran mata 0,5; 0,75; 1 dan 1,25 inci
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode percobaan. Percobaan yang dilakukan meliputi penentuan ukuran mata jaring lintasan masuk,
sudut kemiringan lintasan masuk bubu, ukuran dan bentuk pintu masuk bubu. Selain itu, dilakukan uji coba konstruksi bubu yang telah dimodifikasi dan bubu
standar di dalam bak percobaan. Seluruh proses penelitian dilakukan di laboratorium.
3.3.1 Penentuan ukuran mata jaring lintasan masuk bubu
Penelitian ditujukan untuk mendapatkan ukuran mata jaring yang mudah dilintasi oleh kepiting bakau. Ukuran mata jaring yang di uji coba adalah 0,5;
0,75; 1 dan 1,25 inci. Ukuran mata jaring yang terpilih dijadikan sebagai ukuran mata jaring pada lintasan masuk bubu dan digunakan pada pengujian sudut
kemiringan lintasan masuk bubu. Urutan percobaannya mengikuti tahapan berikut:
1. Percobaan diawali dengan meletakkan model lintasan masuk yang terbuat dari jaring dengan ukuran mata 0,5 inci di tengah akuarium percobaan membentuk
sudut kemiringan α = 20
o
yang merupakan sudut kemiringan dari bubu standar;
2. Kepiting bakau diletakkan di depan model lintasan; 3. Bagian belakang model lintasan masuk ditempatkan umpan untuk menarik
kepiting bakau agar mau bergerak melewati lintasan; 4. Kepiting bakau dibiarkan bergerak melintasi lintasan dan seluruh
pergerakannya di atas lintasan diamati secara visual; 5. Pengujian diulang tiga kali untuk kepiting bakau yang sama;
6. Sebanyak enam kepiting bakau dengan ukuran lebar karapas mulai dari 6,28- 9,8 cm digunakan untuk proses pengujian ini; dan
7. Tahapan kerja yang sama juga dilakukan dengan menggunakan lintasan yang terbuat dari jaring dengan ukuran mata 0,75; 1 dan 1,25 inci.
Pada Gambar 15 dijelaskan ilustrasi posisi kepiting bakau di dalam akuarium pada uji penentuan ukuran mata jaring lintasan masuk bubu.
Gambar 15 Ilustrasi posisi kepiting bakau, jaring lintasan dan umpan pada uji penentuan ukuran mata jaring lintasan masuk bubu
3.3.2 Penentuan sudut kemiringan lintasan masuk bubu
Percobaan bertujuan untuk mendapatkan sudut kemiringan pada lintasan masuk bubu yang mudah dilalui kepiting bakau saat memasuki bubu. Sudut
kemiringan yang digunakan sebesar 20
o
, 40
o
dan 60
o
. Dasar penggunaan sudut- sudut tersebut untuk mendapatkan hasil yang berbeda secara signifikan. Sudut
kemiringan yang terpilih dari percobaan digunakan pada lintasan masuk bubu modifikasi. Tahap percobaan dalam menentukan sudut kemiringan lintasan masuk
sebagai berikut: 1. Percobaan diawali dengan meletakkan model lintasan masuk yang terbuat dari
jaring dengan ukuran mata jaring 1 inci diperoleh dari percobaan sebelumnya di tengah akuarium dengan sudut kemiringan
α = 20
o
; 2. Kepiting bakau diletakkan di depan model lintasan masuk;
3. Umpan diletakkan di belakang model lintasan masuk supaya kepiting bakau bergerak mendekati dan melintasi model lintasan;
4. Kepiting bakau dibiarkan bergerak melintasi model lintasan dan setiap Arah gerak
α
pergerakannya diamati secara visual; 5. Hasil pengujian dan pengamatan dicatat pada datasheet;
6. Pengujian dilakukan sebanyak 18 ulangan dengan menggunakan 8 kepiting bakau yang memiliki ukuran mulai dari 6,28-10,1 cm; dan
7. Tahapan uji coba yang sama dilakukan pada 2 sudut selanjutnya, yaitu 40
o
dan 60
o
. Berikut adalah ilustrasi posisi kepiting bakau dalam penentuan sudut kemiringan
