Latar belakang Peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi Dalam Mengembangkan Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Al-Awwabin Depok

bukan Universitas Airlangga tetapi Univertitas Tebuireng, dan sebagainya. Akan tetapi karena perubahan bentuknya lambat, maka pesantren belum mampu mencapai idealisme itu. Hanya saja perubahan bentuk transportasi yang lambat ini perlu dicermati secara seksama karena menyentuh berbagai dimensi kepesantrenan. 11 Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Di lembaga inilah diajarkan dan dididikkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri. Pada tahap awal pendidikan di pesantren tertuju semata- mata mengajarkan ilmu-ilmu agama saja lewat kitab-kitab klasik atau kitab kuning. Pada tahap awal juga sistemnya berbentuk nonformal, tidak dalam bentuk klasikal, serta lamanya santri di pesantren tidak ditentukan oleh tahun, tetapi oleh kitab yang dibaca. 12 Pada masa awal kelahirannya, pondok pesantren tidaklah selengkap saat ini; dimana ada ruangan khusus tempat para santri tinggal, ada tim pengurus, ada sistem administrasi dengan jadwal pembacaan kitab, lengkap dengan peraturan- peraturan yang harus ditaati oleh para santri. Tumbuhnya pesantren di masa dahulu, terutama di masyarakat pedesaan, dimulai dengan adanya pengakuan suatu lingkungan, masyarakat tertentu terhadap kelebihan seorang ulama di bidang ilmu agama Islam dan kesalehannya, sehingga penduduk lingkungan itu banyak yang datang untuk belajar menuntut ilmu pada ulama tersebut. 13 Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian. Pesantren telah hidup sejak ratusan tahun yang lalu, serta telah menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada masa kolonialisme berlangsung, pesantren merupakan lembaga 11 Ibid., h. 46 12 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014, h. 63 13 Nasaruddin Umar. Rethingking Pesantren, Jakarta: PT Elex Media Kompetindo, 2014, h. 9 pendidikan agama yang sangat berjasa bagi masyarakat dalam mencerahkan dunia pendidikan. Sebagai lembaga pendidikan keagamaan sekaligus lembaga kemasyarakatan, pesantren pada saat ini juga diharapkan mampu berfungsi sebagai pelopor pembaharuan agent of change. Dalam arti, keberadaanya diharapkan mampu memberikan alternatif pemikiran dan tindakan. Sebab didirikannya lembaga pendidikan pesantren adalah didasarkan atas panggilan kepada manusia untuk menjadi subyek yang selalu sadar dengan kemampuannya, dan agar berpegang teguh pada nilai-nilai etika dan moralitas universal yang bersumber dari mata air Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. 14 Pondok pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam berbeda dengan pendidikan lainnya baik dari aspek sistem pendidikan maupun unsur pendidikan yang dimilikinya. Perbedaan dari segi sistem pendidikannya terlihat dari proses belajar mengajarnya yang cenderung sederhana dan tradisional, sekalipun juga terdapat pesantren yang bersifat memadukannya dengan sistem pendidikan modern. Yang mencolok dari perbedaan itu adalah perangkat-perangkat pendidikannya baik perangkat lunak software maupun perangkat keras hardware nya. Keseluruhan perangkat pendidikan itu merupakan unsur-unsur dominan dalam keberadaan pondok pesantren. Bahkan unsur-unsur dominan itu merupakan ciri-ciri karakteristik khusus pondok pesantren. 15 Disamping itu, pesantren ternyata menawarkan materi pendidikan yang sangat varian. Ada pesantren yang menekankan ilmu alat, ilmu fiqh, tasawuf, ilmu Al-Quran dan lain-lain. Penekanan pada materi tertentu didasarkan pada keahlian kyainya, dan kebebasan kyai untuk menawarkan pola-pola pendidikan sesuai dengan seleranya. Bahkan variasi pesantren itu tidak hanya menyangkut penekanan materi pendidikannya, tetapi juga menyangkut kepemilikan lembaga, pola kepemimpinan, sikap terhadap modernisasi, sikap terhadap ilmu-ilmu umum 14 Zainal Arifin Thoha. Runtuhnya Singgasana Kiai. Yogyakarta: KUTUB, 2003, h. 36 15 M. Bahri Ghazali. Pesantren Berwawasan Lingkungan, Jakarta: CV. Prasasti, 2002, h. 17 hingga keterlibatan dalam perpolotokan nasional. Sehubungan dengan bergamnya variasi tersebut, pesantren tidak dapat digeneralisasi. 