Suntingan Teks HIKAYAT JAYA LENGKARA:

laki-laki dinamai baginda Makdim kemudian Makdam dan yang muda itu dikasih baginda anak dua lagi istri, dan istri baginda yang lama itu tiada dikasihani seperti dahulu kala lagi, 4 maka tuan putri pun pikir dalam hatinya Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum tahulah akan dirinya sebab tiada beranak maka tiada lagi dikasihani baginda seperti dahulu, maka tuan putri Sakanda 5 Cahaya bermohon doa kepada Allah subhanahu wata’ala demikian bunyinya “Ya Rabbi Yaa Sayyidi Ya Maulaaya Tuhanku berapalah kiranya hambamu beranak barang seorang saja”, demikianlah pintanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka tiada juga beberapa lamanya tuan putri meminta doa kepada Allah subhanahu 3 wata’ala, dia pun hamillah. Setelah genap bulannya tuan Putri Sakanda Cahaya Rum beranak pula seorang laki-laki yang elo rupanya kikang 6 gemilang seperti bulan purnama empat belas kepada goa tiga cuci 7 cahaya muka, dan lagi suatu alamat pada mukanya seperti kandil yang terang kepada malam, demikianlah alamat yang di kepalanya itu. Tatkala baginda itu jadi, bulan dan mataharipun berdekat, kemudian lagi buah-buahan pun terlalu jadi, dan padi beras pun terlalu murahnya. Daripada barakat baginda itu juga dan segala dagang pun terlalu banyak pergi datang terlalu lebih daripada dahulu maka terlalu sekali indah-indah dilihat sebelum anakda baginda pun jaya. Belum pernah daripada zaman dahulu kala tiada demikian itu adanya seperti zaman baharu ini. Dan tuan- tuan pun terlalu banyak dan barang yang fakir dan miskin banyak mengambil sedekah. 4 gi  lagi Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. 5 Sanda  Sakanda ‘sanda’ merupakan kata yang tidak mempunyai makna, kata ini terjadi karena kekeliruan penyalin naskah. Kata ini seharusnya adalah ‘Sakanda’ karena melihat kata-kata yang terdapat sebelumnya. 6 Ki-ka-ng, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 7 Go-a-ti-ga-cu-ci, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. Maka baginda pun pikir dalam hatinya sebab4 anakku yang bernama Jaya Lengkara kah atau tiadakah? Adapun segala rakyat dia di negeri itupun semuanya membawa persembahannya kebu 8 duli baginda Jaya Lengkara. Maka tiada beberapa lamanya persatu anakdalah bernama Jaya Lengkara maka baginda pun menghimpunkan segala hulubalang dan segala nujum dan seisi negeri semuanya pun datang menghadap baginda baginda itu, maka baginda pun bertitah kepada segala hulubalang dan ahli nujum “Hai tuan-tuan sekalian, adapun hamba[h] 9 ini hendak bertanyakan hal anakku yang bernama Jaya Lengkara itu apakah artinya jaya apa artinya lengkara itu apakah artinya? ku minta lihat kepada nujum sekalian.” Maka setelah dilihat nujum sekalian, maka sembah segala hulubalang dan ahli nujum sekalian itu pun masing-masing berdatang sembah, demikian bunyinya surat5 mengatakan kepadanya maka semuanya mengucap syukur “Alhamduli l-lahi Rabbil ‘alamin segala puji- puji bagi Allah subhanahu wata’ala juga memberi hambanya kebesaran dan kemuliaan atas hambanya yang di dalam dunia ini. Maka hamba segala hulung 10 dan ahli nujum adapun semua ini tiada tahu akan artinya anakda Jaya Lengkara itu.” maka sabda baginda kepada segala nujum “Adapun aku hendak akan artinya Jaya itu apakah artinya dan Lengkara itu a[w]rtinya 11 ”. Maka sembah segala hulu balang dan ahli nujum “Ya Tuanku Syah Alam, adapun duli tuanku hendakkan artinya paduka anak dinama itu baik dan jahatnya itu, duli Tuanku menyuruh bertanya kepada tuan kadi, karena kadi itulah yang tahu akan ilmu fikih adapun fikih itulah yang mengetahui segala yang tiada dapat oleh orang lain maka6 8 Ka-bu, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 9 Hambah  hamba[h] Penghilangan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. 10 Hulung hulubalang ‘hulung’ merupakan kata yang tidak mempunyai makna, kata ini terjadi karena kekeliruan penyalin naskah. Kata ini seharusnya adalah ‘hulubalang’ karena melihat kata-kata yang terdapat sebelumnya. 11 Awrtinya  a[w]rtinya Penghilangan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. diketahuinya itu yang boleh, makruh, yakin, segala nama seorang-seorang Ya Tuanku”. Maka raja pun diamlah mendengar sembah sekalian itu. Hatta maka beberapa lamanya maka raja pun memanggil anaknya dua orang bernama Makdam dan Makdim, Itupun segera datanglah menghadap pada ayahanda baginda. Maka titah baginda kepada anaknya “Hai anakku, itu Jaya apakah artinya dan Lengkara apakah artinya itu? dan cahaya hal saudaramu itu supaya kita ketahui baik dan jahatnya”. Maka Makdam dan Makdim pun bermohon kepada ayahanda, maka iapun berbualan 12 mendapatkan kadi. Maka dilihat kadi Makdam dan Makdim serta dia bawa oleh kadi ke rumahnya, diarakan oleh