12
2. Plasmid pET-21b+ dan Inang E. coli BL21 DE3 pLysS
Plasmid pET-21b+ merupakan salah satu plasmid yang dirancang untuk mengekspresikan gen target yang telah membawa situs pengikatan ribosom dan
kodon pemulai start codon. pET-21b+ berukuran 5442 bp dimana peta konstruksi sistem ekspresinya terdiri dari sebuah gen lacI yang mengkode protein
represor, sebuah promoter T7 yang spesifik untuk hanya T7 RNA polimerase bukan bakteri RNA polimerase dan juga tidak terdapat dalam genom
prokariotik, operator lac lac O yang dapat menghalangi transkripsi, multiple cloning site MCS, sebuah gen replikasi asli dari plasmid alaminya pBR322
ORI, dan suatu gen resistensi ampisilin Blaber 1998. Gambar 8 menampilkan
secara garis besar peta plasmid kontruksi pET-21b+. Sistem pET memberikan hasil ekspesi protein target yang tinggi dan sangat kuat dalam mengendalikan
ekpresi basal yang tidak diinginkan. Sistem pET plasmid yang berdasarkan T7 promoter merupakan yang paling tepat untuk kloning dan ekspresi DNA
rekombinan di dalam E. coli Studier Moffatt 1986; Novagen 1999.
Gambar 8. Peta plasmid pET-21b+ secara garis besar
Bakteri E. coli BL21 DE3 pLysS mempunyai stabilitas yang tinggi dalam ekspresi protein. Inang ekspresi ini membawa gen T7 RNA polimerase
dibawah kontrol promoter lacUV5. E. coli BL21 memiliki plasmid pLysS, plasmid ini akan mengkode sejumlah kecil lisosim T7 yang mempunyai kontrol
yang tinggi terhadap ekspresi protein toksik dan resisten terhadap kloramfenikol.
13 Plasmid pLysS mempunyai sedikit inhibisi terhadap T7 RNA polimerase sehingga
perlu diinduksi oleh isopropyl-ß -D-thiogalactopyranoside IPTG. IPTG menginduksi T7 RNA polimerase dengan promoter lacUV5 sehingga ekspresi
protein rekombinan dapat maksimal Sambrook Russell 2001.
3. Mekanisme Ekspresi Gen Target pada Kombinasi Plasmid pET-21b dan E. coli BL21
Ekpresi protein pada sistem pET21b+ dan inang E. coli BL21 merupakan sistem operon indusibel yang sangat kompleks. Operon adalah kelompok gen
yang diatur secara terkoordinasi dengan fungsi yang saling terkait. Operon terdiri dari promoter, operator, kompleks gen penyandi protein fungsional dan gen
pengkode represor yang berada pada bagian terluar dari operon. Promoter berfungsi sebagai tempat RNA polimerase mengawali proses transkripsi. Operator
sebagai saklar yang akan menentukan perlu atau tidaknya ekspresi suatu protein atau peptida pada operon. Saklar operator akan aktif apabila represor terlepas dari
operator Campbell et al 2003. Plasmid pET21b yang telah mengandung gen target pada posisi hilir dari
T7 promoter dimasukkan ke dalam inang E. coli BL21. E. coli BL21 telah mengandung gen T7 faga yang akan menghasilkan T7 RNA polimerase. T7 RNA
polimerase ini hanya bekerja dan memulai transkripsi pada situs promoter T7 yang dalam hal ini terdapat pada plasmid pET21b[+]. Pembentukan T7 RNA
polimerase diatur melalui operon tersendiri yang telah dikonstruksi pada genom E. coli BL21 Sambrook Russell 2001.
Penambahan senyawa IPTG akan menyebabkan represor tidak dapat menginkatifkan operator yang awalnya memblok proses transkripsi, sehingga T7
RNA polimerase dihasilkan yang selanjutnya memulai tahapan transkripsi pada T7 promoter gen target. Karena T7 merupakan promoter dari virus, maka gen
target akan ditranskripsikan secara cepat selama RNA polimerase ada Sambrook Russell 2001. Ekspresi gen target akan naik secara cepat sebagaimana jumlah
mRNA yang ditranskripsikan juga meningkat. Mekanisme pada plasmid ini serupa dengan mekanisme pemanfaatan laktosa oleh lac operon bakteri.
