Rancangan Konstruksi Bubu Lipat Hasil Modifikasi

Gambar 26 Jarak antar trigger dan lebar pintu masuk bubu lipat modifikasi Gambar 27 Pintu masuk bubu lipat modifikasi yang dilengkapi dengan trigger

4.4 Rancangan Konstruksi Bubu Lipat Hasil Modifikasi

Percobaan yang telah dilakukan memperoleh hasil sebagai berikut: ukuran mata jaring lintasan sebesar 1 inci, sudut kemiringan α bidang lintasan 40 o dan pintu masuk bubu berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 30,5 × 5 cm. Ketiga hasil tersebut digunakan sebagai acuan dalam merancang bubu lipat modifikasi. Pada Gambar 28 ditunjukkan konstruksi bubu lipat standar yang telah dimodifikasi. Gambar 28 Bubu lipat modifikasi Pintu masuk bubu dilengkapi dengan deretan batang kawat besi trigger. Ini dimaksudkan agar kepiting bakau yang telah terperangkap tidak dapat meloloskan diri lagi. Bagian ujung setiap trigger dibengkokkan untuk 5 cm 2 cm 2 cm 5 cm menghindari terangkatnya trigger akibat dorongan kepiting bakau yang bergerak aktif di dalam bubu Gambar 29. Trigger berbentuk lurus akan mudah digeser atau diangkat oleh kepiting bakau dari arah dalam, sehingga akan membentuk celah dan memudahkan kepiting untuk keluar. Gambar 29 Ujung trigger yang dibengkokkan Bubu hasil modifikasi dilengkapi dengan kantung umpan yang digantung di bagian tengah bubu. Ini ditujukan agar kondisi umpan tidak dirusak oleh kepiting bakau, sehingga bau yang dihasilkan umpan dapat bertahan lama. Selain itu, posisi umpan diletakkan berjejer di dalam kantung supaya permukaan tubuh umpan yang terkena aliran arus relatif lebih luas dibandingkan dengan posisi umpan yang diletakkan bertumpuk. Akibatnya, bau yang dikeluarkan oleh umpan menjadi lebih maksimal. Keuntungan lain adalah umpan tidak selalu termakan habis oleh kepiting bakau, sehingga nelayan dapat menghemat penggunaan umpan pada setiap pengoperasian bubu. Kantung umpan yang dirancang untuk bubu modifikasi berbentuk empat persegi panjang. Kerangka kantung umpan terbuat dari kawat besi galvanis. Kantung ini berukuran 20×8 cm. Jaring PE polyethylene berukuran mata jaring 0,75 inci dijadikan sebagai pembungkus kerangka kantung umpan Gambar 30. Mata jaring PE sengaja dipilih berukuran kecil agar sulit dirusak oleh kepiting bakau. Gambar 30 Kantung umpan pada bubu lipat modifikasi Kantung umpan diletakkan ditengah bubu. Bagian atas dan tiap sudut bawah kantung umpan dikaitkan pada kerangka bubu Gambar 31. Ini dilakukan agar kantung umpan tetap pada posisinya saat kepiting bakau mencabik-cabik umpan. Kedua sisi kantung umpan berhadapan dengan pintu masuk bubu. Kondisi ini berbeda pada tempat umpan yang dipasang di bubu standar. Gambar 31 Posisi kantung umpan saat bubu lipat modifikasi dioperasikan Pada bubu standar yang biasa dioperasikan oleh nelayan, umpan biasanya diletakkan di dasar bubu atau hanya ditusukkan pada sebatang kawat besi yang dibengkokkan. Kawat besi tersebut menghubungkan kerangka bawah dan atas bubu. Lalu dibengkokkan sedemikian rupa hingga dapat digunakan sebagai tempat umpan. Kawat besi tersebut dapat dilihat pada Gambar 32. Cara pemasangan umpan demikian menyebabkan umpan cepat habis dimakan oleh kepiting. Spesifikasi dari bubu standar dan modifikasi disajikan pada Tabel 3. 