seperti adat anak raja-raja. Maka kadi pun berkata “Ya tuanku, pengalah tuk 13 kepada rumah patik yang hina ini, selamanya belum pernah 7 anakku datang kemari ini”. karena maka kata titah Makdam dan Makdim “Adapun hamba ini datang karena dititah oleh duli Stah Alam pergi kepada tuan kadi bertanya akan hal adinda yang baharu jadi itu, karena anakda baginda itu tatkala dia jadi maka suatu alamat kepada ububan-ububannya 14 adinda itu seperti cahaya kandil yang terpasang kepada malam bercahaya-cahaya, demikianlah alamatnya kepada adinda itu.” maka ujar tuan kadi “Ya tuanku siapalah namanya adinda itu?” maka ujar Makdam dan Makdim “Ya kadi, adapun nama adinda itu Jaya Lengkara” maka tuan kadi pun membuka kitabnya dan tafsirnya. Surat sudah dilihatnya kepada kitabnya dan tafsirnya maka tuan kadi pun terus-terus serta mengucap syukur Alhamduli ‘l-lahi Rabbil ‘Alamin. Maka Makdam dan Makdim pun berkata “Ya Tuan 8 kadi, mengapakah tuan hamba berkata syukur Alhamduli ‘l-lahi Rabbil ‘alamin itu?” maka sembah kadi “Ya tuanku, 12 Ber-bu-al-an, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 13 Pe-nga-lah-tuk, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 14 U-bu-ban-nya, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. adapun alamat menjadi raja besar terlalu sangat saktinya, insya Allah ta’ala negeri ini pun akan murah makan makanan dan segala raja-raja yang gagah berani semuanya takluk pada adinda itu dan sekalian orang takut akan adinda itu” maka kata Makdam dan Makdim “Hai tuan kadi apakah alamatnya yang kepada ububan-ububannya 15 Jaya Lengkara?” maka ujar kadi “Adapun alamatnya itulah alamat bulan dan matahari, karena bulan itu akan membuka segala keji dan matahari itu kan menerangkan segala alam, itulah alamat adinda itu. Artinya Lengkara Jaya itu terlalu sekali baiknya” maka kata Makdam dan Makdim “Hai tuan kadi, apakah artinya maka kata kadi ya tuanku adapun artinya Jaya Lengkara itu sudah 16 barang dikehendaknya jadi. Dan9 Jaya artinya dan lengkara itu yang tiada dapat oleh orang lain, maka dapat olehnya sebabnya bernama Jaya Lengkara. Artinya Jaya Lengkara, adapun jika ia hendak berjalan di darat pun boleh dan jika ia hendak berjalan di laut pun boleh juga degan karenanya Allah subhanahu wata’ala kepada adinda itu. Maka adinda itu tiada dapat dilawan orang dan segala jin pun tiada dapat melawan dia”. Maka Makdam dan Makdim pun segan hatinya mendengarkan kadi demikian itu sarat ia pulang bermohon kepada kadi. Maka Makdim pun berkata di tengah jalan itu “Hai kakanda apakah kata kita pada raja sekarang ini?” maka kata Makdam “Hai adinda, kata itu janganlah disusahkan kata kadi manda 17 tadi adalah kepada aku” maka itupun berjalanlah mendapatkan ayahanda baginda sarat ia pun sampai kepada raja dengan tangisnya maka titah raja “Hai anakku, mengapakah engkau mena10ngis sangat ini?” maka sembah Makdam dan Makdim “Ya tuanku, adapun patik dititah duli tuanku mendapat kadi, maka kata kadi kepada anakda kedua tadi akan hal duli menyuruh kita bernanyakan alamat 15 U-bu-ban-nya, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 16 Suda  Sudah Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. 17 Man-da, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. anakda yang baharu jadi itu maka kata kadi kepada anakda kedua tadi “Adapun alamat adinda yang kepada ububan-ububannya 18 Jaya Lengkara anakda itu besar celakanya padi, beras, segala buah-buahan akan mahal karena sebab besar celakanya. Dan segala rakyat di dalam negeri pun banyak mati karena bala besar akan datang kepada negeri ini ya tuanku” maka patik menangis-nangis karena saudara patik terbesar celakanya itulah sebab-sebab patik menangisi adinda. Maka baginda medengar samabda anakda kedua itu, maka bagindapun terlalu masygul sarat dengan percayaannya. Hatta beberapa lamanya maka bagindapun berjalan ke rumah Jaya Lengkara. Maka baginda pun berkata kepada11 istrinya tuan Sakanda Cahaya Rum “Hai adinda buah 19 hatiku cermin mataku, adapun anak kita Jaya Lengkara itu kakanda pinta kepada adinda dahulu” maka sembah bunda Jaya Lengkara “Iya kakanda, mengapa tuanku bekata demikian itu?” maka kata raja “Hai adinda, adapun maka kakanda berkata demikian karena anak kita itu hendak kakanda bunuh karena terlalu amat celakanya besar sangat, itulah maka kakanda hendak membunuh dia” maka sembah bunda Jaya Lengkara “Ya tuanku, adapun jikalau anak hamba ini dibunuh maka baiklah bunuh dengan hamba sekali-kali” maka kata raja “Hai adinda, mengapakah adinda berkata demikian itu?” maka kata bunda Jaya Lengkara “Ya tuan ku, hamba tiada sampai hati hamba melihat anak hamba dibunuh itu, karena baik dan jahatnya anak hamba ini sahaja hamba turut akan” maka raja pun diamlah mendengar kata istrinya. Baginda