Perang Dunia II dan Penguatan Nasionalisme

40 Satu hal yang tidak bisa dipungkiri dari campur tangan Jerman di Maroko, sedikit banyak mereka telah membantu perjuangan kalangan nasionalis melawan protektorasi yang diterapkan oleh Prancis dan Spanyol. 67 Bahkan bantuan berupa pasukan bersenjata pun pernah didatangkan Jerman ke Casablanca yang mana pada saat itu sedang terjadi bentrokan antara kalangan nasionalis dengan Protektorat Prancis. Kekalahan Prancis pada Perang Dunia Kedua oleh Jerman jelas menjadi pengaruh besar bagi perkembangan perjuangan kalangan nasionalis. Pasalnya, hal tersebut berdampak pada psikologi orang-orang Maroko yang semakin percaya diri. Hal tersebut membuktikan bahwa Prancis tidak sesuperior yang diperkirakan hingga dapat dikalahkan oleh Jerman pada tahun 1940. Terlepas dari itu, hal tersebut nyatanya selaras dengan kasus Indonesia. Kekalahan Belanda oleh Jepang, dan kekalahan Jepang oleh sekutu memengaruhi kejiwaan para pahlawan dan bapak pendiri bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan adalah hal yang realistis pada waktu itu. Rentetan peristiwa di atas hanya faktor pendukung namun kunci utama agar kemerdekaan dapat terwujud tetap berada di tangan sultan. Karena, bagaimanapun sultan adalah pemegang kekuasaan tertinggi bagi komunitas muslim Maroko. Posisinya mewakili mayoritas penduduk Maroko yang bercorakkan muslim. 68 Seperti yang dijelaskan sebelumnya pada BAB II, posisi sultan sudah dilemahkan oleh orang- orang Eropa. Namun disatu sisi, Prancis tidak ingin ‗main kasar‘ dengan menggulingkan sultan, karena cara tersebut justru akan merugikan 67 Leon Borden Blair, Western Window in the Arab World Austin: University of Texas Press, 1970, h. 65-66. 68 Lahbabi, Le Gouvernement M arocain a l’aube du XXe Siècle,h. 23. 41 Prancis. Sultan masih dibutuhkan untuk melanggengkan kekuasaan Prancis di Maroko, sebab bagaimanapun sultan Mohammed V merupakan tokoh populer di Maroko pada saat itu. Di sisi lainnya, kalangan nasionalis membutuhkan sosok sultan untuk mengisi kekosongan jabatan kala Prancis berhasil ditaklukkan, agar Maroko tidak runtuh sebagai sebuah negara. Apalagi sepanjang sejarahnya Maroko adalah negara adidaya di daratan Maghrib. Artinya, kalangan nasionalis sangat tergantung kepada dukungan sultan agar upaya-upaya yang mereka lancarkan dapat berjalan sesuai rencana. Bak gayung bersambut, nyatanya Mohammed V juga simpati dengan perjuangan yang dilakukan kalangan nasionalis. Setidaknya sultan sudah simpati sejak tahun 1934. Maka dari itu, kalangan nasionalis sangat berhati-hati agar tuntutannya terhadap Protektorat Prancis tidak mengusik kekuasaan sultan. Pertemuan dengan Roosevelt juga membuktikan bahwa dia siap untuk menjalankan tugas-tugas diplomasi negara dengan kapasitasnya sebagai kepala negara Maroko. Hubungan komunikasi yang dilakukan kalangan nasionalis dengan pihak kesultanan terus dijalin dengan baik. Lewat Putra Mahkota, Mohammed el-Fassi, mereka terus melakukan konsolidasi secara sembunyi-sembunyi. 69 Alasannya untuk menghindari kecurigaan Prancis di bawah kepemimpinan baru, De Gaulle. Sama seperti pemerintahan Prancis sebelumnya, Gaulle juga tidak punya sikap politik yang jelas terkait hak-hak yang dituntut oleh orang-orang Maroko. Pada tahun 1943, para pemimpin nasionalis masih dalam tahanan dan pengasingan. Hal ini memaksa kalangan nasionalis untuk segera merubah bentuk 69 Ibid.,h. 67. 42 perjuangannya yang mana pada awalnya hanya memaksa Prancis untuk merubah total beberapa hal terkait hubungan antara Maroko dengan Prancis kemudian beralih menjadi menuntut kemerdekaan. Permintaan itu tertuang dalam sebuah pernyataan yang dibuat oleh Ahmed Balafrej, Abdallah Ibrahim, Mohammed Lyazidi dan Umar Abdeljalil, yang ditujukan tidak hanya untuk Gubernur Jenderal, namun dinaikkan ke dalam forum internasional, agar Prancis mendapat tekanan dunia internasional. 