8 cm 20 cm Gambar 32 Tempat umpan pada bubu lipat standar Tabel 3 Spesifikasi bubu No. Uraian Spesifikasi Bubu standar Bubu modifikasi 1. Badan bubu a. Bahan jaring PE 210D6 PE 210D6 b. Ukuran mata jaring ◊ 1,25 inci Lintasan = 1 inci Dinding = 1,25 inci 2. Kerangka bubu a. Bahan Besi galvanis Besi galvanis b. Ukuran kawat p: 48 cm l: 30,5 cm t: 18 cm ø 5 mm p: 48 cm l: 30,5 cm t: 18 cm ø 5 mm c. Ukuran jeruji kawat besi trigger - ø 3 mm 3. Pintu masuk a. Bahan PE ø : 1 mm Kawat besi galvanis b. Bentuk pintu masuk Celah p: 30,5 cm Empat persegi panjang 30,5 cm × 5 cm 4.5 Bubu Lipat Modifikasi dan Bubu Lipat Standar 4.5.1 Hubungan linear antara tebal dengan panjang, lebar dan berat tubuh kepiting bakau yang dijadikan sampel Uji regresi linear dilakukan pada variabel tebal karapas dengan panjang karapas, lebar karapas dan berat tubuh kepiting bakau. Tujuannya untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel dengan melihat nilai koefisien korelasi r dari masing-masing grafik yang terbentuk. Apabila nilai koefisien korelasi r mendekati 1 Santoso 1999 atau lebih besar dari 0,6 Wicaksono 2006, maka hubungan antar variabel sangat erat. Dengan demikian, analisis terhadap hasil penelitian dapat dilakukan, karena menunjukkan kewajaran dari ukuran tubuh kepiting bakau yang digunakan selama penelitian. Hubungan linear antara tebal T dengan panjang P, lebar L dan berat B kepiting bakau ditunjukkan oleh Gambar 33. Gambar 33 menguraikan 3 grafik yang menggambarkan hubungan antara tebal T dan panjang karapas kepiting bakau Gambar 33-a, tebal T dan lebar karapas kepiting bakau Gambar 33-b serta tebal T dan berat kepiting bakau Gambar 33-c. Masing-masing digambarkan dengan persamaan regresi T = 0,5562 P - 0,0274 dengan r sebesar 0,9821, T = 0,3547 L + 0,3529 r = 0,9768 dan T = 0,0109 B + 2,0815 r = 0,9722. Persamaan pada Gambar 33-a menjelaskan bahwa setiap pertambahan panjang 1 cm akan diikuti dengan peningkatan tebal kepiting bakau sebesar 0,5562 cm. Persamaan Gambar 33-b menunjukkan bahwa peningkatan tebal kepiting bakau sebesar 0,3547 cm disebabkan oleh pertambahan lebar setiap 1 cm-nya. Gambar 33-c menjelaskan bahwa setiap pertambahan berat tubuh kepiting bakau 1 g akan diikuti dengan peningkatan tebal kepiting bakau sebesar 0,0109 cm. Hubungan linear yang dimiliki oleh ketiga grafik pada Gambar 33 adalah sangat erat. Ini disebabkan oleh nilai koefisien korelasinya r mendekati 1 atau lebih besar dari 0,6. Berdasarkan nilai-nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa kepiting bakau yang dijadikan sampel penelitian memiliki ukuran karapas yang proporsional atau wajar. a b c Gambar 33 Hubungan linear antara tebal T dengan panjang P, lebar L dan berat B tubuh kepiting bakau 4.5.2 Perbandingan jumlah kepiting bakau yang tertangkap di bubu lipat standar dan bubu lipat modifikasi Hasil pengujian bubu yang dilakukan sebanyak 20 ulangan didapatkan bahwa bubu modifikasi lebih banyak menangkap kepiting dibandingkan dengan bubu nelayan standar. Jumlah total kepiting bakau yang tertangkap oleh bubu modifikasi mencapai 147 individu, sedangkan