16 Masyarakat biasanya mengharapkan seorang kyai dapat menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan praktis sesuai dengan kedalaman ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi kitab-kitab yang ia ajarkan, ia akan semakin dikagumi. Ia juga diharapkan dapat menunjukkan kepemimpinannya, kepercayaannya kepada diri sendiri dan kemampuannya, karena banyak orang datang meminta nasehat dan bimbingan dalam banyak hal. Ia juga diharapkan untuk rendah hati, menghormati semua orang, tanpa melihat tinggi rendah kelas sosialnya, kekayaan dan pendidikannya, banyak prihatin dan penuh dengan pengabdian kepada tuhan dan tidak pernah berhenti memberikan kepemimpinan keagamaan, seperti memimpin sholat lima waktu, memberikan khutbah jum‟at dan menerima undangan perkawinan, kematian dan lain-lain. 17 Salah satu peranulama kyai sebagai pemuka agama Islam yang patut dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan kepada masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan telah dilahirkan oleh mereka, baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Lembaga-lembaga tersebut memiliki konstribusi yang besar dalam meningkatkan tingkat melek huruf bangsa Indonesia, baik dalam bidang agama maupun dalam bidang ilmu pengetahuan umum. Para tokoh umat Islam tersebut juga telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya Islam lewat karya- karya yang telah ditulis atau jalur dakwah mereka. 18 Namun dalam dasawarsa belakangan ini banyak ulama sudah tidak produktif dalam penulisan lektur keagamaan, ulama yang terjun ke politik praktis menjadi anggota DPR, sehingga cenderung peran mereka dalam mengembangkan pendidikan Islam menjadi berkurang. 16 Mujamil Qomar, Menggagas Pendidikan Islam, op. cit., h. 2 17 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1984, h. 60 18 Rosehan Anwar Andi Bahruddin Malik eds, Peran dan Fungsi Ulama Pendidikan, Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pengembangan Lektur Pendidikan Agama, 2003, h. 129 Abuya KH. Abdurrahman Nawi adalah merupakan sosok kyai yang ramah dan gigih di dalam mengajar serta mendidik para santrinya di pondok pesantren Al-Awwabin, dengan segenap ide serta gagasannya, beliau berusaha memajukan pondok pesantren tersebut dalam bidang keilmuan, agar dapat bermanfaat bagi masyarakat, agama maupun bangsa. Tentang pesantren yang didirikan, Abuya KH. Abdurrahman Nawi bermaksud untuk membina kader-kader muslim yang menguasai ilmu agama dengan baik, dalam rangka membantu pemerintah dalam bidang pendidikan. Abuya mengutamakan penguasaan ilmu-ilmu alat bagi santri-santrinya, yaitu dengan pengajaran ilmu nahwu, shorof dan bahasa Arab. Maka diluar kurikulum sekolah yang mengikuti kurikulum dari Departemen Agama, santri yang mukim pada sore dan malam hari diharuskan mengikuti halaqah mengaji kitab-kitab di bidang nahwu, shorof, bahasa Arab, tauhid, fiqh, tafsir, hadist dan akhlaq. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Abuya. Oleh karena itu penulis menulis sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul : “PERAN ABUYA KH. ABDURRAHMAN NAWI DALAM MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN ISLAM DI PONDOK PESANTREN AL- AWWABIN DEPOK”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diindentifikasi permasalahannya sebagai berikut : 1. Peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi di pondok pesantren Al-Awwabin Depok banyak yang belum terungkap. 2. Ide maupun gagasan Abuya KH. Abdurrahman Nawi dalam mengembangkan pondok pesantren Al-Awwabin Depok yang masih terpendam. 3. Masyarakat luas banyak yang belum mengenal sosok Abuya KH. Abdurrahman Nawi. 4. Kontribusi Abuya KH. Abdurrahman Nawi dalam pengembangan pendidikan Islam tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis perlu memberikan batasan masalah hanya pada bagaimana peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi yakni di bidang kelembagaan pendidikan dan seputar ide maupun gagasan beliau dalam mengembangkan pendidikan Islam di pondok pesantren Al-Awwabin Depok.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi dalam memajukan pondok pesantren Al-Awwabin Depok? 2. Bagaimana peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi dalam mengembangkan pendidikan Islam di pondok pesantren Al-Awwabin Depok? E. Tujuan Penelitian Setiap karya ilmiah tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai, begitu juga dengan penulisan ini. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang diharapkan tercapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi dalam

