Nilai-nilai Moral Hikayat Jaya Lengkara

Kutipan di atas menceritakan tentang pembelaan ibu Jaya Lengkara kepada anaknya yang ingin dibunuh oleh ayahnya sendiri karena dianggap jahat dan sangat berbahaya, ibunya pun rela mati demi membela anak satu-satunya dan kesayangannya. b. Adil Salah satu pengertian adil adalah tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum. Sikap tersebut merupakan sikap terpuji yang harus dimiliki oleh manusia terutama bagi seorang penguasa atau pemimpin. Seorang penguasa atau pemimpin harus adil kepada seluruh rakyatnya atau bawahannya, ia tidak boleh bertindak sewenang-wenang, tebang pilih, mengutamakan pribadi dan golongannya. Sikap adil ini secara tersurat terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara yaitu pada kutipan berikut ini: …negeri sangat adil hukumnya dan daripada fakir dan miskin. 53 Kutipan di atas menunjukan bahwa Raja Saiful Muluk yang merupakan Raja dari negeri Ajam Saukat sangat adil, terutama kepada rakyat yang fakir dan miskin. Sejatinya harta dan jabatan hanyalah titipan serta amanah yang harus dilaksanakan dengan adil, amanah dan penuh tanggung jawab. c. Tanggung Jawab Tanggung jawab merupakan suatu sikap terpuji yang harus dimiliki oleh manusia. Dengan sikap ini manusia dituntut untuk menghormati hak dan melaksanakan kewajibannya. Salah satu indikator orang yang bertanggung jawab adalah melakukan segala sesuatu terutama yang menyangkut kewajibannya dengan totalitas dan kesungguhan. 53 Ibid., h. 1. Adapun salah satu sikap tanggung jawab yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut: maka kata tuan putri Ratna Kasina “Hai niniku mangkubumi, jika demikian baiklah tuanku pulanglah, adapun aku ini tiadalah aku mau kan pulang jikalau belum aku beroleh kembang kuma-kuma putih itu tiada ku balik.” 54 Kutipan di atas bercerita tentang kesungguhan seorang anak dalam mencari obat untuk ayahnya yang sedang sakit parah. Bahkan ia pantang menyerah ketika harus ditinggalkan oleh pengawal serta pengikutnya sendirian di perjalanan yang penuh dengan aral dan rintangan demi mendapatkan obat untuk ayahnya yang belum ia dapatkan. Kesungguhan ini merupakan bentuk tanggung jawab seorang anak kepada ayahnya yang sedang kesusahan. d. Tolong Menolong Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian. Ada kalanya senang dan ada kalanya susah, adakalanya menolong dan ada kalanya ditolong, oleh karena itu manusia harus saling tolong menolong antara satu sama lainnya, tentunya tolong menolong dalam kebaikan bukan kejahatan. Sebagaimana firman Allah Swt: ّﹺﺮﹺﺒﻟﹾﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﻧﻭﺎﻌﺗﻭ ﻯﻮﹾﻘﺘﻟﺍﻭ ِﻹﹾﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﻧﻭﺎﻌﺗ ﹶﻻﻭ ﹾﺛﹺﻢ ﺍﻭﺪﻌﻟﹾﺍﻭ ﻥ “Dan tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” QS. Al-Maidah:2 54 Ibid., h. 19. Adapun contoh perbuatan tolong menolong dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut ini: maka ujar Makdam dan Makdim “Hai orang muda jika tuan hamba diam di dalam hutan ini mintalah air, hamba ini telalu dahaga” maka kata Jaya Lengkara “Marilah kita pada tempat hamba diam” maka ia pun masuklah ke dalam goa itu mengambil air di dalam kendi, maka [maka] Makdam dan Makdim pun heranlah melihat goa itu. Maka Jaya Lengkara pun keluarlah serta memberikan kendi itu23kepada Makdam dan Makdim, maka disambut oleh Makdam dan Makdim kendi itu lalu diminumnya oleh Makdam dan Makdim. 55 maka kata Makdim “Adapun dalam kira-kira kakanda kedua, jikalau lain daripada adinda mencari kembang itu, tiada dapat mengambil kembang itu” maka kata Jaya Lengkara “Marilah kita mencari kembang kuma- kuma putih itu” 56 Kutipan di atas bercerita tentang Jaya Lengkara yang menolong saudaranya yang sedang kesusahan di hutan serta menolongnya mencari kembang kumakuma untuk obat ayahnya yang sedang sakit. e. Bersyukur Bersyukur merupakan bentuk atau cara berterimakasih seorang hamba kepada Tuhannya atas nikmat dan karunia yang telah diberikan kepadanya Dengan bersyukur berarti dia sudah 55 Ibid., h. 22-23. 