itupun mengalah serasa hatinya. Maka samabda Makdam dan12 Makdim “Ya tuan, jikalau demikian baiklah tuanku, buangkan dia dengan bundanya sekali-kali biarlah segera tuanku membuangkan dia karena mereka orang yang celaka itu apakah 18 U-bu-ban-nya, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 19 Bua  buah Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. gunanya kalau negeri duli tuanku bilanya? karena negeri ini belum lagi jauh inilah sembah patik dua bersaudara. Jangan anak lagi kecil, jika patik sudah besar sekalipun jika ada celakanya duli tuanku juga buangkan juga. Gunanya puluh anak lagi kecil demikian tuanku sayangkan demikian sembah hamba. Tuanku, mana harga anak tuanku seorang sama dengan harga rakyat duli tuanku seisi negeri karena segala raja-raja itu, jikalau kerasnya seperti raja Sulaiman sekalipun jikalau tiada dengan rakyat apalah akan gunanya?” maka pikirlah baginda itu sebesar-besarlah seperti kata anakku itu. Maka baginda pun memanggil mangkubumi menyuruh membuangkan Jaya Lengkara berdua dengan bundanya. Hatta maka mangkubumi pun berjalanlah ke dalam hutan rimba dan padang13belantara membawa Jaya Lengkara berdua 20 dengan bundanya itu. Maka kira-kira tujuh hari tujuh malam perjalanan itu disanalah Jaya Lengkara ditinggalkan dengan bundanya oleh mangkubumi maka mangkubumi pun pulanglah 21 . Maka Jaya Lengkara pun diamlah di dalam hutan itu berdua dengan bundanya, maka beberapa lamanya di dalam hutan itu maka pikir dalam hatinya bunda Jaya Lengkara isyarat dengan tangisnya bercitakan dirinya. Maka ia pun pikir dalam hatinya “Adapun aku juga duduk pada tempat ini kalau-kalau ada juga kehendak raja kepada anaku ini niscaya didapatnya juga aku dan anaku ini, baiklah aku lari daripaada tempat ini membuangkan diriku.” Serta ia berjalan maka kira-kira sembilan hari sembilan malam perjalanan itu, maka ia pun bertemu dengan suatu goa terlalu besar, maka maka di dalam goa itu terlalu banyak dalamnya seperti harimau rupanya dan ular dan kala maka semuanya14 itupun sujud menyembah kepada bunda Jaya Lengkara. Maka bunda Jaya Lengkara pun diamlah di sana di dalam goa itu, maka beberapa lamanya segala peristiwa Jaya Lengkara pun hendak 20 dua  berdua ber- merupakan perfiks pembentuk verba. Jadi, perlu ditambahkan perfiks ber- pada kata dua, karena menyatakan jumlah. 21 langlah  pulanglah Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. menyusu pada bundanya tiada berair, maka bundanya pun teteslah air matanya. Maka kata bundanya “Hai anakku, apalah dayaku akan engkau, karena aku sudah empat puluh hari empat puluh malam tiada makan dan tiada minum air, dimanakah ada air susuku” maka Jaya Lengkara pun sangatlah menangis mengguling-gulingkan dirinya di atas batu, maka dengan takdir Allah subhanahu wata’ala maka keluarlah air daripada sebelah batu itu. Maka bundanya pun heranlah melihat airnya serta diminumnya oleh bundanya dengan takdir Allah subhanahu wata’ala, maka Jaya Lengkara pun diberi oleh bunda menyusu. Maka Jaya Lengkara pun suda pulih rasanya tubuhnya. Hatta beberapa lamanya, maka Jaya Lengkara15 pun besarlah, tahu bermain-mainan panah di dalam hutan itu sehari-sehari memanah kambing menjangan, setiap hari bermain-main di dalm hutan tiada lain pekerjaannya Jaya Lengkara itu. Hatta beberapa lamanya, maka tersebutlah perkataan raja Ajam Saukat sepeninggal Jaya Lengkara itu, maka ia pun sakit terlalu sangat. Tabib di dalam negeri ini dipanggil mengobati raja itu tiada juga sembuh, makin sangat payahnya raja itu. Maka Makdam dan Makdim pun sangat masygul akan dirinya, maka ia pun memangil ahli nujum pun dengan nujumnya serta menggerak-gerakan kepalanya serta berdatang sembuh. “Ya tuanku, adapun penyakit ayahanda itu terlalu keras, jika tiada lekas baik penyakit baginda itu, maka menjadi melarat mata” maka kata Makdam dan Makdim “apalah16 akan obatnya baginda itu?” maka samabda ahli nujum “Ya tuanku, kembang kuma- kuma putih di puncak gunung Mesir itulah akan obatnya baginda itu, maka baik penyakitnya baginda itu” maka Makdam dan Makdim kembali daripada ahli nujum itu serta menyuruh kan orang mencari kembang kuma-kuma putih itu. Maka seorangpun tiada beroleh sampai kepada gunung Mesir itu beberapa lamanya 15 laskasa. 