55 y = 0.001x + 23.083
Keterangan : y = luasan kekeringan aktual kekeringan padi ha x = luasan kekeringan model ha
Dengan menggunakan persamaan di atas, maka dapat untuk menduga nilai kekeringan aktual kekeringan tanaman padi yang terjadi di lokasi penelitian
dengan memasukkan nilai luasan kekeringan yang dihasilkan dari model.
4.6.4 Peluang kejadian kekeringan di Sub DAS Seluna bersasarkan El Nino, La Nina dan Normal.
Seperti telah disebutkan di sub bab viariasi temporal di atas, bahwa kekeringan memiliki variasi yang berbeda-beda tiap bulannya dan tiap tahunnya.
Pada sub bab ini akan dibahas mengenai peluang kejadian kekeringan tiap bulan berdasarkan kejadian El Nino, La Nina dan Normal dari perhitungan kekeringan
tahun 1990 – 2010 . Gambar 25 berikut menunjukkan peluang kejadian
kekeringan di Sub DAS Seluna dari bulan Januari sampai dengan Desember berdasarkan kejadian El Nino, La Nina dan Normal.
Gambar 25 secara umum menunjukkan bahwa pada bulan Januari - April, seluruh wilayah Sub DAS Seluna peluang terjadinya kekeringan 20. Karena
pada bulan-bulan tersebut merupakan musim penghujan, sehingga tambahan air untuk soil moisture tercukupi. Mulai bulan Mei besarnya peluang kejadian
kekeringan semakin meningkat. Peningkatan besarnya peluang kejadian kekeringan ini dimulai dari arah pantai Pati dan semakin bergeser ke arah barat
daya kearah Kabupaten Boyolali. Pada periode El Nino, kekeringan mengalami puncaknya pada bulan
Oktober dengan peluang antara 81 - 100 terjadi di hampir seluruh wilayah Sub DAS Seluna. Puncak kekeringan pada saat La Nina dan Normal terjadi pada
bulan yang sama, yaitu bulan September, tetapi besarnya peluang berbeda. Besarnya peluang kejadian kekeringan saat puncak kekeringan periode La Nina
mulai dari 20 - 100. Pada bulan ini sebagian besar wilayah Sub DAS Seluna peluang kekeringannya kurang dari 60 dan hanya sebagian kecil yang peluang
kekeringannya antara 81-100. Sedangkan pada puncak kekeringan periode Normal sebagian besar wilayah Sub DAS Seluna memiliki peluang kejadian
kekeringan antara 81 -100, dan sisanya antara 61 - 80.
56 Gambar 25. Peluang Kejadian Kekeringan Bulanan di Sub DAS Seluna
57 Ditinjau dari topografinya, daerah dataran rendah secara umum memiliki
peluang kejadian kekeringan yang lebih besar dibandingkan daerah dataran tinggi. Pada gambar 25 di atas, peluang paling kecil terjadinya kekeringan terjadi di
daerah lereng gunung Merapi dan peluang paling besar terjadinya kekeringan di dataran rendah dekat pantai. Fenomena ini bisa disebabkan tingginya suhu udara
di wilayah pesisir pantai dan rendahnya suhu udara di wilayah dataran tinggi. Menurut Nicholls 2004, suhu udara yang tinggi akan lebih memperbesar
kekeringan, meskipun curah hujannya tidak begitu rendah dari biasanya. Pernyataan Nicholls tersebut diperkuat lagi dengan bukti bahwa meskipun
sama-sama terletak pada daerah lereng pegunungan, antara Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Kudus memiliki peluang kekeringan yang berbeda. Peluang
kekeringan di Kabupaten Kudus lebih tinggi dibandingkan Kabupten Boyolali, padahal rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Kudus lebih tinggi. Hal ini
disebabkan karena faktor suhu udara. Rata-rata suhu udara di Kabupaten Kudus lebih tinggi sehingga proses evapotranspirasi yang terjadi lebih besar dan
simpanan air yang ada di dalam tanah menjadi lebih sedikit. Gambar 25 dapat digunakan sebagai acuan dalam analisis risiko bencana
