Kekeruhan Air Kedalaman Air

Air alami pada umunya mempunyai pH yang bersifat netral, tidak bersifat asam atau basa, pH netral antara 6-9. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa larva Anopheles spp. hidup dan berkembang pada kisaran pH normal. Bowolaksono 2001 menyatakan bahwa pH 5 sampai dengan pH 9 merupakan faktor pembatas perkembangan larva An. farauti yang berasal dari Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Pada pH 6 larva An. farauti mampu berkembang menjadi imago dalam kondisi laboratorium. Sementara itu, larva Anopheles di Desa Hargotirto dapat hidup pada pH air 6,78-7,12, dan di mata air pada pH 6,70-7,20 Santoso 2002. Selanjutnya, Ariati et al. 2007 melaporkan bahwa di enam pulau, Kabupaten Kepulauan Seribu, larva An. subpictus dapat hidup didalam kolam perendaman rumput laut di Pulau Pari dan sumur dangkal di Pulau Tidung dengan pH 7. Beberapa jenis larva nyamuk Anopheles mampu hidup dalam konsentrasi alkali yang tinggi dan kondisi air yang asam. Larva An. culicifacies mampu hidup pada kisaran pH 5,4-9,8 dan larva nyamuk An. plumbeus pada pH 4,4 hingga 9,3 Clement 1992.

2.3.5 Kekeruhan Air

Kekeruhan biasanya disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun organik. Zat anorganik biasanya berasal dari proses pelapukan batuan atau logam, sedangkan organik berasal dari proses pelapukan tanaman atau hewan. Pada dasarnya zat organik juga merupakan makanan bagi bakteri atau mikroorganisme yang ada dalam air dan mendukung perkembangbiakannya sehingga menambah kekeruhan air Sutriati Brahmana 2007. Larva An. sundaicus di daerah pasang surut Asahan Sumatera Utara lebih banyak ditemukan pada habitat air keruh dengan rerata 10 NTU, sedangkan pada kekeruhan 14 NTU tidak ada larva An. sundaicus yang tertangkap, tetapi pada kekeruhan 24-25 NTU dimana dasar kolam tidak terlihat dengan jelas, rerata An. sundaicus yang tertangkap 14,5 ekorcidukan, begitu juga pada kekeruhan 4-5 NTU, An. sundaicus yang tertangkap berfluktuasi Sembiring 2005. Larva An. indefinitus dan An. balabacensis di Desa Hargotirto ditemukan dengan kekeruhan 5,31 NTU pada sungai dan 5,11 NTU pada mata air Santoso 2002. Chadijah 2005 melaporkan di Desa Tongoa, Donggala, Sulawesi Tengah ditemukan larva An. barbirostris, An. nigerrimus, An. kochi, An. tesselatus pada habitat kolam dengan naungan dengan tingkat kekeruhan 4,1, 5,7 dan 8 NTU, sedangkan pada tingkat kekeruhan 15,6 NTU tidak ditemukan larva Anopheles spp., namun larva An. barbirostris, An. nigerrimus, An. kochi, An. tesselatus ditemukan pada habitat kolam tanpa naungan pada tingkat kekeruhan 6 NTU.

2.3.6 Kedalaman Air

Kedalaman air mempengaruhi tingkat penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Pada perairan dangkal penetrasi cahaya lebih optimum sehingga tingkat produktivitas perairan dangkal lebih baik daripada perairan yang lebih dalam Odum 1993. Larva Anopheles spp. sering ditemukan pada habitat perairan dangkal. Mulyadi 2010 melaporkan bahwa Larva Anopheles spp. di Desa Doro, Halmahera Selatan, Maluku Utara pada umumnya ditemukan pada tipe perairan dangkal dengan kisaran kedalaman air yang menyolok, An. punctulatus dan An. minimus ditemukan pada kedalaman habitat berkisar antara 2-20 cm, An. vagus pada kedalaman 5-80 cm, An. kochi pada kedalaman 5-10 cm, sedangkan kedalaman habitat An. farauti berkisar antara 5-120 cm. Sementara itu, Setyaningrum et al. 2007 melaporkan bahwa larva Anopheles spp. di Desa Way Muli, Lampung Selatan ditemukan pada kedalaman 15 cm pada habitat selokan air mengalir, 100 cm pada rawa-rawa, dan 25 cm pada selokan air tergenang. Selanjutnya, An. tesselatus di Kecamatan Padangcermin dan An. indefinitus di Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan ditemukan pada kedalaman air relatif dangkal yaitu 5 cm dan 10 cm Suwito 2010. Keadaan yang tidak jauh berbeda di Desa Dulanpokpok, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, larva An. punctulatus ditemukan pada habitat potensial cekungan batu 5 cm, kolam kangkung 50 cm, bekas galian batu 30 cm, dan bekas tapak roda mobil 10 cm Suprapto 2010. Larva Anopheles spp. di Brazil ditemukan dengan kedalaman habitat antara 30-70 cm. Sementara larva An. albimanus di Buena Vista ditemukan dengan kedalaman air 30-50 cm, larva An. vestitipennis dan larva An. darlingi dengan kedalaman 30-70 cm Grieco et al. 2007. Adapun larva An. subpictus yang terdapat di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, ditemukan pada kedalaman 50-100 cm pada kolam rendaman rumput laut, 30-70 cm pada sumur dangkal, sedangkan di Pulau Tidung ditemukan pada sumur dengan kedalaman 50-150 cm Ariati et al. 2007. Hal yang tidak jauh berbeda larva An. sundaicus di Daerah Pasang Surut Asahan, Sumatera Selatan ditemukan pada kedalaman habitat 70-75 cm Sembiring 2005.

2.3.7 Dasar Habitat