37 runoff di Amerika Serikat dengan menggunakan data luaran RegCM2
menunjukkan hasil yang signifikan dengan runoff observasi. RegCM3 merupakan hasil downscaling dinamik dari model iklim yang resolusi spasialnya lebih besar,
seperti GCM. Dengan adanya downscaling ini menjadikan performa RegCM3 menjadi akurat jika diterapkan untuk analisis hidrolologi pada skala lokal.
4.3 Keadaan Curah Hujan Berdasarkan Data Luaran RegCM3
Besarnya curah hujan di suatu daerah tergantung dari posisi daerah tersebut terhadap laut dan pegunungan. Atau dengan kata lain besarnya curah hujan sangat
tergantung dari topografi. Kecenderungan yang ada bahwa semakin tinggi suatu tempat maka curah hujan akan semkin tinggi. Gambar 11 menunjukkan hubungan
ketinggian tempat dengan besarnya curah hujan di daerah penelitian berdasarkan data luaran model RegCM3 terkoreksi.
Gambar 11. Hubungan ketinggian tempat dengan curah hujan Gambar 11 tersebut menunjukkan bahwa di daerah penelitian, besarnya
curah hujan model tidak selalu tergantung dengan ketinggian tempatnya. Hal ini ditujukkan oleh garis kecenderungan yang relatif datar. Ada tempat dengan
elevasi yang rendah tetapi curah hujannya lebih tinggi dibandingkan pada tempat yang elevasinya lebih tinggi. Misalnya pada lokasi dengan ketinggian 5 m dpal
curah hujan tahunannya 2.235 mmtahun sedangkan daerah yang paling tinggi , yaitu 3.000 m dpal curah hujannya 1.950 mmtahun.
500 1000
1500 2000
2500
500 1000
1500 2000
2500 3000
R a
ta -ra
ta C
H T
a h
u n
a n
m m
t h
Ketinggian m
Grafik Hubungan Ketinggian dengan Curah Hujan
38 Fenomena besarnya curah hujan seperti disebutkan di atas bisa disebabkan
pengaruh daerah bayang-bayang hujan. Yaitu suatu lereng pegunungan yang sangat kecil menerima curah hujan karena curah hujan telah jatuh di lereng
pegunungan sebaliknya. Daerah bayang-bayang hujan identik dengan curah hujan yang kecil karena angin yang berhembus tidak membawa uap air.
Hubungan ketinggian dengan curah hujan di atas, akan nampak lebih jelas lagi dengan adanya peta sebaran curah hujan di daerah penelitian. Gambar 12
memperlihatkan sebaran rata-rata curah hujan tahunan di Sub DAS Seluna berdasarkan data luaran model RegCM3 terkoreksi. Gambar tersebut
menunjukkan bahwa di daerah dataran rendah yang dekat pantai Pati dan Rembang, curah hujan tahunannya paling rendah dengan rata-rata kurang dari
1.700 mmtahun. Fakta ini seusai dengan penelitian yang dilakukan oleh Turyanti 1995 dan Jadmiko 2011. Turyanti dan Jadmiko dalam penelitiannya
menyatakan bahwa curah hujan daerah di pantai utara pulau Jawa lebih rendah dibandingkan dengan curah hujan di daerah pantai selatan pulau Jawa. Semakin
ke atas curah hujan akan semakin besar. Ke arah utara, yaitu ada Gunung Muria yang ada di Kabupaten Kudus, curah hujan semakin meningkat. Begitu juga ke
arah Barat Daya ada Gunung Merapi. Daerah di lereng Gunung Merapi, seperti Boyolali dan Salatiga curah hujan juga mengalami peningkatan.
Meskipun sama-sama di lereng gunung, antara daerah yang ada di lereng Gunung Muria dengan dareah yang ada di lereng Gunung Merapi menunjukkan
besaran rata-rata curah hujan tahunan yang berbeda. Sebagai contohnya daerah Boyolali yang ada di lereng Gunung Merapi curah hujannya lebih rendah
dibandingkan daerah Kudus yang ada di lereng Gunung Muria. Hal ini dimungkinkan di lereng timur laut dari Gunung Merapi merupakan daerah
bayang-bayang hujan, sehingga meskipun ketinggiannya hampir sama dengan lereng Gunung Muria, tetapi curah hujan di daerah lereng Gunung Merapi ini
lebih kecil. Gambar 12 juga menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di Sub DAS Seluna curah hujan rata-rata tahunannya sebesar 1.701
– 2.200 mmtahun. Daerah-daerah tersebut meliputi sebagian besar Kabupaten Grobogan, Kudus,
Demak, Boyolali , Semarang, Salatiga,Sragen dan Blora.
39 Gambar 12. Curah Hujan Wilayah rata-rata tahunan
di Sub DAS Seluna
40 Curah hujan tahunan di Sub DAS Seluna dari tahun ke tahun
kecenderungannya mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan IPCC Projected Climate Change, dalam Lavinson 2009, yang menyatakan bahwa total presipitasi
dari tahun ke tahun di prediksikan akan mengalami peningkatan. Kecenderungan curah hujan tahunan di Sub DAS Seluna dari tahun 1990
– 2010 digambarkan pada Gambar 13 .
Gambar 13. Kecenderungan Curah Hujan Tahunan 1990
– 2010 Gambar 13 di atas selain menunjukkan kecenderungan curah hujan tahunan
dari tahun ke tahun yang mengalami peningkatan juga dapat diketahui bahwa curah hujan tahunan di Sub DAS Seluna memiliki pola 2 puncak dan 2 lembah
dalam kurun waktu 21 tahun 1990-2010. Tahun-tahun paling kering dalam kurun waktu tersebut terjadi pada tahun 1991 dan 2004 dan tahun-tahun paling
basah terjadi pada tahun 1998 dan 2010. Berdasarkan www.ggweather.com
tahun 1991 dan 2004 merupakan tahun kejadian El Nino dan tahun 1998 dan 2010
merupakan tahun La Nina. Bahkan pada tahun 2010 merupakan kejadian La Nina kuat, hal ini sesuai dengan Gambar 13 di atas, bahwa pada tahun 2010 merupakan
tahun paling basah. Fakta tersebut menunjukkan bahwa data luaran model RegCM3 mampu menggambarkan fenomena El Nino dan La Nina yang terjadi.
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
1990 1992
1994 1996
1998 2000
2002 2004
2006 2008
2010
C H
Tah u
n an
m m
tah u
n
Tahun
Grafik Kecenderungan Curah Hujan
41
4.4 Keadaan Suhu Udara Berdasarkan Data Luaran RegCM3