kekeringan. Analisis risiko terhadap bencana kekeringan ini sangat penting, selain dapat diketahui wilayah mana saja yang berisiko menerima dampak dan kerugian
akibat kekeringan, juga dapat diketahui wilayah yang menjadi prioritas pelaksanaan program rencana aksi pengurangan risiko bencana. Risiko bencana
adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu , misalnya dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Gambar 25 menunjukkan bahwa daerah-daerah yang paling rentan terhadap kejadian kekeringan adalah di Kabupaten Pati, Blora , Rembang, dan sebagian
kecil Kabupaten Kudus. Sehingga wilayah-wilayah tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi risiko bencana kekeringan yang paling besar dibandingkan
wilayah lainnya. Oleh sebab itu masyarakat di wilayah-wilayah ini haruslah dikenalkan suatu paradigma baru dalam menghadapi bencana, yaitu paradigma
pengurangan risiko. Dalam paradigma ini, setiap individu, masyarakat di daerah
58 diperkenalkan dengan berbagai ancaman yang ada di wilayahnya yang terkait
dengan bencana kekeringan, bagaimana cara mengurangi ancaman dan kerentanan yang dimiliki, serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi
setiap ancaman. Misalnya saja dengan mengubah pola tanam yang selama ini telah dilakukan secara turun termurun, membangun jaringan irigasi atau sumur-
sumur bor, sehingga pada saat bencana kekeringan terjadi suplai air masih didapatkan meskipun jumlahnya berkurang. Atau bisa juga dengan menanam
tanaman yang bisa beradaptasi terhadap cekaman kekeringan pada saat bulan- bulan yang memiliki peluang kejadian kekeringan besar.
4.7 Perbandingan Penggunaan Data Murni RegCM3 dengan Data Campuran Data Aktual dan Data RegCM3
Data iklim yang ada di Indonesia kebanyakan tidak lengkap dan ada beberapa yang terputus seri waktunya. Hal ini telah dijelaskan pada tinjauan
pustaka di depan. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan data iklim yang lengkap dan memiliki panjang data yang lama bisa dilakukan pemutakhiran data dengan
mengisi data-data yang kosong dengan menggunakan data hasil pemodelan iklim. Berikut disajikan contoh perbandingan hasil penggunaan data murni model
RegCM3 dengan data hasil pemutakhiran data campuran antara data aktual dan data RegCM3 untuk menghitung luas kekeringan pada lahan sawah di Kabupaten
Kudus dan Kabupaten Grobogan.
a
5000 10000
15000 20000
25000
Lu a
s Kek
e ri
n ga
n h
a
Kejadian Kekeringan
Grafik Perbandingan Luas Kekeringan Model data murni RegCM3 dan data campuran
Kabupaten Kudus
Data RegCM3 Data Campuran RegCm3+Aktual
NSE = 0.5 r = 0.76
59 b
Gambar 26. Perbandingan Penggunaan Data Model dan Data Pemutakhiran campuran data aktual dengan data model. a Kudus. b Grobogan
Gambar 26 menunjukkan bahwa antara data model dengan data hasil pemutakhiran ketika digunakan untuk mencari luas kekeringan penggunaan lahan
sawah di daerah penelitian menunjukkan kemiripan. Hal ini ditandai dengan nilai efisiensi NSE positif dan nilai korelasi yang sangat kuat r 7. Dari hasil ini
dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan data model RegCM3 dapat digunakan untuk mengisi data-data yang kosong pada data aktual yang kurang
lengkap dan terputus seri waktunya.
10000 20000
30000 40000
50000 60000
70000
Lu a
s Keke
ri n
g a
n h
a
Kejadian Kekeringan
Grafik Perbandingan Luas Kekeringan Model data murni RegCM3 dan data campuran
Kabupaten Grobogan
Data RegCM3 Data Campuran RegCm3+Aktual
NSE = 0.3 r = 0.72
60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN