Unsur Instrinsik Hikayat Jaya Lengkara

kebaikan dalam melawan keserakahan dan kezaliman terhadap dirinya semenjak dari kecil sampai dewasa yang menimpa dirinya dan ibunya. Sejatinya, kejahatan dan kezaliman sampai kapan pun tidak akan pernah menang melawan kebaikan. Pemaparan alur dalam hikayat ini dapat digambarkan sebagai berikut. 3 1 2 4 5 Keterangan 1. Pengenalan Pengenalan tokoh Jaya Lengkara dan tokoh-tokoh lainnya 2. Konflik Konflik diawali dengan pengusiran Jaya Lengkara dan Ibunya dari kerajaan karena difitnah oleh Makdam dan Makdim 3. Klimaks Percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Makdam dan Makdim terhadap Jaya Lengkara dan perebutan kembang kumakuma oleh Makdam, Makdim, Putri Ratna Kasina, Putri Ratna Dewi, dan Putri Ratna Gemala. 4. Peleraian Jaya Lengkara mendapatkan kembali kembang kumakuma yang telah diperebutkan dan berhasil mengobati ayahnya yang sedang sakit parah. 5. Penyelesaian Jaya Lengkara menikah dengan Putri Ratna Kasina anak Raja negeri Madinah, kemudian menjadi Raja segala raja yang hidup bahagia, sejahtera, dan sentosa. 3. Tokoh dan Penokohan Abrams mengungkapkan, tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sementara itu Jones mengungkapkan, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. 7 Mengingat karya sastra lama pada umumnya bersifat didaktis, tokoh-tokoh sentralnya ditampilkan sebagai tokoh datar sehingga jelas benar tokoh mana dan sifat-sifat yang bagaimana yang perlu diteladani “putih” dan yang mana tokoh durjana “hitam” dengan sifat-sifatnya yang tidak terpuji. Penokohan pun menggunakan metode diskursifperian yang dengan jelas melukiskan baik penampilan fisik maupun pengalaman emosional sang tokoh. 8 Tokoh-tokoh dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah: a. Jaya Lengkara Jaya Lengkara merupakan tokoh utama yang juga namanya menjadi judul dalam hikayat ini. Citra tokoh utama, asal-usul dan pengalamannya dikatkan dengan berbagai mitos, seperti saat kelahiran dan kematian yang dibarengi oleh peristiwa alam yang luar biasa seperti matahari dan bulan yang berdekatan, kilat yang menyilaukan, atau bunyi guntur yang menggelegar. Ia diberi ciri fisik yang sesuai dengan sifat keteladanannya, serta tabiat dan tindakan yang terpuji. 9 Jaya Lengkara digambarkan sebagai pribadi yang luar biasa tampan elok rupawan. Hal itu terlihat dari kutipan berikut: 7 Nurgiantoro, op.cit., h. 165. 8 Sudjiman, op.cit., h. 32. 9 Ibid., h. 33. …seorang laki-laki yang elok rupanya gemang gemilang seperti bulan purnama empat belas hari goa tiga cuci cahaya muka dan lagi suatu alamat pada mukanya seperti kandil yang terang kepada malam, demikianlah alamat yang di kepalanya itu. Tatkala baginda itu jadi, bulan dan mataharipun berdekat. 10 Selain itu Jaya Lengkara juga digambarkan sebagai orang yang sakti mandraguna, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut: adapun jika ia hendak berjalan di darat pun boleh dan jika ia hendak berjalan di laut pun boleh juga dengan karenanya Allah subhanahu wata’ala kepada adinda itu maka adinda itu tiada dapat dilawan orang dan segala jin pun tiada dapat melawan dia[nya]. 11 Jaya Lengkara pun naik ke atas pokok beringin itu, maka ditotoknya pucuk beringin itu maka dengan takdir Allah subhanahu wa taala maka keluarlah air seperti air pancoran dari27pucuk beringin itu 12 Jaya Lengkara juga merupakan sosok yang baik hati dan suka membantu sesama, seperti yang tersirat dalam kutipan berikut: 10 Hikayat Jaya Lengkara, h. 3. 11 Ibid., h. 9. 