lintasan yang ditunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 16 Ilustrasi posisi kepiting bakau, jaring lintasan dan umpan pada uji penentuan sudut kemiringan lintasan masuk bubu
3.3.3 Penentuan ukuran dan bentuk pintu masuk bubu
Percobaan dilakukan untuk mendapatkan ukuran dan bentuk pintu masuk bubu yang mudah dilalui kepiting bakau, tapi kepiting bakau tidak dapat keluar
dari pintu masuk bubu. Ukuran dan bentuk pintu masuk bubu disesuaikan dengan tingkah laku dan ukuran kepiting bakau, yaitu tebal tubuh kepiting bakau yang
sudah layak tangkap. Urutan proses penentuan ukuran dan bentuk mulut masuk bubu sebagai berikut:
1. Percobaan diawali dengan meletakkan model lintasan di tengah akuarium membentuk sudut kemiringan
α = 20
o
dengan jaring yang memiliki ukuran mata 1 inci;
2. Sekeping kaca diletakkan di atas model lintasan hingga membentuk sebuah celah yang lebarnya disesuaikan dengan ketebalan kepiting bakau layak
tangkap; 3. Kepiting bakau diletakkan di depan model lintasan masuk;
Arah gerak
α
20
o
, 40
o
dan 60
o
4. Umpan diletakkan di belakang model lintasan supaya kepiting bakau mau bergerak dan melewati celah mulut yang terbentuk;
5. Kepiting bakau dibiarkan bergerak dan seluruh pergerakannya diamati secara visual;
6. Ketinggian dan posisi keping kaca dapat dirubah untuk membentuk suatu celah yang mudah dilewati kepiting bakau dan sulit kembali ke posisi semula;
7. Posisi keping kaca dan model lintasan yang membentuk celah masuk digambar agar tidak terjadi pengulangan;
8. Ukuran dan bentuk mulut masuk tersebut dijadikan acuan untuk merancang mulut masuk bubu; dan
9. Pengujian dilakukan tiga kali ulangan dengan menggunakan tiga kepiting bakau yang memiliki ukuran mulai dari 6,86-9,05 cm.
Berikut adalah ilustrasi posisi kepiting bakau dalam menentukan ukuran dan bentuk pintu masuk bubu yang ditunjukkan pada Gambar 17.
Gambar 17 Ilustrasi susunan jaring lintasan dan kepingan kaca pada penentuan ukuran dan bentuk pintu masuk bubu
3.3.4 Perbandingan jumlah kepiting yang tertangkap pada bubu lipat
standar S dan bubu lipat modifikasi M
Percobaan ini dilakukan setelah semua pengujian di atas selesai dilakukan. Percobaan yang dilakukan di dalam bak percobaan ini bertujuan untuk
membandingkan jumlah kepiting bakau yang tertangkap pada bubu standar dengan bubu modifikasi. Banyaknya kepiting bakau yang tertangkap, tingkah laku
dan kemudahan kepiting bakau saat memasuki bubu akan menggambarkan
Model lintasan masuk
α
Tinggi pintu masuk
Kaca
Arah gerak
keefektifan dari kedua bubu dalam menangkap kepiting bakau. Berikut adalah tahapan pengujian efektivitas bubu lipat:
1. Dua bubu standar dan dua bubu modifikasi ditempatkan di dalam bak percobaan dengan posisi masing-masing bubu yang sama saling berhadapan.
Setiap bubu diisi umpan; 2. Sebanyak 30 kepiting bakau dengan ukuran yang bervariasi, baik ukuran
kecil, sedang dan besar yang telah diketahui ukuran panjang, lebar dan tebal karapasnya dimasukkan ke dalam bak percobaan Lampiran 1;
3. Pergerakan kepiting bakau di dalam bak percobaan diamati; 4. Percobaan dilakukan sebanyak 20 kali ulangan;
5. Setiap percobaan diberi waktu 20 menit; dan 6. Kepiting-kepiting yang tertangkap di dalam bubu dihitung dan dicatat pada
datasheet. Pada Gambar 18 dijelaskan susunan dari kedua jenis bubu di dalam bak
percobaan.
Gambar 18 Ilustrasi posisi bubu standar S dan bubu modifikasi M pada pengujian keefektifan bubu dalam menangkap kepiting bakau
S
S M
M
Ø 1,5 m
T
bak
= 0,75
m
T
air
= 0,3 m Masuk
M M
S
S
3.4 Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada masing-masing perlakuan berbeda-beda. Masing-masing analisis data disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Analisis data No. Tujuan
Analisis
1. Menentukan kenormalan ukuran kepiting bakau yang akan digunakan pada percobaan di laboratorium
Regresi 2. Menentukan ukuran mata jaring lintasan masuk bubu
Deskriptif 3. Menentukan sudut kemiringan lintasan masuk bubu
Deskriptif 4. Menentukan bentuk dan ukuran pintu masuk bubu
Deskriptif 5. Menentukan posisi, bentuk dan ukuran celah
pelolosan Deskriptif
6. Membandingkan jumlah
kepiting bakau
yang tertangkap pada bubu lipat standar dan bubu lipat
modifikasi Uji Kolmogorov-
Smirnov 3.4.1 Analisis regresi
Analisis regresi digunakan terutama untuk tujuan peramalan yang di dalamnya terdapat sebuah variabel dependent tergantung dan variabel
independent bebas. Analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi linear
tunggal. Persamaan regresi adalah formula matematika yang mencari nilai variabel dependent dari nilai variabel independent yang diketahui Santoso 1999.
Model umum untuk analisis regresi tersebut adalah Matjik dan Sumertajaya 2000:
Y = β + β
1
x + ε
Keterangan :
Y : Peubah tak bebaspeubah respon; β
: Intersepperpotongan dengan sumbu tegak; β
1
: Kemiringangradient; x : Peubah bebaspeubah penjelas; dan
ε : Galat.
Analisis regresi yang digunakan pada penelitian ini untuk menentukan hubungan antara lebar L karapas-tebal T tubuh kepiting, tebal T tubuh kepiting-
panjang P karapas dan tebal T tubuh kepiting-berat B tubuh kepiting bakau.
Variabel terikat dependent pada penelitian ini adalah tebal karapas kepiting bakau yang harus dicari besarannya. Adapun panjang, lebar karapas dan berat
kepiting bakau menjadi variabel bebas independent. Variabel terikat digambarkan pada sumbu y dan variabel bebas digambarkan pada sumbu x.
Keeratan hubungan dari panjang P, tebal T, lebar L dan berat B kepiting bakau dilihat dari nilai koefisien korelasi r. Apabila nilai koefisien korelasi r kurang
dari 0,6, maka model regresi terkait hubungan antar variabel dapat dianalisis Wicaksono 2006.
3.4.2 Uji Kolmogorov-Smirnov
Uji Kolmogorov-Smirnov merupakan salah satu uji yang termasuk pada uji data dua sampel yang tidak berhubungan independent. Uji ini berfungsi untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan untuk dua sampel yang independent Santoso 1999. Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah
jumlah kepiting bakau yang tertangkap pada bubu modifikasi dan bubu standar. Hipotesis pada kasus ini sebagai berikut:
1. H
o
: Kedua populasi identik jumlah kepiting bakau yang tertangkap oleh kedua bubu tidak berbeda secara signifikan; dan
2. H
1
: Kedua populasi tidak identik jumlah kepiting bakau yang tertangkap oleh kedua bubu berbeda secara signifikan.
Dasar pengambilan keputusan pada kasus ini sebagai berikut: 1.
Jika probabilitas 0,05, maka H
o
diterima; dan 2.
Jika probabilitas 0,05, maka H
o
ditolak.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ukuran Mata Jaring Lintasan Masuk Bubu
Hasil pengamatan terhadap tingkah laku kepiting bakau saat melewati bidang lintasan masuk menunjukkan bahwa kepiting bakau cenderung merayapi
bidang lintasan melalui bagian pinggir atau tepi lintasan. Kepiting melintasi bidang lintasan dengan berjalan miring. Posisi tubuh kepiting bakau saat melewati
lintasan masuk, yaitu dengan membelakangi dinding akuarium atau menghadap dinding akuarium.
