Pelaksanaan Pengangkutan udara Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sr

semacam perluasan, pembaruan armada dan memaksimalkan frekuensi penerbangan, di dalam maupun luar negeri. Dengan dijalankannya keempat fungsi jasa angkutan tersebut secara efektif maka daya saing suatu perusahaan penerbangan dapat bertambah serta dapat pula meningkatkan pendapatan perusahaan penerbangan. 32

E. Pelaksanaan Pengangkutan udara

Melihat perkembangan angkutan udara di Indonesia, hal tersebut tidak terpisahkan daripada sejarahnya, seperti sejarah angkutan Belanda yang pada saat itu masih menduduki Indonesia. Setelah Perang Dunia I, negara-negara di Eropa yang termasuk di dalamnya Belanda berlomba-lomba untuk menghubungkan daerah jajahan mereka dengan negerinya. mother country. Dalam menghubungkan negerinya dengan daerah jajahan, Belanda mengadakan penerbangan pertama ke Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1924, yang dilakukan oleh Kapten penerbang yang bernama A.N.G. Thomassen. Penerbangan itu mendarat di Cililitan, yang namanya sekarang adalah Halim Perdana Kusuma International Airport. Pada tanggal 24 November 1924 Thomassen mendarat dengan menggunakan pesawat terbang jenis Fokker 7b. Sementara itu, penerbangan komersial pertama dilakukan oleh KLM Koninklijke Luchtvaart Maatschappij yang kembali ke Belanda tanggal 23 Juli 1927. Perusahaan tersebut bertugas untuk menghubungkan Netherlands dan East Indies Indonesia sebagai angkutan udara internasional. Dalam hal angkutan dalam negeri East 32 Ibid, hal 204. Universitas Sumatera Utara Indies Indonesia sebuah perusahaan penerbangan “The Royal Air Transportation Company ” diberikan suatu kepercayaan untuk mendirikan “Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij ” KNILM yang diberikan hak monopoli untuk melakukan angkutan udara di Indonesia Hindia Belanda 33 Pasca kemerdekaan Indonesia Direktorat Penerbangan Sipil, seksi Angkutan Udara Angkatan Udara Republik Indonesia, yang diketuai A.R Soehoed, mengirimkan R1001 “Seulawah’ ke Calcutta, India. Pengiriman tersebut dalam tujuan untuk overhaul dan menambah tangki bensin agar penerbangan lebih jauh dapat dilakukan. Dikarenakan peristiwa perang saat itu, pesawat tersebut tidak memungkinkan untuk kembali ke Indonesia, sehingga pesawat itu diterbangkan ke birma agar beroperasi di sana. Operasi penerbangan yang dilaksanakan di Birma, adalah penerbangan niaga dengan konsesi penerbangan carter. Penerbangan tersebut merupakan angkutan udara komersial yang pertama dilakukan oleh bangsa Indonesia. 34 Mengenai pelaksanaan angkutan udara, apabila terkait dengan persetujuan penerbangan dapat merujuk pada peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP195IX2008, yang mengatur ketenutan bahwa setiap persetujuan terbang untuk angkutan udara niaga berjadwal yang dilaksanakan di luar persetujuan yang telah diterbitkan, atau angkutan udara tidak berjadwal, atau angkutan udara bukan niaga, atau penerbangan lintas wilayah udara Indonesia oleh pesawat udara asing atau pendaratan teknis bukan untuk tujuan komersial pesawat udara asing, atau penerbangan tanpa penumpang umum untuk ke dan dari 33 K.Martono, 1987, Op.Cit., hal 60. 34 Ibid, hal 61. Universitas Sumatera Utara luar negeri yang menggunakan pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 30 tempat duduk, persetujuan terbang itu hanya berlaku untuk 1 kali penerbangan, sedangkan persetujuan terbang untuk angkutan udara niaga berjadwal yang dilaksanakan di luar persetujuan yang telah diterbitkan, atau angkutan udara tidak berjadwal, atau angkutan udara bukan niaga atau penerbangan lintas wilayah udara Indonesia oleh pesawat udara asing, atau pendaratan teknis bukan untuk tujuan komersial pesawat udara asing, atau penerbangan tanpa penumpang umum untuk ke dan dari luar negeri yang menggunakan pesawat udara dengan kapasitas maksimum 30 tempat duduk diberikan untuk lebih dari 1 kali penerbangan dengan jangka waktu 30 hari kalender terhitung sejak tanggal persetujuan terbang itu diberikan. 35 Berdasarkan Pasal II Peraturan Dirjen Perhubungan Udara Nomor SKEP251XII2008, setiap pemegang persetujuan terbang harus memberikan laporan atas pelaksanaan persetujuan terbang kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan yang sekarang bernama Dinas Perhubungan, Kepala Kantor Administrator Bandar Udara atau Kepala Bandar Udara secara periodik setiap tanggal 10 bulan yang berikutnya dengan memuat keterangan tanggal pelaksanaan penerbangan, jenis dan tipe pesawat udara, nomor penerbangan dikecualikan bagi kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dan bukan niaga, rute penerbangan, nomor izin persetujuan terbang, penumpang yang diangkut ataupun berat barang yang diangkut serta keterangan atau remarks sesuai dengan tujuan penerbangan. 35 H.K. Martono, 2011, Op.Cit., hal 119-120. Universitas Sumatera Utara Apabila terdapat perusahaan angkutan udara niaga dan pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang tidak patuh terhadap ketentuan seperti tidak memberikan laporan diancam dengan hukuman sanksi administratif yang berupa penolakan penyelesaian permohonan persetujuan terbang yang diajukan untuk jangka waktu 30 hari. 36 Beberapa ketentuan yang mengatur kegiatan pelaksanaan angkutan udara ini diantaranya : 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2 Luchtverkeersverordening S. 1936 – 426, peraturan ini mengatur lalu lintas udara, contohnya: tentang penerangan, tanda-tanda dan isyarat- isyarat yang harus dipergunakan dalam penerbangan dan lain-lain. 3 Verordening Toezicht Luchtvart S. 1936 – 425, yang adalah suatu peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain pengawasan atas personal penerbangan, syarat jasmani, surat tanda kecakapan sebagai ahli mesin dan ahli radio serta pengawasan atas materil penerbangan. 4 Luchtvaart quarantaine Ordonantie S. 1939 – 149, jo. S. 1939 – 150, antara lain mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-penumpang pesawat terbang. 36 Ibid, hal 120. Universitas Sumatera Utara 5 Luchtverveor ordonnantie S. 1939 – 100, yakni Ordonansi Pengangkutan Udara, mengatur mengenai pengangkutan penumpang, bagasi penumpang dan pengangkutan barang serta pertanggungjawaban pengangkutan udara. 37 Serta peraturan-peraturan lain yang terkait dengan peraturan-peraturan yang telah disebutkan di atas. Sistem pengawasan lalu lintas udara menjadi suatu hal yang cukup penting dalam pelaksanaan angkutan udara Federal Aviation Administration FAA sebagai otoritas penerbangan nasional dari Amerika Serikat telah menentukan bahwa untuk pengawasan lalu lintas udara sebagai pembantu navigasi di dalam kegiatan penerbangan menggunakan beberapa pemakaian peralatan yaitu: - Radio signal stations sinyal stasiun-stasiun radio - Radar - Instrument landing systems - Air route traffic control centers - Airport traffic controls towers menara-menara pengawas lalu lintas udara - Continous weather reporting pengamatan cuaca - Peraturan –peraturan untuk faslitas-fasilitas penerbangan. Di dalam dunia penerbangan lalu lintas udaranya didasarkan ke dalam 2 tipe, antara lain: a. Penerbangan VFR Visual Flight Rules, adalah penerbangan yang dilaksankan jika cuaca benar-benar baik sehingga 100 penerbangan 37 Sinta Uli, Op.Cit., hal 87. Universitas Sumatera Utara dilakukan secara visuil karena dapat melihat dan dilihat. Dalam hal tanggung jawab berada pada sang pilot. 38 b. Penerbangan IFR Instrument Flight Rules, adalah penerbangan yang dilaksanakan apabila keadaan tidak memungkinkan jika penerbangan dilakukan dengan visual saja, contohnya: cuaca buruk kabut dan lalu lintas udara sedang ramai. Dalam hal tanggung jawabnya berada pada petugas-petugas dari Air Traffic Control untuk memerintahkan pilot mengatur pesawatnya dalam route penerbangan serta ketinggian yang diperlukan. 39 Dalam hal pelaksanaan angkutan udara yang memuat barang khusus dan berbahaya ketentuannya diatur dalam Pasal 136 sampai dengan Pasal 139 UURI Nomor 1 Tahun 2009. Berdasarkan Pasal 136 UU tentang Penerbangan No. 1 Tahun 2009, angkutan barang khusus seperti hewan, ikan, tanaman, buah-buahan, sayur-mayur, daging, peralatan olahraga, alat musik, dan barang berbahaya wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan. Barang yang dikategorikan khusus karena sifat, jenis dan ukurannya memerlukan penanganan khusus, sedangkan barang berbahaya dapat berbentuk bahan cair, bahan padat, ataupun bahan berbentuk gas yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan jiwa, dan harta benda, serta keselamatan dan keamanan penerbangan. 40 Dikarenakan jumlah maskapai penerbangan di Indonesia semakin meninggi jumlahnya, oleh karena itu perusahaan Ground Handling sebagai 38 Achmad Zainuddin, Selintas Pelabuhan Udara, Yogyakarta, Penerbit Ananda, 1983, hal 29. 39 Ibid, hal 30. 40 H.K. Martono, Op.Cit., hal 74. Universitas Sumatera Utara penyedia jasa dituntut untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas pelayanannya kepada penumpang, pesawat dan crewnya. Sebagai bagian dari pelaksanaan kegiatan angkutan udara perusahaan Ground Handling menyediakan dua bentuk pelayanan kepada penumpang yaitu Pre Flight Service dan Post Flight Service. Pre flight service adalah kegiatan penanganan terhadap penumpang, bagasi, kargo, pos dan pesawat sebelum keberangkatan di bandara asal, sedangkan post flight adalah kegiatan penanganan terhadap penumpang, bagasi, kargo, mail dan pesawat setelah penerbangan di bandara tujuan. Prosedur Pelayanan Check In Pelayanan check in counter adalah proses lanjutan dari pelayanan ticketing, dimana penumpang melakukan proses pelaporan keberangkatannya di Bandar Udara yang meliputi pelaporan penumpang dan bagasinya. Standar pelaksanaan pekerjaan check in counter antara lain sebagai berikut: 1. Petugas harus siap ditempat check in counter dua jam sebelum schedule time departure STD. 2. Memastikan pintu boarding dan posisi parkir pesawat. 3. Menyelesaikan check in enam puluh detik per penumpang per petugas check in. 4. Kualitas layanan cepat, akurat, ramah dan empati. 5. Sarana dan prasarana kerja dalam kondisi lengkap, terawat dan siap pakai. 6. Lingkungan kerja dalam kondisi rapi dan bersih. Universitas Sumatera Utara Proses Pelaporan Penumpang Check in Pelaporan penumpang dilaksanakan oleh petugas maskapai penerbangan operator pada meja pelaporan keberangkatan yang berada di masing-masing Check in counter, meliputi: a. Pengecekan daftar penumpang sistem komputerisasi atau manual, sesuai dengan daftar reservasi PNLPassenger Name List b. Pemberian Boarding Pass, yaitu bukti sah bagi setiap penumpang untuk memasuki pesawat terbang, yang berisi informasi mengenai nama penumpang, nomor penerbangan, nomor tempat duduk, tujuan, jam keberangkatan, nomor pintu keberangkatan gate. c. Dalam proses kelancaran pelayanan bagasi penumpang, setelah penimbangan barang secara akurat maka dilakukan labeling dengan cara identifikasi dengan pemberian label barang, yang terdiri dari: 1. Identification tag, yaitu label untuk ditempeldilekatkan pada barang berisi informasi mengenai bandara tujuan, nomor seri dan berat barang. 