12 Ibid., h. 26. Jaya Lengkara pun mencari akan kakanda air ke sana kesini maka tiada juga mendapat air barang sedikit pun tiada juga beroleh 13 Selain itu Jaya Lengkara juga merupakan seorang yang pemberani dan pemaaf, sebagaimana terlihat dari kutipan berikut: maka kata Jaya Lengkara “Hai kakanda, janganlah takut karena sudah adad kita anak laki-laki” 14 Sebagai tokoh utama, Jaya Lengkara mendapatkan citra yang istimewa, yang tiada tara, yang hanya ada pada dirinya. Keistimewaan yang tiada tara terungkap baik dalam fisiknya maupun dalam sikap dan perilakunya. Dalam hal fisiknya dinyatakan bahwa parasnya “terlalu elok”, mukanya “seperti cahaya bulan empat belas hari bulan purnama. Keunggulan dan kehebatan Jaya Lengkara diungkapkan secara ekstensif adalah keberaniannya yang dibarengi dengan keperkasaan dan kegagahannya. b. Raja Saiful Muluk Raja Saiful Muluk merupakan ayah Jaya Lengkara. Pada dasarnya ia merupakan raja yang adil, akan tetapi tidak sabar dan mudah terprovokasi. Sebagaimana yang terlihat dalam kutipan berikut: seorang raja terlalu besar kerajaannya lengkap dengan hulubalang menterinya, sangat adil hukumnya dan daripada fakir dan miskin 15 13 Ibid., h. 26. 14 Ibid., h. 27. 15 Ibid., h. 1. baginda itu raja meski akan tetapi baginda itu tiada beranak barang seorang maka itu sebab baginda terlalu masygul rasa hatinya hendak beranak, maka tiada juga diberi Allah subhanahu wata’ala dengan anak maka raja itu pun pikir dalam hatinya2 beristri seorang lagi bernama Tuan Putri Sakanda Cahaya Bayang-bayang. 16 Maka baginda mendengar sa[ma]bda anakda kedua itu maka bagindapun terlalu masygul sarat dengan percayaannya. 17 maka pikirlah baginda itu sebesar-besarlah seperti kata anakku itu, maka baginda pun memanggil mangkubumi menyuruh membuangkan Jaya Lengkara berdua dengan bundanya. 18 Sebagai seorang raja, Raja Saiful Muluk belum dapat dikategorikan sebagai raja yang bijaksana karena ia tidak sabar dalam menghadapi permasalahan serta mudah sekali terprovokasi dengan fitnah dan hasutan orang lain. Sebagai pemimpin tertinggi seharusnya ia mampu menimbangkan kembali setiap informasi yang ia dapatkan sebelum mengambil keputusan. 16 Ibid., h. 1-2. 17 Ibid., h. 10. 18 Ibid., h. 12. c. Putri Sakanda Cahaya Rum Putri Sakanda Rum merupakan ibu Jaya Lengkara yang digambarkan sebagai sosok yang sabar dan penyayang. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut: Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum tahulah akan dirinya sebab tiada beranak maka tiada lagi dikasihani baginda seperti dahulu, maka tuan putri Sakanda Cahaya bermohon do’a kepada Allah subhanahu wata’ala demikian bunyinya “Ya Rabbi Yaa Sayyidi Ya Maulaaya Tuhanku berapalah kiranya hambamu beranak barang seorang saja”, demikianlah pintanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala.Maka tiada juga beberapa lamanya tuan putri minta do’a dia kepada Allah subhanahu 3 wata’ala, dia pun hamil lah. 19 maka sembah bunda Jaya Lengkara “Ya Tuanku, adapun jikalau anak hamba ini dibunuh maka baiklah bunuh dengan hamba sekali-kali” maka kata bunda Jaya Lengkara “Ya Tuan ku, hamba tiada sampai hati hamba melihat anak hamba dibunuh itu karena baik dan jahatnya anak hamba ini sahaja hamba turut akan.” 20 Selain itu, Putri Sakanda Cahaya Rum juga merupakan seorang yang tidak pendendam dan pandai menyimpan rahasia, serta sangat menghormati tamunya meskipun tamunya itu adalah orang 19 Ibid., h. 2. 20 Ibid., h. 11. yang menzaliminya dan anaknya. Sebagaimana yang terdapat dalam kutipan berikut: kata Jaya Lengkara24”Hai ibuku, apalah mulanya maka kita ke dalam hutan ini?” maka kata ibunya pun diam tiada mau berkata lagi karena takut akan Jaya Lengkara marah akan saudaranya Makdam dan Makdim. 21 kata Jaya Lengkara “Hai kakanda bentar juga dahulu karena ibu hamba lagi hendak menjamu kakanda makan dan minum tujuh hari tujuh malam” 22 d. Putri Sakanda Cahaya Bayang Bayang Putri Sakanda Bayang Bayang merupakan istri kedua raja Saiful Muluk, ibundanya Makdam dan Makdim. Dalam Hikayat Jaya Lengkara tidak banyak yang diceritakan mengenai dirinya jadi tidak tergambar karakternya. e. Makdam dan Makdim Makdam dan Makdim merupakan saudara tiri Jaya Lengkara. Dalam Hikayat Jaya Lengkara, tokoh Makdam dan Makdim hampir selalu diceritakan beriringan, jadi dapat dikatakan karakter mereka pun hampir sama. Tokoh ini mempunyai sifat licik yang suka menghasud, memfitnah, dan berbohong. Sebagaimana yang tergambar dalam kutipan berikut ini: 21 Ibid., h. 24. 22 Ibid., h. 25. maka itupun berjalanlah mendapatkan ayahanda baginda serta ia pun sampai kepada raja dengan tangisnya, maka titah raja “Hai anakku mengapakah engkau mena 10 ngis sangat ini?” maka sembah Makdam dan Makdim “Ya Tuanku, adapun patik dia titah duli tuanku mendapat kadi, maka kata kadi kepada patik kedua tadi akan hal duli menyuruh kita bernanyakan alamat anakda yang baharu jadi itu maka kata kadi kepada patik kedua tadi “Adapun alamat adinda yang kepada ububun-ububunnya anakda itu besar celakanya. Padi, beras, dan segala buah-buahan akan mahal karena sebab besar celakanya dan segala rakyat di dalam negeri pun banyak mati karena bala besar akan datang kepada negeri ini ya tuanku syah alam.” maka patik menangis-nangis karena saudara patik terbesar celakanya itulah sebab-sebab patik menangis 23 23 Ibid., h. 9-10. Maka samabda Makdam dan12Makdim “Ya Tuan, jikalau demikian baiklah tuanku, buangkan dia dengan bundanya sekali-kali biarlah segera tuanku membuangkan dia karena masihkah orang yang celaka itu apakah gunanya kalau negri duli tuanku binasalah tangan bilanya, karena negri ini belum lagi jauh inilah sembah patik dua bersaudara jangan anak lagi kecil, jika patik sudah besar sekalipun jika ada celakanya duli tuanku juga buangkan juga gunanya puluh anak lagi kecil, demikian tuanku sayangkan demikian sembah hamba. Ya Tuanku mana harga anak tuanku seorang sama dengan harga rakyat duli tuanku seisi negri karena segala raja-raja itu jikalau kerasnya seperti raja Sulaiman sekalipun jikalau tiada dengan rakyat apalah akan gunanya?” maka pikirlah baginda itu sebesar-besarlah seperti kata anakku itu, maka baginda pun memanggil mangkubumi menyuruh membuangkan Jaya Lengkara berdua dengan bundanya. 24 f. Putri Ratna Kasina Putri Ratna Kasina merupakan anak raja negeri Madinah yang cantik jelita, bertanggung jawab, serta sayang kepada orangtuanya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini: maka dilihat oleh Jaya Lengkara ada perempuan terlalu elok parasnya. 25 kata tuan putri Ratna Kasina “Hai niniku mangkubumi, jika demikian baiklah tuanku pulanglah, adapun aku ini tiadalah aku mau kan pulang jikalau belum aku beroleh kembang kuma-kuma putih itu tiada ku balik.” 26 24 Ibid., h. 12. 25 Ibid., h. 27. 26 Ibid., h. 19. Maka putri Ratna Kasina pun terlalu masgulnya kan ayahanda baginda dua puluh hari dan dua puluh malam tiada makan dan minum, maka pikir tuan putri “Jika aku hidup sekalipun dengan seorang diriku, apakah gunanya jika ayahku sudah mati, maka jadi piatulah aku. 27 g. Putri Ratna Dewi Putri Ratna Dewi merupakan anak raja Peringgi yang juga ingin mendapatkan kembang kumakuma. Saking ingin memilikinya ia sampai membujuk ayahnya untuk memerintahkan menterinya mengambil kembang kumakuma itu, ini menandakan bahwa Putri Ratna Kasina mempunyai sifat dan karakter yang ambisius. Selain itu ia juga mempunyai sifat baik hati dengan membela Jaya Lengkara dengan menerangkan kepada Raja Peringgi siapa Jaya Lengkara sebenarnya. h. Putri Ratna Gemala Putri Ratna Gemala merupakan anak raja Mesir yang juga ingin mendapatkan kembang kumakuma tanpa ada maksud dan tujuan yang jelas akan digunakan untuk apa. Tidak banyak kisah yang diceritakan mengenai sosok ini, akan tetapi secara tersirat ia merupakan orang yang sangat ambisius dalam mendapatkan sesuatu. i. Raja Peringgi Raja Peringgi adalah ayah dari Putri Ratna Dewi. Hanya sekelumit kisah yang menceritakan tentangnya, tapi dari kutipan berikut digambarkan bahwa ia merupakan sosok orangtua yang penyayang dan menuruti keinginan anaknya untuk memiliki bunga kumakuma dengan mengirim menterinya. j. Raja Madinah Raja Madinah adalah ayah dari Putri Ratna Kasina, ia mempunyai perangai yang baik hati dan penyayang. 27 Ibid., h. 18. k. Raja Mesir Raja Mesir adalah ayah dari Putri Ratna Gemala yang mempunyai sifat baik hati. l. Kadi Kadi merupakan orang yang ahli dalam masalah yang bersangkut-paut dengan hokum Islam. Kadi juga merupakan tempat bertanya dan meramal nasib seseorang. Sebagaimana tergambar dari kutipan berikut ini: karena kadi itulah yang tahu akan ilmu fikih. Adapun fikih itulah yang mengetahui segala yang tiada dapat oleh orang lain maka6 diketauinya itu yang boleh, makruh, yakin, dan segala nama seorang-seorang 28 Selain itu kadi juga mempunyai sifat ramah, jujur, dan baik hati, sebagaimana terdapat dalam kutipan berikut ini: Makdam dan Makdim serta dia bawa oleh kadi ke rumahnya diarakan oleh seperti adat anak raja-raja maka kadi pun berkata “Ya Tuanku pengalahtuk kepada rumah patik yang hina ini selamanya belum pernah 7 kalau anakku datang kemari ini” 29 4. Latar Pada dasarnya, latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. 30 Latar mencakup segala 28 Ibid., h. 5. 29 Ibid., h. 6. 30 Stanton., op.cit., h. 35. bentuk tempat, waktu, dan situasi sosial yang diceritakan dalam karya sastra. a. Latar Tempat Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan dapat berupa tempat-tempat dengan nama, inisial, atau lokasi tertentu. Latar tempat yang biasanya digunakan dalam hikayat-hikayat lama termasuk di dalamnya Hikayat Jaya Lengkara adalah lingkungan kerajaan seperti negeri, hutan belantara, gunung, dan sebagainya. Tidak sama dengan latar prosa yang hadir di zaman sekarang yang sudah menggunakan latar yang kompleks. Adapun latar tempat yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkarai sebagai berikut: 1 Negeri [maka] negri itupun terlalu juga ramai negerinya akan orang [lah], segenap negeri sangat adil hukumnya [dan] daripada fakir dan miskin. 31 2 Rumah Jaya lengkara Hatta beberapa lamanya, maka bagindapun berjalan ke rumah Jaya Lengkara…. 32 3 Hutan Hatta maka mangkubumi pun berjalanlah ke dalam hutan rimba dan padang13 belantara membawa Jaya Lengkara berdua dengan bundanya itu 33 31 Hikayat Jaya Lengkara., h. 1. 32 Ibid., h. 10. 33 Ibid., h. 12. 4 Goa ….suatu goa terlalu besar maka di dalam goa itu terlalu banyak dalamnya seperti harimau, dan raksa, dan ular, dan kala 34 5 Puncak Gunung Mesir maka sembah ahli nujum “Ya tuanku, kembang kuma-kuma putih di puncak gunung Mesir itulah akan obatnya baginda 35 b. Latar Waktu Latar waktu merujuk pada kapan terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara dan hikayat lama lain pada umumnya tidak menggunakan latar waktu seperti bentuk prosa modern seperti: pagi, siang, sore, malam, Senin, tahun, dan sebagainya. Akan tetapi lebih kepada satuan-satuan waktu tertentu seperti: 1 Tujuh hari tujuh malam maka kira-kira tujuh hari tujuh malam perjalanan itu disanalah Jaya Lengkara ditinggalkan dengan bundanya oleh mangkubumi 36 2 Dua puluh hari dua puluh malam ayahanda baginda dua puluh hari dan dua puluh malam tiada makan dan minum 37 34 Ibid., h. 13. 35 Ibid., h. 16. 36 Ibid., h. 13. 37 Ibid., h. 18. 3 Empat puluh hari empat puluh malam “Hai anakku, apalah dayaku akan engkau karena aku sudah empat puluh hari empat puluh malam tiada makan dan tiada minum air, dimanakah ada air susuku?” 38 c. Latar Suasana Latar suasana atau latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat dalam sebuah karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir masyarakatnya, dan juga status sosial tokohnya. Latar suasana atau latar sosial yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah suasana keluarga kerajaan. Hampir semua peristiwa yang ada di dalamnya terjadi di lingkungan kerajaan, jadi kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir masyarakatnya masih bersifat istanasentris. Hal itu ditandai dengan budaya ramal-meramal yang masih kental, rasa hormat terhadap keluarga kerajaan, perjodohan, jamuan makanan, dan lain sebagainya. Semua itu dapat dilihat dari kutipan berikut ini: “Hai Tuan-tuan sekalian, adapun ‘hamba[h]’ ini hendak bertanyakan hal anaku yang bernama Jaya Lengkara itu, apakah artinya jaya? apa artinya lengkara itu? apakah artinya, ku minta lihat kepada nujum sekalian. 39 38 Ibid., h. 14. 39 Ibid., h. 4. Ya Tuanku Syah Alam, adapun duli tuanku hendakkan artinya paduka anak dinama itu baik dan jahatnya itu, duli Tuanku menyuruh bertanya kepada tuan kadi, karena kadi itulah yang tahu akan ilmu fikih. 40 Makdam dan Makdim serta dia bawa oleh kadi ke rumahnya diarakan [oleh] seperti adat anak raja-raja 41 Hatta tuan putri Ratna Kasina 19 pun berjalan dengan segala rakyat dan mangkubumi pun mengerahkan rakyat dua ribu orang rakyat berjalan mengiringkan tuan putri Ratna Kasina itu 42 5. Sudut Pandang Aminuddin mengungkapkan, titik pandang atau sudut pandang diartikan sebagai cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. 43 Sudut pandang merupakan cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dalam Hikayat Jaya Lengkara, sudut pandang yang digunakan adalah orang ketiga atau narator luar serba tahu, karena pengarang mengetahui dan menceritakan segala hal yang terjadi pada tokoh, baik berupa tindakan, ucapan nyata maupun yang berupa pikiran atau perasaan tokoh. 6. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Gaya bahasa dapat dibatasi dengan cara mengungkapkan pikiran melalui 40 Ibid., h. 5. 41 Ibid., h. 6. 42 Ibid., h. 19. 43 Wahyudi Siswanto Pengantar Teori Sastra Jakarta : PT Grasindo, 2008, h. 151 bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis pemakai bahasa. 44 Gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis sehingga mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. 45 Kaidah-kaidah stilistik yang digunakan merupakan suatu system konvensi yang diikuti oleh para pengarang di dalam mencipta karya, yang sangat menonjol adalah penggunaan pengulangan repetition dan reccurency. 46 Pengulangan kata yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara diantaranya: kuma2 kumakuma, bayang2 bayang-bayang, puji2 puji-puji, dan sebagainya. Secara umum gaya bahasa yang digunakan dalam Hikayat Jaya Lengkara adalah gaya bahasa biasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari yang menggunakan bahasa Melayu seperti: patik, sembah, sabda, duli dan sebagainya. Namun ada juga penggunaan majas metafora yang terdapat pada kutipan berikut ini: ….suatu alamat kepada adinda itu seperti cahaya kandil yang terpasang kepada malam bercahaya-cahaya demikianlah alamatnya kepada adinda itu. seorang laki-laki yang elok rupanya gemang gemilang seperti bulan purnama empat belas hari. Tatkala baginda itu jadi, bulan dan mataharipun berdekat. 44 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia, 2002, h. 113. 45 Siswanto., op.cit., h. 158. 46 Sudjiman., op.cit., h. 27. 7. Amanat Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengar. 47 Amanat suatu cerita kadang-kadang atau adakalanya tidak hadir dalam cerita dalam arti amanat-amanat itu tidak dijelaskan secara eksplisit. 48 Banyak sekali amanat yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara di antaranya: sabar dalam menghadapi sesuatu, sabar dalam menghadapi amarah, tolong menolong, menghormati tamu, bersyukur, dan lain sebagainya. Akan tetapi ada satu amanat yang ingin penulis bahas yaitu mengenai larangan untuk serakah. Serakah merupakan salah satu akhlak tercela yang dapat melahirkan sifat-sifat tercela lainnya seperti bohong, fitnah, hasud, iri, dengki, dan lain sebagainya. Orang yang serakah, hidupnya tidak akan pernah bahagia karena selalu merasa kurang dan tidak senang dengan kelebihan yang dimiliki orang lain seraya berharap apa yang dimilik oleh orang lain itu menjadi miliknya. Serakah tidak akan membawa kepada kebahagiaan. Serakah hanya akan membawa kepada kesengsaraan.

C. Nilai-nilai Moral Hikayat Jaya Lengkara

Wellek dan Werren mengatakan bahwa karya sastra adalah hasil ciptaan pengarang yang menggambarkan segala peristiwa yang dialami masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah karya sastra yang menggambarkan peristiwa sosial dalam masyarakat, tentunya mengandung nilai-nilai di dalamnya, baik nilai moral, sosial, budaya maupun nilai religius. 49 47 Siswanto., loc.cit., h. 162. 48 Nikmah Sunardjo, dkk, Telaah Susastra Melayu Betawi, Jakarta: Depdikbud, 1991, h. 35. 49 Rene Wellek dan Austin Warren. Teori Kesusatraan, Jakarta: Gramedia, 1989, h. 276. Suseno mengungkapkan bahwa kata moral selalu mengacu pada tingkah laku baik buruk manusia sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul salah sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruk sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. 50 Sedangkan Nainggolan mengemukakan bahwa moral ditinjau dari sudut bahasa merupakan kata benda yang berarti berhubungan dengan prinsip baik dan buruk dari satu cerita dan kisah atau pengalaman. 51 Dengan kata lain, nilai moral merupakan sesuatu yang berharga yang berisi aturan-aturan, baik lisan maupun tulisan yang mengatur tingkah laku, perbuatan, dan kebiasaan manusia yang dianggap baik dan buruk oleh masyarakat yang bersangkutan. Jadi pada intinya, moral merupakan suatu aturan atau ajaran yang di dalamnya mengatur sebuah nilai, baik itu nilai baik maupun nilai buruk yang dijadikan sebagai pedoman hidup manusia dalam bertingkah laku. Berdasarkan pendapat di atas, penulis menyimpulkan nilai moral yaitu tingkah laku manusia baik dan buruknya sebagai manusia. Tingkah laku baik dan buruk tersebut dapat digolongkan menjadi nilai moral positif dan nilai moral negatif. Tingkah laku yang baik dapat dimasukkan ke dalam nilai moral positif, sedangkan tingkah laku yang buruk dapat dimasukkan ke dalam nilai moral negatif. Jadi, interpretasi nilai moral dibagi menjadi dua golongan, yaitu nilai moral positif dan nilai moral negatif. Interpretasi nilai moral yang ditemukan dalam Hikayat Jaya Lengkara dari segi nilai moral positif meliputi: adil, kasih sayang, menolong, bertanggung jawab, hormat, bersyukur, pemberani dan sabar. Nilai moral yang ditemukan dari segi nilai moral negatif meliputi: menfitnah, iri dengki, hasut, mencuri, berbohong, khianat, menipu, penakut, dan serakah. 50 Suseno, op.cit., h. 18. 51 Nainggolan, op.cit., h. 21. 1. Nilai Moral Positif Di dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat nilai moral yang positif yaitu nilai moral yang baik. Nilai moral positif yaitu perbuatan yang dapat membantu atau meringankan beban orang lain. Nilai moral positif dapat dijadikan suatu perbuatan yang perlu dicontoh atau diikuti oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. a. Kasih Sayang “Kasih Ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia” Demikianlah lirik lagu yang menggambarkan kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Kasih sayang merupakan suatu sikap saling mengasihi antara sesama makhluk tuhan. Salah satu kasih sayang yang terdahsyat di dunia ini adalah kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya itu terlihat mulai dari prosesi mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, dan membesarkan anaknya dengan tulus, ikhlas, dan limpahan kasih sayang. Bahkan seorang ibu pun rela mati untuk anaknya sebagaimana yang terdapat dalam kutipan Hikayat Jaya Lengkara berikut ini: maka sembah bunda Jaya Lengkara “Ya Tuanku, adapun jikalau anak hamba ini dibunuh maka baiklah bunuh dengan hamba sekali-kali” maka kata raja “Hai adinda, mengapakah adinda berkata demikian itu?” maka kata bunda Jaya Lengkara “Ya Tuan ku, hamba tiada sampai hati hamba melihat anak hamba dibunuh itu karena baik dan jahatnya anak hamba ini sahaja hamba turut akan.”. 52 52 Ibid., h. 11. Kutipan di atas menceritakan tentang pembelaan ibu Jaya Lengkara kepada anaknya yang ingin dibunuh oleh ayahnya sendiri karena dianggap jahat dan sangat berbahaya, ibunya pun rela mati demi membela anak satu-satunya dan kesayangannya. b. Adil Salah satu pengertian adil adalah tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum. Sikap tersebut merupakan sikap terpuji yang harus dimiliki oleh manusia terutama bagi seorang penguasa atau pemimpin. Seorang penguasa atau pemimpin harus adil kepada seluruh rakyatnya atau bawahannya, ia tidak boleh bertindak sewenang-wenang, tebang pilih, mengutamakan pribadi dan golongannya. Sikap adil ini secara tersurat terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara yaitu pada kutipan berikut ini: …negeri sangat adil hukumnya dan daripada fakir dan miskin. 53 Kutipan di atas menunjukan bahwa Raja Saiful Muluk yang merupakan Raja dari negeri Ajam Saukat sangat adil, terutama kepada rakyat yang fakir dan miskin. Sejatinya harta dan jabatan hanyalah titipan serta amanah yang harus dilaksanakan dengan adil, amanah dan penuh tanggung jawab. c. Tanggung Jawab Tanggung jawab merupakan suatu sikap terpuji yang harus dimiliki oleh manusia. Dengan sikap ini manusia dituntut untuk menghormati hak dan melaksanakan kewajibannya. Salah satu indikator orang yang bertanggung jawab adalah melakukan segala sesuatu terutama yang menyangkut kewajibannya dengan totalitas dan kesungguhan. 53 Ibid., h. 1.