Unsur Instrinsik Hikayat Jaya Lengkara
kebaikan dalam melawan keserakahan dan kezaliman terhadap dirinya semenjak dari kecil sampai dewasa yang menimpa dirinya dan ibunya.
Sejatinya, kejahatan dan kezaliman sampai kapan pun tidak akan pernah menang melawan kebaikan.
Pemaparan alur dalam hikayat ini dapat digambarkan sebagai berikut.
3
1 2
4 5
Keterangan 1. Pengenalan
Pengenalan tokoh Jaya Lengkara dan tokoh-tokoh lainnya 2. Konflik
Konflik diawali dengan pengusiran Jaya Lengkara dan Ibunya dari kerajaan karena difitnah oleh Makdam dan Makdim
3. Klimaks Percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Makdam dan Makdim
terhadap Jaya Lengkara dan perebutan kembang kumakuma oleh Makdam, Makdim, Putri Ratna Kasina, Putri Ratna Dewi, dan Putri
Ratna Gemala. 4. Peleraian
Jaya Lengkara mendapatkan kembali kembang kumakuma yang telah diperebutkan dan berhasil mengobati ayahnya yang sedang
sakit parah. 5. Penyelesaian
Jaya Lengkara menikah dengan Putri Ratna Kasina anak Raja negeri Madinah, kemudian menjadi Raja segala raja yang hidup bahagia,
sejahtera, dan sentosa.
3. Tokoh dan Penokohan Abrams mengungkapkan, tokoh cerita adalah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sementara itu Jones mengungkapkan, penokohan adalah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
7
Mengingat karya sastra lama pada umumnya bersifat didaktis, tokoh-tokoh sentralnya ditampilkan sebagai tokoh datar sehingga jelas
benar tokoh mana dan sifat-sifat yang bagaimana yang perlu diteladani “putih” dan yang mana tokoh durjana “hitam” dengan sifat-sifatnya
yang tidak terpuji. Penokohan pun menggunakan metode diskursifperian yang
dengan jelas melukiskan baik penampilan fisik maupun pengalaman emosional sang tokoh.
8
Tokoh-tokoh dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah: a. Jaya Lengkara
Jaya Lengkara merupakan tokoh utama yang juga namanya menjadi judul dalam hikayat ini. Citra tokoh utama, asal-usul dan
pengalamannya dikatkan dengan berbagai mitos, seperti saat kelahiran dan kematian yang dibarengi oleh peristiwa alam yang luar
biasa seperti matahari dan bulan yang berdekatan, kilat yang menyilaukan, atau bunyi guntur yang menggelegar. Ia diberi ciri
fisik yang sesuai dengan sifat keteladanannya, serta tabiat dan tindakan yang terpuji.
9
Jaya Lengkara digambarkan sebagai pribadi yang luar biasa tampan elok rupawan. Hal itu terlihat dari kutipan berikut:
7
Nurgiantoro, op.cit., h. 165.
8
Sudjiman, op.cit., h. 32.
9
Ibid., h. 33.
…seorang laki-laki yang elok rupanya gemang gemilang seperti bulan purnama empat belas hari goa tiga
cuci cahaya muka dan lagi suatu alamat pada mukanya seperti kandil yang terang kepada malam, demikianlah alamat
yang di kepalanya itu. Tatkala baginda itu jadi, bulan dan mataharipun berdekat.
10
Selain itu Jaya Lengkara juga digambarkan sebagai orang yang sakti mandraguna, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:
adapun jika ia hendak berjalan di darat pun boleh dan jika ia hendak berjalan di laut pun boleh juga dengan
karenanya Allah subhanahu wata’ala kepada adinda itu maka adinda itu tiada dapat dilawan orang dan segala jin pun tiada
dapat melawan dia[nya].
11
Jaya Lengkara pun naik ke atas pokok beringin itu,
maka ditotoknya pucuk beringin itu maka dengan takdir Allah subhanahu wa taala maka keluarlah air seperti air
pancoran dari27pucuk beringin itu
12
Jaya Lengkara juga merupakan sosok yang baik hati dan suka membantu sesama, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut:
10
Hikayat Jaya Lengkara, h. 3.
11
Ibid., h. 9.
12
Ibid., h. 26.
Jaya Lengkara pun mencari akan kakanda air ke sana
kesini maka tiada juga mendapat air barang sedikit pun tiada juga beroleh
13
Selain itu Jaya Lengkara juga merupakan seorang yang pemberani dan pemaaf, sebagaimana terlihat dari kutipan berikut:
maka kata Jaya Lengkara “Hai kakanda, janganlah takut karena sudah adad kita anak laki-laki”
14
Sebagai tokoh utama, Jaya Lengkara mendapatkan citra yang istimewa, yang tiada tara, yang hanya ada pada dirinya.
Keistimewaan yang tiada tara terungkap baik dalam fisiknya maupun dalam sikap dan perilakunya. Dalam hal fisiknya dinyatakan bahwa
parasnya “terlalu elok”, mukanya “seperti cahaya bulan empat belas hari bulan purnama. Keunggulan dan kehebatan Jaya Lengkara
diungkapkan secara ekstensif adalah keberaniannya yang dibarengi dengan keperkasaan dan kegagahannya.
b. Raja Saiful Muluk Raja Saiful Muluk merupakan ayah Jaya Lengkara. Pada
dasarnya ia merupakan raja yang adil, akan tetapi tidak sabar dan mudah terprovokasi. Sebagaimana yang terlihat dalam kutipan
berikut:
seorang raja terlalu besar kerajaannya lengkap dengan hulubalang menterinya, sangat adil hukumnya dan daripada
fakir dan miskin
15
13
Ibid., h. 26.
14
Ibid., h. 27.
15
Ibid., h. 1.
baginda itu raja meski akan tetapi baginda itu tiada
beranak barang seorang maka itu sebab baginda terlalu masygul rasa hatinya hendak beranak, maka tiada juga diberi
Allah subhanahu wata’ala dengan anak maka raja itu pun pikir dalam hatinya2 beristri seorang lagi bernama Tuan
Putri Sakanda Cahaya Bayang-bayang.
16
Maka baginda mendengar sa[ma]bda anakda kedua
itu maka bagindapun terlalu masygul sarat dengan percayaannya.
17
maka pikirlah baginda itu sebesar-besarlah seperti
kata anakku itu, maka baginda pun memanggil mangkubumi menyuruh membuangkan Jaya Lengkara berdua dengan
bundanya.
18
Sebagai seorang raja, Raja Saiful Muluk belum dapat dikategorikan sebagai raja yang bijaksana karena ia tidak sabar
dalam menghadapi permasalahan serta mudah sekali terprovokasi dengan fitnah dan hasutan orang lain. Sebagai pemimpin tertinggi
seharusnya ia mampu menimbangkan kembali setiap informasi yang ia dapatkan sebelum mengambil keputusan.
16
Ibid., h. 1-2.
17
Ibid., h. 10.
18
Ibid., h. 12.
c. Putri Sakanda Cahaya Rum Putri Sakanda Rum merupakan ibu Jaya Lengkara yang
digambarkan sebagai sosok yang sabar dan penyayang. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum tahulah akan dirinya sebab tiada beranak maka tiada lagi dikasihani
baginda seperti dahulu, maka tuan putri Sakanda Cahaya bermohon do’a kepada Allah subhanahu wata’ala demikian
bunyinya “Ya Rabbi Yaa Sayyidi Ya Maulaaya Tuhanku berapalah kiranya hambamu beranak barang seorang saja”,
demikianlah
pintanya kepada
Allah subhanahu
wa ta’ala.Maka tiada juga beberapa lamanya tuan putri minta
do’a dia kepada Allah subhanahu 3 wata’ala, dia pun hamil lah.
