mencurahkan  perhatiannya untuk mempelajari Islam lebih jauh bersama Rasulullah.
42
Tradisi  yang  dipraktekan  Rasulullah  ini  terus  dilestarikan  oleh kalangan pondok pesantren. Para kyai selalu mengajar santri-santrinya di
masjid atau mushalla. Mereka menganggap masjid atau mushalla sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai keislaman kepada
para santri, terutama ketaatan dan kedisiplinan. Penanaman sifat disiplin kepada  para  santri  dilakukan  melalui  kegiatan  shalat  jama‟ah  setiap
waktu  di  masjid  atau  mushalla,  bangun  pagi,  serta  yang  lainnya.  Oleh karena itu masjid dan mushalla merupakan bangunan  yang pertama kali
dibangun sebelum didirikan bangunan dan fasilitas lainnya.
43
d. PondokAsrama
Kata  pondok  berarti  kamar,  gubuk,  rumah  kecil  yang  dalam  bahasa Indonesia  menekankan  kesederhanaan  bangunan.  Tetapi  ada  juga  yang
mengatakan  bahwa  pondok  itu  berasal  dari  bahasa  Arab  funduq  yang berarti ruang tidur, wisma, atau motel sederhana.
44
Pada  beberapa  pesantren  yang  telah  maju,  asrama  pesantren dibangun layaknya sebuah kompleks yang dikelilingi pagar pembatas. Ini
dilakukan  supaya  proses  keluar  masuknya  para  santri  bisa  diawasi. Dalam  komplek  itu,  biasanya  terdapat  batas  pemisah  yang  jelas  antara
perumahan  kyai  dan  keluarganya  dengan  asrama  santri,  baik  putra maupun putri.
Pertanyaan, kenapa harus ada asrama? Setidaknya ada empat alasan utama  pesantren  membangun  pondok  asrama  untuk  para  santrinya,
yaitu:  pertama,  ketertarikan  santri  untuk  belajar  kepada  seorang  kyai dikarenakan  kemasyhuran  atau  kedalaman  serta  keluasan  ilmunya  yang
mengharuskannya  untuk  meninggalkan  kampung  halamannya  untuk menetap  pada  tempat  yang  selalu  dekat  dengan  kyai;  kedua,  pondok
pesantren  umumnya  tumbuh  dan  berkembang  di  daerah  yang  jauh  dari
42
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: CRDS Press, 2005, h. 109
43
Mahmud, op. cit.,  h. 10
44
Nur Efendi, op. cit., h. 123
keramaian  pemukiman  penduduk  sehingga  tidak  terdapat  perumahan yang  cukup  memadai  untuk  menampung  para  santri  dengan  jumlah
banyak; ketiga, terdapat sikap timbal balik terhadap kyai dan santri yang berupa  terciptanya  hubungan  kekerabatan  seperti  halnya  hubungan  ayah
dan anak. Sikap timbal balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk  saling  berdekatan  secara  terus  menerus  dalam  jangka  waktu  yang
lama;  keempat,  untuk  memudahkan  pengawasan  dan  pembinaan  secara intensif  dan  istiqomah.  Dan,  hal  ini  dimungkinkan  jika  tempat  tinggal
antara kyai dan santri berada dalam satu lingkungan yang sama.
45
e. Pengajian Kitab-kitab Islam Klasik Kuning
Kitab kuning yang merupakan khazanah Islam produk ulama al-salaf al-shalih,  dijadikan  panduan  oleh  para  kyai,  nyai  dan  santri  untuk
memahami  substansi  ajaran  yang  ada  dalam  Al-q ur‟an  dan  Hadits.
46
Kepintaran  dan  kemahiran  seorang  santri  diukur  dari  kemampuannya membaca  serta  mensyarahkannya  menjelaskan  isi  kitab-kitab  tersebut.
Untuk tahu membaca sebuah kitab dengan benar, seorang santri dituntut untuk mahir di dalam ilmu-ilmu bantu, seperti nahwu, sharaf, balaghah,
ma‟ani, bayan, dan lain sebagainnya. Kitab  kitab  klasik  biasanya  ditulis  atau  dicetak  di  kertas  berwarna
kuning  dengan  memakai  huruf  arab  dalam  bahasa  Arab,  Melayu,  Jawa dan  sebagainya.  Huruf-hurufnya  tidak  diberi  vokal,  atau  biasa  disebut
dengan kitab gundul.
47
Kriteria kemampuan membaca dan mensyarahkan kitab bukan hanya merupakan kriteria diterima atau tidaknya seseorang sebagai  ulama atau
kyai  pada  zaman  dahulu  saja,  melainkan  juga  sampai  saat  sekarang. Salah  satu  persyaratan  seseorang  telah  memenuhi  kriteria  sebagai  kyai
atau ulama adalah kemampuannya membaca serta menjelaskan isi kitab- kitab tersebut.
45
Mahmud, op. cit., h. 11
46
Tim Penulis Rumah Kitab, loc. cit., h. ix
47
Nur Efendi, op. cit., h.129
Karena  sedemikian  tinggi  posisi  kitab-kitab  Islam  klasik  tersebut, maka  setiap  pesantren  selalu  mengadakan  pengajian  “kitab-kitab
kuning”.  Kendatipun  saat  sekarang  telah  banyak  pesantren  yang
memasukan  pelajaran  umum,  namun  pengajian  kitab-kitab  klasik  tetap diadakan.
48
Pelajaran  dimulai  dengan  kitab-kitab  yang  sederhana,  kemudian dilanjutkan  dengan  kitab-kitab  tentang  berbagai  ilmu  yang  mendalam.
Tingkatan  suatu  pesantren  dan  pengajarannya,  biasanya  diketahui  dari jenis kitab-kitab yang diajarkan.
49
Dalam  praktiknya,  pesantren  umumnya  memisah  tempat  pengajian kitab  bagi  santri  putra  dan  putri.  Mereka  diajar  ditempat  yang  berbeda
dan tidak jarang oleh guru yang berbeda pula. Meski terkadang guru laki- laki  mengajar  santri  putri,  namun  keadaan  ini  tidak  berlaku  untuk
sebaliknya. Namun, ada juga pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara bersama co education antara santri putra dan putri, di
dalam  tempat  yang  sama.  Hanya  saja,  antara  santri  putra  dan  putri dipasang hijab pembatas berupa kain atau dinding kayu.
50
Apabila  jenis  pesantrennya  dikatagorikan  khalafiah  atau  kombinasi, ciri pesantren bertambah satu, yaitu ada ruang kelas untuk pembelajaran
formal. f.
Madrasah Sekolah Madrasah  merupakan  ”isim  makan”  kata  “darasa”  dalam  bahasa
arab,  yang  berarti  “tempat  duduk  untuk  belajar”  atau  populer  dengan sekolah. Lembaga pendidikan Islam ini mulai tumbuh di Indonesia pada
awal abad ke-20.
51
Pada beberapa
pondok pesantren
yang telah
melakukan pembaharuan,  di  samping  masjid  dan  mushalla  yang  menjadi  tempat
belajar,  juga  disediakan  madrasah  atau  sekolah  sebagai  tempat  untuk
48
Haidar Putra Daulay, op. cit., h. 23
49
Hasbullah, op. cit., h. 50
50
Mahmud, op. cit., h. 12
51
Hasbullah, op. cit., h. 66
mendalami  ilmu-ilmu  agama  maupun  ilmu-ilmu  umum  yang  dilakukan secara klasikal. Madrasah atau sekolah ini biasanya juga terletak di dalam
lingkungan pesantren. Madrasah  yang  dikhususkan  untuk  mendalami  ilmu-ilmu  agama
biasa disebut pendidikan diniyah. Sedangkan madrasah atau sekolah yang di dalamnya diajarkan pula ilmu-ilmu umum, maka penyelenggaraannya
mengikuti  pola  yang  telah  ditentukan  oleh  Departemen  Agama  atau Departemen  Pendidikan  Nasional.  Madasah  atau  sekolah  ini  dilengkapi
dengan  sarana  dan  prasarana  sebagaimana  lazimnya  pendidikan  sistem sekolah,  seperti  ruang  kelas  proses  belajar  mengajar,  perpustakaan,
laboratorium,  lapangan  olahraga,  dan  lainnya.  Jadi,  pondok  pesanten yang  juga  yang  menyelenggarakan  sistem  pendidikan  sekolah,  akan
mempunyai  dua  macam  kegiatan  pembelajaran,  yaitu  pembelajaran  ala pesantren dan pembelajaran ala sekolah.