22 22 Lak-sa-sa, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan Maka tersebut perkataan, seorang raja negeri Madinah pun terlalu sakit penyakitnya. Adapun beberapa lamanya sakit baginda itu beberapa dukun dan tabib dipanggilkan mengobati baginda itu tiada juga baik, makin sangat sakitnya. Maka anaknya yang bernama tuan Putri Ratna Kasina pun sangat masygulnya, orang di dalam Madinah pun sangat juga17masygulnya, karena sekalian rakyat di dalam negeri tiada mengobatinya baginda itu. Maka anakda tuan putri pun tidur, lalu bermimpi melihat ada seorang perempuan datang kepada tuan putri Ratna Kasina, maka kata tuan Putri Ratna Kasina maka kata orang perempuan tua itu kepada tuan putri Ratna Kasina maka katanya “Ya tuanku putri Ratna Kasina, adapun kan obatannya ayahanda ini kembang kuma-kuma putih di puncak gunung Mesir tempatnya, itulah kan obatnya ayahanda itu maka yang kan daripada ayahanda itu” maka tuan putri Ratna Kasina pun terlihat daripada tidurnya itu, maka ia lalu memanggil mangkubumi, maka mangkubumi pun datang mengadap tuan putri maka kata tuan putri “Hai ninik 23 ku mangkubumi, suruhkan titahku segala rakyat kita mencari kembang kuma-kuma putih itu” maka sembah18 Mangkubumi “Ya tuanku, dimanakah tempatnya kuma-kuma putih itu?” maka kata tuan putri Ratna Kasina “Hai ninik, 24 aku pun tidak tahu akan tempat kembang kuma-kuma putih itu, karena aku beralpalah daripada mimpiku juga” Hatta berapa lamanya mangkubumi menyuruhkan rakyat beberapa ribu orang berjalan dan berlayar mencari kembang kuma- kuma putih itu, seorang pun tiada mendapat kembang itu dan lagi pun orang yang disuruh itu semuanya tiada tahu akan kembang-kembang itu. Jangankan melihat rupanya kembang itu, mendengarnya pun baharu inilah. Maka putri Ratna Kasina terlalu kasian kan ayahandanya, aslinya. 23 Ni-ni-k, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. 24 Ni-ni-k, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. baginda dua puluh hari dan dua puluh malam tiada makan dan minum. Maka pikir tuan putri “Jika aku hidup, sekalipun dengan seorang diriku apakah gunanya jika ayahku sudah mati. Maka jadi piatulah aku” Hatta tuan putri Ratna Kasina 19 pun berjalan dengan segala rakyat, dan mangkubumi pun mengerahkan rakyat dua ribu orang rakyat berjalan mengiringkan tuan putri Ratna Kasina itu. Maka beberapa lamanya naik gunung turun gunung berjalan itu, beberapa lamanya melalui hutan dan rimba padang, beberapa banyak mati di dalam hutan itu karna perjalanan itu terlalu jauh. Maka sembah mangkubumi “Ya tuanku, apalah hal rakyat duli tuanku sekalian ini? beberapa rakyat yang mati kelaparan dan kepanasan dan letih daripada berjalan terlalu jauhnya” maka kata tuan putri Ratna Kasina “Hai tuanku mangkubumi, jika demikian baiklah tuanku pulanglah, adapun aku ini tidalah aku mau kan pulang jikalau belum aku beroleh kembang kuma-kuma putih itu tiada ku balik” maka mangkubumi pun tiadalah mau pulang. Maka tuan putri pun berjalan dengan mangkubumi dan dan segala rakyat beberapa lamanya berjalan terlalu lagi panas 20 dan dahaga air maka tuan putri Ratna Kasina pun menangis-nangis karena ia ditinggal seorang dirinya, maka berjalan isyarat dengan tangisnya sebab ia membuat dirinya berapa lamanya sekira-kira tujuh hari tujuh malam. Maka tuan putri Ratna Kasina pun bertemulah dengan sebuah goa, maka ia pun masuk ke dalam goa itu. Adalah dilihatnya ramai seekor 25 naga terlalu besarnya seperti bukit, maka tuan putri pun sangat gemetar tubuhnya karena takut melihat naga itu. Maka kata naga “Ya tuan putri, janganlah tuan takut karena hamba ini kebu 26 duli tuanku” maka kata tuan putri “Hai naga, jika demikian minta tolong kepadamu” maka kata naga “Iya tuanku, mengapalah duli tuanku bertitah demikian itu kepada patik ini 25 Ekor  seekor Penambahan huruf agar kata menjadi utuh, bermakna dan tidak rancu. Penggunaan ‘se’ pada kata ‘ekor’ dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa kata yang dimaksud bukan ekornya tetapi binatangnya. 26 Ka-bu, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. karena patik ini hamba kebu 27 duli tuanku” maka kata tuan putri “Jika demikian itu 21 baiklah hai naga, adapun aku ini datang kepadamu karena aku hendak mencari kembang kuma-kuma putih akan obat ayahku sakit” maka sembah naga “Ya tuanku hendak kan kembang kuma-kuma putih itu, insya Allah ta’ala duli tuanku peroleh juga dengan barakat tuanku Jaya Lengkara” maka pikir tuan putri dalam hatinya juga maka katanya “Siapa gerangan yang bernama Jaya Lengkara itu?” maka kata naga “Ya tuanku, diam juga tuanku dahulu disini karena tuanku hendak mengambil kembang kuma-kuma itu” maka kata tuan putri “Apakah kerjaku diam disini?” maka sembah naga “Disini juga dahulu, karena ada seorang laki-laki yang bernama Jaya Lengkara inilah yang boleh mendapat kembang kuma-kuma putih itu, Ya tuanku nanti juga dahulu, manakala datang ia kemari disanalah tuanku turut bersama-sama berjalan mengambil kuma-kuma putih itu” maka tuan putri Kasina pun diamlah di dalam mulut naga itu menanti datang Jaya Lengkara itulah adanya. Alkisah, maka tersebutlah perkataan22 Makdam dan Makdim beberapa lamanya menyuruhkan rakyatnya, maka tiada juga sampai kepada gunung itu maka kata Makdam dan Makdim “Hai adinda, marilah kita berjalan” maka