70 Pada tanggal 11 Januari 1944 Partai Istiqlal Hizb al-Istiqlal, selanjutnya Istiqlal didirikan sekaligus penyampaian pernyataan kemerdekaan kepada Gubernur Jenderal yang baru, Gabriel Puaux. Setelah disampaikan, Prancis akan mempertimbangkan mengenai reformasi hubungan antara Maroko dengan Prancis namun tidak untuk pemberian kemerdekaan kepada Maroko. Pada tanggal 13 Januari 1944, dalam Konferensi Brazzaville, gelagat Prancis jelas terlihat tidak akan mempertimbangkan apapun atas apa yang telah dituntut oleh kalangan nasionalis. Pada tanggal 29 Januari, justru orang-orang Istiqlal dijadikan tahanan politik. Selain itu, sultan dianggap sebagai pembangkang oleh De Gaulle karena simpati terhadap pergerakan-pergerakan yang dilakukan oleh kalangan nasionalis. Hubungan komunikasi diam-diam yang dibangun selama ini nampaknya ketahuan oleh pihak Prancis. Pada tahun 1947, sultan mulai terang-terangan mendukung perjuangan kalangan nasionalis. Hal ini diperlihatkannya ketika melakukan kunjungan ke Tangier, sebuah lokasi yang dijadikan tempat netral, zona internasional. 70 Mu ammad ibn Mu ammad al- ʻAlami, Mohammed V: Histoire de l ind pendance du Maroc Sale: Maroc, 1981, h. 71. 43 Untuk saat ini tampaknya bahwa meskipun pembentukan hubungan antara nasionalis dan Sultan, dan meskipun adopsi kemerdekaan sebagai tujuan nasionalis, deklarasi Istiqlal telah melakukan sedikit untuk memajukan penyebab nasionalis. Meskipun sudah mendapatkan dukungan penuh dari sultan secara terbuka, kalangan nasionalis masih kekurangan dukungan, utamanya dukungan yang berasal dari wilayah pedesaan. Kondisi ekonomi yang buruk menjadi penyebab itu semua. Terang saja, pasca pecahnya bentrokan di tahun 1937 wilayah pedesaandi Maroko hampir tidak pernah pulih dari gagal panen. 71 Dalam sebuah buletin yang berjudul dANIMAUX, tercatat bahwa kontrol militer Perancis menjadi masalah yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Meskipun beberapa kompensasi dibayar, namun pemberiannya jauh di bawah nilai pasar. 72 Lebih jauh lagi, penjatahan memiliki efek merugikan yang drastis kedepannya, memberikan pihak berwenang bersikap dengan cara mengontrol dan mengurangi jatah konsumsi. 73 Situasi buruk pada tahun 1942 tersebut misalnya dapat dilihat pada kutipan di bawah ini: Imports from France had ceased, and the Moroccans were suffering distressedliving conditions. Local authorities were requisitioning grain, and flour was in short supply in an area that normally produced a surplus. Building, except for military purposes, was forbidden. Wood, cement, bricks and nails were unobtainable and cotton goods virtually so. Railroad services were reduced and the equipment was in bad condition. Electric service was curtailed. The cost of living was high and rising rapidly. 74 71 Bidwell, Morocco under Colonial Rule, h. 185. 72 ‗Bulletin Mensuel‘, March 1941, AGGA, 27H 6. 73 Bidwell, Morocco under Colonial Rule, h. 184-185. 74 Blair, Western Window, h. 49. 44 Kondisi ekstrim seperti itu tidak kondusif bagi perkembangan gerakan nasionalis yang ada di pedesaan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan kemajuan yang diperoleh Istiqlal di kota-kota besar. 75 Pada tahun 1945 para pejuang yang ada di pedesaan ditangkap. Di zona Spanyol, tahun 1942, lebih awal ketimbang pembentukan Istiqlal, berbagai golongan nasionalis telah bersatu menjadi satu gerakan, dan kemudian bergabung dengan kalangan nasionalis Prancis setelah beridirinya Istiqlal. 