19
maka sembah bunda Jaya Lengkara “Ya Tuanku,
adapun jikalau anak hamba ini dibunuh maka baiklah bunuh dengan hamba sekali-kali”
maka kata bunda Jaya Lengkara “Ya Tuan ku, hamba tiada sampai hati hamba melihat anak hamba dibunuh
itu karena baik dan jahatnya anak hamba ini sahaja hamba turut akan.”
20
Selain itu, Putri Sakanda Cahaya Rum juga merupakan seorang yang tidak pendendam dan pandai menyimpan rahasia, serta
sangat menghormati tamunya meskipun tamunya itu adalah orang
19
Ibid., h. 2.
20
Ibid., h. 11.
yang menzaliminya dan anaknya. Sebagaimana yang terdapat dalam kutipan berikut:
kata Jaya Lengkara24”Hai ibuku, apalah mulanya
maka kita ke dalam hutan ini?” maka kata ibunya pun diam tiada mau berkata lagi karena takut akan Jaya Lengkara
marah akan saudaranya Makdam dan Makdim.
21
kata Jaya Lengkara “Hai kakanda bentar juga
dahulu karena ibu hamba lagi hendak menjamu kakanda makan dan minum tujuh hari tujuh malam”
22
d. Putri Sakanda Cahaya Bayang Bayang Putri Sakanda Bayang Bayang merupakan istri kedua raja
Saiful Muluk, ibundanya Makdam dan Makdim. Dalam Hikayat Jaya Lengkara tidak banyak yang diceritakan mengenai dirinya jadi
tidak tergambar karakternya. e. Makdam dan Makdim
Makdam dan Makdim merupakan saudara tiri Jaya Lengkara. Dalam Hikayat Jaya Lengkara, tokoh Makdam dan Makdim hampir
selalu diceritakan beriringan, jadi dapat dikatakan karakter mereka pun hampir sama. Tokoh ini mempunyai sifat licik yang suka
menghasud, memfitnah, dan berbohong. Sebagaimana yang tergambar dalam kutipan berikut ini:
21
Ibid., h. 24.
22
Ibid., h. 25.
maka itupun berjalanlah mendapatkan ayahanda
baginda serta ia pun sampai kepada raja dengan tangisnya, maka titah raja “Hai anakku mengapakah engkau mena 10
ngis sangat ini?” maka sembah Makdam dan Makdim “Ya Tuanku, adapun patik dia titah duli tuanku mendapat kadi,
maka kata kadi kepada patik kedua tadi akan hal duli menyuruh kita bernanyakan alamat anakda yang baharu jadi
itu maka kata kadi kepada patik kedua tadi “Adapun alamat adinda yang kepada ububun-ububunnya anakda itu besar
celakanya. Padi, beras, dan segala buah-buahan akan mahal karena sebab besar celakanya dan segala rakyat di
dalam negeri pun banyak mati karena bala besar akan datang kepada negeri ini ya tuanku syah alam.” maka patik
menangis-nangis karena saudara patik terbesar celakanya itulah sebab-sebab patik menangis
23
23
Ibid., h. 9-10.
Maka samabda Makdam dan12Makdim “Ya Tuan, jikalau demikian baiklah tuanku, buangkan dia dengan
bundanya sekali-kali biarlah segera tuanku membuangkan dia karena masihkah orang yang celaka itu apakah gunanya kalau
negri duli tuanku binasalah tangan bilanya, karena negri ini belum lagi jauh inilah sembah patik dua bersaudara jangan
anak lagi kecil, jika patik sudah besar sekalipun jika ada celakanya duli tuanku juga buangkan juga gunanya puluh
anak lagi kecil, demikian tuanku sayangkan demikian sembah hamba. Ya Tuanku mana harga anak tuanku seorang sama
dengan harga rakyat duli tuanku seisi negri karena segala raja-raja itu jikalau kerasnya seperti raja Sulaiman sekalipun
jikalau tiada dengan rakyat apalah akan gunanya?” maka pikirlah baginda itu sebesar-besarlah seperti kata anakku itu,
maka baginda pun memanggil mangkubumi menyuruh membuangkan Jaya Lengkara berdua dengan bundanya.