Makdam dengan Makdim pun berjalanlah ke dalam hutan. Maka berlamanya berjalan itu, maka ia pun bertemu dengan Jaya Lengkara di dalam hutan itu, maka didapatnya Jaya Lengkara lagi bermain panah-panahan kijang dan menjangan, maka tanya “Hai orang muda, orang manakah tuan hamba ini?” maka kata Jaya Lengkara “Hamba orang hutan, maka diam di dalam hutan inilah” maka ujar Makdam dan Makdim “Hai orang muda, jika tuan hamba diam di dalam hutan ini, mintalah air hamba ini telalu dahaga” maka kata Jaya Lengkara “Marilah kita pada tempat hamba diam” maka ia masuklah goa itu mengambil air di dalam kendi, maka [maka] Makdam 27 Ka-bu, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. dan Makdim pun heranlah melihat goa itu, maka Jaya Lengkara pun keluarlah serta memberikan kendi itu23 kepada Makdam dan Makdim, maka disambut oleh Makdam dan Makdim kendi itu lalu diminumnya oleh Makdam dan Makdim. Maka kata Jaya Lengkara “Hai bundaku mintalah anakda sayur” maka bundanya Jaya Lengkara membawa sayur di dalam bokor. Maka [maka] ia melihat Makdam dan Makdim, maka katanya “Dari manakah anakku datang ini dan hendak kemanakah anaku ini?” maka sembah Makdam dan Makdim “Hai ibuku, adapun hamba datang ini hendak mencari kembang kuma-kuma putih itu” maka kata bunda Jaya Lengkara “Hai anakku, apalah gunanya kembang kuma-kuma putih itu? maka sembah Makdam dan Makdim “Ya tuanku, akan obat sri paduka baginda sakit terlalu sangat, karena empat puluh hari tiada makan dan tiada minum air. Maka sebab inilah mulanya maka patik dua bersaudara datang kemari ini” maka kata Jaya Lengkara “Hai ibuku, jika demikian hamba ini [ini] anak raja manakah?” maka kata bundanya “Hai anakku, adapun anakku ini anak raja di negeri Ajam Saukat” maka kata Jaya Lengkara24 “Hai ibuku, apalah mulanya maka kita ke dalam hutan ini?” maka kata ibunya pun diam tiada mau berkata lagi karena takut akan Jaya Lengkara marah akan saudaranya Makdam dan Makdim. Maka saudaranya dua itu pun heran melihat rupa Jaya Lengkara karena rupanya Jaya Lengkara itu terlalu sekali elok parasnya elok parasnya seperti bulan empat belas hari goa tiga cuci. 28 Maka Makdam dan Makdim pun sujud pada kakinya Jaya Lengkara, maka kata “Hai ibuku, orang ini kenapalah? maka kata ibunya “Hai anakku, inilah saudaramu yang bernama Makdam yang muda inilah saudaramu yang bernama Makdam yang muda inilah bernama Makdim anak raja Ajam Saukat dari istrinya yang muda. Karena ia hendak mencari kembang kuma-kuma putih akan obat ayahandamu sakit, maka kata Jaya 28 Go-a-ti-ga-cu-ci, kata yang sulit ditemukan artinya di dalam kamus. Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan membaca, peneliti menulis kata tersebut sesuai dengan aslinya. Lengkara “Jikalau demikian hai kakanda Makdam dan Makdim, dimanakah tempat kembang itu?” maka kata Makdam dan Makdim “Hai saudaraku karena kakanda pun tiada juga tahu akan tempat kembang kuma-kuma putih25 itu” maka kata Makdim “Adapun dalam kira-kira kakanda kedua, jikalau lain daripada adinda mencari kembang itu, tiada dapat mengambil kembang itu” maka kata Jaya Lengkara “Marilah kita mencari kembang kuma-kuma putih itu” maka Makdam dan Makdim pun terlalu suka hatinya mendengar kata Jaya Lengkara demikian itu. Makdam dan Makdim “Hai adinda, marilah kita berjalan mencari lekas-lekas sekarang ini juga” maka kata Jaya Lengkara “Hai kakanda tunggu dahulu, karena ibu hamba lagi hendak menjamu kakanda makan dan minum tujuh hari tujuh malam” maka Makdam dan Makdim pun menanti jua beberapa lamanya makan dan minum yang amatlah nikmatnya jua rasanya maka Makdam dan Makdim pun terlalu suka hatinya dijamu oleh saudaranya itu. Maka setelah sudah makan dan minum itu, maka kata Makdam dan Makdim “Hai adinda, baiklah kita lekas berjalan mencari kembang kuma-kuma putih itu” maka kata Jaya Lengkara “Alhamduli ‘l-lahi rabbil ‘alamin” maka pikir Makdam26 dan Makdim dimana gerangan dia beroleh makanan di dalam hutan ini seperti makan makanan raja di dalam negeri rupanya. Maka Jaya Lengkara pun berjalan tiga bersaudara, maka bundanya diringgalkanlah seorang dirinya di dalam hutan itu. Beberapa lamanya berjalan itu, berapa melalui gunung turun gunung, melalui rimba padang, maka Makdam dan Makdim pun terlalu letih serta ia berkata “Hai adinda, adapun hamba ini sangat dahaga hendak minum air” maka Jaya Lengkara pun mencari akan kakanda air ke sana ke sini maka tiada juga mendapat air barang sedikit pun tiada juga beroleh. Maka Makdam dan Makdim pun tiada sadar dibawah pohon kayu beringin terlalu besarnya, maka dilihat oleh Jaya Lengkara Makdam dan Makdim itu tidur seperti orang mati rupanya. Maka Jaya Lengkara pun naik ke atas pokok beringin itu, maka ditotoknya pucuk beringin itu maka dengan takdir Allah subhanahu wa