Pesantren Peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi Dalam Mengembangkan Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Al-Awwabin Depok

mencurahkan perhatiannya untuk mempelajari Islam lebih jauh bersama Rasulullah. 42 Tradisi yang dipraktekan Rasulullah ini terus dilestarikan oleh kalangan pondok pesantren. Para kyai selalu mengajar santri-santrinya di masjid atau mushalla. Mereka menganggap masjid atau mushalla sebagai tempat yang paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai keislaman kepada para santri, terutama ketaatan dan kedisiplinan. Penanaman sifat disiplin kepada para santri dilakukan melalui kegiatan shalat jama‟ah setiap waktu di masjid atau mushalla, bangun pagi, serta yang lainnya. Oleh karena itu masjid dan mushalla merupakan bangunan yang pertama kali dibangun sebelum didirikan bangunan dan fasilitas lainnya. 43 d. PondokAsrama Kata pondok berarti kamar, gubuk, rumah kecil yang dalam bahasa Indonesia menekankan kesederhanaan bangunan. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa pondok itu berasal dari bahasa Arab funduq yang berarti ruang tidur, wisma, atau motel sederhana. 44 Pada beberapa pesantren yang telah maju, asrama pesantren dibangun layaknya sebuah kompleks yang dikelilingi pagar pembatas. Ini dilakukan supaya proses keluar masuknya para santri bisa diawasi. Dalam komplek itu, biasanya terdapat batas pemisah yang jelas antara perumahan kyai dan keluarganya dengan asrama santri, baik putra maupun putri. Pertanyaan, kenapa harus ada asrama? Setidaknya ada empat alasan utama pesantren membangun pondok asrama untuk para santrinya, yaitu: pertama, ketertarikan santri untuk belajar kepada seorang kyai dikarenakan kemasyhuran atau kedalaman serta keluasan ilmunya yang mengharuskannya untuk meninggalkan kampung halamannya untuk menetap pada tempat yang selalu dekat dengan kyai; kedua, pondok pesantren umumnya tumbuh dan berkembang di daerah yang jauh dari 42 Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: CRDS Press, 2005, h. 109 43 Mahmud, op. cit., h. 10 44 Nur Efendi, op. cit., h. 123 keramaian pemukiman penduduk sehingga tidak terdapat perumahan yang cukup memadai untuk menampung para santri dengan jumlah banyak; ketiga, terdapat sikap timbal balik terhadap kyai dan santri yang berupa terciptanya hubungan kekerabatan seperti halnya hubungan ayah dan anak. Sikap timbal balik ini menimbulkan keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama; keempat, untuk memudahkan pengawasan dan pembinaan secara intensif dan istiqomah. Dan, hal ini dimungkinkan jika tempat tinggal antara kyai dan santri berada dalam satu lingkungan yang sama. 45 e. Pengajian Kitab-kitab Islam Klasik Kuning Kitab kuning yang merupakan khazanah Islam produk ulama al-salaf al-shalih, dijadikan panduan oleh para kyai, nyai dan santri untuk memahami substansi ajaran yang ada dalam Al-q ur‟an dan Hadits. 46 Kepintaran dan kemahiran seorang santri diukur dari kemampuannya membaca serta mensyarahkannya menjelaskan isi kitab-kitab tersebut. Untuk tahu membaca sebuah kitab dengan benar, seorang santri dituntut untuk mahir di dalam ilmu-ilmu bantu, seperti nahwu, sharaf, balaghah, ma‟ani, bayan, dan lain sebagainnya. Kitab kitab klasik biasanya ditulis atau dicetak di kertas berwarna kuning dengan memakai huruf arab dalam bahasa Arab, Melayu, Jawa dan sebagainya. Huruf-hurufnya tidak diberi vokal, atau biasa disebut dengan kitab gundul. 47 Kriteria kemampuan membaca dan mensyarahkan kitab bukan hanya merupakan kriteria diterima atau tidaknya seseorang sebagai ulama atau kyai pada zaman dahulu saja, melainkan juga sampai saat sekarang. Salah satu persyaratan seseorang telah memenuhi kriteria sebagai kyai atau ulama adalah kemampuannya membaca serta menjelaskan isi kitab- kitab tersebut. 