14
Gambar 9. Mekanisme ekspresi gen target pada E. coli BL21 DE3 pLysS
pET21b+ araA Sambrook Russell 2001. D. PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI ENZIM
Isolasi dan pemurnian enzim intraseluler mikrobial dapat dilakukan dengan cara pemecahan dinding sel. Pemecahan dinding sel bisa secara mekanis dan non
mekanis. Teknik freeze-thaw merupakan teknik pemecahan dinding sel non mekanis dengan manipulasi lingkungan. Freeze-thaw dapat memisahkan protein
target dari protein membran dan inclusion bodies. Perlakuan pembekuan dan pencairan sel secara cepat akan mengakibatkan rusaknya dinding sel.
Pembentukan kristal es merupakan faktor utama penyebab kerusakan ini. Yang perlu diperhatikan dalam proses pemecahan sel melalui cara freeze-thaw adalah
penggunaan suhu dibawah -20ºC, perlakuan yang cepat dan sistem pelarut sel. Pada proses penghancuran ditambahkan buffer atau cairan sehingga memudahkan
proses ekstraksi Suhartono, 1989. Pemisahan partikel dari cairan termasuk bagian penting operasi dalam
isolasi enzim. Pemisahan dilakukan untuk memisahkan sel dari cairan kultur dan penggumpalan presipitat enzim. Enzim intraseluler yang telah dikeluarkan,
SEL INANG
15 dipisahkan dari bagian sel dan dindingnya dengan proses sentrifugasi. Pemisahan
dengan sentrifugasi merupakan sistem pemisahan berdasarkan berat. Partikel dengan berat yang berbeda akan mengendap pada kecepatan yang berbeda. Proses
sentrifugasi pada enzim sebagian besar dilakukan pada suhu rendah, sehingga kehilangan aktivitas enzim dapat dijaga seminimal mungkin Suhartono, 1989.
Pemurnian atau purifikasi enzim adalah memisahkan enzim target dari selainnya. Tujuan pemurnian enzim adalah mendapatkan enzim target dalam
keadaan murni. Untuk enzim termofolik, pemurnian dengan perlakuan panas sering kali dilakukan. Dengan perlakuan panas akan memisahkan enzim yang
tahan panas dari protein lain yang tidak tahan panas. Hal penting yang harus diperhatikan dalam merencanakan tahapan pemurnian yaitu mempertahankan
aktivitas enzim atau mengurangi proteolisis dan denaturasi aktivitas enzim murni serta menentukan jumlah enzim yang dibutuhkan. Enzim yang kasar dan murni
dapat digunakan untuk tujuan komersial. Sedangkan untuk keperluan laboratorium diperlukan enzim murni Harris 1989.
Pemurnian enzim seringkali menggunakan kolom kromatografi. Terdapat 5 teknik kromatografi kolom yang sering digunakan antara lain seperti:
kromatografi pertukaran ion, kromatografi gel filtrasi, kromatografi afinitas, kromatografi interaksi hidrofobik dan kromatografi cair kinerja tinggi HPLC
Sheehan 2009. Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktif
yang bermuatan berlawanan sebagai pengisi kolom. Golongan senyawa ini merupakan polimer terhidratasi yang bersifat tidak larut seperti selulosa, dekstran
dan agarosa. Gugus penukar ion diimobilisasikan pada matriks. Matriks selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan protein termasuk enzim, polisakarida
dan asam nukleat. Beberapa gugus penukar anion yaitu aminoetil AE- kuntenari aminoetil QAE- dan dietil aminoetil DEAE-, sedangkan gugus penukar kation
yaitu sulfopropil SP-, metil sulfonat dan karboksimetil CM- Widyastuti 2007.
Kromatografi penukar ion dilakukan dengan mengelusi protein enzim menggunakan buffer awal yang telah diatur. Protein enzim yang diharapkan
terikat pada kolom kemudian dilepaskan dengan cara mengubah pH buffer atau
16 kekuatan ionik pelarut Phage Thorpe 2009. Molekul enzim atau protein terdiri
atas muatan positif dan negatif tergantung pada rantai samping asam amino asam dan basa. pH pada kondisi jumlah muatan positif dan muatan negatif sama disebut
titik isoelektrik pI. pI sebagian besar protein berkisar antara pH 5 dan 9. Protein yang berada pada kondisi pH diatas pI akan bermuatan negatif, dan apabila pH
dibawah pI akan bermuatan positif Lehninger 2004. Karboksimetil selulosa CMC dan dietilaminoetil DEAE selulosa merupakan penukar ion yang banyak
dipakai untuk keperluan fraksinasi enzim. Apabila kondisi elusi dapat dijaga dengan hati-hati, tingkat kemurnian yang tinggi seringkali dapat dicapai.
