Variasi temporal rata-rata kejadian kekeringan di Sub DAS Seluna 1990-2010. Variasi spasial rata-rata kejadian kekeringan di Sub DAS Seluna 1990- 2010.

50 Gambar 21. Rata-rata Jumlah Deret Hari Kering Tahun 1990-2010

4.6.2 Variasi temporal rata-rata kejadian kekeringan di Sub DAS Seluna 1990-2010.

Fluktuasi dari CH rata-rata, nilai peluang terjadinya kekeringan rata-rata dan besarnya kadar air tersedia berdasarkan kapasitas lapang rata-rata disajikan pada Gambar 22 . Gambar 22 memperlihatkan bahwa pola KL mengikuti pola curah hujan. Saat curah hujan mengalami penurunan, KL juga mengalami penurunan dan sebaliknya. Garis mendatar menunjukkan batas ambang kekeringan dari hasil uji kehandalan model kekeringan, yaitu pada kondisi air 30KL. Berdasarkan nilai ambang batas tersebut, di daerah penelitian rata-rata mulai mengalami kekeringan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober. Dan puncak kekeringan paling parah terjadi pada bulan September, yaitu dengan kondisi air tersedia lebih kurang 12KL dan peluang terjadinya adalah 83. Sedangkan paling basah terjadi pada bulan Januari, dengan kondisi air 90,3KL. Peluang untuk terjadi kekeringan pada bulan-bulan Desember sampai dengan April kurang dari 10, sehingga pada bulan Desember-April apabila dilakukan penanaman padi sangat cocok. Karena padi merupakan tanaman yang membutuhkan air tersedia cukup banyak dan bisa dipenuhi pada periode Desember-April. 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Ju m lah D H K h ar i Tahun Grafik Rata-rata Jumlah Deret Hari Kering Di Sub DAS Seluna = El Nino = La Nina 51 Gambar 22. Pola CH rata-rata, KL rata-rata dan Peluang rata-rata

4.6.3 Variasi spasial rata-rata kejadian kekeringan di Sub DAS Seluna 1990- 2010.

Sebaran kekeringan di Sub DAS Seluna dan grafik hubungan antara luasan kekeringan aktual dengan model berdasarkan kabupatenkota yang ada di Sub DAS Seluna dapat disajikan pada Gambar 23. Gambar 23 a menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di Sub DAS Seluna pada saat bulan-bulan terkering, yaitu bulan Agustus, September dan Oktober telah mengalami kekeringan. Persentase luas wilayah dengan kondisi air tersedia 0-10 KL adalah 4,5, kemudian secara berturut turut pada kondisi air tersedia 10-20KL, 20-30KL, 30-40KL, dan 40-52KL adalah 51,17, 37,67, 6,67, dan 0.02. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 50 100 150 200 250 300 350 400 Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec K L d a n P el u a n g C H ra ta 2 m m b u la n Bulan Grafik Pola Hubungan Rata2 CH ,Peluang dan KL CH KL Peluang 52 b Gambar 23. a Rata-rata Kondisi Air Tersedia pada Bulan Agustus-Oktober Menurut KL, b Hubungan Luasan Kekeringan Aktual dan Model menurut KabupatenKota 20 40 60 80 100 120 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 Lu a s K e k e r in g a n A k tu a l h a Lu a s K e k e r in g a n M o d e l h a Hubungan Luas Kekeringan Aktual dan Model Luas Model Luas Aktual r= 0.61 a 53 Persentase luasan wilayah berdasarkan kondisi air tersedia pada bulan-bulan terkering menunjukkan bahwa di Sub Das Seluna sebagian besar wilayanya pada kondisi air 10-20 KL. Menurut Enciso et al 2007 tanaman-tanaman yang sensitif terhadap cekaman kekeringan, saat kondisi air tanah terendah pada 25 KL masih bisa ditolerir. Berarti di bawah 25 KL sudah mulai mengalami cekaman kekeringan. Jika dikaitkan dengan pendapat Enciso tersebut, maka sebagian besar wilayah Sub DAS Seluna pada bulan Agustus-Oktober telah mengalami cekaman kekeringan. Karena memiliki kondisi air di bawah 25KL. Wilayah dengan kondisi air tersedia 10-20 KL tersebut meliputi sebagian besar Blora, Pati, Kudus,Grobogan dan Rembang, serta sebagian kecil Boyolali dan Sragen. Gambar 23 b merupakan grafik hubungan luasan kekeringan model luas kekeringan pada penggunaan lahan sawah dan luasan kekeringan aktual luas kekeringan untuk tanaman padi. Proses untuk mendapatkan luas kekeringan model yaitu mula-mula ditentukan grid-grid yang ada di wilayah penelitian masuk kategori kering KL 30 ataukah tidak kering KL = 30. Selanjutnya diberikan kode pada masing-masing grid. Kode 1 apabila kondisinya kering dan kode 0 apabila kondisinya tidak kering. Dari kode-kode tersebut diinterpolasi, sehingga dihasilkan peta sebaran kekeringan di lokasi penelitian. Berhubung data kekeringan aktual merupakan data luasan kekeringan tanaman padi, maka pada model yang dihitung adalah luasan kekeringan yang terjadi di penggunaan lahan sawah. Luas kekeringan di penggunaan lahan sawah didapatkan dengan cara overlay peta sebaran kekeringan dengan peta penggunaan lahan. Dari hasil overlay tersebut akan didapatkan luas kekeringan pada berbagai penggunaan lahan. Dan yang dipakai untuk analisis dalam penelitian ini adalah luas kekeringan yang ada di penggunaan lahan sawah. Nilai korelasi antara luasan kekeringan model dengan aktual pada Gambar 23 b menunjukkan korelasi r=0.61. Nilai korelasi ini mengandung arti hubungan yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan analisis kekeringan dengan menggunakan input data luaran RegCM3 mampu menggambarkan karakteristik sebaran kekeringan di daerah penelitian dengan cukup baik. Gambar 23 b jika dihubungkan dengan Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kabupatenkota yang 54 persentase luas wilayah masuk Sub DAS nya kecil akan menyebabkan berkurangnya nilai korelasi, misalnya Kabupaten Rembang, persentase luas wilayah yang masuk Sub DAS hanya 2,53 menunjukkan pola hubungan luas kekeringan model dengan luas kekeringan aktual yang tidak baik. Demikian juga untuk Kabupaten Semarang 14.24 dan Kabupaten Sragen 13.86. Hal ini dikarenakan semakin besarnya error yang dihasilkan. Namun untuk kabupatenkota yang persentase luas wilayah masuk Sub DAS nya besar, menunjukkan pola hubungan luas kekeringan aktual dan luas kekeringan model yang bagus. Misalnya Kabupaten Kudus 77,06, Kabupaten Grobogan 73.77 dan Pati 60.87. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa persentase luas wilayah yang masuk Sub DAS sangat menentukan keakuratan validasi antara luasan kekeringan aktual dan luasan kekeringan model. Oleh sebab itu agar didapatkan hasil penelitian yang validitasnya baik, maka penelitian selanjutnya supaya dilakukan pada satuan penelitian dengan batas administrasi, sehingga akan didapatkan persentase luas wilayah yang optimal. Nilai korelasi antara luasan aktual dan luasan model meskipun cukup baik, namun luasan yang dihasilkan dari model masih menunjukkan nilai yang overestimate. Sehingga untuk menduga luasan kekeringan untuk tanaman padi di lapangan bisa diduga dari nilai kekeringan model dengan menggunakan persamaan yang dihasilkan dari Gambar 24 berikut ini. Gambar 24. Persamaan garis lurus antara luasan aktual dan model Gambar 24 merupakan hubungan garis lurus antara luasan kekeringan aktual dengan kekeringan model. Persamaan yang dihasilkan adalah: y = 0.001x + 23.083 20 40 60 80 100 120 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 Lu a s A k tu a l h a Luas Model ha Persmaan Garis Lurus Luasan Kekeringan Aktual dan Model 55 y = 0.001x + 23.083 Keterangan : y = luasan kekeringan aktual kekeringan padi ha x = luasan kekeringan model ha Dengan menggunakan persamaan di atas, maka dapat untuk menduga nilai kekeringan aktual kekeringan tanaman padi yang terjadi di lokasi penelitian dengan memasukkan nilai luasan kekeringan yang dihasilkan dari model.

4.6.4 Peluang kejadian kekeringan di Sub DAS Seluna bersasarkan El Nino, La Nina dan Normal.