52
3. Model-model Pesantren
Secara  umum,  pesantren  dapat  diklasifikasikan  menjadi  tiga  model, yakni: pesantren tradisional salaf, pesantren modern khalaf, dan pesantren
komprehensif kombinasi. a.
Pondok Pesantren Tradisional Salaf Pondok  pesantren  ini  masih  tetap  mempertahankan  bentuk  aslinya
dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad ke 15 dengan  menggunakan  bahasa  Arab.  Pola  pengajarannya  dengan
menerapkan  sistem  “halaqoh”  yang  dilaksanakan  di  masjid  atau  surau. Hakekat  dari  sistem  pengajaran  halaqoh  adalah  penghafalan  yang  titik
akhirnya  dari  segi  metodologi  cenderung  kepada  terciptanya  santri  yang menerima dan memiliki ilmu.  Artinya ilmu  itu tidak berkembang ke arah
paripurnanya ilmu  itu, melainkan  hanya terbatas  pada apa  yang diberikan oleh  kyainya.  Kurikulumnya  tergantung  sepenuhnya  kepada  para  kyai
52
Mahmud, op. cit., h. 14
pengasuh pondoknya. Santrinya ada yang menetap di dalam pondok santri mukim, dan santri yang tidak menetap di dalam pondok santri kalong.
53
Pesantren  salafi,  pesantren  yang  masih  tetap  mempertahankan  nilai- nilai  tradisionalnya  dalam  arti  tidak  mengalami  transformasi  yang  berarti
dalam  sistem  pendidikannya  atau  tidak  ada  inovasi  yang  menonjol  dalam corak ini masih eksis di daerah-daerah pedalaman atau pedesaan. Sehingga
bisa dikatakan bahwa desa adalah benteng terakhir dalam mempertahankan tradisi-tradisi keislaman.
Materi  pelajaran  yang  dikemukakan  di  pesantren  ini  adalah  mata pelajaran  agama  yang  bersumber  dari  kitab-kitab  klasik.  Metode
penyampaian adalah wetonan dan sorogan, tidak memakai sistem klasikal. Santri  dinilai  dan  diukur  berdasarkan  kitab  yang  mereka  baca.  Mata
pelajaran  umum  tidak  diajarkan,  tidak  mementingkan  ijazah  sebagai  alat untuk  mencari  kerja.  Yang  paling  dipentingkan  adalah  pendalaman  ilmu-
ilmu agama semata-mata melalui kitab-kitab klasikal.
54
b. Pondok Pesantren Modern Khalaf
Pondok pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena orientasi  belajarnya  cenderung  mengadopsi  seluruh  sistem  belajar  secara
klasik  dan  meninggalkan  sistem  belajar  tradisional.  Penerapan  sistem belajar modern ini terutama nampak pada penggunaan kelas-kelas belajar
baik  dalam  bentuk  madrasah  maupun  sekolah.  Kurikulum  yang  dipakai adalah  kurikulum  sekolah  atau  madrasah  yang  berlaku  secara  nasioanl.
Santrinya  ada  yang  menetap  ada  yang  tersebar  di  sekitar  desa  itu. Kedudukan  para  kyai  sebagai  koordinator  pelaksana  proses  belajar
mengajar  dan  sebagai  pengajar  langsung  di  kelas.  Perbedaannya  dengan sekolah  dan  madrasah  terletak  pada  porsi  pendidikan  agama  dan  bahasa
Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal.
55
Pesantren modern
khalaf adalah
pesantren yang
selain bermateriutamakan  pendalaman  agama  Islam  tafaqquh  fi  al-din,  tetapi
53
M. Bahri Ghazali. op. cit., h. 14
54
Haidar Putra Daulay, op. cit., h. 24
55
M. Bahri Ghazali. op. cit., h. 15
juga memasukan unsur-unsur modern, seperti penggunaan sistem klasikal atau  sekolah  dan  pembelajaran  ilmu-ilmu  umum  dalam  muatan
kurikulumnya.
56
Pesantren  corak  ini  telah  mengalami  transformasi  yang sangat  signifikan  baik  dalam  sistem  pendidikannya  maupun  unsur-unsur
kelembagaannya.  Materi  pelajaran  dan  metodenya  sudah  sepenuhnya menganut  sistem  modern.  Pengembangan  bakat  dan  minat  sangat
diperhatikan  sehingga  para  santri  dapat  menyalurkan  bakat  dan  hobinya secara  proporsional.  Sistem  pengajaran  dilaksnakan  dengan  porsi  sama
antara  pendidikan  agama  dan  umum,  penguasaan  bahasa  asing  bahasa Arab dan Inggris sangat ditekankan.