56 Ibid., h. 25. menghormati Tuhannya. Ada banyak cara bersyukur bersyukur salah satunya dengan mengucapkan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam ini menyatakan dan mengingatkan kepada kita bahwa segala puji-pujian itu hanya pantas disematkan kepada Tuhan bukan kepada manusia, oleh karena itu manusia tidak boleh sombong dan congkak. Adapun sikap bersyukur yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut: maka semuanya mengucap syukur “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin segala puji-puji bagi Allah subhanahu wata’ala juga memberi hambanya kebesaran dan kemuliaan atas hambanya yang di dalam dunia ini. 57 maka tuan kadi pun terus-terus serta mengucap syukur Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. 58 maka kata Jaya Lengkara “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin” 59 Kutipan di atas berisikan tentang bersyukurnya hulubalang, ahli nujum, dan kadi kepada Allah SWT karena telah diberikan karunia berupa kebesaran, kemuliaan dan pengetahuan. f. Sabar Sabar merupakan sikap terpuji lagi mulia yang tidak semua orang dapat mengamalkannya. Terkadang manusia terlalu mudah kecewa dan putus asa apabila menghadapi kegagalan dalam hidupnya. Pada dasarnya kegagalan itu merupakan ujian dari Tuhan 57 Ibid., h. 5. 58 Ibid., h. 8. 59 Ibid., h. 25. kepadanya karena apabila ia berhasil menghadapi ujian tersebut niscaya Allah telah menyiapkan hadiah indah untuknya dan Allah juga beserta orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah SWT: ﻦﻳﹺﺮﹺﺑ ﺎﺼﻟﺍ ﻊﻣ َﷲﺍ ﱠﻥﹺﺇ ﺓﹶﻼﺼﻟﺍﻭ ﹺﺮﺒﺼﻟﺎﹺﺑ ﺍﻮﻨﻴﻌﺘﺳﺍﺍﻮﻨﻣﹶﺍ ﻦﻳﺬﱠﻟﺍﹶﺎﻬﻳﹶﺍ ﺎﻳ “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabr dan sholat menjadi penolongmu. Karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.” QS: Al-Baqarah: 153 Adapun sikap sabar yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut: dan istri baginda yang lama itu tiada dikasihani seperti dahulu kala lagi, maka tuan putri pun pikir dalam hatinya Tuan Putri Sakanda Cahaya Rum tahulah akan dirinya sebab tiada beranak maka tiada lagi dikasihani baginda seperti dahulu, maka tuan putri Sakanda Cahaya bermohon do’a kepada Allah subhanahu wata’ala demikian bunyinya “Ya Rabbi Yaa Sayyidi Ya Maulaaya Tuhanku berapalah kiranya hambamu beranak barang seorang saja”, demikianlah pintanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Maka tiada juga beberapa lamanya tuan putri minta do’a dia kepada Allah subhanahu 3 wata’ala, dia pun hamillah. Setelah genap bulannya, tuan putri Sakanda Cahaya Rum beranak pula seorang laki-laki yang elok rupanya gemang gemilang seperti bulan purnama empat belas hari. 60 60 Ibid., h. 2-3. Kutipan di atas bercerita tentang kesabaran Putri Sakanda Cahaya istri Raja Saiful Muluk yang sudah lama menikah akan tetapi belum juga dikaruniai seorang anak, sampai-sampai ia pun dimadu oleh suaminya itu. Akan tetapi dengan kesabarannya dan terus berdoa kepada sang pencipta, akhirnya ia dikaruniai seorang putra yang kelak akan menjadi raja. ”Hai ibuku, apalah mulanya maka kita ke dalam hutan ini?” maka kata ibunya pun diam tiada mau berkata lagi karena takut akan Jaya Lengkara marah akan saudaranya Makdam dan Makdim.. 