76 Istiqlal dengan cepat menjadi mitra dialog dengan pemerintah protektorat, asalkan Gubernur Jenderal siap untuk bekerja sama, tentu saja jika tidak mau sang gubernur akan mendapatkan ancaman. Pada tahun 1946, Laoux digantikan oleh Erik Labonne. Sebagai langkah pertama, Labonne memerintahkan pembebasan para tahanan yang tersisa, termasuk Allal el-Fassi, kemudian memperkenalkan rencana reformasi hukum, pendidikan dan politik bersama-sama dengan program modernisasi pertanian. 77 Sejak pembentukan dan tindakan penekanan yang cepat dari Istiqlal di tahun 1944, Mohammed V sangat berhati-hati menjadi pelindung yang memegang kunci akan keberhasilan pergerakan kalangan nasionalis kedepannya. Pada Maret 1945 ia disambut kerumunan antusias yang menyuarakan kemerdekaan di Marrakesh. 78 Kembali kepada kunjungan pertama sang sultan ke Tangier, ia sebetulnya bermaksud untuk melakukan pidato yang isinya mengokohkan nasionalisme 75 Bidwell, Morocco underColonial Rule, h. 311-312. 76 Brignon, Histoire du Maroc, h. 397-400 dan Julien, L’Afrique du Nord, h. 299-305. 77 Leveau, Fellah Marocain, h. 19-25. 78 Julien, L’Afrique du Nord, h. 302-303. 45 Maroko. 79 Namun sebelum itu dapat dilakukan, kerusuhan terjadi lebih dulu di Casablanca, sebuah bencana kemanusiaan yang dilakukan oleh tentara Prancis. Paling tidak beberapa ratus orang telah menjadi korban mereka. Tidak cukup jelas cukup kenapa kerusuhan tersebut dapat terjadi. Yang paling mungkin adalah isu pengalihan agar sultan menghentikan perjalanan politiknya ke Tangier dan seolah memaksa sultan untuk segera pulang ke Fez. Kerusuhan tersebut bukan bagian dari demonstrasi terorganisir, tapi muncul dari insiden kecil yang meningkat dengan cepat dalam suasana kota besar yang cukup tegang. 80 Pasca tragedi tersebut, Labonne diganti oleh General Juin. Pergantian gubernur jenderal tersebut menjadi angin segar bagi kalangan nasionalis Maroko. Pasalnya, Juin mau mengakui Sultan sebagai pemimpin Maroko yang independen sekaligus sultan boleh berbicara kembali di hadapan publik dengan mewakili bangsa Maroko. Sebuah kemajuan besar. Dengan begitu sultan lebih leluasa untuk melakukan perjalanan politisnya guna mengkonsolidasi orang-orang Maroko. Selain itu, berita positif lainnya adalah, pada tahun 1947 wilayah pedesaan telah pulih kembali dari perang dan kekeringan, dan siap untuk mendengarkan pidato- pidato yang disuarakan oleh sultan. Dibantu dengan teknologi terbaru saat itu, radio, berita pidato sultan menyebar dengan cepat ke penjuru Maroko. 81

C. Gerakan Anti-Kolonialisme

Fase reformasi yang terjadi di Maroko ini pada dasarnya dimulai pada tahun 1930, ketika masyarakat mengkritisi habis-habisan Dahir Berber. 79 Abderrahim Ouardighi, La Grande Crise Franco-Marocaine, 1952-1956 Rabat: LImprimerie nouvelle, 1976, h. 14. 80 Julien , L’Afrique du Nord, h. 312. 81 Lihat, Julien, Le Maroc, h. 454 danStephen Bernard, The Franco-Moroccan conflict, 1943-1956 New Haven: Yale University Press, 1968, h. 318-337. 46 Kemudian, tindakan tersebut mengakibatkan ditahannya para pemimpin dari kalangan nasionalis yang diikuti dengan siklus-siklus kekerasan pada musim panas dan musim gugur di tahun 1937. Antara tahun 1938 sampai tahun 1943, merupakan masa konsolidasi kekuatan kalangan nasionalis sambil menunggu para pemimpin kalangan nasionalis terbebas dari masa pengasingannya. Setelah berkumpul kembali, di tahun 1944, dibentuklah Partai Istiqlal Hizb al-Istiqlal dan penerbitan pernyataan Kemerdekaan. Tujuannya untuk menguatkan posisi Maroko di dunia internasional agar Prancis segera hengkang dari Maroko. Selain itu, hal tersebut juga bertujuan agar masyarakat internasional prihatin dengan perjuangan orang-orang Maroko. Istiqlal, sebagai wadah perjuangan masyarakat Maroko yang pro- kemerdekaan, terus memperjuangkan nilai-nilai kebebasan bagi Maroko. Misalnya, mereka ingin kebebasan berekspresi dalam hal politik, tidak ada lagi pembatasan pers