Pada pola ini materi pelajaran telah dilengkapi dengan mata pelajaran umum,  dan  ditambah  pula  dengan  memberikan  aneka  macam  pendidikan
lainnya,  seperti  keterampilan,  kepramukaan,  olahraga,  kesenian  dan pendidikan  berorganisasi,  dan  sebagian  telah  melaksanakan  program
pengembangan masyarakat.
57
c. Pondok Pesantren Komprehensif Kombinasi
Pondok pesantren ini disebut  komprehensif karena merupakan sistem pendidikan  dan  pengajaran  gabungan  antara  yang  tradisional  dan  yang
modern. Artinya di dalamnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning  dengan  metode  sorogan,  bandongan  dan  wetonan,  namun  secara
reguler  sistem  persekolahan  terus  dikembangkan.  Bahkan  pendidikan keterampilan  pun  diaplikasikan  sehingga  menjadikannya  berbeda  dari
tipologi kesatu dan kedua. Lebih jauh dari pada itu pendidikan masyarakat pun  menjadi  garapannya.  Dalam  arti  yang  sedemikian  rupa  dapat
dikatakan  bahwa  pondok  pesantren  telah  berkiprah  dalam  pembangunan sosial kemasyarakatan.
58
Pesantren  komprehensif  kombinasi  merupakan  gabungan  antara pesantren  salaf  dengan  pesantren  khalaf.  Artinya,  antara  pola  pendidikan
56
Mahmud, op. cit., h. 16
57
Haidar Putra Daulay, loc. cit., h. 24
58
M. Bahri Ghazali. loc. cit., h. 15
modern  sistem  madrasahsekolah  dan  pembelajaran  ilmu-ilmu  umum dikombinasikan  dengan  pola  pendidikan  pesantren  klasik.  Jadi,  pesantren
modern dan kombinasi merupakan pesantren yang diperbaharui atau yang dipermodern  pada  segi-segi  tertentu  untuk  disesuaikan  dengan  sistem
sekolah  dengan  tetap  memelihara  pola  pengajaran  asli  pesantren  dalam pembelajaran  kitab-kitab  salafi  kitab  kuning.
59
Corak  pendidikan  pada pesantren  ini  sudah  mulai  mengadopsi  sistem  pendidikan  modern,  tetapi
tidak  sepenuhnya.  Prinsip  selektifitas  untuk  menjaga  nilai  tradisional masih  terpelihara.  Misalnya,  metode  pengajaran  dan  beberapa  rujukan
tambahan  yang  dapat  menambah  wawasan  para  santri  sebagai  penunjang kitab-kitab klasik. Manajemen dan administrasi sudah mulai ditaati secara
modern  meskipun  sistem  tradisionalnya  masih  dipertahankan.  Sudah  ada semacam  yayasan,  biaya  pendidikan  sudah  mulai  dipungut.  Alumni
pesantren corak ini cenderung melanjutkan pendidikannya kesekolah atau perguruan  tinggi  formal.  proses  belajar  mengajar  dilaksanakan  secara
klasikal  dan  nonklasikal,  juga  didikkan  keterampilan  dan  pendidikan berorganisasi.  Pada  tingkat  tertentu  diberikan  sedikit  pengetahuan  umum.
Santri dibagi jenjang pendidikan mulai dari tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah. Metode: wetonan, sorogan, hafalan, dan musyawarah.
60
Berdasarkan  pengelompokan  diatas,  menurut  Mahmud,  tipologi pesantren secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pesantren tipe salafiyah, memiliki ciri-ciri:
a. Para santri belajar dan menetap di pesantren.
b. Kurikulum  tidak  tertulis  secara  eksplisit,  tetapi  berupa  hidden
kurikulum kurikulum tersembunyi yang ada pada benak kyai. c.
Pola  pembelajaran  mengunakan  metode  pembelajaran  asli  milik pesantren sorogan, bandongan, dan lainnya.
d. Tidak menyelenggarakan pendidikan dengan sistem madrasah.
2. Pesantren tipe khalafiyah, memiliki ciri-ciri:
59
Mahmud, loc. cit., h. 16
60
Haidar Putra Daulay, loc. cit., h. 24
a. Para santri tinggal dalam pondokasrama.
b. Pemaduan antara pola pembelajaran asli pesantren dengan sistem
madrasahsistem sekolah. c.
Terdapat kurikulum yang jelas. d.
Memiliki tempat khusus yang berfungsi sebagai sekolahmadrasah. 3.
Pesantren tipe kombinasi, memiliki ciri-ciri: a.
Pesantren  hanya  semata-mata  tempat  tinggal  asrama  bagi  para santri.
b. Para santri belajar di madarasah atau sekolah yang letaknya di luar
dan bukan milik pesantren. c.
Waktu  belajar  dipesantren  biasanya  malam  atau  siang  hari  pada saat  santri  tidak  belajar  disekolah  atau  madrasah  ketika  mereka
berada di pondokasrama. d.
Umumnya  pembelajaran  tidak  terprogram  dalam  kurikulum  yang jelas dan baku.
61
4. Metode Pembelajaran di Pesantren
Secara garis besar metode pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren, dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, di mana di antara masing-masing
metode mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu: a.
Sorogan Kata  sorogan  berasal  dari  bahasa  Jawa  yang  berarti  “sodoran  atau
yang  disodorkan”.  Maksudnya  suatu  sistem  belajar  secara  individual  di mana  seorang  santri  berhadapan  dengan  seorang  guru,  terjadi  interaksi
saling  mengenal  di  antara  keduanya.  Seorang  kyai  atau  guru  menghadapi santri satu per satu, secara bergantian. Pelaksanaannya, santri yang banyak
itu  datang  bersama,  kemudian  mereka  antri  menunggu  giliran  masing- masing.  Dengan  sistem  pengajaran  secara  sorogan  ini  memungkinkan
hubungan  kyai  dengan  santri  sangat  dekat,  sebab  kyai  dapat  mengenal kemampuan  pribadi  santri  secara  satu  persatu.  Kitab  yang  disorogkan
kepada kyai oleh santri yang satu dengan santri yang lain tidak harus sama.
61
Mahmud, op. cit., h. 17-18
Karenanya  kyai  yang  menangani  pengajian  secara  sorogan  ini  harus mengetahui  dan  mempunyai  pengetahuan  yang  luas,  mempunyai
pengalaman yang banyak dalam membaca dan mengkaji kitab-kitab.
62
Sistem  pengajaran  dengan  pola  sorogan  dilaksanakan  dengan  jalan santri yang biasanya pandai menyorogkan sebuah kitab kepada kyai untuk
dibaca dihadapan kyai itu. Dan kalau ada salahnya kesalahan itu langsung dihadapi  oleh  kyai  itu.  Di  pesanten  besar  “sorogan”  dilakukan  oleh  dua
atau tiga orang santri saja, yang biasa terdiri dari keluarga kyai atau santri- santri yang diharapkan kemudian hari menjadi orang alim.
63
Metode  sorogan  ini  merupakan  bagian  yang  paling  sulit  dari keseluruhan  metode  pendidikan  Islam  tradisional,  sebab  sistem  ini
menuntut  kesabaran,  kerajinan,  ketaatan,  dan  disiplin  pribadi  santri. Kendatipun demikian, metode ini diakui paling intensif, karena dilakukan
seorang  demi  seorang  dan  ada  kesempatan  untuk  tanya  jawab  langsung. Sistem  sorogan  ini  menggambarkan  bahwa  seorang  kyai  di  dalam
memberikan  pengajarannya  senantiasa  berorientasi  pada  tujuan,  selalu berusaha agar santri yang bersangkutan dapat membaca dan mengerti serta
mendalami isi kitab. b.
Bandongan Sistem  bandongan  ini  sering  disebut  dengan  halaqah,  di  mana  dalam
pengajian,  kitab  yang  dibaca  oleh  kyai  hanya  satu,  sedangkan  para santrinya  membawa  kitab  yang  sama,  lalu  santri  mendengarkan  dan
menyimak  bacaan  kyai.  Para  santri  memperoleh  kesempatan  untuk bertanya  atau  meminta  penjelasan  lebih  lanjut  atas  keterangan  kyai.
Sementara  catatan-catatan  yang  dibuat  santridi  atas  kitabnya  membantu untuk  melakukan  telaah  atau  mempelajari  lebih  lanjut  isi  kitab  tersebut
setelah pelajaran selesai.
64
Orientasi pengajaran secara bandongan atau halaqoh itu lebih banyak pada  keikut  sertaan  santri  dalam  pengajian.  Sementara  kyai  berusaha
62
Hasbullah, op. cit., h.51
63
M. Bahri Ghazali. op. cit., h. 29
64
Mujamil Qomar, op. cit.,  h. 145
menanamkan pengertian dan kesadaran kepada santri bahwa pengajian itu merupakan kewajiban bagi mukallaf. Kyai tidak memperdulikan apa yang
dikerjakan santri dalam pengajian, yang penting ikut mengaji. Kyai dalam hal  ini  memandang  penyelenggaraan  pengajian  halaqoh  dari  segi  ibadah
kepada  Allah,  dari  segi  pendidikan  terhadap  santri,  dari  kemauan  dan ketaatan para santri, sedangkan segi pengajaran bukan merupakan hal yang
utama.
65
c. Weton
Sistem  pengajaran  dengan  jalan  wetonan  dilaksanakan  dengan  jalan kyai  membaca  suatu  kitab  dalam  waktu  tertentu  dan  santri  dengan
membawa  kitab  yang  sama  mendengarkan  dan  menyimak  bacaan  kyai. Dalam  sistem  pengajaran  yang  semacam  itu  tidak  dikenal  absensinya.
Santri boleh datang boleh tidak, juga tidak ada ujian.
66
Istilah  weton  berasal  dari  bahasa  Jawa  yang  diartikan  berkala  atau berwaktu. Pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian, tetapi
dilaksanakan  pada  saat-saat  tertentu,  misalnya  pada  setiap  selesai  sholat jum‟at dan sebagainya.
Apa  yang  dibaca  kyai  tidak  bisa  dipastikan,  terkadang  dengan  kitab biasanya  atau  dipastikan  dan  dibaca  secara  berurutan,  tetapi  kadang-
kadang  guru  hanya  memetik  di  sana  sini  saja,  peserta  pengajian  weton tidak  harus  membawa  kitab.  Cara  penyampaian  kyai  kepada  peserta
pengajian  bermacam-macam,  ada  yang  dengan  diberi  makna,  tetapi  ada juga yang hanya diartikan secara bebas.
67
Metode  sorogan  dan  wetonan  sama-sama  memiliki  ciri  pemahaman  yang sangat kuat pada pemahaman tekstual atau literal. Bersamaan dengan penggunaan
metode ini berkembang pula tradisi hafalan. Bahkan di pesantren, keilmuan hanya dianggap  sah  dan  kokoh  bila  melalui  transmisi  dan  ‟hafalan‟,  baru  kemudian
menjadi  keniscayaan.  Lebih  jauh  lagi,  parameter  kealiman  seeorang  dinilai
65
Hasbullah, loc. cit., h.51
66
M. Bahri Ghazali. loc. cit., h. 29
67
Hasbullah, op. cit., h. 52
berdasarkan  kemampuannya  menghafal  teks-teks.  Dengan  begitu,  tidak mengherankan  jika  lulusan  pesantren  menunjukan  profil  penyampai  ilmu  agama
kepada masyarakat.
68
C. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan  merupakan  bagian  yang  tidak  dapat  dipisahkan  dari  hidup dan  kehidupan  manusia.  Bagaimanapun  sederhana  komunitas  manusia
memerlukan  pendidikan.  Maka  dalam  pengertian  umum,  kehidupan  dan komunitas  tersebut  akan  ditentukan  oleh  aktivitas  pendidikan  di  dalamnya.
Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia.
69
Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani  paedagogie  yang berarti “pendidikan”, orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam
pertumbuhannya  agar  dapat  berdiri  sendiri  disebut  paedagogos,  Istilah  ini berasal dari kata paedos anak dan agoge saya membimbing, memimpin.
70
Beberapa ahli mengartikan pendidikan sebagai berikut: a.
M. Alisuf Sabri: Pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk  membantu  atau  membimbing  pertumbuhan  dan  perkambangan
anakpeserta didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan.
71
b. M.  Ngalim  Purwanto:  Pendidikan  ialah  segala  usaha  orang  dewasa
dalam  pergaulan  dengan  anak-anak  untuk  memimpin  perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.
72
c. Nurani Soyomukti: Pendidikan adalah segala suatu dalam kehidupan
yang  memengaruhi  pembentukan  berfikir  dan  bertindak  individu. Kurun  waktu  kehidupan  yang  panjang  dan  saling  berkaitan  dengan
68
Mujamil Qomar, op. cit., h. 144
69
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015, h. 28
70
Armai Arief, op. cit., h. 17
71
M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005, h. 7
72
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, h. 11
perubahan-perubahan  cara  berfikir  masyarakat  juga  turut  menjadi pembentuk seorang individu.
73
d. Hasbullah: Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai
usaha  manusia  untuk  membina  kepribadiannya  sesuai  dengan  nilai- nilai  di  dalam  masyarakat  dan  kebudayaan.  Dalam  perkembangan,
istilah pendidikan atau peadagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang  diberikan  secara  sengaja  oleh  orang  dewasa  agar  dia  menjadi
dewasa.
74
e. Syaiful Sagala: Pendidikan itu dapat dipahami sebagai proses melatih
peserta  didik  untuk  mengembangkan  pengetahuan  melalui  sejumlah pengalaman  belajar  sesuai  bidangnya  dan  pikiran,  sehingga  peserta
didik  memilliki  karakter  unggul  menjunjung  tinggi  nilai  etis  dalam berinteraksi  dengan  masyarakat  sebagai  bagian  dari  pengabdiannya
dan  dalam  memenuhi  kebutuhan  hidup  dirinya  maupun  keluarganya. Fungsi  utama  pendidikan  memberikan  layanan  akademik  melalui
proses  ketatalaksanaan  pendidikan  yang  dipandu  oleh  kaidah  atau aturan yang berlaku.
75
Sejalan dengan definisi-definisi yang dikemukakan para ahli di atas, ada yang  berpendapat  bahwa  dalam  pengertian  pendidikan  itu  harus  terkandung
hal-hal yang pokok sebagai berikut: a.
Bahwa pendidikan itu tidak lain merupakan  usaha dari manusia. b.
Bahwa usaha itu dilakukan dangan sengaja atau secara sadar. c.
Bahwa  usahanya  itu  dilakukan  oleh  orang-orang  yang  merasa bertanggungjawab kepada masa depan anak.
d. Bahwa usahanya berupa bantuan atau bimbingan rohani dan dilakukan
secara teratur dan sistematis.
73
Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan, Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2010, h. 29
74
Hasbullah, op. cit., h. 1
75
Syaful Sagala, Etika dan Moralitas Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013, h. 43
e. Bahwa  yang menjadi  objek pandidikan itu adalah anakpeserta didik
yang masih
dalam pertumbuhanperkembangan
atau masih
memerlukan pendidikan. f.
Bahwa  batassasaran  akhir  pendidikan  adalah  tingkat  dewasa  atau kedewasaan.
76
Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaanya,  dalam  membimbing,  melatih,  mengajar  dan  menanamkan
nilai-nilai  serta  dasar-dasar  pandangan  hidup  kepada  generasi  muda,  agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggungjawab atas tugas-tugas
hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan hakikat dan ciri kemanusiaanya.
77
Pendidikan  dalam  sejarah  peradaban  anak  manusia  adalah  salah  satu komponen  kehidupan  yang  paling  urgen.  Aktivitas  ini  telah  dan  akan  terus
berjalan  semenjak  manusia  pertama  ada  di  dunia  sampai  berakhirnya kehidupan  di  muka  bumi  ini.  Bahkan  kalau  ditarik  mundur  lebih  jauh  lagi,
kita  mendapatkan  bahwa  pendidikan  telah  berproses  semenjak  Allah menciptakan  manusia  pertama,  Adam  yang  berada  di  surga,  di  mana  Dia
mengajarkan  nama-nama  yang  para  malaikat  sendiri  pun  sama  sekali  belum mengenalinya.
78
Dari  beberapa  definisi  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  pendidikan  itu adalah  tuntunanpimpinanbimbingan  yang  dilakukan  secara  sadar  oleh
seseorang  kepada  orang  lain.  Tuntunanpimpinanbimbingan  itu  harus  dapat merealisasikan  potensi-potensi  yang  dimiliki  oleh  anak  didik  yang  bersifat
menumbuhkan serta mengembangkan baik jasmani maupun rohani.
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan  adalah  merupakan  sasaran  atau  maksud  yang  ingin  dicapai.
79
Dalam  pendidikan  kita  tak  dapat  mencapai  sesuatu  sebelum  kita menjadikannya  tujuan.  Itu  sebabnya  tujuan  itu  sangat  penting  dalam
76
M. Alisuf Sabri, loc. cit., h. 7
77
Djunaidatul Munawwaroh  Tanenji, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003, h. 5
78
Sri Minarti, loc. cit., h. 17
79
Mudyo Ekosusilo, Dasar-dasar Pendidikan, Semarang, Effahar, 1990, h. 39
pendidikan,  apakah  itu  pendidikan  oleh  orang  tua,  lembaga  pendidikan  atau oleh negara dalam rangka pendidikan nasional.
80
Pendidikan  sebagai  suatu  bentuk  kegiatan  manusia  dalam  kehidupannya juga  menempatkan  tujuan  sebagai  suatu  yang  hendak  dicapai,  baik  tujuan
yang  dirumuskan  itu  bersifat  abstrak  sampai  pada  rumusan-rumusan  yang dibentuk  secara  khusus  untuk  memudahkan  pencapaian  tujuan  yang  lebih
tinggi.  Begitu  juga  dikarenakan  pendidikan  merupakan  bimbingan  terhadap perkembangan  manusia  menuju  kearah  cita-cita  tertentu,  maka  yang
merupakan  masalah  pokok  bagi  pendidikan  ialah  memilih  arah  atau  tujuan yang ingin dicapai.
81
Pendidikan  bertujuan  mewujudkan  manusia  yang  beriman,  bertakwa, cerdas, sehat jasmani dan  rohani, memiliki keterampilan memadai, berakhlak
mulia,  memiliki  kesabaran  yang  tinggi  dan  selalu  introspeksi  diri,  tanggap terhadap persoalan, mampu  memecahkan masalah dengan baik  dan  rasional,
dan  memiliki  masa  depan  yang  cerah,  baik  di  dunia  maupun  di  akhirat.
82
Tujuan  pendidikan  adalah  pertumbuhan  diri,  bersama-sama  dengan  tujuan hidup manusia.
83
Menurut UU No 4 tahun 1950 pada bab II pasal 3 ditulis bahwa, “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk  manusia susila  yang cakap dan
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
84
Sedangkan  di  dalam  UU  Nomor  2  Tahun  1989,  secara  jelas  disebutkan tujuan pendidikan nasional, yaitu :
“Mencerdaskan  kehidupan  bangsa  dan  mengembangkan  manusia Indonesia  seutuhnya,  yaitu  manusia  yang  beriman  dan  bertaqwa  kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan  keterampilan,  kesehatan  jasmani  dan  rohani,  kepribadian  yang
80
Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 16
81
Hasbullah, op. cit., h. 10
82
Tatang, Ilmu Pendidikan, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012, h. 67
83
Nurani Soyomukti, op. cit., h. 30
84
Mudyo Ekosusilo, op. cit., h. 40
mantap  dan  mandiri  serta  rasa  tanggung  jawab  kemasyarakatan  dan kebangsaan”
85
Menurut  Hasan  Langgulung,  “Tujuan  pendidikan  sama  seperti  tujuan hidup  manusia,  sebab  pendidikan  hanyalah  suatu  alat  yang  digunakan  oleh
manusia  untuk  memelihara  kelanjutan  hidupnya  survival,  baik  sebagai individu  maupun sebagai masyarakat.  Manusia, dalam usahanya memelihara
kelanjutan hidupnya mewariskan berbagai nilai budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian masyarakatnya bisa hidup terus
86
. Menurut  T
atang, “Tujuan pendidikan adalah membangun karakter anak didik  yang  kuat  menghadapi  berbagai  cobaan  dalam  kehidupan  dan  telaten,
sabar, serta cerdas dalam memecahkan masalah yang dihadapi”.
87
Di  dalam  buku  Pendidikan  Karakter  secara  umum  orang  memahami bahwa  tujuan  pendidikan  adalah  mengarahkan  manusia  agar  berdaya,
berpengetahuan, cerdas,  serta memiliki wawasan  dan keterampilan  agar siap menghadapi  kehidupan  dengan  potensi-potensinya  yang  telah  diasah  dalam
proses pendidikan.
88
Dari  beberapa  pendapat  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  tujuan pendidikan  adalah  mencerdaskan  kehidupan  bangsa  yang  berpegang  teguh
pada  pancasila  dan  agar  membentuk  peserta  didik  yang  memiliki  karekter yang baik.
3. Pengertian Pendidikan Islam