Demonstrasi dan Pemberontakan RESISTENSI POLITIK KOLONIAL DI MAROKO

62 mengambil langkah besar ke depan sebagai hasil dari demonstrasi berdarah; mereka akan mewujudkan dukungan rakyat yang cukup besar. 106 Sepanjang sisa tahun dan pada musim semi 1937, kelompok nasionalis mampu memprovokasi demonstrasi yang sifatnyabergerak sendiri-sendiri. Kesempatan besar yang muncul di musim semi adalah bahwa Nogues menandatangani surat izin penerbitan beberapa majalah Arab dan Perancis, setelah dua setengah tahun tidak ada satupun media cetak yang diberikan izin penerbitan. Perpecahan tumbuh dalam gerakan nasionalis antara faksi yang setia kepada Allal al-Fassi dan faksi yang setia Moyammed al-Ouezzani, sehingga secara otomatis ikut menggandakan jumlah media cetak yang mewakili mereka. Partai Nasional Allal al-Fassi untuk meweujudkan Reformasi mendirikan Koran pertama nasionalis Arab, Al-Atlas Januari 1937, dan versi Prancis, LAksi populaire. Gerakan Nasional Ouezzani juga merespon dengan menerbitkan LAction baru dan dengan versi bahasa Arab di musim semi dengan nama Al- Difaa. Koran Arab lainnya termasuk Al-Maghreb dua mingguan yang diterbitkan di Casa, At-aqaddum 1937, dan al-Amal 1937 juga ada, meskipun media cetak tersebut tidak secara langsung berkaitan dengan partai-partai dan tidak secara penuh berunsur politik. Sementara Nogues membuka peluang baru bagi pers, dekrit pada tanggal 18 Maret 1937, menindak kebebasan asosiasi nasionalis dengan menyatakan Kutlat al-Wataniyya tidak lagi dapat dianggap sebagai organisasi berbadan hukum 106 Al Fassi, The Independence Movements in Arab North Africa, h. 161. 63 karena Kutlat telah melanggar perundang undangan dengan menciptakan organisasi gelap dimana para anggotanya tak memiliki kartu keanggotaan. Hal tersebut tidak mencegah komite nasional dari pemangku rencana melebarkan sayap di seluruh Maroko. Tidak sampai akhir musim panas, kaum nasionalis mendapat kesempatan untuk menyuarakan agenda reformis mereka melalui demonstrasi besar-besaran. Sementara itu, dekat Masjid Agung Zaytuna, sudah berkumpul kerumunan sebanyak kurang lebih 6000 orang. Mereka memblokir jalan-jalan menuju masjid dan benturan tidak dapat terhindarkan. Terjadi baku tembak antara polisi dan kerumunan: Fifty-two police and one European civilian were injured while thirteen Moroccans were killed and forty more were injured.While the initial protests had arisen locally out of the grievances of the Meknes medina, the nationalists quicklytook an active role, building off of the momentum that had been created in the September 2nd confrontation. A few days later, on September 6th, there were mass protests about the bloody events in Meknes in Casablanca, Fes, Rabat, Oujda, Marrakesh, and again in Meknes with the Latif prayer being recited in the major mosques. French officials, worried about the volatility of the situation, shut down the nationalist newspapers again and continued to arrest demonstrators. 107 Fez terus menjadi pusat kerusuhan huru-hara, dan Nogues, salah satu Residen Umum, datang ke Fez untuk bertemu dengan tokoh-tokoh delegasi pada 12 September. Antara lain Shurafa keturunan Nabi Muhammad yang membentuk kelompok kelas istimewa di Old Medina dan tentu saja tokoh-tokoh dari kalangan nasionalis. 107 SHD-AT Carton 3H 250, Commissariat Divisionnaire Casablanca, Note de renseignements, 9 September 1937. 