2.1.3 Perbedaan kepiting bakau jantan dan betina
Membedakan jenis kelamin dari kepiting bakau jantan dan betina dapat dilakukan dengan mengamati bentuk luar tubuhnya. Hal ini dituturkan oleh
Moosa et al. 1985 diacu dalam Rosmaniar 2008 yang menyebutkan bahwa organ kelamin kepiting jantan berbentuk segitiga agak runcing yang menempel di
bagian perutnya, sedangkan organ kelamin kepiting betina berbentuk segitiga yang relatif lebar dan bagian depannya agak tumpul. Cara lain membedakan jenis
kelamin kepiting adalah dengan memperhatikan ruas-ruas abdomennya. Ruas abdomen kepiting jantan jauh lebih sempit dibandingkan dengan ruas abdomen
kepiting betina Gambar 6.
a S. serrata betina b S. serrata jantan Gambar 6 Abdomen kepiting bakau betina dan jantan
2.2 Habitat Kepiting Bakau
Habitat kepiting bakau sebagian besar berada di hutan-hutan bakau perairan Indonesia. Spesies ini adalah spesies khas yang berada di kawasan bakau.
Kepiting bakau yang masih berupa juvenil lebih suka membenamkan diri ke dalam lumpur sehingga jarang terlihat di daerah bakau. Juvenil kepiting bakau
lebih menyukai tempat-tempat terlindung, seperti alur-alur air laut yang menjorok ke daratan, saluran air, di bawah batu, di bentangan rumput laut dan di sela-sela
akar pohon bakau Kanna 2002. Hutan mangrove adalah daerah yang umumnya banyak dihuni kepiting
bakau Kordi 1997. Daerah berlumpur dan tepian muara sungai juga banyak ditemukan kepiting Arriola 1940 diacu dalam Kasry 1985. Kepiting bakau tidak
jarang tertangkap di luar bakau Mossa et al. 1985 diacu dalam Rusdi 2010.
2.3 Distribusi Kepiting Bakau
Kepiting bakau memiliki sebaran geografis yang sangat luas, meliputi pantai Timur Afrika, India, Srilangka, Indonesia, Filipina, Thailand, Cina, Taiwan,
Jepang, Papua Nugini, Australia dan pulau-pulau di utara Selandia Baru. Kepiting bakau ditemukan di daerah air payau dan sebagian besar tertangkap di wilayah
pesisir Indonesia Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya Sulistiono et al. 1994 diacu dalam Asmara 2004.
Penyebaran kepiting bakau yang luas menyebabkan timbulnya daerah yang menjadi pusat pengusahaan kepiting bakau. Hal ini berhubungan dengan habitat
kepiting yang masih baik. Daerah-daerah yang dimaksud, antara lain terdapat di selatan Jawa Cilacap, utara Jawa Tanjung Pasir, Pamanukan, barat Sumatera
Bengkulu, Riau, timur Kalimantan Kota Baru, Pasir, Balikpapan, Sulawesi Teluk Bone, Teluk Kolono, Kendari, Nusa Tenggara Barat Teluk Waworada,
Teluk Bima dan Irian Jaya Teluk Bintuni, Biak Numfor Asmara 2004.
2.4 Siklus Hidup Kepiting Bakau
Kepiting bakau mengalami beberapa fase pertumbuhan, antara lain fase zoea, megalopa, kepiting muda dan kepiting dewasa. Selain itu, kepiting juga
mengalami beberapa kali proses pergantian kulit moulting Gambar 7. Tubuhnya akan menjadi lebih besar setelah mengalami proses moulting. Larva
tingkat I Zoea I muncul setelah telur menetas. Larva akan berganti kulit secara terus menerus sambil terbawa arus pantai sebanyak lima kali Zoea V.
Selanjutnya, larva akan berganti kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa. Bagian yang masih tersisa adalah
ekor yang panjang Tiku 2004.
Sumber: Phelan dan Grubert 2007
Gambar 7 Kepiting bakau yang sedang moulting Kepiting bakau dalam menjalani kehidupannya beruaya dari perairan pantai
ke perairan laut. Induk dan anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan bakau untuk berlindung, mencari makan atau membesarkan diri. Kepiting
melakukan perkawinan di perairan bakau, selanjutnya secara perlahan-lahan kepiting betina akan beruaya dari perairan bakau ke tepi pantai. Apabila telah
mencapai ke tengah laut, maka kepiting akan berusaha mencari perairan yang kondisinya cocok sebagai tempat untuk memijah, khususnya terhadap suhu dan
salinitas air laut Kasry 1991. Kepiting pada tingkat megalopa mulai beruaya menuju pantai melewati muara sungai dan selanjutnya memasuki perairan bakau
untuk kembali melangsungkan perkawinan Gambar 8. Kepiting jantan yang telah melakukan perkawinan atau yang telah dewasa akan berada di perairan
bakau, di tambak atau di sekitar perairan pantai yang berlumpur yang memiliki makanan berlimpah Kasry 1991.
Sumber: Kasry 1991
Gambar 8 Siklus hidup kepiting bakau Daur hidup kepiting bakau diperkirakan melewati berbagai kondisi perairan.
Pada saat pertama kali kepiting menetas, suhu air laut umumnya berkisar antara 25
o
C - 27
o
C dan salinitas 29‰ - 33‰. Kepiting muda yang baru berganti kulit dari megalopa dapat memasuki muara sungai, karena memiliki kemampuan
mentolerir salinitas air yang rendah 10- 24‰. Pada tingkat zoea terjadi
pergantian kulit yang berlangsung lebih kurang 3-4 hari sebelum memasuki fase berikutnya. Tingkat megalopa berlangsung selama 11-
12 hari pada salinitas 29‰ - 33‰ sebelum berganti kulit menjadi tingkat kepiting pertama. Megalopa di alam
bergerak ke arah pantai memasuki perairan payau brackish water pada salinitas air antara 21‰ - 27‰ Kasry 1996.
Kepiting dapat bertahan hidup hingga mencapai umur 3-4 tahun pada kondisi lingkungan yang memungkinkan. Pada umur 12-14 bulan, kepiting sudah
dianggap dewasa dan dapat memijah. Kepiting mampu menghasilkan jutaan telur dalam sekali pemijahan Kordi 1997.
2.5 Pemijahan