2. Claim tag, yaitu potongan yang diberikan kepada penumpang sebagai tanda bukti pengambilan di bandara tujuan, berisi informasi nomor seri bagasi dan berat bagasi penumpang. Untuk barang yang mudah rusak biasanya digunakan label limited release dan penumpang diharuskan menandatangani label, yang dimana apabila terjadi kerusakan terhadap barang tersebut maka pihak airlines tidak bertanggung jawab. Pemindahan barangbagasi penumpang dari check in counter ke baggage area menggunakan baggage conveyor, kemudian dibawa ke pesawat Universitas Sumatera Utara menggunakan kereta barang. Dan untuk pengiriman barang tanpa orang dikirim lewat kargo. 41 Prosedur kedatangan penumpang lebih singkat prosesnya jika dibandingkan dengan prosedur keberangkatan penumpang, petugas di bagian kedatangan pesawatpenumpang haruslah mengetahui waktu kedatangan pesawat estimated time arrival, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri. Petugas- petugas tersebut harus mengetahui apakah terdapat penumpang yang transit, yang transfer, dan yang turun di kota tersebut. Penumpang yang transit diberikan transit card. Sementara itu, penumpang yang transfer akan segera dibantu sehubungan dengan tempat duduk, bagasi dan lain sebagainya. Bagi penumpang yang turun di kota tersebut akan dibimbing ke bagian imigrasi untuk pemeriksaan paspor dan visa, kemudian ke tempat pengambilan bagasi. Apabila urusan bagasi telah selesai, para penumpang dipersilakan menuju ke pemeriksaan pabean jalur hijau dan jalur merah, lalu ke luar bandara. Jika terdapat bagasi yang belum ditemukan atau hilang ataupun mungkin ada yang rusak, penumpang yang bersangkutan akan diajak ke bagian Lost and Found. Berdasarkan uraian tersebut, bisa digambarkan bahwa kegiatan kedatangan penumpang lebih singkat dan simple yaitu lebih khusus kepada mendampingi dan memberikan petunjuk serta informasi kepada para penumpang ketika tiba maupun mendarat di bandara serta di mana tempat pengambilan bagasi penumpang baggage claim area. 42 41 http:globegreen.blog.com20100111prosedur-pelayanan-preflight-service-dan-post- flight-service diakses pada tanggal 23 Oktober 2012. 42 Suharto Abdul Majid dan Eko Probo D. Warpani, Ground Handling Manajemen Pelayanan Darat Perusahaan Penerbangan, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2009, hal 35. Universitas Sumatera Utara 48 BAB III PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG DALAM ANGKUTAN UDARA A. Angkutan udara niaga dan bukan niaga Angkutan udara mempunyai beberapa perbedaan dan bermacam-macam jenisnya, di satu pihak dikhususkan untuk pengangkutan yang sifatnya komersial bagi umum, di satu sisi yang lain dikhususkan bagi kepentingan pribadi. Angkutan udara yang bersifat umum adalah jenis pengangkutan yang biasanya digunakan oleh masyarakat pada umumnya sementara itu, yang sifatnya carteran maupun pribadi biasanya digunakan bagi kalangan bisnis yang tujuannya untuk keperluan perdagangan atau keperluan lain. Menurut UURI Nomor 1 Tahun 2009 Pasal 1 angka 14 pengertian angkutan udara niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut bayaran sedangkan dalam Pasal 1 angka 15 terdapat pengertian angkutan udara bukan niaga yaitu angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara. Berdasarkan aspek operasionalnya, angkutan udara terdiri dari angkutan niaga berjadwal dan angkutan udara tidak berjadwal yang beroperasi secara domestik ataupun secara internasional. Pengertian dari angkutan niaga berjadwal ini tidak ditemukan dalam UURI Nomor 1 Tahun 2009, meskipun demikian dapat merujuk kepada definisi yang ada dalam keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13S1971. 