24
f. Putri Ratna Kasina Putri Ratna Kasina merupakan anak raja negeri Madinah
yang cantik jelita, bertanggung jawab, serta sayang kepada orangtuanya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
maka dilihat oleh Jaya Lengkara ada perempuan terlalu elok parasnya.
25
kata tuan
putri Ratna Kasina “Hai
niniku mangkubumi, jika demikian baiklah tuanku pulanglah,
adapun aku ini tiadalah aku mau kan pulang jikalau belum aku beroleh kembang kuma-kuma putih itu tiada ku balik.”
26
24
Ibid., h. 12.
25
Ibid., h. 27.
26
Ibid., h. 19.
Maka putri Ratna Kasina pun terlalu masgulnya kan ayahanda baginda dua puluh hari dan dua puluh malam tiada
makan dan minum, maka pikir tuan putri “Jika aku hidup sekalipun dengan seorang diriku, apakah gunanya jika
ayahku sudah mati, maka jadi piatulah aku.
27
g. Putri Ratna Dewi Putri Ratna Dewi merupakan anak raja Peringgi yang juga
ingin mendapatkan kembang kumakuma. Saking ingin memilikinya ia sampai membujuk ayahnya untuk memerintahkan menterinya
mengambil kembang kumakuma itu, ini menandakan bahwa Putri Ratna Kasina mempunyai sifat dan karakter yang ambisius. Selain
itu ia juga mempunyai sifat baik hati dengan membela Jaya Lengkara dengan menerangkan kepada Raja Peringgi siapa Jaya
Lengkara sebenarnya. h. Putri Ratna Gemala
Putri Ratna Gemala merupakan anak raja Mesir yang juga ingin mendapatkan kembang kumakuma tanpa ada maksud dan
tujuan yang jelas akan digunakan untuk apa. Tidak banyak kisah yang diceritakan mengenai sosok ini, akan tetapi secara tersirat ia
merupakan orang yang sangat ambisius dalam mendapatkan sesuatu. i. Raja Peringgi
Raja Peringgi adalah ayah dari Putri Ratna Dewi. Hanya sekelumit kisah yang menceritakan tentangnya, tapi dari kutipan
berikut digambarkan bahwa ia merupakan sosok orangtua yang penyayang dan menuruti keinginan anaknya untuk memiliki bunga
kumakuma dengan mengirim menterinya. j. Raja Madinah
Raja Madinah adalah ayah dari Putri Ratna Kasina, ia mempunyai perangai yang baik hati dan penyayang.
27
Ibid., h. 18.
k. Raja Mesir Raja Mesir adalah ayah dari Putri Ratna Gemala yang
mempunyai sifat baik hati. l. Kadi
Kadi merupakan orang yang ahli dalam masalah yang bersangkut-paut dengan hokum Islam. Kadi juga merupakan tempat
bertanya dan meramal nasib seseorang. Sebagaimana tergambar dari kutipan berikut ini:
karena kadi itulah yang tahu akan ilmu fikih. Adapun fikih itulah yang mengetahui segala yang tiada dapat oleh
orang lain maka6 diketauinya itu yang boleh, makruh, yakin, dan segala nama seorang-seorang
28
Selain itu kadi juga mempunyai sifat ramah, jujur, dan baik hati, sebagaimana terdapat dalam kutipan berikut ini:
Makdam dan Makdim serta dia bawa oleh kadi ke rumahnya diarakan oleh seperti adat anak raja-raja maka kadi
pun berkata “Ya Tuanku pengalahtuk kepada rumah patik yang hina ini selamanya belum pernah 7 kalau anakku
datang kemari ini”
29
4. Latar Pada dasarnya, latar merupakan lingkungan yang melingkupi
sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
30
Latar mencakup segala
28
Ibid., h. 5.
