36
keberanian. Bahkan, para pendukung ataupun simpatisan terhadap golongan nasionalis semakin bertambah seiring berjalannya waktu.
Meluasnya dukungan-dukungan yang didapat kalangan nasionalis dalam rangkaian panjang kampanye Dahir Berber menjadi alasan kuat mereka untuk
semakin berani dan di tahun 1934 memaksa untuk mencabut perjanjian.
53
Kampanye Dahir Berber hanyalah awal dari tujuan besar kalangan nasionalis agar Prancis sikapnya di Maroko tidak semena-mena dan membawa kerjasama yang
sebenarnya antara orang Eropa dan orang Afrika Utara. Pada akhir tahun 1937 pergerakan nasionalis ditindas dan pemimpin-
pemimpinnya ditangkap, dipenjarakan atau bahkan dibuang dan diasingkan. Prancis mengira dengan menangkap para pembesar golongan nasionalis maka
ancaman terhadap protektorat telah selesai. Padahal, secara diam-diam kalangan nasionalis membentuk kelompok studi yang selalu berubah-ubah namanya
sehingga keberadaan mereka sulit dilacak.
54
Upaya ini terus dilakukan hingga para pembesar kalangan nasionalis dibebaskan oleh Prancis dari masa pembuangan
mereka. Dari tahun 1934 kedepannya, kesadaran politik dan ekonomi masyarakat
mulai terbangun di kota-kota kecil seperti Ouezzane yang terletak di kawasan Jbala, wilayah yang berada di tengah batas ujung zona Spanyol dan zona Prancis.
Protes-protes pun mulai bermunculan secara acak di wilayah tersebut. Tidak hanya protes-protes yang dilakukan oleh para pedagang memperjuangkan nasib
mereka dalam perekonomian masa Protektorat Prancis tapi juga suku-suku lokal
53
K. Brown, The Impact of the Dahir Berbere in Sale, dalam Ernest Gellner and Charles Micaud,
Arabs and Berbers London: Duckworth, 1973, h. 201.
54
Situation politique et economique, 7-13 August 1937, MAE, h. 490.
37
mulai belajar tentang peristiwa-peristiwa di Fez lewat ‗les notables‘ dan sebagian
dari pelajar yang melakukan kontak baik langsung ataupun tidak langsung dengan Fez dan kota-kota lainnya. Dalam hal ini, pedagang kecil pun juga memainkan
peran penting. Mereka, yang sering melakukan perjalanan dagang dari wilayah pedesaan ke kota-kota besar seperti Fez, Casablanca, Kenitra dan Tetuan,
sekembalinya menyebarkan berita-berita tentang peristiwa-peristiwa di kota besar tersebut dan perlahan-lahan membangun simpati nasionalis di douars.
55
kota-kota kecil lainnya letaknya tidak lebih strategis dari Ouezzane, yang memiliki akses
yang mudah ke kota-kota besar juga terpengaruh ide-ide mengenai nasionalisme. Seperti, Boujad,
56
Sefrou,
57
Azrou and Midelt.
58
B. Perang Dunia II dan Penguatan Nasionalisme
Depresi luar biasa di kota-kota ternyata mempunyai dampak signifikan terhadap pertumbuhan pemikiran dan rasa nasionalisme. Pendatang baru, dipaksa
keluar dari pedesaan dan datang ke kota mencari pekerjaan dengan kesempatan nyaris nihil. Sebelum Perang Dunia Dua pengembangan industri-industri di
Maroko tidak dapat menampung permintaan pekerjaan yang melebihi kapasitas.
59
Kerajinan tradisional dan manufaktur lokal pun semakin kesulitan bersaing melawan barang-barang asing murah-meriah di negara pasca keluaranya Undang-
Undang Algeciras, 1906; Depresi tersebut merupakan pukulan telak bagi orang-
55
Ibid
56
Dale F. Eickelman, Moroccan Islam: Tradition and Society in a Pilgrimage Center
Austin: Texas University Press, 1976h. 229.
57
C. Geertz,H. Geertz dan L. Rosen, Meaning and Order in Moroccan Society
Cambridge, 1979, h. 15.
58
Robin L.Bidwell, Morocco under Colonial Rule: French Administration of Tribal
Areas, 1912-1956 London, I973, h. 57
59
Charles F. Stewart, Economy of Morocco, 1912-1965 Cambridge: Harvard University
Press, 1964,h. 16-17.
38
orang Maroko.
60
Dalam kondisi ekonomi yang begitu memprihatinkan seperti ini, tidak mengherankan apabila kebencian orang-orang Maroko semakin mencapai
titik ledak yang pada ujungnya menjadi pendukung bagi golongan nasionalis. Kesulitan yang sama pun dialami oleh orang-orang Maroko yang tinggal
di pedesaan. Dalam kurun waktu 1930-1933, pendapatan mereka menurun hingga 60 persen. Dalam hal ini, faktor Ekonomi merupakan faktor utama yang
membentuk pergerakan-pergerakan perlawanan pemerintahan kolonial ketimbang tekanan-tekanan politis yang mereka alami. Sehingga, pada akhirnya
kemerdekaan adalah satu-satunya solusi untuk keluar dari masa paceklik ini, baik bagi penduduk desa maupun kota.
Ketika deklarasi Perang Dunia Kedua diumumkan di Maroko oleh pemerintah Prancis, Sultan menawarkan dukungan penuh untuk membantu
Prancis dalam perang tersebut.
61
Pada titik ini, kalangan nasionalis juga mengendurkan kampanye mereka melawan sistem Kolonial yang diterapkan oleh
Prancis karena asumsinya mereka lebih baik mengumpulkan kekuatan sembari menunggu kedatangan kembali pemimpin-pemimpin mereka yang ditahan oleh
Prancis. Dukungan sultan terhadap Prancis juga tidak serta-merta ditolak oleh orang-orang Maroko. Alasannya, akan lebih baik bila mendukung Prancis, karena
bila Prancis kalah, maka Jerman akan mengambil alih Maroko. Hal tersebut sudah terlihat ketika Jerman mengunjungi Tangier di tahun 1905 dan insiden Agadir di
60
Ibid., h. 17.
61
Julien, Le Maroc, h.188.
39
tahun 1911.
62
dan juga bantuan-bantuan yang diberikan oleh Jerman kepada masyarakat Maroko ketika melawan Prancis.
63
Lebih jauh lagi, propaganda Nazi juga terus digelontorkan oleh orang- orang Jerman yang ada di Prancis. Propaganda ini berawal dari tahun 1937,
melalui petugas Jerman di sebuah sekolah militer di Chaouen, salah satu kawasan di zona Spanyol dan dibantu dengan kelompok fasisme lainnya, Italia.
64
Dari situ terlihat bahwa ambisi Jerman untuk mengusir Prancis dari Maroko begitu besar.
Namun, alasan dibalik semua bantuan dan campur tangan Jerman di Maroko adalah ideologi anti-semit. Jerman ingin menghabisi orang-orang Yahudi
di Maroko. Akan tetapi, Prancis menjadi tembok penghalang yang besar bagi Jerman untuk mewujudkan hal tersebut. Apalagi Prancis juga menolak pemikiran
anti-semit yang digembar-gemborkan oleh Jerman. Maka dari itu, Jerman mengambil simpati kalangan nasionalis agar bisa mencapai tujuannya.
65
Pun demikian, kalangan nasionalis Maroko melihat tabiat Jerman yang nyatanya tidak akan menguntungkan juga bagi mereka terutama bagi kalangan
nasionalis Maroko yang berada di zona Spanyol. Karena negara-negara poros seperti Jerman dan Italia yang berideologi Fasisme tidak lebih baik dari Prancis
ataupun Spanyol.
66
62
Jamil M. Abun-Nasr, History of the Maghrib Cambridge: Cambridge University Press,
1971, h.300-302 dan Frederick V. Parsons, The Origins of the Morocco Question, 1800-1900
London: Duckworth,1976, h. 516.
63
SHAT, Maroc E12 bis.Dokumen ini mendeskripsikan secara detail mengenai agen-agen dan mata-mata Jerman di Selatan Maroko.
64
Bulletins mensuels du Protectorat, January 1936, March 1937, AGGA, h. 27.
65
Halstead, Rebirth of a Nation, h. 260.
66
Ibid.
40
Satu hal yang tidak bisa dipungkiri dari campur tangan Jerman di Maroko, sedikit banyak mereka telah membantu perjuangan kalangan nasionalis melawan
protektorasi yang diterapkan oleh Prancis dan Spanyol.
67
Bahkan bantuan berupa pasukan bersenjata pun pernah didatangkan Jerman ke Casablanca yang mana
pada saat itu sedang terjadi bentrokan antara kalangan nasionalis dengan Protektorat Prancis.
Kekalahan Prancis pada Perang Dunia Kedua oleh Jerman jelas menjadi pengaruh besar bagi perkembangan perjuangan kalangan nasionalis. Pasalnya, hal
tersebut berdampak pada psikologi orang-orang Maroko yang semakin percaya diri. Hal tersebut membuktikan bahwa Prancis tidak sesuperior yang diperkirakan
hingga dapat dikalahkan oleh Jerman pada tahun 1940. Terlepas dari itu, hal tersebut nyatanya selaras dengan kasus Indonesia. Kekalahan Belanda oleh
Jepang, dan kekalahan Jepang oleh sekutu memengaruhi kejiwaan para pahlawan dan bapak pendiri bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Kemerdekaan adalah hal yang realistis pada waktu itu. Rentetan peristiwa di atas hanya faktor pendukung namun kunci utama agar kemerdekaan dapat
terwujud tetap berada di tangan sultan. Karena, bagaimanapun sultan adalah pemegang kekuasaan tertinggi bagi komunitas muslim Maroko. Posisinya
mewakili mayoritas penduduk Maroko yang bercorakkan muslim.
68
Seperti yang dijelaskan sebelumnya pada BAB II, posisi sultan sudah dilemahkan oleh orang-
orang Eropa. Namun disatu sisi, Prancis tidak ingin ‗main kasar‘ dengan menggulingkan sultan, karena cara tersebut justru akan merugikan
67
Leon Borden Blair, Western Window in the Arab World Austin: University of Texas
Press, 1970, h. 65-66.
68
Lahbabi, Le Gouvernement M
arocain a l’aube du XXe Siècle,h. 23.