Pergerakan kepiting bakau melewati bidang lintasan dibantu oleh kaki renangnya. Kaki renang kepiting bakau berpijak pada dinding akuarium saat
posisi kepiting bakau membelakangi dinding akuarium. Adapun pada posisi berhadapan dengan dinding akuarium, kaki renang kepiting bakau berpijak pada
bidang lintasan. Kaki renang sangat membantu kepiting bakau dalam berjalan saat merayapi jaring lintasan seperti halnya kaki jalan.
Kaki jalan membantu kepiting bakau berjalan, namun kaki jalan ini tidak dapat menopang tubuh kepiting bakau saat melewati bidang lintasan masuk. Ini
disebabkan oleh bentuk kaki jalan kepiting yang kurus dan lancip pada bagian ujungnya Gambar 3. Sementara bidang yang harus dipijak oleh kaki kepiting
bakau berupa jalinan benang jaring dengan diameter yang kecil. Hasil percobaan penentuan ukuran mata jaring lintasan masuk dengan
menggunakan empat ukuran mata jaring, yaitu 0,5; 0,75; 1 dan 1,25 inci, menunjukkan bahwa kepiting bakau dapat melalui semua ukuran mata jaring
tersebut. Jaring dengan ukuran mata 1 inci lebih mudah dilalui kepiting bakau dibandingkan dengan ketiga ukuran mata jaring lainnya. Kepiting bakau
berukuran layak tangkap dengan lebar karapas 9 cm atau diatas ukuran layak tangkap dengan lebar karapas 9 cm tidak mengalami kesulitan saat merayapi
jaring dengan ukuran mata jaring 1 inci. Kaki renang dan kaki jalan kepiting bakau tidak tergelincir ataupun terperosok masuk ke dalam mata jaring yang
menyebabkan kepiting bakau sulit melintasi jaring lintasan. Hal tersebut terjadi sebaliknya pada kepiting bakau berukuran belum layak tangkap dengan lebar
karapas 9 cm. Kaki jalan dan kaki renang kepiting bakau sering terperosok
masuk ke mata jaring, sehingga kepiting bakau tidak dapat melanjutkan pergerakannya.
Bidang lintasan yang berukuran mata jaring 0,5 dan 0,75 inci menyebabkan kepiting bakau sulit berjalan karena ukuran mata jaring yang kecil dan jaraknya
agak rapat sehingga kaki renang dan kaki jalan cenderung tergelincir saat berusaha berpijak pada jaring. Akibatnya, kepiting bakau kehilangan
keseimbangan tubuh dan cenderung turun dari bidang lintasan. Hal yang sama juga terjadi pada jaring berukuran mata 1,25 inci. Kepiting bakau sulit
memijakkan kaki ke jaring, karena ukuran mata jaring terlalu besar. Kaki jalan dan kaki renang kepiting bakau selalu terperosok ke dalam mata jaring. Selain itu,
ujung kaki jalan kepiting bakau yang lancip terkadang terkait pada benang atau simpul jaring.
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pergerakan kepiting bakau sangat dibantu oleh kaki renang yang ujungnya berbentuk agak membulat,
lebar dan pipih Gambar 3 Siahainenia 2008. Bentuk ujung kaki renang yang demikian memungkinkan kepiting bakau dapat bertopang pada dinding akuarium,
jaring lintasan ataupun dasar akuarium dan menjadikan kaki renang berperan utama sebagai pendayung saat berenang. Kasry 1996 dan Siahainenia 2008
menambahkan bahwa kaki renang kepiting bakau dilengkapi dengan alat pendayung pada bagian ujungnya. Pada Gambar 19 diilustrasikan posisi kepiting
bakau saat melewati bidang lintasan masuk dengan ukuran mata jaring yang berbeda.
Gambar 19 Posisi kepiting bakau saat melewati model lintasan masuk
α
4.2 Sudut Kemiringan Lintasan Masuk Bubu