ta’ala maka keluarlah air seperti air pancoran dari27 pucuk beringin itu. Maka Jaya Lengkara pun membangunkan saudaranya, maka katanya “Hai kakanda bangunlah minum air” Makdam dan Makdim pun terkejutlah daripada tidurnya, serta dilihat oleh Makdam dan Makdim itu pun heranlah melihat hikmat Jaya Lengkara itu, maka Makdam dan Makdim pun minumlah air itu, maka baharulah sadar tubuhnya. Maka tiada berapa lama Jaya Lengkara pun berjalanlah dengan Makdam dan Makdim maka sekira-kira tiga hari tiga malam perjalanannya itu. Maka bertemu dengan raksa dan harimau, maka Makdam dan Makdim sangat gemetar tubuhnya serta berlindung disamping Jaya Lengkara maka katanya “Hai adinda, hidup-hiduplah nyawa kakanda dua ini” serta dengan tangisnya, maka Jaya Lengkara “Hai kakanda janganlah takut, karena sudah adad kita anak laki-laki” maka Makdam dan Makdim pun menangislah makin sangat menangis, maka ujar Jaya Lengkara “Hai raksa dan harimau, baiklah engkau pergi dari sini karena kakanda ini sangat melihat engkau” maka kata raksa dan harimau “Ya tuanku Jaya28 Lengkara, hamba ini sahaja hendak mengiringkan duli tuanku berjalan pada tempat kuma-kuma putih itu” maka kata Jaya Lengkara “Hai harimau dan raksa, apakah salahnya jika aku sendiri ini, karenaku dengan kakanda kedua sangat takutnya kepadamu” maka raksa pun lari serta harimau. Maka Makdam dan Makdim pun diamlah, maka ia pun baharu berjalan bersama-sama tiga orang dengan Jaya Lengkara. Beberapa lamanya berjalan itu maka ia pun bertemu dengan suatu goa tempat naga goa itu, maka kata Jaya Lengkara “Marilah kita masuk ke dalam goa itu” maka kata Makdam dan Makdim “Hai adinda, janganlah kita masuk ke dalam goa ini karena sangat takut cahaya ini, karena siapa tahu barangkali ada harimau dan raksa atau ular dan kala kah” maka Jaya Lengkara pun masuk juga seorang ke dalam goa itu dengan seorang dirinya, maka iapun melihat ada seekor naga terlalu besar maka mulutnya terngiang-ngiang, maka dilihat oleh Jaya Lengkara ada perempuan terlalu elok parasnya. Alkisah maka tersebut perkataan tuan putri Ratna Kasina pun terlalu suka hatinya melihat Jaya Lengkara dating. Maka kata naga “Ya tuanku Jaya Lengkara, marilah duduk dengan putri ini” maka kata tuan putri29 “Hai naga, siapakah laki-laki itu?” maka kata naga “Ya tuan putri Ratna Kasina, inilah laki-laki yang dapat mengambil kembang kuma-kuma putih itu” maka kata tuan putri Ratna Kasina “Jika demikian, itu rupanya laki-laki yang bernama Jaya Lengkara?” maka sahut naga “Iya tuan putri, inilah Jaya Lengkara anak raja Ajam Saukat”. Maka tuan putri pun sukalah hatinya karena dalam pikirnya tuan putri “Adapun kata naga dahulu kepada aku, apabila datang Jaya Lengkara aku mengikut kepadanya maka sekarang Jaya Lengkara sudah datang insya Allah subhanahu wata’ala lekaslah rupanya aku mengambil kembang kuma-kuma itu” maka Jaya Lengkara pun pula berkata-kata kepada naga “Hai naga, siapakah nama perempuan ini dan manakah negerinya perempuan ini?” maka sembah naga “Ya tuanku, inilah yang bernama tuan putri Ratna Kasina anak Raja negeri Madinah hendak mengambil kembang kuma-kuma putih itu juga” maka pikir Jaya Lengkara dalam hatinya “Tuan putri perempuan lagi hendak mengambil kembang kuma-kuma juga” konon aku anak laki2 ujar Jaya Lengkara “Hai naga, dimanakah tempat kembang itu?” maka ujar naga “Ya tuanku, adapun kembang kuma-kuma putih itu pada puncak gunung Mesir,30 disanalah tempatnya” maka kata Jaya Lengkara “Marilah kita berjalan kesana” maka kata tuan putri “Ya kakanda, nantilah dahulu hamba hendak berbuat makanan-makanan” Hatta beberapa lamanya, maka Jaya Lengkara pun keluar dari dalam gua itu maka kata naga “Ya tuanku, adapun kucing kucing hitam putih kedua itu akan mengawali tuan putri. Jikalau ada orang hendak jahat kepada tuan putri ini, maka kucing kedua itu menjaga dia”. Maka Jaya Lengkara pun keluar dari dalam gua itu serta dengan tuan putri dan kucing dua ekor. Naga Guna demikianlah nama naga penunggu gua itu, menyambut mereka dengan baik dan membawa mereka ke puncak gunung itu. Naga itu menerangkan bahwa kembang kumkuma itu baharulah timbul bila air pasang, karena gunung itu adalah pusat laut. Untuk sementara itu, naga itu ingin tidur dulu empat puluh hari lamanya naga itu tidur. Makdam dan Makdim tidak sabar lagi dan mendesak Jaya Lengkara menyuruh Putri Ratna Kasina mengambil bunga itu, bila disentuh saja, bunga itu sudah berakar di telapak tangan putri Ratna Kasina, tetapi tidak berhasil. Jaya lengkara sendiri hanya dapat mengambil daunnya saja, baharu saja diambil sehelai daun bunga itu, ia sudah ditolak oleh Makdam dan Makdim ke laut. Hanya dengan berpegang dan bergantung pada daun itu Jaya Lengkara dapat menyelamatkan nyawa. Bila naga itu bangun dari tidurnya, ia mengirim dua ekor kucingnya pergi mencari Jaya Lengkara. 