Bentuk dan Ukuran Pintu Masuk Bubu

merah. Berdasarkan penjelasan tersebut, sudut 40 o lebih baik digunakan pada bubu lipat dibandingkan 20 o . Komarudin 2012 menambahkan bahwa bubu lipat yang memiliki lintasan masuk bersudut 20 o dapat menyebabkan posisi pintu masuk semakin rendah, sehingga dapat terendam atau tertutup oleh lumpur. Lintasan masuk dengan sudut 60 o akan mempersulit dalam pembuatan pintu masuk, karena posisinya yang tinggi.

4.3 Bentuk dan Ukuran Pintu Masuk Bubu

Jumlah hasil tangkapan dapat meningkat apabila kepiting bakau dapat dengan mudah melewati pintu masuk bubu. Pintu masuk bubu lipat standar hanya berupa celah Gambar 23. Pintu masuk ini membuat kepiting bakau sulit untuk keluar dari dalam bubu dan juga sulit untuk dimasuki. Ini disebabkan oleh ukuran celah masuk yang terlalu sempit, terutama pada bagian sisi-sisinya. Komarudin 2012 menyatakan bahwa akibat yang ditimbulkan dari sempitnya celah masuk bubu pada bagian sisi-sisinya adalah kepiting bakau memasuki bubu melalui tengah pintu masuk, karena bukaan mulut masuk pada bagian tengah lebih lebar daripada bagian sisi-sisinya. Archdale et al. 2006 melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dan tingkah laku rajungan Charybdis japonica saat berusaha melewati pintu masuk dari bubu lipat berbentuk balok dan kubah. Pintu masuk bubu balok berbentuk celah, sedangkan pada bubu berbentuk kubah, pintu masuknya berupa corong. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya 63 rajungan dapat masuk ke dalam bubu berbentuk balok dan 37-nya menyerah, karena kesulitan saat berusaha melewati pintu masuk yang hanya berupa celah, sedangkan pintu masuk yang berupa corong dari bubu berbentuk kubah lebih mudah dilewati oleh rajungan 100. Ini berarti, pintu masuk berupa corong lebih efisien dibandingkan pintu masuk berupa celah dalam menangkap C. japonica atau semakin besar ukuran pintu masuk, maka target tangkapan makin mudah melewati pintu masuk tersebut. Atas dasar inilah, pintu masuk bubu lipat standar dimodifikasi dengan memperbesar ukurannya. Gambar 23 Pintu masuk bubu nelayan standar berupa celah Berbagai macam bentuk pintu masuk diuji coba. Tinggi dari celah masuk yang terbentuk didasarkan pada tebal karapas kepiting bakau layak tangkap. Ketebalan rata-rata karapas kepiting bakau sebesar 3,5 cm. Ini dijadikan acuan dalam menentukan ketinggian minimum pintu masuk bubu yang dirancang. Oleh karena itu, tinggi pintu masuk bubu dapat lebih besar dari 3,5 cm agar mudah dilalui oleh kepiting bakau. Bentuk pintu masuk yang diuji coba selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 24. Perbedaannya terdapat pada dinding pembatas bagian atas yang diposisikan dengan sudut 180 o pada pintu nomor 1, 40 o pintu nomor 2 dan 90 o pintu nomor 3. Penetapan bentuk pintu masuk nomor 2 didasari oleh bentuk pintu masuk nomor 1, sedangkan pintu masuk nomor 3 didasari oleh bentuk pintu masuk nomor 2. Ini disebabkan oleh kepiting bakau yang dapat meloloskan diri pada setiap pintu masuk yang diuji coba. Ukuran pintu masuk yang lebih besar membuat kepiting dapat lolos. 30, 5 cm Bentuk pintu masuk nomor 1: Bentuk pintu masuk nomor 2: Bentuk pintu masuk nomor 3: Gambar 24 Tiga bentuk pintu masuk bubu Hasil percobaan yang kurang memuaskan menimbulkan ide lain terkait bentuk pintu masuk, sehingga tercipta bentuk pintu masuk nomor 4. Pintu masuk nomor 4 dapat diaplikasikan pada bubu lipat. Konstruksi pintu masuk tersebut ditunjukkan pada Gambar 25. Konstruksi pintu masuk ini sama dengan pintu masuk nomor 1, 2 dan 3, yaitu ukuran bukaan mulut yang besar. Hal ini yang membuat kepiting bakau dapat meloloskan diri melalui pintu masuk tersebut. Model lintasan masuk α Tinggi mulut masuk α dinding pembatas bagian atas Model lintasan masuk Gambar 25 Bentuk pintu masuk nomor 4 yang diterapkan pada bubu lipat Pintu masuk yang semakin besar akan memudahkan kepiting bakau masuk ke dalam bubu, namun juga dapat menjadi pintu pelolosan bagi kepiting. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Archdale et al. 2007 terkait kemampuan rajungan C. japonica dan Portunus pelagicus keluar dari bubu berbentuk balok dan kubah melalui pintu masuk dari kedua jenis bubu tersebut. Hasilnya adalah seluruh rajungan tidak dapat keluar dari bubu berbentuk balok, akan tetapi rajungan dapat keluar dari bubu berbentuk kubah. Ini jelas tidak sesuai dengan tujuan perancangan pintu masuk yang mudah dimasuki dan sulit dilewati oleh kepiting bakau pada penelitian ini. Atas dasar itulah pintu masuk bubu lipat dilengkapi dengan trigger atau deretan kawat besi untuk mencegah kepiting bakau meloloskan diri dari dalam bubu dengan lebar pintu masuk sebesar 5 cm. Trigger dapat digunakan sebagai alat untuk mencegah hasil tangkapan lolos dari bubu Brandt 1984 dan High 1976 diacu dalam Salthaug 2002. Sistem kerja trigger adalah apabila kepiting melewati pintu masuk, maka trigger akan terangkat. Trigger segera tertutup kembali setelah kepiting bakau masuk ke dalam bubu akibat gaya gravitasi yang bekerja pada batang trigger Miller 1990. Setiap pintu masuk bubu yang berbentuk empat persegi panjang tersusun atas 14 batang kawat besi yang dibuat berpasangan. Jarak setiap kawat 2 cm Gambar 26. Ini dimaksudkan untuk mencegah kepiting bakau meloloskan diri melalui celah antar jeruji. Lebar celah yang terbentuk apabila trigger terangkat tidak besar. Gambar 27 menunjukkan pintu masuk yang telah dilengkapi dengan trigger. Gambar 26 Jarak antar trigger dan lebar pintu masuk bubu lipat modifikasi Gambar 27 Pintu masuk bubu lipat modifikasi yang dilengkapi dengan trigger

4.4 Rancangan Konstruksi Bubu Lipat Hasil Modifikasi