termasuk mengizinkan untuk publikasi media cetak dalam bahasa Arab, dan juga kebebasan untuk berserikat apapun tujuannya. Kemudian pada tahun 1947, sultan juga mendukung pergerakan kalangan nasionalis tidak lagi secara sembunyi-sembunyi. Sultan menjadi peran sentral – dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan – mendukung kalangan nasionalis dalam menentang protektorasi Prancis. Masih ditahun yang sama, ia juga melakukan perjalanan simbolik dan diplomatik ke Tangier pada bulan April. Isu penting yang coba penulis sampaikan dalam kronologi tersebut yaitu melihat bagaimana kepemimpinan nasionalis didefinisikan sebagai pemersatu bangsa sebagai identitas bersama. Sosok sultan, sebagai kepala negara juga 47 menjadi identitas nasional dan menggunakan hal tersebut kalangan nasional dengan mudah menggerakkan massa untuk memprotes politik kolonial. Klaim utama yang digunakan Prancis dalam melakukan mobilisasi tersebut, selain hal di atas, adalah fakta mengenai Prancis yang telah melanggar kedaulatan Maroko. Memberikan protektorasi kepada Maroko tidak lebih dari bentuk penjajahan kolonial. Maroko sedang diperlakukan sebagai koloni Prancis dan dengan semena-mena mereka meraup keuntungan ekonomi yang banyak dari Maroko untuk dibawa ke negara mereka. Belum lagi penjajahan dalam bentuk budaya seperti penggunaan bahasa Prancis di sekolah-sekolah Maroko. Berangkat dari sejarah panjang perjalanan Maroko, yaitu sejarah dinasti Islam, kalangan nasionalis terus melawan ide-ide kolonialisme dan modernisme yang digelontorkan oleh Prancis. Kalangan nasionalis beranggapan bahwa nasionalisme Maroko sudah lama terbentuk sebelum kedatangan Prancis sekalipun. Identitas yang bernama Arab-Islam menjadi poin penting untuk mengukuhkan argumen dasar tersebut. Maka dari itu, Dahir Berber menjadi blunder bagi Prancis. Karena Dahir Berbere tersebut bukannya menguatkan orang-orang Berber namun justru menciptakan disparitas antara orang Arab dan orang Berber. Kalangan nasionalis sadar bahwa protektorat hanyalah akal-akalan Prancis untuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya, penerapan politik kolonial. Perjanjian Fez yang digadang-gadang sebagai penghormatan terhadap kedaulatan Maroko justru dikebiri secara perlahan oleh Prancis. 48

BAB IV RESISTENSI POLITIK KOLONIAL DI MAROKO

Setelah siklus pertentangan Latif di Maroko mereda. 82 kaum nasionalis menemui pertanyaan besar tentang bagaimana caranya membuat sebuah gerakan berkelanjutan yang bisa mengantarkan tujuan mereka. Yaitu mereformasi hubungan antara Maroko dengan Pemerintahan Protektorat dan lebih jauh lagi, memperoleh kemerdekaan Maroko. Maka dari itu, pengembangan struktur organisasi yang formal pun menjadi satu faktor penting untuk membangun komunikasi antar pergerakan yang masih tersebar di Maroko. Kaum nasionalis perlu membingkai kebencian yang sama terhadap Protektorat Prancis sebagai dasar persatuan masyarakat Maroko. Tujuan akhirnya jelas, untuk melawan Protektorat Prancis, sehingga Maroko bisa menjadi negara merdeka. Secara organisasi, gerakan nasionalis yang mereka upayakan pun perlahan berkembang di awal 1930-an. Berawal dari kelompok kecil aktivis muda kemudian bertransformasi menjadi gerakan yang lebih terorganisir dengan aturan- aturan organisasi yang jelas. Pada dasarnya gerakan ini merupakan konsep akhir bersatunya sebuah gerakan yang satu dari gerakan-gerakan kecil yang pernah ada sebelumnya. Kelompok nasionalis, pada dasarnya terilhami dari organisasi Komunis, Freemason dan Tradisi kelompok tarekat. 82 Lebih jauh mengenai pertentangan Latif lihat, Jonathan Wyrtzen, ‗Performing the Nation in Anti- Colonial Protest in Interwar Morocco‘, Journal of the Association for the Study of Ethnicity and Nationalism 19 4, 2013, h. 615-634.