45 Mahmud, op. cit., h. 11 46 Tim Penulis Rumah Kitab, loc. cit., h. ix 47 Nur Efendi, op. cit., h.129 Karena sedemikian tinggi posisi kitab-kitab Islam klasik tersebut, maka setiap pesantren selalu mengadakan pengajian “kitab-kitab kuning”. Kendatipun saat sekarang telah banyak pesantren yang memasukan pelajaran umum, namun pengajian kitab-kitab klasik tetap diadakan. 48 Pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab tentang berbagai ilmu yang mendalam. Tingkatan suatu pesantren dan pengajarannya, biasanya diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan. 49 Dalam praktiknya, pesantren umumnya memisah tempat pengajian kitab bagi santri putra dan putri. Mereka diajar ditempat yang berbeda dan tidak jarang oleh guru yang berbeda pula. Meski terkadang guru laki- laki mengajar santri putri, namun keadaan ini tidak berlaku untuk sebaliknya. Namun, ada juga pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara bersama co education antara santri putra dan putri, di dalam tempat yang sama. Hanya saja, antara santri putra dan putri dipasang hijab pembatas berupa kain atau dinding kayu. 50 Apabila jenis pesantrennya dikatagorikan khalafiah atau kombinasi, ciri pesantren bertambah satu, yaitu ada ruang kelas untuk pembelajaran formal. f. Madrasah Sekolah Madrasah merupakan ”isim makan” kata “darasa” dalam bahasa arab, yang berarti “tempat duduk untuk belajar” atau populer dengan sekolah. Lembaga pendidikan Islam ini mulai tumbuh di Indonesia pada awal abad ke-20. 51 Pada beberapa pondok pesantren yang telah melakukan pembaharuan, di samping masjid dan mushalla yang menjadi tempat belajar, juga disediakan madrasah atau sekolah sebagai tempat untuk 48 Haidar Putra Daulay, op. cit., h. 23 49 Hasbullah, op. cit., h. 50 50 Mahmud, op. cit., h. 12 51 Hasbullah, op. cit., h. 66 mendalami ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum yang dilakukan secara klasikal. Madrasah atau sekolah ini biasanya juga terletak di dalam lingkungan pesantren. Madrasah yang dikhususkan untuk mendalami ilmu-ilmu agama biasa disebut pendidikan diniyah. Sedangkan madrasah atau sekolah yang di dalamnya diajarkan pula ilmu-ilmu umum, maka penyelenggaraannya mengikuti pola yang telah ditentukan oleh Departemen Agama atau Departemen Pendidikan Nasional. Madasah atau sekolah ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana sebagaimana lazimnya pendidikan sistem sekolah, seperti ruang kelas proses belajar mengajar, perpustakaan, laboratorium, lapangan olahraga, dan lainnya. Jadi, pondok pesanten yang juga yang menyelenggarakan sistem pendidikan sekolah, akan mempunyai dua macam kegiatan pembelajaran, yaitu pembelajaran ala pesantren dan pembelajaran ala sekolah. 52

3. Model-model Pesantren

Secara umum, pesantren dapat diklasifikasikan menjadi tiga model, yakni: pesantren tradisional salaf, pesantren modern khalaf, dan pesantren komprehensif kombinasi. a. Pondok Pesantren Tradisional Salaf Pondok pesantren ini masih tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad ke 15 dengan menggunakan bahasa Arab. Pola pengajarannya dengan menerapkan sistem “halaqoh” yang dilaksanakan di masjid atau surau. Hakekat dari sistem pengajaran halaqoh adalah penghafalan yang titik akhirnya dari segi metodologi cenderung kepada terciptanya santri yang menerima dan memiliki ilmu. Artinya ilmu itu tidak berkembang ke arah paripurnanya ilmu itu, melainkan hanya terbatas pada apa yang diberikan oleh kyainya. Kurikulumnya tergantung sepenuhnya kepada para kyai 52 Mahmud, op. cit., h. 14 pengasuh pondoknya. Santrinya ada yang menetap di dalam pondok santri mukim, dan santri yang tidak menetap di dalam pondok santri kalong. 