61 “Hai ibuku, siapakah orang ini?” kata ibunya “Hai anakku, inilah saudaramu yang bernama Makdam yang muda inilah saudaramu yang bernama Makdam yang muda inilah bernama Makdim, anak raja Ajam Saukat dari istrinya yang muda, karena ia hendak mencari kembang kuma-kuma putih akan obat ayahanda mu sakit” maka kata Jaya Lengkara “Jikalau demikian hai kakanda Makdam dan Makdim, dimanakah tempat kembang itu?” maka kata Makdam dan Makdim “Hai saudaraku, karena kakanda pun tiada juga tahu akan tempat kembang kuma-kuma putih25itu” maka kata Makdim “Adapun dalam kira-kira kakanda kedua, jikalau lain daripada adinda mencari kembang itu, tiada dapat mengambil kembang itu” maka 61 Ibid., h. 24. kata Jaya Lengkara “Marilah kita mencari kembang kuma- kuma putih itu” 62 Kutipan di atas bercerita tentang kesabaran ibunda Jaya Lengkara kepada anak tiri yang telah memfitnah dan menghasudnya serta anaknya sehingga ia harus terusir dari kerajaan. Dan juga kesabaran Jaya Lengkara ketika mengetahui bahwa orang yang ditolongnya adalah orang yang menyebabkannya hendak dibunuh dan diusir bersama bundanya, tetapi sedikitpun dia tidak marah, malah berniat menolong saudaranya itu untuk mencari obat buat ayahnya yang sedang sakit parah, dan ia juga sangat sabar dalam menghadapi orang yang jelas-jelas ingin mencuri kembang kumakuma itu yang telah susah payah dia dapatkan dengan mengampuninya. Kisah ini mengajarkan bahwa selain harus sabar dalam menghadapi kegagalan, manusia juga harus sabar dalam menyimpan rahasia dan sabar dalam menahan amarah, sebagaimana sabda Rasulallah SAW ﹺﺐﻀﻐﻟﹾﺍ ﺪﻨﻋ ﻪﺴﹾﻔﻧ ﻚﻠﻤﻳ ﻱﺬﱠﻟﺍ ﺪﻳﺪﺸﻟﺍ ﺎﻤﻧﺍ ﺔﻋﺮﺼﻟﺎﹺﺑ ﺪﻳﺪﺸﻟﺍ ﺲﻴﹶﻟ Orang kuat itu bukanlah orang yang kuat bergulat, tetapi orang yang dapat menahan amarahnya”. HR. Bukhari Muslim 63 g. Hormat Sikap hormat merupakan salah satu sikap terpuji dan penting dalam kehidupan sosial manusia. Apabila yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda maka akan terciptalah kedamaian di dunia. Selain kepada yang lebih tua, sikap hormat dan takzim juga layak disematkan kepada orang yang berjasa seperti orangtua, guru, dokter, dan lain sebagainya. Dan ada pula sikap hormat yang diajarkan oleh Rasulallah SAW demi terciptanya kerukukan dan kedamaian dalam membina hubungan 62 Ibid., h. 25. 63 Muhammad Said, 101 Hadits Tentang Budi Luhur, Bandung: Al-Ma’arif, 1986, cet. 37, h. 10. sosial antar manusia yaitu hormat kepada tetangga dan kepada tamunya. Sebagaimana sabdanya: ﻪﹶﻔﻴﺿ ﻡﹺﺮﹾﻜﻴﻟﹾﺎﹶﻓ ﹺﺮﺧَﻷﹾﺍ ﹺﻡﻮﻴﻟﹾﺍﻭ ِﷲﺎﹺﺑ ﻦﻣﺆﻳ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﻦﻣ “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya Ia menghormati tamunya.” HR. Muslim 64 Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Nabi Ibrahim As setiap hari menyembelih seekor domba untuk dimasak untuk menjamu tamu-tamunya, dan banyak lagi cerita-cerita lainnya yang mengisahkan tentang penghormatan kepada tamu termasuk yang terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara dalam kutipan berikut: Makdam dan Makdim serta dia bawa oleh kadi ke rumahnya diarakan [oleh] seperti adat anak raja-raja 65 maka kata Jaya Lengkara “Hai kakanda bentar juga dahulu karena ibu hamba lagi hendak menjamu kakanda makan dan minum tujuh hari tujuh malam” maka Makdam dan Makdim pun menanti jua beberapa lamanya makan dan minum yang amatlah nimat jua rasanya, maka Makdam dan Makdim pun terlalu suka hatinya dijamu oleh saudaranya itu. 66 Kutipan di atas menceritakan tentang penghormatan seorang kadi kepada anak raja yang ingin berkunjung ke rumahnya dan penghormatan seorang ibu kepada anak tirinya yang telah menghasudnya sampai ia dikeluarkan dari kerajaan. Hal ini 64 Ibid., h. 19. 65 Hikayat Jaya Lengkara., h. 6. 66 Ibid., h. 25. mengajarkan manusia bahwa jangankan kepada teman, kepada lawanpun harus bersikap hormat. h. Berani Berani merupakan suatu sikap hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, masalah, dan sebagainya. Berani di sini tentunya berani dalam melakukan kebaikan bukan kejahatan. Adapun sikap berani yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut: maka kata Jaya Lengkara “Hai kakanda, janganlah takut karena sudah adad kita anak laki-laki” 67 kata Jaya Lengkara “Marilah kita masuk ke dalam goa itu” maka kata Makdam dan Makdim “Hai adinda, janganlah kita masuk ke dalam goa ini karena sangat takut cahaya ini karena siapa tahu barangkali ada harimau dan raksa atau ular dan kala [kah]” maka Jaya Lengkara pun masuk juga seorang ke dalam goa itu dengan seorang dirinya.. 68 Kutipan di atas menceritakan tentang Jaya Lengkara yang pemberani dan berusaha untuk menenangkan saudaranya yang penakut. Sejatinya seorang hamba selagi ia benar harus berani kepada apapun dan siapapun, dan yang pantas ditakuti hanyalah Tuhan sang pencipta bukan makhluk ciptaanNya yang fana. 2. Nilai Moral Negatif 67 Ibid., h. 27. 68 Ibid., h. 28. Di dalam Hikayat Jaya Lengkara tidak hanya terdapat nilai moral yang positif, tetapi juga terdapat nilai moral yang negatif. Salah satu nilai moral negatif yaitu perbuatan yang merugikan orang lain. Nilai moral negatif dalam hikayat ini terjadi pada orang-orang yang mempunyai maksud buruk atau jahat. a. Tidak Sabar Sikap tidak sabar ini merupakan kebalikan dari sikap sabar, sikap ini harus dihindari karena sikap ini akan membuat seseorang menjadi mudah menyerah dan putus asa serta melakukan sesuatu tanpa pertimbangan yang matang yang dapat merugikan dirinya maupun orang lain di sekitarnya. Adapun sikap tidak sabar yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut: baginda itu tiada beranak barang seorang maka itu sebab baginda terlalu masygul rasa hatinya hendak beranak, maka tiada juga diberi Allah subhanahu wata’ala dengan anak maka raja itu pun pikir dalam hatinya diyasa 2 beristri seorang lagi bernama Tuan Putri Sakanda Cahaya Bayang-bayang 69 Kutipan di atas menceritakan tentang ketidak sabaran seorang raja sekaligus seorang suami kepada istrinya yang telah sekian lama menikah akan tetapi belum juga mempunyai keturunan, akhirnya karena tidak sabar ia menikah kembali dengan perempuan lain. Sampai suatu ketika istri pertamanya itupun hamil dan melahirkan seorang anak yang elok, gagah, dan pemberani yang kelak menjadi raja segala raja. 69 Ibid., h. 1-2. b. Hasud , Bohong, dan Fitnah Hasud, bohong, dan fitnah merupakan sifat tercela yang harus dihindari oleh seluruh manusia karena sikap ini selain merugikan untuk diri sendiri juga merugikan bagi orang lain. Sifat- sifat ini saling berkaitan antar satu sama lainnya. Hasud merupakan sikap iri hati dan dengki seseorang atas keberhasilan, kesuksesan, dan kelebihan orang lain dan ia berharap agar keberhasilan itu segera hilang darinya untuk itu dia memfitnah, dan untuk memfitnah dia harus berbohong. Sikap hasud, fitnah, dan bohong yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut: dia pun sampai kepada raja dengan tangisnya, maka titah raja “Hai anakku mengapakah engkau mena 10 ngis sangat ini?” maka sembah Makdam dan Makdim “Ya Tuanku, adapun patik dia titah duli tuanku mendapat kadi, maka kata kadi kepada patik kedua tadi akan hal duli menyuruh kita bernanyakan alamat anakda yang ba[ha]ru jadi itu maka kata kadi kepada patik kedua tadi “Adapun alamat adinda yang kepada ububun-ububunnya anakda itu besar celakanya. Padi, beras, segala buah-buahan akan mahal karena sebab besar celakanya dan segala rakyat di dalam negri pun banyak mati karena bala besar akan datang kepada negeri ini ya tuanku syah alam.” maka patik menangis-nangis karena saudara patik terbesar celakanya itulah sebab-sebab patik menangisi adinda.. 70 Kutipan di atas menceritakan tentang perbuatan hasud, iri, dan dengki Makdam dan Makdim kepada Jaya Lengkara karena mereka telah mengetahui kelebihan dan keutamaan Jaya Lengkara yang dikhawatirkan dapat menggangu posisi mereka di kerajaan sebagai penerus tahta. Merekapun berbohong, memfitnah, dan bersandiwara di hadapan ayahandanya dengan mengatakan bahwa Jaya Lengkara merupakan anak yang sangat berbahaya dan akan menyebabkan malapetaka. Maka samabda Makdam dan12Makdim “Ya Tuan, jikalau demikian baiklah tuanku, buangkan dia dengan bundanya sekali-kali biarlah segera tuanku membuangkan dia karena masihkah orang yang celaka itu apakah gunanya kalau negri duli tuanku binasalah tangan bilanya, karena negri ini belum lagi jauh inilah sembah patik dua bersaudara jangan anak lagi kecil, jika patik sudah besar sekalipun jika ada celakanya duli tuanku juga buangkan juga gunanya puluh anak lagi kecil, demikian tuanku sayangkan demikian sembah hamba. Ya Tuanku mana harga anak tuanku seorang sama dengan harga rakyat duli tuanku seisi negri karena segala raja-raja itu jikalau kerasnya seperti raja Sulaiman sekalipun jikalau tiada dengan rakyat apalah akan gunanya?” 71 Kutipan di atas menceritakan tentang raja yang termakan hasud dan fitnah anaknya, raja itu berniat untuk membunuh Jaya 70 Ibid., h. 9-10. 71 Ibid., h. 12. Lengkara lalu ibu jaya Lengkara pun menghalanginya, akhirnya merekapun diusir dari kerajaan ke dalam hutan tanpa makanan, minuman dan perbekalan. Ini semua merupakan akibat daripada perbuatan hasud, fitnah, dan bohong yang dapat sangat merugikan orang lain. Tidak salah jika Allah berfirman bahwa fitnah itu akan membawa dampak yang besar bagi korbannya sampai-sampai melebihi pembunuhan. Sebagaimana firman Allah SWT dan sabda Rasulallah SAW ﻭ ﹺﻞﺘﹶﻘﻟﹾﺍَ ﻦﻣ ﺪﺷﹶﺃ ﹸﺔﻨﺘﻔﻟﹾﺍ “Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan” QS: Al- Baqarah: 191 ﹺﺇﻳ ﹸﻛﺎ ﻢ ﻭﹾﺍ ﹶﳊ ﺴ ﺪ ﹶﻓﹺﺈ ﱠﻥ ﹾﺍﹶﳊ ﺴ ﺪ ﻳﹾﺄ ﹸﻛ ﹸﻞ ﹾﺍﹶﳊ ﺴ ﻨ ﺕﺎ ﹶﻛ ﻤ ﺗ ﺎ ﹾﺄﹸﻛ ﹸﻞ ﻨﻟﺍ ﺭﺎ ﹾﺍﹶﳊ ﹶﻄ ﺐ “Jauhilah sifat hasaddengki, karena sesungguhnya hasad itu memakan merusak amal kebajikan, seperti api memakan kayu.” HR. Abu Daud 72 c. Khianat Khianat merupakan perbuatan tidak setia dan tipu daya. Sikap ini merupakan tindakan tercela karena akan merugikan diri sendiri karena akan menyebabkan kehilangan kepercayaan dari orang lain serta dapat merugikan orang lain. Orang yang berkhianat dikategorikan kedalam golongan orang munafik karena telah menyelewengkan amanah dan kepercayaan yang telah diberikan oleh orang lain kepadanya, sebagaimana sabda Rasulallah SAW ﹶﻥﺎﺧ ﻦﻤﺗﺅﺃ ﺍﹶﺫﹺﺇﻭ ﻒﹶﻠﺧﹶﺃ ﺪﻋﻭ ﺍﹶﺫﹺﺇﻭ ﺏﹶﺬﹶﻛ ﹶﺙﺪﺣ ﺍﹶﺫﹺﺇ ﹲﺙﹶﻼﹶﺛ ﹺﻖﻓﺎﻨﹸﳌﹾﺍ ﹸﺔﻳﹶﺃ “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkari, dan apabila dipercaya ia menghianatinya.” HR. Bukhari 73 72 Muhammad Said., op.cit., h. 32. 73 Ibid., h. 9. Adapun sikap khianat yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat dalam kutipan berikut ini: baharu sahaja diambil sehelai daun bunga itu, ia sudah ditolak oleh Makdam dan Makdim ke laut. Hanya dengan berpegang dan bergantung pada daun itu Jaya Lengkara dapat menyelamatkan nyawa. 74 Kutipan di atas menceritakan tentang pengkhianatan Makdam dan Makdim kepada Jaya Lengkara yang selama ini telah berbuat baik kepadanya dan membantunya untuk mendapatkan kembang kumakuma. Akan tetapi setelah bunga itu mereka dapatkan mereka malah mencoba untuk membunuh Jaya Lengkara dengan melemparkannya ke lautan. d. Mencuri Mencuri adalah mengambil hak milik orang lain tanpa izin atau dengan sembunyi-sembunyi. Mencuri, merupakan tindakan tercela yang dapat merugikan orang lain. Perbuatan ini tidak diajarkan dan tidak dibenarkan oleh agama manapun. Adapun contoh perbuatan tercela ini tersurat dalam Hikayat Jaya Lengkara yang terdapat dalam kutipan berikut mangkubumi Mesir mencoba mengambil bunga itu dari Jaya Lengkara tapi gagal. Jaya Lengkara mengampuni dia, bila mendengar sebab-sebab ia ingin mendapatkan bunga itu. 75 Kutipan di atas menceritakan tentang mangkubumi Mesir yang ingin mencuri bunga kumakuma yang telah diperoleh dengan susah payah oleh Jaya Lengkara, akan tetapi mangkubumi itu gagal mendapatkannya. Mencuri, menguntit, merampok, merompak, dan 74 Hikayat Jaya Lengkara., h. 30. 75 Ibid., h. 31. korupsi merupakan tindakan tercela yang tidak dibenarkan oleh siapapun, agama manapun, dimanapun, dan kapanpun. Rasulallah bersabda mengenai larangan mencuri dalam hadisnya: ﹶﻟ ﻳ ﺎ ﹾﺄ ﺧ ﹶﺬ ﱠﻥ ﹶﺍﺣ ﺪ ﹸﻛ ﻢ ﻣﺘ ﻉﺎ ﹶﺃﺧ ﻴﻪ ﹶﻟ ﻋﺎ ﺒ ﺎ ﺍﹰﺫﺎﺟ ﺎﹶﻟﻭ “Janganlah kamu mengambil barang kepunyaan orang lain, baik bergurau pura-pura maupun dengan sengaja”. HR. Tirmidzi 76 e. Menipu Menipu merupakan perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, bohong, palsu, dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan atau mencari untung. Perbuatan ini termasuk sikap tercela karenadapat merugikan orang lain. Adapun contoh perbuatan tercela ini terdapat dalam Hikayat Jaya Lengkara yang tersurat dari kutipan berikut: Ayahandanya raja Peringgi mengirim dua orang menteri pergi mencari bunga itu, seorang menteri pergi menipu raja Mesir 77 Kutipan di atas menceritakan tentang ambisi raja Peringgi yang sangat tinggi untuk memiliki bunga kumakuma sampai- sampai ia mengutus seorang menteri untuk menipu raja Mesir agar bias mendapatkan bunga itu. Hal ini mengajarkan manusia bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu harus dengan usaha yang sungguh- sungguh dan ikhtiar yang maksimal, tidak bisa hanya dengan cara instan apalagi sampai menghalalkan segala salah satunya dengan menipu. f. Penakut Penakut merupakan salah satu sikap yang membuat manusia menjadi tidak bebas, pesimis, dan malas. sikap ini 76 Muhammad Said., op.cit., h. 15. 77 Ibid., h. 31. merupakan lawan dari sikap berani. Sejatinya, selama ia benar maka manusia tidak boleh takut kepada siapapun dan apapun, dan manusia hanya boleh takut kepada penciptanya yaitu Allah SWT. Adapun contoh sikap penakut yang ada dalam Hikayat Jaya Lengkara terdapat pada kutipan berikut: “Marilah kita masuk ke dalam goa itu” maka kata Makdam dan Makdim “Hai adinda, janganlah kita masuk ke dalam goa ini karena sangat takut cahaya ini karena siapa tahu barangkali ada harimau dan raksa atau ular dan kala kah” 78 sekira-kira tiga hari tiga malam perjalanannya itu, maka bertemu dengan raksa dan harimau, maka Makdam dan Makdim sangat gemetar tubuhnya serta berlindung disamping Jaya Lengkara, maka katanya “Hai adinda hidup-hiduplah nyawa kakanda dua ini” serta dengan tangisnya 79 Kutipan di atas menceritakan tentang ketakutan Makdam dan Makdim kepada harimau, raksasa, ular, dan kala dalam perjalanan mencari kembang kumakuma. g. Serakah Salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya adalah serakah. Sikap ini tidak hanya merugikan orang yang bersangkutan akan tetapi dapat merugikan orang lain. Orang yang serakah selalu menginginkan sesuatu yang lebih banyak, ia tidak pernah akan puas 78 Ibid., h. 28. 79 Ibid., h. 27. dan menghalalkan segala cara untuk dapat meraihnya, tak peduli apakah harus mengorbankan kehormatan dirinya maupun orang lain, yang penting apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan nafsu syahwatnya terpenuhi. Ratna Kasina menyusul tidak lama kemudian karena tiada tahan diganggu oleh Makdam dan Makdim yang sudah kembali ke negri Ajam Saukat Karena berahi mereka akan Putri Ratna Kasina, Makdam dan Makdim mencoba membunuh Jaya Lengkara 80 Kutipan di atas menceritakan tentang keserakahan Makdam dan Makdim yang mengganggu Putri Ratna Kasina padahal mereka sudah mempunyai istri masing-masing. Tidak hanya itu, karena keserakahannya itupun mereka ingin membunuh Jaya Lengkara. Hal ini menyiratkan bahwa orang yang serakah itu tidak akan pernah puas dengan apa yang dimilikinya, ia selalu merasa kekurangan dan tidak mau ada seseorangpun yang dapat melebihi dirinya bahkan ia menghalalkan segala cara untuk dapat memperoleh apapun yang ia inginkan. 80 Ibid., h. 31.

D. Implikasi dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 289 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dengan tegas merumuskan tujuannya pada Bab II, Pasal 4 yang berbunyi: Mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Manusia Indonesia seutuhnya yang dimaksudkan antara lain bercirikan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Berdasarkan tujuan pendidikan tersebut, terlihat bahwa pendidik mempunyai kewajiban untuk mendidik peserta didik menjadi pribadi yang utuh dan mandiri dengan dilandasi oleh akhlak dan budi pekerti yang luhur. Apabila tujuan pendidikan tersebut dikaitkan dengan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah, terlihat adanya kesamaan di antara keduanya. Hal itu dapat dilihat dalam tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam Kurikulum 2004, yaitu: 1 agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; 2 peserta didik menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. 139 Dalam tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, terlihat bahwa peserta didik harus mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian dan memperluas wawasan. Tujuan ini berkaitan dengan pengembangan kepribadian dan watak peserta didik tersebut dan sejalan dengan tujuan yang ada dalam sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari pendidik untuk 81 Yeti Mulyati, Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Berorienatasikan Fungsi Komunikatif Bahasa untuk Siswa Sekolah Dasar, dalam http:file.upi.eduDirektoriFPBSJUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA196008099 86012 diakses pada hari Kamis, 12 Desember 2013 pukul 19.19 WIB. menciptakan peserta didik yang berkepribadian dan berwatak baik sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Pendidik, dalam hal ini guru, harus berperan aktif dalam pembentukan kepribadian dan watak peserta didik. Pembentukan kepribadian dan watak ini dapat dilakukan dengan memberikan pembelajaran kepada peserta didik mengenai nilai moral yang baik. Pembelajaran nilai moral ini dapat dilakukan melalui pembelajaran mengenai karya sastra. Hal itu dikarenakan dalam suatu karya sastra, di dalamnya mengandung nilai-nilai positif yang bisa dijadikan contoh oleh peserta didik. Nilai positif yang bersifat langsung berupa penggambaran nilai moral, nilai sosial, dan nilai agama yang dapat dilihat secara tersurat dalam hikayat. Pada dasarnya, penggambaran nilai-nilai yang bersifat positif ini diharapkan turut membantu dalam pembentukan kepribadian dan watak peserta didik. Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi seorang pendidik untuk membantu peserta didik dalam menentukan karya sastra mana yang harus dibaca dan dapat dijadikan contoh oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-harinya. Penerapan pembelajaran pembentukan kepribadian dan watak peserta didik melalui karya sastra ini dapat diterapkan oleh guru pada tingkat SMA kelas XI sebelas, dalam aspek membaca. Dalam pembelajaran ini, standar kompetensi yang harus dikuasai siswa adalah mampu memahami berbagai hikayat dengan kompetensi dasar mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik serta mampu menemukan nilai-nilai positif yang ada dalam hikayat. Apabila dikaitkan dengan Hikayat Jaya Lengkara, seorang pendidik bisa memberikan rujukan kepada peserta didik untuk mampu membaca dan menerapkan nilai-nilai yang disampaikan dalam Hikayat Jaya Lengkara. Hal itu dikarenakan dalam hikayat Jaya Lengkara ini sarat dengan nilai-nilai moral yang layak untuk dijadikan contoh oleh peserta didik. Nilai-nilai moral ini dapat dilihat dari tokoh Jaya Lengkara yang mempunyai semangat untuk memperoleh sesuatu dan tidak pernah pantang menyerah untuk memperolehnya. Selain itu, sikap sabar yang dimiliki oleh Jaya Lengkara dan ibunya dalam menghadapi masalah pun merupakan salah satu dari bentuk nilai moral yang dapat dijadikan contoh oleh peserta didik. Selain itu, apabila kita melihat sikap dari tokoh Makdam dan Makdim, yang kurang layak untuk ditiru, misalnya penghasud, pembohong, penakut, pemfitnah, dan serakah, namun setidaknya ada beberapa sikap Makdam dan Makdim yang layak dijadikan panutan oleh peserta didik, sikap tersebut adalah sikap pantang menyerah untuk mendapatkan sesuatu. Dengan melihat sikap tokoh Makdam dan Makdim ini, akan membantu peserta didik dalam menentukan sikap mana yang layak dan tidak layak untuk ditiru. Pada hakikatnya, pembelajaran sastra melalui pembacaan hikayat ini diharapkan dapat membantu siswa dalam menentukan nilai-nilai positif baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Penggambaran nilai positif yang bersifat langsung berupa penggambaran nilai moral dalam hikayat. Penggambaran sikap positif ini, diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap pengembangan kepribadian dan watak peserta didik. Oleh karena itu, setelah pembelajaran dalam pembacaan hikayat ini dilakukan, diharapkan peserta didik mampu menerapkan nilai-nilai moral tersebut dalam kehidupan sehari-hari sehingga pada akhirnya turut berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian dan watak dari peserta didik tersebut. Pembelajaran nilai-nilai moral yang telah didapatkan oleh peserta didik tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal dan pegangan dalam perjalanan hidup peserta didik sehingga peserta didik lebih bijaksana dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dan multidimensi seperti sekarang ini. Dengan kata lain, pembelajaran karya sastra lama, dalam hal ini hikayat pun turut membantu dalam pembentukan karakter bangsa. 85

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam Hikayat Jaya Lengkara, dapat diambil beberapa simpulan yaitu: 1. Proses penyuntingan naskah Hikayat Jaya Lengkara dilakukan setelah proses inventarisasi dan deskripsi naskah. Proses penyuntingan menggunakan metode edisi naskah tunggal dengan metode standar atau kritis. Di dalam menyunting naskah, penulis membuat suatu edisi yang baru dengan mengadakan pembagian alinea-alenia, huruf besar dan kecil, membuat penafsiran interpretasi, sehingga teks tampak mudah dipahami oleh pembaca masa kini. 2. Nilai moral yaitu tingkah laku manusia baik dan buruknya sebagai manusia. Tingkah laku baik dan buruk tersebut dapat digolongkan menjadi nilai moral positif dan nilai moral negatif. Tingkah laku yang baik dapat dimasukkan ke dalam nilai moral positif, sedangkan tingkah laku yang buruk dapat dimasukan ke dalam nilai moral negatif. Jadi, interpretasi nilai moral yang ditemukan dari segi nilai moral positif, meliputi sikap adil, jujur, kasih sayang, percaya, menolong, bertanggung jawab, hormat, dan bersyukur. Adapun nilai moral yang ditemukan dari segi nilai moral negatif, meliputi: tidak sabar, khianat, menghasud, memfitnah, mencuri, berbohong, penakut, penipu dan serakah. 3. Nilai-nilai moral dalam Hikayat Jaya Lengkara tersebut, dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di tingkat SMA kelas XI sebelas, dalam aspek membaca. Dalam pembelajaran ini, standar kompetensi yang harus dikuasai siswa adalah mampu memahami berbagai hikayat dengan kompetensi dasar mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari pembacaan hikayat serta mampu menemukan nilai-nilai positif yang ada dalam hikayat, baik itu nilai