Agar enzim dapat bekerja secara optimal, perlu diketahui karakteristik biokimiawi enzim, seperti suhu dan pH optimum, pengaruh ion logam, stabilitas
panas dan lainnya. Kondisi lingkungan harus menunjang kondisi yang dibutuhkan enzim untuk dapat berfungsi sebagai katalis suatu reaksi Buchholz et al 2005.
Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim
akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim akan berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya
proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi, akan tetapi kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi.
Peningkatan suhu tertentu menyebabkan semakin meningkatnya aktivitas katalitik enzim tetapi juga semakin bertambahnya kerusakan enzim Illanes 2008.
Struktur protein menentukan aktivitas enzim, jika strukturnya terganggu maka aktivitasnya akan berubah pula. Kenaikan suhu sampai batas tertentu dalam
suatu reaksi menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi karena bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi enzim dan
substrat sehingga memperbesar peluang keduanya untuk bereaksi. Pada suhu yang lebih besar dari batas reaksi, protein enzim dapat mengalami perubahan
konformasi yang bersifat detrimal yaitu berubahnya susunan tiga dimensi yang khas dari rantai polipeptida. Hal yang sama juga dapat terjadi pada substrat yang
perubahan konformasinya dapat menyebabkan gugus reaktifnya akan mengalami kesulitan pada saat memasuki sisi aktif enzim Machielsen et al 2007.
17 Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada pH
lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda zwitter ion. Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan
berpengaruh terhadap aktivitas bagian aktif enzim dalam bentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi
dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan menyebabkan menurunnya aktivitas enzim Lehninger 2004
Enzim memiliki pH optimum yang khas, yaitu pH yang menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas pH enzim menggambarkan pH pada saat
gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan. Nilai pH optimum tidak perlu sama
dengan pH lingkungan normalnya, dengan pH yang mungkin sedikit berada diatas atau dibawah pH optimum. Aktivitas katalitik enzim dalam sel mungkin diatur
sebagian oleh perubahan pada pH medium atau lingkungan Lehninger 2004. Banyak enzim yang memerlukan tambahan komponen kimia bagi
aktivitasnya. Komponen ini disebut dengan kofaktor. Kofaktor bisa berupa molekul organik seperti ion Fe, Mn dan Zn atau mungkin juga molekul organik
kompleks yang disebut koenzim seperti tiamin pirofosfat, FAD serta koenzim A. Beberapa enzim memerlukan satu atau lebih kofaktor dan koenzim bagi
aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau dalam waktu sementara. Akan tetapi pada beberapa enzim lainnya
senyawa ini terikat kuat dan permanen. Dalam hal ini disebut gugus prostetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis bersama-sama dengan
koenzim atau gugus logam lainnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil selama pemanasan, sedangkan bagian protein enzim yang disebut
apoenzim akan terdenaturasi oleh pemanasan Illanes 2008. Ion logam mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan enzim.
Logam biasanya berperan sebagai pengatur aktivitas enzim. Ion logam dapat mengaktifkan enzim melalui berbagai kemungkinan seperti : 1 menjaga bagian
internal enzim, 2 menghubungkan enzim dengan substrat 3 merubah konstanta keseimbangan reaksi enzim 4 merubah tegangan permukaan reaksi enzim 5
menghilangkan inhibitor, 6 menggantikan ion logam yang tidak efektif pada sisi
18 aktif enzim maupun substrat, dan 7 merubah konformasi enzim menjadi
konformasi yang lebih aktif Whitaker et al 2003. Beberapa jenis enzim mengandung ion logam yang telah terikat ataupun
memerlukan ion logam yang sengaja ditambahkan bagi aktivitasnya. Metaloenzim mengandung ion logam fungsional dalam jumlah pasti, yang dipertahankan
selama proses pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh logam memperlihatkan ikatan yang lebih lemah dengan logam, dan dengan demikian memerlukan logam
tambahan. Oleh karena itu, perbedaan metaloenzim dengan enzim yang diaktifkan oleh logam terletak pada afinitas suatu enzim tertentu terhadap ion logamnya
Bugg 2004. Seperti halnya katalisator, enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan
menurunkan energi aktivasinya. Kemampuan enzim merubah substrat menjadi produk disebut sebagai aktivitas enzim. Dengan persetujuan internasional, 1,0 unit
aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah yang menyebabkan pengubahan 1,0 mikromol 10
-6
mol substrat per menit pada keadaan pengukuran optimal. Aktivitas spesifik adalah jumlah unit substrat yang dirubah per milligram enzim
Lehninger 1982.
E. SODIUM