64 Pada bulan November 1936, konfrontasi dan bentrokan-bentrokan antara Protektorat Prancis dan Maroko semakin terasa ketimbang pada bulan sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa fase yang terjadi antara kalangan nasionalis Maroko dengan pemerintahan kolonial Prancis telah memasuki babak baru. Setelah banding mereka kepada Prancis untuk mereformasi hubungan diabaikan, antara warga setempat dengan Prancis, memberikan ruang baru bagi kalangan nasionalis untuk memobilisasi massa di wilayah tersebut guna mendukung tujuan kalangan nasionalis. Hal tersebut jelas memancing kegeraman di pihak Prancis. Maka dari itu, dikirimkanlah pasukan keamanan dan melakukan tindakan-tindakan kekerasan terhadap kalangan nasionalis, membakar selebaran-selebaran yang disebar oleh kalangan nasionalis, dan melakukan penangkapan massal termasuk menangkap pemimpin utama kalangan nasionalis lalu kemudian diasingkan seperti Allal el Fassi awalnya ke Gabon kemudian ke Kongo; Mohammed Lyazidi, Omar Ben Abdeljalil, Ahmed Mekouar ke lokasi terpencil di Gurun Sahara; dan Mohammed el-Ouezzani ke Itzer. Hal tersebut dilaporkan oleh gubernur Nogues: We no longer have a choice. The rigorous measures against the leaders of the movement, if they continue to mobilize the people against the Makhzen and against France, are necessary, regardless of the reactions they provoke. They are the only means for assuring the future of French Morocco and to create a new climate that permits us to follow our civilizing action. 108 108 SHD-AT, Carton 3H 250, Report by General Noguès to Yvon Delbos, Minister of Foreign Affairs, on Moroccan Nationalism, October 9, 1937, 31. 65 Karena konflik tersebut, di akhir 1937, mengubah tujuan kalangan nasionalis. yang awalnya hanya ingin mereformasi hubungan antara Maroko dengan Prancis menjadi lebih baik semisal sistem ekonomi yang tidak hanya menguntungkan Prancis dsb menjadi tuntuntan akan kemerdekaan Maroko. Salah satu perhatian utama Protektorat Prancis adalah pemberontakan yang terjadi di tahun 1937 di kota-kota besar sampai merembet ke daerah pedesaan. Usaha-usaha telah dilakukan kalangan nasionalis agar masyarakat pedesaan dapat bergabung untuk ikut melakukan pemberontakan melawan Prancis. Misalnya dengan mengirimkan agen untuk memberikan informasi kepada masyarakat desa. Namun hal tersebut malah berujung terhadap penahanan agen tersebut oleh Prancis karena tindakannya diketahui. Pun demikian, beberapa suku di pedesaan ternyata juga ikut dalam aksi pemberontakana ini. Suku Ould El Hadj misalnya yang datang ke Old Medina untuk memberikan sumpah setia sekaligus membayar iuran keanggotaan karena terlah bergabung dengan kalangan nasionalis. 109 Selain itu ada juga laporan demonstrasi dukungan yang dilakukan di Azrou, Gigou, dan Mrirt kota-kota di wilayah Middle Atlas. 110

C. Kedaulatan Maroko

Saat De Gaulle jatuh pada bulan Maret 1946, pemerintah sosialis yang memegang tampuk kepemimpinan Prancis menunjuk Erik Labonne, seorang sipil liberal, sebagai gubernur jenderal yang baru. Usaha yang ia lakukan adalah meliberalisasi ekonomi Maroko dan memodernisasi sektor pertanian dan industri 109 SHD-AT Carton 3H 250, Report of Chief Boiseaux, Commander of Gendarmerie of Fes, September 9, 1937. 110 SHD-AT, Carton 3H 250, 3rd Trimester Report on Meknes Region, Chef de la Région, Caillault, October 29, 1937. 66 di Maroko. Namun hal tersebut tidak berjalan dengan mulus karena hal tersebut membutuhkan modal yang besar. Dia juga mencoba meliberalisasi sektor politik dan hal tersebut berimbas positif kepada kalangan nasionalis. Pasalnya, kebijakan yang ditempuh oleh Labonne malah menyebabkan Allal el-Fassi terbebas dari masa pengasingannya dan langsung memegang kekuasaan tertinggi Istiqlal. Selain itu, komunitas Yahudi juga membuat gerakan patriotik, paling tidak membantu kekuatan kalangan nasionalis hingga tahun 1948. Kunjungan ke Tangier yang dilakukan oleh sultan merupakan bencana bagi Prancis, karena seperti yang penulis jelaskan pada BAB III, bahwa hal tersebut memperkuat identitas nasional Maroko sebagai sebuah bangsa dan negara. Pada Mei 1947, Labonne digantikan oleh Alphonse Pierre Juin. Juin adalah seorang kolonis. Kebijakan yang ditempuhnya adalah mendorong investasi; investasi yang umumnya menguntungkan para kolonis dan elit-elit Maroko yang