mengembangkan pendidikan Islam di pesantren Al-Awwabin Depok.

2. Untuk mengetahui cara penerapan peran yang dilakukan Abuya KH.

Abdurrahman Nawi dalam mengembangkan pondok pesantren Al-Awwabin Depok.

F. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai dunia pesantren dan pendidikan Islam, umumnya bagi masyarakat khususnya bagi penulis. 2. Untuk memberikan informasi lengkap mengenai peran serta gagasan Abuya KH. Abdurrahman Nawi di pondok pesantren Al-Awwabin khususnya bagi kalangan sendiri intern dan umumnya kalangan luar ekstern. 3. Dapat dijadikan bahan bacaan baik bagi santri pondok pesantren Al-Awwabin Depok maupun masyarakat. 11

BAB II KAJIAN TEORI

A. Peran

1. Pengertian Peran

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, peran adalah “Perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat ”. 19 Peran tidak dapat dipisahkan dengan status kedudukan, walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sengat terasa sekali. Seseorang dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia orang tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun kedudukan itu berbeda antara satu orang dengan orang lain, akan tetapi masing-masing dirinya berperan sesuai dengan statusnya. Sedangkan menurut Wahjosumijo, peran adalah “Sejumlah tanggung jawab atau tugas yang dibebankan dan harus dilaksanakan oleh seseoang”. 20 Selanjutnya, Soerjono soekanti mengatakan, “Penanan role merupakan aspek dinamis kedudukan status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan”. 21 Sarlito Wirawan Sarwono juga mengemukakan hal yang sama bahwa harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang prilaku-prilaku yang pantas, yang seyogyanya ditentukanoleh seseorang yang mempunyai peran tertentu. 22 19 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, h. 854 20 Wahjosumijo, Kepemimpinan Kepada Sekolah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h. 155 21 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, h. 243 22 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1984, h. 235 Dikutip oleh Soleman B. Toneko dari pendapat Koentjaraningrat tentang peran ia mengatakan, “Adapun segala cara berlaku dari individu-individu untuk memenuhi kewajiban dan untuk mendapatkan hak-hak tadi, merupakan aspek dinamis dari status atau kedudukan. Cara-cara berlaku itu disebut peranan, yang dalam bahasa asingnya disebut role. 23 Dari penjelasan yang dipaparkan di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud dengan peran adalah seperangkat prilaku, sikap, kewajiban dan hak-hak khusus yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status tertentu.

2. Peran Ulama Kyai

Ulama Kyai adalah orang yang memiliki pengetahuan agama Islam yang luas yang berfungsi sebagai pengayom, panutan, dan pembimbing di tengah umat atau masyarakat.Sejarah bangsa Indonesia telah mengukir berbagai peran yang mengadumkan yang dimainkan ulama kyai. Kerukunan umat beragama pada dekade 1970-1980-an telah berhasil dan terbina dengan baik berkat dukungan ulama, sehingga kerukunan itu dapat mengokohkan peraturan dan kesatuan bangsa yang menjadi modal melalui komunikasi interpersonal yang dilakukan melalui ceramah-cer amah agama dan khutbah Jum‟at di masjid-masjid. 24 Peran sosial adalah refleksi autentik dari semangat amar ma‟ruf nahi munkar. Karena itu, setiap manusia diminta untuk melakukan kerja-kerja kemanusiaan „amal shalih demi memperoleh dua kebahagiaan hidup: „dunia maupun akhirat.‟ Di dalam banyak tempat, Al-q ur‟an selalu mengingatkan umatnya agar berlomba- lomba kalian dalam berbuat baik jika ingin tampil menjadi umat terbaik dalam menciptakan sejarah. Kelanjutan logisnya, berbuat baik merupakan tindakan bermakna bagi manusia untuk menentukan derajat dirinya dihadapan Allah SWT. 25 Salah satu peran ulama kyai sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan 23 Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial, Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan, Jakarta: Rajawali, 1990, h. 88 24 Rosehan Anwar op. cit., h. 1 25 Khaeroni, Peran Sosial Santri dan Abangan, Jakarta: Penamadani, 2007, h. v enllightenment kepada masyarakat di sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan keagamaan telah mereka dirikan, baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Semua lembaga itu ikut mengantarkan bangsa Indonesiamenjadi bangsa yang terpelajar. Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan khususnya Islam lewat karya-karya yang telah ditulis atau jalur dakwah yang mereka tempuh dengan gigih. Disamping berbagai fungsi dan peran di atas, para ulama kyai sebagai tokoh Islam telah mewariskan sejumlah khazanah keagamaan menomental, misalnya, berupa kitab-kitab keagamaan yang bernilai tinggi. Karya tulis tersebut merupakan media penting untuk mengkomunikasikan pemikiran mereka sekaligus mencerminkan kualitas keilmuan dibidang yang mereka geluti. Salain itu lewat ormas-ormas keagamaan, mereka juga telah berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia di sepanjang sejarah tanah air dengan mendirikan organisasi-organisasi keagamaan kemasyarakatan seperti Peraturan Tarbiyah Islamiyah, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam dan sebagainya. Dibawah kepemimpinanmeraka yang punya perhatian besar terhadap masalah sosial telah membantu pemerintah dalam mengangkat tingkat pendidikan dan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui lembaga-lembaga pendidikan, panti asuhan dan kegiatan sosial lainnya. 26 Selanjutnya, berkaitandengan fungsi ulama sebagai pewaris nabi pada fungsi tabligh maka ulama harus mengacu beberapa tugas yaitu memberi keteangan jiwa dan motivasi yang ikhlas. Materi penyampaian dapat membangkitkan intensitas imaniah, kemudian direalisasikan dalam bentuk perbuatan. Sebagai fungsi tibyan, dalam penyampaiannya ulama memerlukan nalar untuk memaparkan ajaran agama secara jelas dan mudah dipahami. Kemudian sebagai uswatun hasanah, ulama harus menjadi suri tauladan dan pemimpin yang baik bagi masyarakat.

3. Peran Pesantren

Pesantren mengemban beberapa peran utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan 26 Rosehan Anwar, op. cit., h. 113