43 Keputusan tersebut memberikan pengertian angkutan udara 43 H.K. Martono 2011, Op.Cit., hal 54. Universitas Sumatera Utara berjadwal adalah penerbangan yang berencana menurut suatu jadwal perjalanan pesawat udara yang tetap dan teratur 44 melalui berbagai rute yang sudah ditentukan, sementara itu angkutan udara niaga tidak berjadwal yakni penerbangan dengan menggunakan pesawat udara secara tidak berencana. Ciri dari angkutan udara niaga berjadwal ini antara lain, angkutan tersebut disediakan bagi penumpang yang beranggapan bahwa waktu lebih berharga disbanding nilai uang, dikarenakan pesawat udara ini tetap tinggal landas menurut jadwal penerbangan yang telah ditentukan meskipun keadaan dari pesawat itu sendiri belum terisi dengan penuh. Kegiatan angkutan udara niaga dilakukan oleh perusahaan angkutan udara nasional secara berjadwal yang mengacu pada rute yang telah ditetapkan untuk mengangkut penumpang maupun kargo. 45 Mengenai angkutan udara niaga yang tidak berjadwal, berdasarkan sejarahnya sebelum Perang Dunia kedua hanya ada angkutan udara niaga berjadwal, dalam rangka memenuhi kebutuhan para pejabat dan perjalanan bisnis, meskipun demikian dalam perkembangan angkutan udara niaga berjadwal tidak dapat memenuhi kebutuhan angkutan udara. Maka dari itu muncul bentuk angkutan udara niaga tidak berjadwal, namun bukan berarti menjadi saingan serius terhadap angkutan udara niaga berjadwal. Di Indonesia sendiri pernah diatur mengenai jenis angkutan udara niaga tidak berjadwal, peraturan tersebut terdapat dalam keputusan Dirjen Perhubungan Udara Nomor SKEP1657VIII76 masing-masing angkutan udara niaga tidak berjadwal terdiri dari pembukuan di muka, borongan 44 Pasal 5 huruf a Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13S1971 tentang Syarat-syarat dan Ketentuan-ketentuan Mengenai Penggunaan Pesawat Terbang Secara Komersial di Indonesia. 45 H.K. Martono 2011, Op.Cit., hal 55. Universitas Sumatera Utara perkumpulan, borongan paket wisata, borongan khusus, borongan mahasiswa dan borongan pribadi. 46 Menurut UURI Nomor 15 Tahun 1992, mengenai angkutan udara niaga tidak berjadwal ini diatur dalam Pasal 37 ayat 1. Pasal tersebut menyebutkan bahwa angkutan udara niaga dapat dilakukan secara tidak berjadwal, yaitu pelayanan angkutan udara niaga yang tidak berikat pada rute serta jadwal penerbangan yang tetap dan teratur, dengan demikian angkutan udara niaga tidak berjadwal tidak melayani rute penerbangan, wilayah operasinya di seluruh nusantara. 47 Tentang kegiatan angkutan udara bukan niaga general aviation pengertiannya adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara. Angkutan udara bukan niaga dipergunakan untuk keperluan kegiatan keudaraan, sebagai contoh adalah kegiatan penyemprotan pertanian, pemadaman kebakaran, hujan buatan, pemotretan udara, survey dan pemetaan, pencarian dan pertolongan serta kegiatan patroli udara. Selain itu, kegiatan angkutan udara bukan niaga ditujukan juga untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan personel pesawat udara. Meninjau keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 31U1970 angkutan udara bukan niaga dikenal sebagai penerbangan umum yakni penggunaan pesawat udara sipil sebagai alat pembantu sesuatu usaha yang tidak terletak dalam bidang penerbangan dan penerbangan tersebut bersifat non-komersial, dilarang menjual seluruh maupun sebagian kapasitas pesawat udara, dilarang penyewaan ataupun 46 Ibid, hal 93-94. 47 Ibid, hal 96. Universitas Sumatera Utara penggantian dengan uang untuk pemakaiannya dengan cara apapun tidaklah dibenarkan, dikecualikan apabila terdapat izin khusus Menteri Perhubungan, penerbangan hanya dapat dilakukan antara kantor pusat dan lokasi tempat kegiatan usaha pokoknya, dalam penerbangan tersebut hanya boleh mengangkut komisaris, direksi, pimpinan, karyawan, pegawai, petugas dan barang atau peralatan milik perusahaan yang memiliki pesawat udara tersebut. 