bubu standar hanya sebanyak 27 individu. Ini menunjukkan bahwa kepiting bakau yang tertangkap oleh bubu modifikasi 5,44 kali lebih banyak dari kepiting bakau yang tertangkap bubu standar. Hasil uji Kolmogorov –Smirnov menunjukkan bahwa kolom asymptotic significance untuk uji dua sisi adalah 0,000. Ini berarti probabilitas atau peluangnya kurang dari 0,05, sehingga H o ditolak. Hal tersebut menjelaskan bahwa jumlah kepiting yang tertangkap oleh kedua bubu berbeda nyata. Kepiting bakau yang tertangkap pada bubu standar lebih sedikit dibandingkan dengan bubu modifikasi. Hal ini disebabkan oleh konstruksi pintu masuk bubu standar yang hanya berupa celah. Konstruksi pintu masuk ini menyulitkan kepiting bakau untuk melewatinya. Ini disebabkan oleh duri-duri yang terdapat pada capit dan karapasnya tersangkut pada celah masuk bubu lipat standar Gambar 34. Akibatnya, jumlah kepiting bakau yang tertangkap pada bubu standar lebih sedikit dari bubu modifikasi. Pada Gambar 35 ditunjukkan perbedaan jumlah kepiting bakau yang tertangkap pada kedua bubu tersebut. Tingkah laku tersebut juga diperlihatkan oleh rajungan Charybdis japonica pada penelitian yang dilakukan oleh Archdale et al. 2003 mengenai tingkah laku C. japonica terhadap bubu lipat berbentuk balok dan kubah yang diberi umpan. Rajungan kesulitan memasuki bubu lipat berbentuk balok dengan pintu masuk berupa celah. Kondisi tersebut disebabkan tersangkutnya duri-duri pada tubuh rajungan di jaring pintu masuk. Peristiwa tersebut tidak dialami rajungan saat melewati pintu masuk corong dari bubu lipat berbentuk kubah, karena ukuran pintu masuk bubu ini lebih besar dibandingkan pintu masuk bubu berbentuk balaok. Ukuran mata jaring bidang lintasan masuk juga mempengaruhi kepiting bakau tertangkap pada bubu. Ukuran mata jaring bidang lintasan bubu modifikasi yang sebesar 1 inci lebih mudah dilintasi kepiting bakau, karena kaki jalan dan kaki renang kepiting bakau tidak terperosok masuk ke dalam mata jaring ataupun tergelincir dari jaring lintasan. Akibatnya, kepiting bakau mudah mencapai pintu masuk. Lain halnya dengan ukuran mata jaring bidang lintasan masuk bubu standar yang sebesar 1,25 inci. Ukuran mata jaring ini lebih dahulu menyulitkan kepiting bakau saat melintasinya karena kaki jalan dan kaki renangnya terperosok masuk ke dalam mata jaring, sehingga kepiting pun kesulitan untuk mencapai pintu masuk. a Kepiting bakau tersangkut di pintu masuk bubu lipat standar b Kepiting bertumpuk di depan pintu masuk bubu lipat standar Gambar 34 Posisi kepiting bakau di depan pintu masuk bubu lipat standar Gambar 35 Jumlah kepiting bakau yang tertangkap oleh bubu lipat modifikasi M dan bubu lipat standar S Pada ulangan ke-4, 5, 7, 16, 19 dan 20, bubu standar tidak dapat menangkap satu kepiting bakau pun. Penyebabnya, kepiting bakau yang tersangkut pada celah bagian tengah pintu masuk bubu menghalangi kepiting bakau lainnya yang akan masuk. Pada beberapa kasus, kepiting bakau tidak jadi melintasi lintasan masuk bubu karena melihat kepiting bakau lain telah berada di depan pintu masuk sehingga cenderung menghindar. 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan