Hakikat Filologi LANDASAN TEORETIS

Sudardi mengungkapkan “objek penelitian filologi adalah teks dari masa lalu yang tertulis di atas naskah yang mengandung nilai budaya.” 6 Adapun menurut Baried, “filologi mempunyai objek yaitu naskah dan teks.” 7 a. Naskah Baried mengungkapkan “naskah merupakan benda kongkret yang dapat dilihat atau dipegang, seperti semua bahan tulisan tangan yang disebut naskah handschrift. Di Indonesia bahan naskah yaitu dapat berupa lontar, kayu, bambu, rotan, dan kertas Eropa. 8 Sedangkan Ikram mengungkapkan, naskah adalah wujud fisik dari teks. 9 Tulisan-tulisan pada kertas disebut naskah, dalam bahasa Inggris naskah disebut dengan istilah manuscript, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut handschrift. 10 Jadi naskah ialah wujud fisik segala hasil tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan cipta, rasa, dan karsa manusia yang hasilnya disebut hasil karya sastra, yang semuanya merupakan rekaman pengetahuan masa lampau bangsa pemilik naskah. b. Teks Baried mengungkapkan, “teks adalah sesuatu yang abstrak. Teks ada yang berupa teks lisan dan teks tulisan.” Teks lisan yaitu suatu penyampaian cerita turun-temurun lalu ditulis dalam bentuk naskah. Naskah itu kemudian mengalami penyalinan-penyalinan dan selanjutnya dicetak. Teks tulisan dapat berupa tulisan tangan yang disebut naskah dan tulisan cetakan. 11 Sementara itu, Lubis mengungkapkan, “teks adalah kandungan atau isi naskah.” Isi teks mengandung ide-ide atau amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. 6 Sudardi, op.cit., h. 3. 7 Baried, op.cit., h. 3. 8 Ibid., h. 54. 9 Achdiati Ikram, 10 Djamaris, op.cit., h. 11. 11 Baried, op.cit., h. 4. Di dalam proses penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan ada tiga macam teks yaitu: teks lisan, teks tulisan, dan teks cetakan. 12

B. Hikayat

1. Pengertian Hikayat Secara etimologis, istilah “hikayat” berasal dari bahasa Arab, yakni ﻰﻜﺣ haka yang berarti menceritakan atau bercerita. 13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hikayat adalah karya sastra Melayu lama berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta, misalnya Hikayat Hang Tuah dan Hikayat Seribu Satu Malam. Salah satu hasil sastra Melayu tradisional adalah hikayat. Hikayat menyampaikan kisah manusia legendaris dan seringkali juga tentang hewan yang bersifat manusia, seperti kemampuan berbicara. Hikayat dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu 1 jenis rekaan, misalnya Hikayat Malim Dewa dan Hikayat Si Miskin; 2 jenis sejarah, misalnya Hikayat Patani dan Hikayat Raja-raja Pasai; 3 jenis biografi, misalnya Hikayat Sultan Ibrahim bin Adham dan Hikayat Abdullah. Hikayat sekarang mengacu ke bentuk karya sastra beragam prosa yang berisi kisah fantastik dan penuh dengan petualangan. Kata hikayat merupakan bentuk serapan dari bahasa Arab, di dalam bahasa asalnya semata-mata berarti narrative, tale, story. 14 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hikayat adalah karya sastra Melayu lama yang berbentuk prosa berisi kisah 12 Lubis, op.cit., h. 30. 13 E. Kosasih, Khazanah Sastra Melayu Klasik Jakarta: Nobel Edumedia, 2008, h. 57. 14 Panuti Sudjiman, Filologi Melayu Jakarta: Pustaka Jaya, 1994, h. 17. kemanusian. Biasanya hikayat menyampaikan kisah manusia dan seringkali juga tentang binatang yang bersifat seperti manusia.

C. Nilai-Nilai Moral

1. Pengertian Nilai Secara umum, nilai berarti sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan; sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai hakikatnya. 15 Istilah “nilai atau value bahasa Inggris atau valere bahasa Latin berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi objek kepentingan. 16 Dengan kata lain, nilai dapat dipandang sebagai sesuatu yang berharga, memiliki kualitas tinggi atau rendah. 2. Pengertian Nilai Moral Secara etimologis kata “moral” berasal dari bahasa Latin, yaitu mos adat istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan, mores adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak, cara hidup. . Kata moral mempunyai arti yang sama dengan kata etos Yunani yang menurunkan kata etika. Di dalam bahasa Arab, moral berarti akhlak sama dengan pengertian budi pekerti, sedangkan dalam konsep Indonesia, moral berarti kesusilaan. 17 Elizabeth Hurlock mengungkapkan dalam bukunya Child Development: True morality is behaviour wich conforms to social standards and wich is also carried out poluntarily by the individual. It comes with the transition from external to internal authority and consiste of conduct regulated from within. It is accompanied by a feeling of personal responsibility for the act. Added to this it involves giving primary Consideration to the welfare of the group, while personal desires or gains are relegated to aposition of secondary importance. 15 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, Edisi III, h. 783. 16 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 29. 17 Dr. C. Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, h. 24. Pokok-pokok isi yang terpenting dari kutipan di atas ialah, moralitas yang sungguh-sungguh itu sebagai berikut: a. Kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran masyarakat, yang timbul dari hati sendiri bukan paksaan dari luar. b. Kelakuan yang disertai dengan rasa tanggung jawab atas tindakan itu. c. Tindakan yang mendahulukan kepentingan umum daripada keinginan atau kepentingan pribadi. 18 Norma-norma moral merupakan tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. 19 Menurut Nainggolan, ditinjau dari sudut bahasa, moral sebagai kata benda yang berarti berhubungan dengan prinsip baik dan buruk dari satu cerita dan kisah atau pengalaman. 20 Selanjutnya, Atkinson dalam Sjarkawi mengemukakan “moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar atau salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.” 21 Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Krammer dalam Darmodihardjo yang dikutip oleh Nurgiantoro, mengatakan bahwa “moral merupakan suatu ajaran- ajaran ataupun peraturan peraturan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Moral disebut juga kesusilaan yang berarti keseluruhan dari berbagai kaidah dan 18 Dr. Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1975, h. 8. 19 Magnis Suseno, Etika Dasar, Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987, h. 19. 20 Nainggolan, Pandangan Cendikiawan Muslim Tentang Moral Pancasila Moral Barat dan Moral Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 1997, h. 21. 21 Sjarkawi, op.cit., h. 29. pengertian yang menentukan mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap kurang baik dalam suatu golongan masyarakat.” 22 Dengan kata lain, nilai moral merupakan sesuatu yang berharga yang berisi aturan-aturan, baik lisan maupun tulisan yang mengatur tingkah laku, perbuatan, dan kebiasaan manusia yang dianggap baik dan buruk oleh masyarakat yang bersangkutan. Jadi pada intinya, moral merupakan suatu aturan atau ajaran yang di dalamnya mengatur sebuah nilai, baik itu nilai baik maupun nilai buruk yang dijadikan sebagai pedoman hidup manusia dalam bertingkah laku. Adapun Kenny dalam Nurgiyantoro mengungkapkan, moral dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditemukan modelnya dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat sikap dan tingkah laku tokoh-tokohnya. 23 Nilai moral dalam karya sastra selalu dalam pengertian yang baik. Artinya, jika dalam sebuah karya sastra seorang pengarang menampilkan sikap dan tingkah laku dari seorang tokoh antagonis yang cenderung negatif, bukan berarti pengarang memberikan pendidikan yang kurang baik kepada pembaca. Penokohan tersebut hanya dimaksudkan sebagai sebuah model atau contoh saja, agar pembaca mampu mengetahui mana yang baik dan yang kurang baik. Pembaca diharapkan mampu menganalisis perbuatan yang layak untuk dicontoh dan yang tidak layak dicontoh. Dengan begitu, pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah sendiri dari cerita tokoh “jahat” tersebut. 22 Burhan Nurgiantoro, Teori Pengakajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994, h. 11. 23 Ibid., h, 321.