48 Maskapai penerbangan sebagai badan usaha tentu mempunyai segi hukum dan beberapa unsur yang terkandung di dalam perusahaan itu sendiri, bentuk hukum dari suatu perusahaan dalam hal ini perusahaan penerbangan menunjukkan suatu yang disebut legalitas perusahaan, yang mana badan usaha tersebut menjalankan kegiatan perekonomian. Bentuk hukum itu sendiri termuat dalam suatu akta pendirian ataupun surat izin usaha. Selanjutnya, kegiatan perusahaan tersebut di dalam bidang ekonomi tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kepentingan umum serta kesusilaan dan tidak dilakukan dengan cara melawan hukum. 49 Suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai badan usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian keuangan, industri, dan perdagangan, yang dilakukan secara terus-menerus atau teratur regelmatig, terang-terangan openlijk, dan dengan tujuan memperoleh keuntungan ataupun laba wints oogmerk. Badan usaha ini bisa dijalankan oleh perorangan, persekutuan atau badan hukum. Dengan kata lain, perusahaan berarti kegiatan 48 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 31U1970 tentang Syarat-syarat dan Ketentuan-ketentuan Mengenai Penerbangan Umum General Aviation yang bersifat Non- Komersial Dalam Wilayah RI. 49 Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Jakarta, Kencana,2005, hal 98-99. Universitas Sumatera Utara ekonomi yang berupa membeli barang dan menjualnya lagi atau menyewakannya dengan tujuan memperoleh laba. 50 Setiap proses kegiatan yang diadakan oleh suatu maskapai penerbangan memerlukan suatu manajemen dan pengelolaan yang baik agar pengoperasiannya dapat berjalan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Sistem manajemen maskapai tersebut pada dasarnya memiliki ciri khas tersendiri antara lain dengan kerja 24 jam per hari, jadwal penerbangan selama 7 hariminggu dan jangkauan operasional yang sangat luas sifatnya untuk melaksanakan kegiatan penerbangan. Fungsi dari suatu manajemen perusahaan penerbangan diantaranya sebagai berikut: 1. Mengatur serta melaksanakan operasi penerbangan. 2. Melaksanakan dan mengawasi pemeliharaan serta perbaikan pesawat terbang dan perlengkapan. 3. Menentukan jaringan penerbangan, menentukan pilihan jenis sarana angkutan dan perlengkapan serta menentukan jadwal penerbangan. 4. Melayani penumpang dan barang. 5. Merencanakan dan mengendalikan keuangan 6. Melaksanakan promosi, penjualan, periklanan, dan kehumasan. 7. Melaksanakan penelitian dan pengembangan. 8. Merencanakan sistem dan prosedur perusahaan untuk meningkatkan efisiensi yang maksimal. 9. Mengatur pembelian dan mengawasi harta kekayaan milik perusahaan. 50 Ibid, hal 100 Universitas Sumatera Utara 10. Melaksanakan hubungan dengan lembaga-lembaga lainnya yang berhubungan dengan transportasi dan aktivitas kepentingan umum. 51

B. Hubungan Perikatan Dalam Perjanjian Pengangkutan Udara

Dokumen yang terkait

SKRIPSI PENERAPAN ASAS-ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN MENTERI NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA.

0 2 12

PENDAHULUAN PENERAPAN ASAS-ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN MENTERI NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA.

0 4 14

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG ATAS TERTUNDANYA PENERBANGAN (DELAY) BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA.

1 5 49

Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Lion Air terhadap Penumpang atas Keterlambatan Penerbangan dihubungkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

0 2 2

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGANGKUTAN UDARA A. Asas dan Tujuan Diselenggarakannya Pengangkutan Udara - Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pem

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada

0 0 15

Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

0 0 9

Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

0 0 32

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pa

0 0 15

Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

0 0 9