53 Pesantren salafi, pesantren yang masih tetap mempertahankan nilai- nilai tradisionalnya dalam arti tidak mengalami transformasi yang berarti dalam sistem pendidikannya atau tidak ada inovasi yang menonjol dalam corak ini masih eksis di daerah-daerah pedalaman atau pedesaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa desa adalah benteng terakhir dalam mempertahankan tradisi-tradisi keislaman. Materi pelajaran yang dikemukakan di pesantren ini adalah mata pelajaran agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Metode penyampaian adalah wetonan dan sorogan, tidak memakai sistem klasikal. Santri dinilai dan diukur berdasarkan kitab yang mereka baca. Mata pelajaran umum tidak diajarkan, tidak mementingkan ijazah sebagai alat untuk mencari kerja. Yang paling dipentingkan adalah pendalaman ilmu- ilmu agama semata-mata melalui kitab-kitab klasikal. 54 b. Pondok Pesantren Modern Khalaf Pondok pesantren ini merupakan pengembangan tipe pesantren karena orientasi belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasik dan meninggalkan sistem belajar tradisional. Penerapan sistem belajar modern ini terutama nampak pada penggunaan kelas-kelas belajar baik dalam bentuk madrasah maupun sekolah. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum sekolah atau madrasah yang berlaku secara nasioanl. Santrinya ada yang menetap ada yang tersebar di sekitar desa itu. Kedudukan para kyai sebagai koordinator pelaksana proses belajar mengajar dan sebagai pengajar langsung di kelas. Perbedaannya dengan sekolah dan madrasah terletak pada porsi pendidikan agama dan bahasa Arab lebih menonjol sebagai kurikulum lokal. 55 Pesantren modern khalaf adalah pesantren yang selain bermateriutamakan pendalaman agama Islam tafaqquh fi al-din, tetapi 53 M. Bahri Ghazali. op. cit., h. 14 54 Haidar Putra Daulay, op. cit., h. 24 55 M. Bahri Ghazali. op. cit., h. 15 juga memasukan unsur-unsur modern, seperti penggunaan sistem klasikal atau sekolah dan pembelajaran ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya. 56 Pesantren corak ini telah mengalami transformasi yang sangat signifikan baik dalam sistem pendidikannya maupun unsur-unsur kelembagaannya. Materi pelajaran dan metodenya sudah sepenuhnya menganut sistem modern. Pengembangan bakat dan minat sangat diperhatikan sehingga para santri dapat menyalurkan bakat dan hobinya secara proporsional. Sistem pengajaran dilaksnakan dengan porsi sama antara pendidikan agama dan umum, penguasaan bahasa asing bahasa Arab dan Inggris sangat ditekankan. Pada pola ini materi pelajaran telah dilengkapi dengan mata pelajaran umum, dan ditambah pula dengan memberikan aneka macam pendidikan lainnya, seperti keterampilan, kepramukaan, olahraga, kesenian dan pendidikan berorganisasi, dan sebagian telah melaksanakan program pengembangan masyarakat. 57 c. Pondok Pesantren Komprehensif Kombinasi Pondok pesantren ini disebut komprehensif karena merupakan sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara yang tradisional dan yang modern. Artinya di dalamnya diterapkan pendidikan dan pengajaran kitab kuning dengan metode sorogan, bandongan dan wetonan, namun secara reguler sistem persekolahan terus dikembangkan. Bahkan pendidikan keterampilan pun diaplikasikan sehingga menjadikannya berbeda dari tipologi kesatu dan kedua. Lebih jauh dari pada itu pendidikan masyarakat pun menjadi garapannya. Dalam arti yang sedemikian rupa dapat dikatakan bahwa pondok pesantren telah berkiprah dalam pembangunan sosial kemasyarakatan. 58 Pesantren komprehensif kombinasi merupakan gabungan antara pesantren salaf dengan pesantren khalaf. Artinya, antara pola pendidikan 56 Mahmud, op. cit., h. 16 57 Haidar Putra Daulay, loc. cit., h. 24 58 M. Bahri Ghazali. loc. cit., h. 15 modern sistem madrasahsekolah dan pembelajaran ilmu-ilmu umum dikombinasikan dengan pola pendidikan pesantren klasik. Jadi, pesantren modern dan kombinasi merupakan pesantren yang diperbaharui atau yang dipermodern pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah dengan tetap memelihara pola pengajaran asli pesantren dalam pembelajaran kitab-kitab salafi kitab kuning. 59 Corak pendidikan pada pesantren ini sudah mulai mengadopsi sistem pendidikan modern, tetapi tidak sepenuhnya. Prinsip selektifitas untuk menjaga nilai tradisional masih terpelihara. Misalnya, metode pengajaran dan beberapa rujukan tambahan yang dapat menambah wawasan para santri sebagai penunjang kitab-kitab klasik. Manajemen dan administrasi sudah mulai ditaati secara modern meskipun sistem tradisionalnya masih dipertahankan. Sudah ada semacam yayasan, biaya pendidikan sudah mulai dipungut. Alumni pesantren corak ini cenderung melanjutkan pendidikannya kesekolah atau perguruan tinggi formal. proses belajar mengajar dilaksanakan secara klasikal dan nonklasikal, juga didikkan keterampilan dan pendidikan berorganisasi. Pada tingkat tertentu diberikan sedikit pengetahuan umum. Santri dibagi jenjang pendidikan mulai dari tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah. Metode: wetonan, sorogan, hafalan, dan musyawarah. 60 Berdasarkan pengelompokan diatas, menurut Mahmud, tipologi pesantren secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pesantren tipe salafiyah, memiliki ciri-ciri: a. Para santri belajar dan menetap di pesantren. b. Kurikulum tidak tertulis secara eksplisit, tetapi berupa hidden kurikulum kurikulum tersembunyi yang ada pada benak kyai. c. Pola pembelajaran mengunakan metode pembelajaran asli milik pesantren sorogan, bandongan, dan lainnya. d. Tidak menyelenggarakan pendidikan dengan sistem madrasah. 2. Pesantren tipe khalafiyah, memiliki ciri-ciri: 59 Mahmud, loc. cit., h. 16 60 Haidar Putra Daulay, loc. cit., h. 24 a. Para santri tinggal dalam pondokasrama. b. Pemaduan antara pola pembelajaran asli pesantren dengan sistem madrasahsistem sekolah. c. Terdapat kurikulum yang jelas. d. Memiliki tempat khusus yang berfungsi sebagai sekolahmadrasah. 3. Pesantren tipe kombinasi, memiliki ciri-ciri: a. Pesantren hanya semata-mata tempat tinggal asrama bagi para santri. b. Para santri belajar di madarasah atau sekolah yang letaknya di luar dan bukan milik pesantren. c. Waktu belajar dipesantren biasanya malam atau siang hari pada saat santri tidak belajar disekolah atau madrasah ketika mereka berada di pondokasrama. d. Umumnya pembelajaran tidak terprogram dalam kurikulum yang jelas dan baku. 61

4. Metode Pembelajaran di Pesantren

Secara garis besar metode pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren, dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, di mana di antara masing-masing metode mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu: a. Sorogan Kata sorogan berasal dari bahasa Jawa yang berarti “sodoran atau yang disodorkan”. Maksudnya suatu sistem belajar secara individual di mana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya. Seorang kyai atau guru menghadapi santri satu per satu, secara bergantian. Pelaksanaannya, santri yang banyak itu datang bersama, kemudian mereka antri menunggu giliran masing- masing. Dengan sistem pengajaran secara sorogan ini memungkinkan hubungan kyai dengan santri sangat dekat, sebab kyai dapat mengenal kemampuan pribadi santri secara satu persatu. Kitab yang disorogkan kepada kyai oleh santri yang satu dengan santri yang lain tidak harus sama. 61 Mahmud, op. cit., h. 17-18 Karenanya kyai yang menangani pengajian secara sorogan ini harus mengetahui dan mempunyai pengetahuan yang luas, mempunyai pengalaman yang banyak dalam membaca dan mengkaji kitab-kitab. 62 Sistem pengajaran dengan pola sorogan dilaksanakan dengan jalan santri yang biasanya pandai menyorogkan sebuah kitab kepada kyai untuk dibaca dihadapan kyai itu. Dan kalau ada salahnya kesalahan itu langsung dihadapi oleh kyai itu. Di pesanten besar “sorogan” dilakukan oleh dua atau tiga orang santri saja, yang biasa terdiri dari keluarga kyai atau santri- santri yang diharapkan kemudian hari menjadi orang alim. 63 Metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi santri. Kendatipun demikian, metode ini diakui paling intensif, karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab langsung. Sistem sorogan ini menggambarkan bahwa seorang kyai di dalam memberikan pengajarannya senantiasa berorientasi pada tujuan, selalu berusaha agar santri yang bersangkutan dapat membaca dan mengerti serta mendalami isi kitab. b. Bandongan Sistem bandongan ini sering disebut dengan halaqah, di mana dalam pengajian, kitab yang dibaca oleh kyai hanya satu, sedangkan para santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kyai. Para santri memperoleh kesempatan untuk bertanya atau meminta penjelasan lebih lanjut atas keterangan kyai. Sementara catatan-catatan yang dibuat santridi atas kitabnya membantu untuk melakukan telaah atau mempelajari lebih lanjut isi kitab tersebut setelah pelajaran selesai. 64 Orientasi pengajaran secara bandongan atau halaqoh itu lebih banyak pada keikut sertaan santri dalam pengajian. Sementara kyai berusaha 62 Hasbullah, op. cit., h.51 63 M. Bahri Ghazali. op. cit., h. 29 64 Mujamil Qomar, op. cit., h. 145 menanamkan pengertian dan kesadaran kepada santri bahwa pengajian itu merupakan kewajiban bagi mukallaf. Kyai tidak memperdulikan apa yang dikerjakan santri dalam pengajian, yang penting ikut mengaji. Kyai dalam hal ini memandang penyelenggaraan pengajian halaqoh dari segi ibadah kepada Allah, dari segi pendidikan terhadap santri, dari kemauan dan ketaatan para santri, sedangkan segi pengajaran bukan merupakan hal yang utama. 65 c. Weton Sistem pengajaran dengan jalan wetonan dilaksanakan dengan jalan kyai membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santri dengan membawa kitab yang sama mendengarkan dan menyimak bacaan kyai. Dalam sistem pengajaran yang semacam itu tidak dikenal absensinya. Santri boleh datang boleh tidak, juga tidak ada ujian. 66 Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang diartikan berkala atau berwaktu. Pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian, tetapi dilaksanakan pada saat-saat tertentu, misalnya pada setiap selesai sholat jum‟at dan sebagainya. Apa yang dibaca kyai tidak bisa dipastikan, terkadang dengan kitab biasanya atau dipastikan dan dibaca secara berurutan, tetapi kadang- kadang guru hanya memetik di sana sini saja, peserta pengajian weton tidak harus membawa kitab. Cara penyampaian kyai kepada peserta pengajian bermacam-macam, ada yang dengan diberi makna, tetapi ada juga yang hanya diartikan secara bebas. 67 Metode sorogan dan wetonan sama-sama memiliki ciri pemahaman yang sangat kuat pada pemahaman tekstual atau literal. Bersamaan dengan penggunaan metode ini berkembang pula tradisi hafalan. Bahkan di pesantren, keilmuan hanya dianggap sah dan kokoh bila melalui transmisi dan ‟hafalan‟, baru kemudian menjadi keniscayaan. Lebih jauh lagi, parameter kealiman seeorang dinilai 65 Hasbullah, loc. cit., h.51 66 M. Bahri Ghazali. loc. cit., h. 29 67 Hasbullah, op. cit., h. 52 berdasarkan kemampuannya menghafal teks-teks. Dengan begitu, tidak mengherankan jika lulusan pesantren menunjukan profil penyampai ilmu agama kepada masyarakat. 68

C. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhana komunitas manusia memerlukan pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dan komunitas tersebut akan ditentukan oleh aktivitas pendidikan di dalamnya. Sebab pendidikan secara alami sudah merupakan kebutuhan hidup manusia. 69 Istilah pendidikan adalah terjemah dari bahasa Yunani paedagogie yang berarti “pendidikan”, orang yang tugasnya membimbing atau mendidik dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri disebut paedagogos, Istilah ini berasal dari kata paedos anak dan agoge saya membimbing, memimpin. 70 Beberapa ahli mengartikan pendidikan sebagai berikut: a. M. Alisuf Sabri: Pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk membantu atau membimbing pertumbuhan dan perkambangan anakpeserta didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan. 71 b. M. Ngalim Purwanto: Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. 72 c. Nurani Soyomukti: Pendidikan adalah segala suatu dalam kehidupan yang memengaruhi pembentukan berfikir dan bertindak individu. Kurun waktu kehidupan yang panjang dan saling berkaitan dengan 68 Mujamil Qomar, op. cit., h. 144 69 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015, h. 28 70 Armai Arief, op. cit., h. 17 71 M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005, h. 7 72 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, h. 11 perubahan-perubahan cara berfikir masyarakat juga turut menjadi pembentuk seorang individu. 73 d. Hasbullah: Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai- nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangan, istilah pendidikan atau peadagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan secara sengaja oleh orang dewasa agar dia menjadi dewasa. 74 e. Syaiful Sagala: Pendidikan itu dapat dipahami sebagai proses melatih peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan melalui sejumlah pengalaman belajar sesuai bidangnya dan pikiran, sehingga peserta didik memilliki karakter unggul menjunjung tinggi nilai etis dalam berinteraksi dengan masyarakat sebagai bagian dari pengabdiannya dan dalam memenuhi kebutuhan hidup dirinya maupun keluarganya. Fungsi utama pendidikan memberikan layanan akademik melalui proses ketatalaksanaan pendidikan yang dipandu oleh kaidah atau aturan yang berlaku. 75 Sejalan dengan definisi-definisi yang dikemukakan para ahli di atas, ada yang berpendapat bahwa dalam pengertian pendidikan itu harus terkandung hal-hal yang pokok sebagai berikut: a. Bahwa pendidikan itu tidak lain merupakan usaha dari manusia. b. Bahwa usaha itu dilakukan dangan sengaja atau secara sadar. c. Bahwa usahanya itu dilakukan oleh orang-orang yang merasa bertanggungjawab kepada masa depan anak. d. Bahwa usahanya berupa bantuan atau bimbingan rohani dan dilakukan secara teratur dan sistematis. 73 Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan, Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2010, h. 29 74 Hasbullah, op. cit., h. 1 75 Syaful Sagala, Etika dan Moralitas Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013, h. 43 e. Bahwa yang menjadi objek pandidikan itu adalah anakpeserta didik yang masih dalam pertumbuhanperkembangan atau masih memerlukan pendidikan. f. Bahwa batassasaran akhir pendidikan adalah tingkat dewasa atau kedewasaan. 76 Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaanya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggungjawab atas tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan hakikat dan ciri kemanusiaanya. 77 Pendidikan dalam sejarah peradaban anak manusia adalah salah satu komponen kehidupan yang paling urgen. Aktivitas ini telah dan akan terus berjalan semenjak manusia pertama ada di dunia sampai berakhirnya kehidupan di muka bumi ini. Bahkan kalau ditarik mundur lebih jauh lagi, kita mendapatkan bahwa pendidikan telah berproses semenjak Allah menciptakan manusia pertama, Adam yang berada di surga, di mana Dia mengajarkan nama-nama yang para malaikat sendiri pun sama sekali belum mengenalinya. 78 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu adalah tuntunanpimpinanbimbingan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang kepada orang lain. Tuntunanpimpinanbimbingan itu harus dapat merealisasikan potensi-potensi yang dimiliki oleh anak didik yang bersifat menumbuhkan serta mengembangkan baik jasmani maupun rohani.

2. Tujuan Pendidikan

Tujuan adalah merupakan sasaran atau maksud yang ingin dicapai. 79 Dalam pendidikan kita tak dapat mencapai sesuatu sebelum kita menjadikannya tujuan. Itu sebabnya tujuan itu sangat penting dalam 76 M. Alisuf Sabri, loc. cit., h. 7 77 Djunaidatul Munawwaroh Tanenji, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003, h. 5 78 Sri Minarti, loc. cit., h. 17 79 Mudyo Ekosusilo, Dasar-dasar Pendidikan, Semarang, Effahar, 1990, h. 39 pendidikan, apakah itu pendidikan oleh orang tua, lembaga pendidikan atau oleh negara dalam rangka pendidikan nasional. 80 Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai suatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih tinggi. Begitu juga dikarenakan pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju kearah cita-cita tertentu, maka yang merupakan masalah pokok bagi pendidikan ialah memilih arah atau tujuan yang ingin dicapai. 81 Pendidikan bertujuan mewujudkan manusia yang beriman, bertakwa, cerdas, sehat jasmani dan rohani, memiliki keterampilan memadai, berakhlak mulia, memiliki kesabaran yang tinggi dan selalu introspeksi diri, tanggap terhadap persoalan, mampu memecahkan masalah dengan baik dan rasional, dan memiliki masa depan yang cerah, baik di dunia maupun di akhirat. 82 Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan diri, bersama-sama dengan tujuan hidup manusia. 83 Menurut UU No 4 tahun 1950 pada bab II pasal 3 ditulis bahwa, “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. 84 Sedangkan di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989, secara jelas disebutkan tujuan pendidikan nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang 80 Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 16 81 Hasbullah, op. cit., h. 10 82 Tatang, Ilmu Pendidikan, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012, h. 67 83 Nurani Soyomukti, op. cit., h. 30 84 Mudyo Ekosusilo, op. cit., h. 40 mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan” 85 Menurut Hasan Langgulung, “Tujuan pendidikan sama seperti tujuan hidup manusia, sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya survival, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Manusia, dalam usahanya memelihara kelanjutan hidupnya mewariskan berbagai nilai budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian masyarakatnya bisa hidup terus 86 . Menurut T atang, “Tujuan pendidikan adalah membangun karakter anak didik yang kuat menghadapi berbagai cobaan dalam kehidupan dan telaten, sabar, serta cerdas dalam memecahkan masalah yang dihadapi”. 87 Di dalam buku Pendidikan Karakter secara umum orang memahami bahwa tujuan pendidikan adalah mengarahkan manusia agar berdaya, berpengetahuan, cerdas, serta memiliki wawasan dan keterampilan agar siap menghadapi kehidupan dengan potensi-potensinya yang telah diasah dalam proses pendidikan. 88 Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang berpegang teguh pada pancasila dan agar membentuk peserta didik yang memiliki karekter yang baik.

3. Pengertian Pendidikan Islam