notabene sudah kaya raya. Selain itu, Setelah kemerdekaan Israel pada tahun 1948, banyak orang Yahudi yang melakukan migrasi. Gerakan nasionalis terus tumbuh dan mulai mengikut sertakan perempuan bahkan sampai dibentuk Istiqlal untuk perempuan yang tujuannya menampung perempuan-perempuan yang mau berjuang untuk kemerdekaan Maroko. Hal ini dilakukan karena banyak kalangan nasionalis Yahudi yang justru pergi ke Israel. Selain itu, terdapat satu hal yang menarik, yaitu, ide mengenai nasionalisme dan patriotisme tanah air menyebar dengan 67 sangat cepat, terutama dikalangan laki-laki muda dan penyebaran ide ini terjadi ketika mereka melangsungkan olahraga. 111 Selain itu, keanggotaan serikat buruh juga terus tumbuh, meskipun para pemimpin Istiqlal tidak tahu persis apakah hal tersebut nantinya akan berdampak baik atau tidak. Namun karena sama-sama ingin memperjuangkan kemerdekaan, kecurigaan itu dikesampingkan untuk semantara waktu. Sebaliknya, Juin mengandalkan beberapa tokoh yang terkenal lantang di Maroko. Salah satunya adalah Abdel hafid el-Kittani, pemimpin tarekat Kittaniyya, yang membenci keluarga Maulay Abdelhafid karena telah mencambuk saudaranya hingga mati pada tahun 1909. Kemudian tokoh yang lainnya adalah El Glaoui karena dikenal pernah membawa sekelompok besar orang-orang Berber untuk memaksa sultan mereformasi Dahir Berbere. Namun usahanya sia-sia saja, karena mereka memiliki tujuan yang sama, walaupun meski mengesampingkan problem masa lalunya dengan sultan. Pada tahun 1951, Juin digantikan oleh Agustus-Léon Guillaume, yang bahkan lebih keras kepala dari Juin dalam hal pengambilan keputusan. Ia cenderung menggunakan gaya-gaya arogan untuk menekan pemberontakan yang terjadi di Maroko. Para serikat buruh dan kalangan nasionalis tentu saja semakin geram dengan ulahnya. Pemogokan dan demonstrasi besar-besaran terjadi di akhir musim dingin, dari tahun 1951-1952. 111 Pada akhir tahun 1930-an, kalangan nasionalis telah mendirikan Widad Athletic Club. Isu nasionalisme menyebar ketika ada pertandingan sepakbola antara Prancis dengan Maroko, dari situ situasi mulai memanas dan meruncing karena nyatanya olahraga justru dapat membangkitkan rasa nasionalisme dan patriotisme beberapa kali lebih efektif ketimbang dialog. 68 Pada tahun 1953, Mohammed V ditangkap di bawah todongan senjata dan digulingkan lalu diasingkan ke Madagaskar. Penggantinya adalah salah satu anggota keluarga Alawi, Moulay Ben Arafa. Tindakan Prancis tersebut justru malah mempercepat kepergian Prancis dari Maroko, karena sultan yang baru diangkat tersebut juga didukung secara penuh oleh kalangan nasionalis, terutama oleh kubu El Glaoui. Mendekati akhir dari protektorat jelas menjadi hari-hari yang tidak mengenakkan bagi Prancis. Daerah-daerah di pedesaan sudah di luar kendali, tentara Prancis tidak sanggup lagi menangani serangan-serangan yang dilancarkan oleh tentara pembebasan yang berutang budi kepada Istiqlal dan berjanji untuk selalu setia mendukung sang sultan. Pada akhir Agustus 1955 di Aix-les-Bains digelar konferensi yang tujuannya sebagai pengunduran diri Prancis di Maroko. Konferensi tersebut dihadiri oleh El Glaoui, jajaran tinggi pemerintahan Protektorat Prancis, dan tentu saja para petinggi Istiqlal. Terhitung dari konferensi tersebut, Mohammed V juga diizinkan untuk keluar dari pengasingannya di Madagaskar atau dengan kata lain dibebaskan. Setelah menetap di Chateau de la Celle de St. Cloud, Mohammed V membuat perjanjian baru dengan Prancis: Maroko menginginkan pemerintahan monarki konstitusional demokrasi yang independen tanpa harus dikontrol oleh Prancis. Ben Arafa, sebagai sultan pengganti akhirnya mundur dan Muhammad V naik kembali menduduki tahta sultan. Di akhir tahun 1955, Sultan Mohammed V berhasil dalam negosiasi yang ia lakukan untuk memperoleh kemerdekaan secara resmi dan melepas