terpenuhi kebutuhannya uang tersebut dikembalikan lagi untuk dipinjamkan kepada orang lain tanpa mengambil keuntungan berupa
apapun dari pinjaman ini. Kedua, wakaf uang untuk keperluan produksi . Wakaf uang produktif ini telah ada sejak zaman sahabat
dan tabi’in.
31
Wakaf uang tunai bagian dari objek wakaf selain tanah maupun bangunan yang merupakan harta tidak bergerak. Wakaf
dalam bentuk uang tunai dibolehkan, dan dalam prakteknya sudah dilaksanakan oleh umat Islam.
b. Wakaf Saham
Saham sebagai barang yang bergerak juga dipandang mampu menstimulus hasil-hasil yang dapat didedikasikan untuk
umat, bahkan dengan modal yang besar, saham malah justru akan memberi kontribusi yang cukup besar dibandingkan jenis
perdagangan yang lainnya.
3. Sistem Manajemen Pengelolaan Wakaf Produktif
Sistem manajeman pengelolaan wakaf produktif merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan pradigma baru wakaf di
Indonesia. Untuk
meningkatkan dan
mengembangkan aspek
kemanfaatannya, tentu yang sangat berperan sentral adalah sistem manajemen pengelolaan yang diterapkan. Pola manajemen pengelolaan
terhitung masih tradisioanal-konsumtif. Untuk itu, sebagai salah satu
31
Sumuran Harahap, Wakaf Uang dan Prospek Ekonominya di Indonesia, hal. 30
elemen penting dalam pengembangan pradigma baru wakaf, sistem manajemen pengelolaan wakaf harus dilaksanakan dengan lebih
profesioanal dan modern. Disebut profesional dan modern itu bisa dilihat pada aspek pengelolaan sebagai berikut:
a. Kelembagaan
Untuk mengelola benda-benda wakaf secara produktif, yang pertama-tama harus dilakukan adalah perlunya pembentukan
suatu badan atau lembaga yang khusus mengelola wakaf yang ada dan bersifat nasional
b. Operasional Pengelolaan
Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan wakaf adalah batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf
agar menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak.
c. Kehumasan
Dalam mengelola benda-benda wakaf, maka peran kehumasan pemasaran dianggap menempati posisi penting.
Fungsi dari kehumasan itu sendiri dimaksudkan untuk memperkuat image bahwa wakaf yang dikelola oleh Nazhir betul-betul dapat
dikembangkan, meyakinkan kepada calon Wakif yang masih ragu
dalam mewakafkan harta bendanya, dan memperkenal aspek wakaf yang tidak hanya berorientasi.
32
4. Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif
a. Peraturan Perundangan Perwakafan, sebelum lahir Undang-Undang
Nomor. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, perwakafan di Indonesia diatur dalam PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik dan tercover dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria.
33
b. Pembentukan Badan Wakaf Indonesia, untuk konteks wakaf di
Indonesia, lembaga wakaf secara khusus akan mengelola dana wakaf dan beroperasi secara nasioanal itu berupa Badan Wakaf Indonesia
BWI. Tugas dari lembaga ini antara lain mengkoordinir Nazhir yang sudah ada atau mengelola secara mandiri terhadap harta wakaf
yang dipercayakan kepadanya, khusunya wakaf tunai.
c. Pembentukan Kemitra Usaha, untuk mendukung suatu keberhasilan
pengembangan aspek produktif dari dana wakaf tunai, perlu diarahkan model pemanfaatan dana tersebut kepada sektor usaha
yang produktif dan lembaga usaha memiliki reputasi yang baik. Salah satunya dengan membentuk dan menjalin kerjasama dengan
perusahaan modal ventura.
32
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Pradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006 hal. 105-110
33
Departemmen Agam RI, Peraturan Perundangan Perwakafan, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006 hal. 50
d. Penerbit Sertifikat Wakaf Tunai, manfaat lain dari sertifikat wakaf
tunai ialah dapat mengubah kebiasaan lama, dimana kesempatan wakaf itu seolah-olah hanya untuk orang kaya saja. Karena sertifikat
tunai seperti yang diterbitkan oleh Bank. Maka sertifikat tersebut dapat dibeli oleh sebagian masyarakat muslim. Dipandang dari sisi
lain, maka penerbitan sertifikat wakaf tunai dapat diharapkan menjadi rekontruksi sosial dan pembangunan, dimana mayoritas
penduduk dapat ikut berpartisipasi.
34
34
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, hal. 89
45
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN YATIM DAN DHUAFA AL-AULIA
A. Sejarah Singkat Yayasan Yatim Dan Dhuafa Al-Aulia Tempat dan
Kedudukan
Yayasan AL-Aulia didirikan dengan Akta Notaris Marta Septi Riana, SH. No. 01 tanggal 14 Maret 2005 berkedudukan di Jalan H. Nawi
Malik RT 0302 No. 74 Kelurahan Serua Kecamatan Bojongsari Kota Depok. Yayasan Al-Aulia didirikan dengan maksud dan tujuan
melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya diantaranya berupa pembinaan dan penyantunan anak-
anak yatimpiatu dan dhu’afa serta membantu Pemerintah melaksanakan amanah Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia khususnya dalam hal menangani fakir miskin dan anak terlantar. Izin operasional yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Kota Depok
No. 0621362PKRS2006 tanggal 10 Mei Tahun 2006 dan telah mendapat pengesahan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum pada tanggal 29 februari 2008.
Menurut penelitian yang dilakukan mengenai kondisi umum pendidikan anak yatim
dan dhu’afa dilingkungan Rt 0103 Kelurahan Serua Kecamatan Sawangan Kota Depok waktu itu sampai dengan
sekarang berganti menjadi Kecamatan Bojongsari terdapat 11 anak yatim dhu’afa yang tidak tamat SD, 7 yatim dhu’afa tidak tamat SMP.