31Tersebutlah Putri Ratna Gemala anak raja Mesir juga bermimpi tentang bunga ini, dia bersumpah tiada akan makan dan minum kalau ia tiada mendapatkan bunga itu. Dalam pada itu Putri Ratna Dewi anak raja Peringgi juga bermimpi tentang bunga ajaib ini dan ingin memilikinya, ayahandanya raja Peringgi mengirim dua orang menteri pergi mencari bunga itu. Seorang menteri pergi menipu raja Mesir dan seorang lagi berangkat ke puncak gunung Mesir. Menteri yang dikirim ke puncak gunung Mesir itu bertemu dengan Makdam dan Makdim beserta Putri Ratna Kasina dan menangkap mereka, Makdam daan Makdim pun dipenjarakan. Naga Guna menyelamatkan Jaya Lengkara bersama-sama mereka pergi ke negeri Peringgi. Dengan bantuan raja jin, ia membebaskan Makdam dan Makdim dari penjara. Ratna Kasina dan Ratna Dewi menerangkan siapa Jaya Lengkara sebenarnya, jamuan makan lalu diadakan. Jaya Lengkara menganjurkan supaya Ratna Dewi dikawinkan dengan Makdam. Bunga kuma-kuma juga sudah diperolehnya, mangkubumi Mesir mencoba mengambil bunga itu dari Jaya Lengkara tapi gagal. Jaya Lengkara mengampuni dia, bila mendengar sebab-sabab ia ingin mendapatkan bunga itu. Jaya Lengkara pergi ke negeri Mesir dan memohon supaya Putri Ratna Gemala dikawinkan dengan Makdim, permohonannya diterima dengan baik oleh raja Mesir. Bersama-sama dengan Ratna Kasina Jaya Lengkara berangkat ke negeri Ajam Saukat dan menyembuhkan penyakit raja yang tiada lain adalah ayahandanya. Selang berapa lamanya Jaya Lengkara kembali ke hutan mencari bundanya, Ratna Kasina menyusul tidak lama kemudian karena tiada tahan diganggu oleh Makdam dan Makdim yang sudah kembali ke negeri Ajam Saukat. Karena berahi mereka akan Putri Ratna Kasina, Makdam dan Makdim mencoba membunuh Jaya Lengkara, naga Guna menyelamatkan dan membawanya bersama-sama dengan Putri Ratna Kasina ke negeri Madinah. Raja Madinah sangat bergembira, Jaya Lengkara dikawinkan dengan Putri Ratna Kasina, raja Madina sendiri juga kawin dengan bunda Jaya Lengkara. Hatta beberapa lamanya Jaya Lengkara menjadi raja Madinah. Adapun tatkala Jaya Lengkara menjadi raja, negeri Madinah pun terlalu makmur dan besar kerajaannya, segala raja besar mengantar upeti ke Madinah setiap tahun. 41

BAB IV HIKAYAT JAYA LENGKARA

DAN NILAI-NILAI MORAL

A. Sinopsis Hikayat Jaya Lengkara

Alkisah ada seorang raja bernama Saiful Muluk dan nama kerajaannya Ajam Saukat. Sang raja mempunyai seorang istri bernama Putri Sakanda Cahaya Rum. Karena sudah lama menikah tetapi belum mempunyai seorang anak, akhirnya sang raja menikah kembali dengan Putri Sakanda Bayang-bayang serta dikaruniai anak kembar bernama Makdam dan Makdim. Putri Sakanda Cahaya Rum pun gelisah karena ia sudah tidak dipedulikan lagi oleh raja. Kemudian ia berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak dan Allah pun mengabulkan doanya. Akhirnya Ia pun melahirkan seorang anak bernama Jaya Lengkara. Ketika Jaya Lengkara lahir, negeri menjadi makmur dan sentosa. Sampai-sampai raja pun heran dan menyuruh anaknya Makdam dan Makdim untuk meramalkan nasib Jaya Lengkara kepada seorang kadi. Kadi itu pun meramalkan bahwa kelak Jaya Lengkara akan menjadi raja segala raja, sakti mandraguna, serta tidak ada seorangpun yang akan dapat mengalahkannya baik dari golongan jin dan manusia. Makdam dan Makdim pun kecewa mendengar hasil ramalan Jaya Lengkara, mereka pun berdusta kepada ayahandanya dengan memutarbalikan fakta dan mengatakan bahwa kelak Jaya Lengkara akan mendatangkan malapetaka yang akan menyebabkan negeri akan binasa. Raja pun mengasingkan Jaya Lengkara beserta ibunya ke dalam hutan belantara. Di dalam hutan belantara, Jaya Lengkara bersama ibunya tinggal di dalam gua. Suatu ketika Jaya Lengkara kehausan dan ingin menyusu kepada ibunya, tetapi apalah daya karena ibunya sudah berhari-hari tidak makan dan minum maka ia pun tidak bisa menyusui Jaya Lengkara. Jaya Lengkara pun menangis lalu berguling-guling di atas tanah. Dengan izin Allah, keluarlah air memancar dari tanah dan ibunya pun langsung meminum air tersebut sehingga ia dapat menyusui Jaya Lengkara. Jaya Lengkara tumbuh berkembang menjadi dewasa dengan banyak keahlian yang dimiliknya. Suatu ketika terdengar kabar bahwa Raja Saiful Muluk menderita sakit parah dan obat yang akan menyembuhkannya adalah kembang kuma- kuma yang ada di puncak gunung Mesir. Makdam dan Makdim pun mencari kembang itu. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan Jaya Lengkara dan ibunya di hutan. Jaya lengkara memutuskan untuk mencari kembang kuma-kuma itu bersama saudara tirinya Makdam dan Makdim. Aral dan rintangan menghampiri mereka dalam perjalanan mencari kembang kuma-kuma. Sampai suatu ketika mereka bertemu Putri Ratna Kasina di sebuah goa yang terdapat naga di dalamnya. Ternyata putri itu pun mempunyai motif yang sama yaitu ingin mencari kembang kuma- kuma untuk obat ayahnya yang sedang sakit. Bukan hanya itu, ternyata banyak juga orang yang ingin memiliki kembang ajaib itu diantaranya Putri Ratna Gemala anak Raja Mesir dan Putri Ratna Dewi anak Raja Peringgi. Alkisah, akhirnya Jaya Lengkara pun mendapatkan kembang kuma-kuma itu di puncak gunung Mesir. Makdam dan Makdim mencoba untuk membunuh Jaya Lengkara dengan membuangnya ke laut namun rencananya gagal, Jaya Lengkara berhasil diselamatkan oleh seekor naga. Jaya Lengkara pun pergi ke kerajaan Ajam Saukat untuk mengobati ayahnya, kemudian ia pergi ke Madinah bersama Putri Ratna Kasina untuk mengobati Raja Madinah. Jaya Lengkara pun dinikahkan dengan Putri Ratna Kasina oleh Raja Madinah yang tiada lain adalah bapaknya. Jaya Lengkara pun menjadi raja segala raja yang hidup bahagia, rakyatnya hidup makmur, sentosa, aman, dan sejahtera.

B. Unsur Instrinsik Hikayat Jaya Lengkara

1. Tema Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia atau sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. 1 Stanton dan Kenny mengungkapkan, tema theme adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Eksistensi tema sangat bergantung pada unsur-unsur lain seperti tokoh, plot, latar, alur, dan sebagainya yang bertugas mendukung dan menampaikan tema. Sehingga tema sebuah cerita tidak mungkin disampaikan secara langsung melainkan secara implisit. 2 Tema yang diangkat dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah keserakahan manusia terhadap harta, tahta dan wanita. Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk Tuhan lainnya, mengapa demikian karena setiap manusia yang lahir ke dunia dianugrahi nafsu dan akal yang harus selalu berdampingan dan jangan sampai berseberangan antara satu sama lainnya. Apabila nafsu lebih dominan daripada akal maka akan menjadikan manusia menjadi serakah. Serakah merupakan sifat tercela yang ada pada diri manusia yang dapat menyebabkan sifat-sifat buruk lainnya seperti bohong, fitnah, hasud, dan sebagainya. Orang yang serakah akan melegalkan segala cara dan mengorbankan apapun demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Tidak peduli apakah yang dikorbankannya itu kehormatan, nama baik, atau nyawa orang lain. 2. Alur Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. 3 Alur atau plot juga dapat diartikan sebagai struktur peristiwa-peristiwa dalam karya fiksi. Pengurutan dan penyajian 1 Robert Stanton, Teori Fiksi, Terjemahan dari An Introduction to Fiction oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, Cet. I, h. 36. 2 Nurgiantoro, op.cit., h. 67. 3 Stanton,op. cit., h. 26. berbagai peristiwa tersebut adalah untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Plot is the sequence of events and actions in a literary work. The structure of plot is the pattern formed by the events and actions in a literary work. Traditional element of structure are introduction,complications, climax, and conclusion. 4 Plot merupakan sebuah rangkaian peristiwa dan kegiatan dalam sebuah karya sastra. Struktur dari plot membentuk pola-pola peristiwa dan kegiatan dalam sebuah karya sastra. unsur dasar plot adalah pengenalan, konflik, puncak konflik, dan kesimpulan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat digambarkan bahwa plot merupakan rangkaian peristiwa yang ada dalam sebuah karya sastra. Rangkaian-rangkaian peristiwa tersebut saling berhubungan sehingga membentuk sebuah pola yang terdiri dari pengenalan, konflik, puncak konflik, dan penyelesaian konflik. Menurut konvensi yang berlaku dalam pengaluran cerita pada sastra lama, cerita diawali dengan penyampaian pujian atau penghormatan kepada orang yang lebih dahulu ada di dalam hubungan dengan cerita yang disalin atau dibawakan itu. Setelah itu tidak lupa pengarang memohon kekuatan dan petunjuk dari Yang Mahakuasa, Nabi, dan para Sahabat agar selamat sempurna pekerjaan mengarang yang dilakukannya itu. 5 Dalam Hikayat Jaya Lengkara dimulai dengan “Wa bihi nasta’inu billahi ‘ala ini hikayat”. Alur yang digunakan dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah alur maju. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hikayat ini berturut-turut menceritakan peristiwa yang dialami Jaya Lengkara. Cerita dimulai dari kelahiran Jaya Lengkara di lingkungan kerajaan yang penuh suka cita, dikatakan demikian karena kelahiraannya sudah ditunggu-tunggu sejak lama oleh bundanya. Namun ketika sudah lahir di dunia, ia dan 4 Judith A. Stanford, Responding to Literature, New York: Mc Graw Hill, 2006, p. 31. 5 Panuti Sudjiman, Filologi Melayu, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995, h. 38.