29
Ibid., h. 6.
30
Stanton., op.cit., h. 35.
bentuk tempat, waktu, dan situasi sosial yang diceritakan dalam karya
sastra.
a. Latar Tempat Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan dapat berupa tempat-tempat dengan nama, inisial, atau lokasi
tertentu. Latar tempat yang biasanya digunakan dalam hikayat-hikayat
lama termasuk di dalamnya Hikayat Jaya Lengkara adalah lingkungan kerajaan seperti negeri, hutan belantara, gunung, dan
sebagainya. Tidak sama dengan latar prosa yang hadir di zaman sekarang yang sudah menggunakan latar yang kompleks.
Adapun latar tempat yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkarai sebagai berikut:
1 Negeri
[maka] negri itupun terlalu juga ramai negerinya akan orang [lah], segenap negeri sangat adil hukumnya [dan]
daripada fakir dan miskin.
31
2 Rumah Jaya lengkara
Hatta beberapa lamanya, maka bagindapun berjalan ke rumah Jaya Lengkara….
32
3 Hutan Hatta maka mangkubumi pun berjalanlah ke dalam hutan
rimba dan padang13 belantara membawa Jaya Lengkara berdua dengan bundanya itu
33
31
Hikayat Jaya Lengkara., h. 1.
32
Ibid., h. 10.
33
Ibid., h. 12.
4 Goa
….suatu goa terlalu besar maka di dalam goa itu terlalu banyak dalamnya seperti harimau, dan raksa, dan ular, dan
kala
34
5 Puncak Gunung Mesir maka sembah ahli nujum “Ya tuanku, kembang kuma-kuma
putih di puncak gunung Mesir itulah akan obatnya baginda
35
b. Latar Waktu Latar waktu merujuk pada kapan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara dan hikayat lama lain pada
umumnya tidak menggunakan latar waktu seperti bentuk prosa modern seperti: pagi, siang, sore, malam, Senin, tahun, dan
sebagainya. Akan tetapi lebih kepada satuan-satuan waktu tertentu seperti:
1 Tujuh hari tujuh malam
maka kira-kira tujuh hari tujuh malam perjalanan itu disanalah Jaya Lengkara ditinggalkan dengan bundanya
oleh mangkubumi
36
2 Dua puluh hari dua puluh malam ayahanda baginda dua puluh hari dan dua puluh
malam tiada makan dan minum
37
34
Ibid., h. 13.
35
Ibid., h. 16.
36
Ibid., h. 13.
37
Ibid., h. 18.
3 Empat puluh hari empat puluh malam
“Hai anakku, apalah dayaku akan engkau karena aku sudah empat puluh hari empat puluh malam tiada
makan dan tiada minum air, dimanakah ada air susuku?”
38
c. Latar Suasana Latar suasana atau latar sosial merujuk pada hal-hal yang
berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup,
adat istiadat, keyakinan, pandangan
hidup, cara berpikir masyarakatnya, dan juga status sosial tokohnya.
Latar suasana atau latar sosial yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah suasana keluarga kerajaan. Hampir semua
peristiwa yang ada di dalamnya terjadi di lingkungan kerajaan, jadi kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara
berpikir masyarakatnya masih bersifat istanasentris. Hal itu ditandai dengan budaya ramal-meramal yang masih kental, rasa hormat
terhadap keluarga kerajaan, perjodohan, jamuan makanan, dan lain sebagainya. Semua itu dapat dilihat dari kutipan berikut ini:
“Hai Tuan-tuan sekalian, adapun ‘hamba[h]’ ini hendak bertanyakan hal anaku yang bernama Jaya Lengkara
itu, apakah artinya jaya? apa artinya lengkara itu? apakah artinya, ku minta lihat kepada nujum sekalian.
39
38
Ibid., h. 14.
39
Ibid., h. 4.
Ya Tuanku Syah Alam, adapun duli tuanku hendakkan artinya paduka anak dinama itu baik dan jahatnya
itu, duli Tuanku menyuruh bertanya kepada tuan kadi, karena kadi itulah yang tahu akan ilmu fikih.
40
Makdam dan Makdim serta dia bawa oleh kadi ke
rumahnya diarakan [oleh] seperti adat anak raja-raja
41
Hatta tuan putri Ratna Kasina 19 pun berjalan
dengan segala rakyat dan mangkubumi pun mengerahkan rakyat dua ribu orang rakyat berjalan mengiringkan tuan putri
Ratna Kasina itu
42
5. Sudut Pandang Aminuddin mengungkapkan, titik pandang atau sudut pandang
diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.
43
Sudut pandang merupakan cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Dalam Hikayat Jaya Lengkara, sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga atau narator luar serba tahu, karena pengarang
mengetahui dan menceritakan segala hal yang terjadi pada tokoh, baik berupa tindakan, ucapan nyata maupun yang berupa pikiran atau
perasaan tokoh.
6. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Gaya
bahasa dapat dibatasi dengan cara mengungkapkan pikiran melalui
40
Ibid., h. 5.
41
Ibid., h. 6.
42
Ibid., h. 19.
43
Wahyudi Siswanto Pengantar Teori Sastra Jakarta : PT Grasindo, 2008, h. 151
bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis pemakai bahasa.
44
Gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan
harmonis sehingga mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.
45
Kaidah-kaidah stilistik yang digunakan merupakan suatu system konvensi yang diikuti oleh para pengarang di dalam mencipta karya,
yang sangat menonjol adalah penggunaan pengulangan repetition dan reccurency.
46
Pengulangan kata yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara diantaranya: kuma2 kumakuma, bayang2 bayang-bayang,
puji2 puji-puji, dan sebagainya. Secara umum gaya bahasa yang digunakan dalam Hikayat Jaya
Lengkara adalah gaya bahasa biasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari yang menggunakan bahasa Melayu seperti: patik, sembah,
sabda, duli dan sebagainya. Namun ada juga penggunaan majas metafora yang terdapat pada kutipan berikut ini:
….suatu alamat kepada adinda itu seperti cahaya kandil yang
terpasang kepada
malam bercahaya-cahaya
demikianlah alamatnya kepada adinda itu. seorang laki-laki yang elok rupanya gemang gemilang
seperti bulan purnama empat belas hari. Tatkala baginda itu jadi, bulan dan mataharipun berdekat.
44
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia, 2002, h. 113.
45
Siswanto., op.cit., h. 158.
46
Sudjiman., op.cit., h. 27.
7. Amanat Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra atau pesan
yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar.
47
Amanat suatu cerita kadang-kadang atau adakalanya tidak hadir dalam cerita dalam arti amanat-amanat itu tidak dijelaskan secara eksplisit.
48
Banyak sekali amanat yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara di antaranya: sabar dalam menghadapi sesuatu, sabar dalam
menghadapi amarah, tolong menolong, menghormati tamu, bersyukur, dan lain sebagainya. Akan tetapi ada satu amanat yang ingin penulis
bahas yaitu mengenai larangan untuk serakah. Serakah merupakan salah satu akhlak tercela yang dapat
melahirkan sifat-sifat tercela lainnya seperti bohong, fitnah, hasud, iri, dengki, dan lain sebagainya. Orang yang serakah, hidupnya tidak akan
pernah bahagia karena selalu merasa kurang dan tidak senang dengan kelebihan yang dimiliki orang lain seraya berharap apa yang dimilik
oleh orang lain itu menjadi miliknya. Serakah tidak akan membawa kepada kebahagiaan. Serakah hanya akan membawa kepada
kesengsaraan.