Economic Values of Human and Elephant Conflict (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) in Lubuk Kembang Bunga Village, Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province
LUBUK KEMBANG BUNGA, KECAMATAN UKUI,
KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU
RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
(2)
LUBUK KEMBANG BUNGA, KECAMATAN UKUI,
KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU
RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
(3)
RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI. E34050095. Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Di bawah bimbingan NYOTO SANTOSO dan TUTUT SUNARMINTO
Pemanfaatan wilayah pergerakan gajah oleh manusia mengakibatkan persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan gajah seperti di Desa Lubuk Kembang Bunga yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Lahan pertanian dan pemukiman masyarakat menempati jalur pergerakan wilayah jelajah yang secara periodik dan tradisional dilalui oleh gajah dan tidak berubah meskipun terjadi perubahan bentuk kawasan. Konflik manusia dan gajah ini berdampak negatif, baik berupa penurunan populasi gajah di habitat alaminya maupun berupa kerugian materil, moril serta kerusakan fisik tubuh pada manusia.
Laju deforestasi di Hutan Tesso Nilo yang meningkat menyebabkan meningkatnya frekuensi terjadinya konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga. Kerugian masyarakat semakin meningkat sehingga meningkatkan reaksi masyarakat dalam menghadapi konflik. Kondisi yang demikian memerlukan penghitungan nilai ekonomi akibat konflik manusia dan gajah sebagai bagian pertimbangan untuk memperoleh upaya pemecahan konflik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat, mengidentifikasi kelompok gajah yang memasuki wilayah desa, mengidentifikasi jenis dan nilai kerusakan serta menghitung nilai ekonomi kerugian pada manusia akibat konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga.
Penelitian dilaksanakan bulan Juli - Agustus 2009 di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kec. Ukui, Kab. Pelalawan, Prov. Riau. Objek penelitian adalah masyarakat, gajah, Tim Flying Squad dan lahan pertanian terganggu. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara dan pengamatan lapangan. Metode penghitungan nilai ekonomi konflik manusia dan gajah menggunakan pendekatan pendapatan yang hilang (cost of time), biaya berobat (cost of illness), biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi pertanian dan biaya pengendalian konflik.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan pola usahatani di Desa Lubuk Kembang Bunga yang mendorong terjadinya konflik manusia dan gajah. Konflik terjadi pada lahan pertanian masyarakat yang menempati jalur pergerakan wilayah jelajah gajah dan berdekatan dengan hutan (TNTN), pintu keluar gajah serta sungai yang digunakan gajah untuk memenuhi kebutuhannya. Lokasi lahan pertanian tersebut berada di Kampung Baru, Perbekalan, Simpang Jengkol, Jalan RAPP/Elang Mas dan Jalan Pemda. Kelompok gajah yang memasuki lahan pertanian masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga merupakan kelompok gajah yang berada di bagian Selatan Hutan Tesso Nilo. Kelompok gajah ini terdiri atas gajah tunggal dan gajah grup.
Masuknya gajah ke lahan pertanian masyarakat menimbulkan kerusakan pada komoditas pertanian yaitu kelapa sawit, karet, pisang dan ubi kayu serta
(4)
dan pengusiran. Sementara itu, upaya yang dilakukan oleh Tim Flying Squad berupa patroli kawasan, pengusiran dan penggiringan gajah liar. Upaya pengendalian konflik hanya mampu mengurangi kerugian sebesar Rp.14.648.118,09. Nilai ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengendalikan konflik yaitu sebesar Rp.764.200.000. Penghitungan seluruh komponen kerugian masyarakat dan upaya yang dilakukan oleh Tim Flying Squad diperoleh nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga pada Tahun 2007 - 2008 sebesar Rp. 816.282.197,64.
(5)
RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI. E34050095. Economic Values of Human and Elephant Conflict (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) in Lubuk Kembang Bunga Village, Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province. Under the supervisions of NYOTO SANTOSO and TUTUT SUNARMINTO
The utilization of elephant movement area by humans, causing competition space which triggered the conflict between humans and elephants, as in Lubuk Kembang Bunga Village, which surround the Tesso Nilo National Park (TNTN). Agricultural land and residential communities occupying territory cruise line movement, which periodically and traditionally traveled by elephant, and does not change despite the changing shape of the region. Human and elephant conflicts have a negative effect, either in the form of an elephant population decline in its natural habitat, or loss of material, moral and body physical damage the human being.
The rate of deforestation which increases in the Tesso Nilo Forest, causing increased frequency of human and elephant conflicts in Lubuk Kembang Bunga Village. Loss of society increased thus increasing the public's reaction to face of conflict. Such conditions need to calculate the economic value due to human elephant conflicts as part of the consideration to obtain the conflict resolution efforts. This study aims to find out socio-economic condition of the community, identify the elephant entered the village area, identify the type and value of the damage and calculate the economic value of human loss due to human and elephant conflicts in Lubuk Kembang Bunga Village.
A study was conducted in July - August 2009 in Lubuk Kembang Bunga Village, Ukui Subdistrict, Pelalawan District, Riau Province. Object of research is public, elephants, Flying Squad Team, and agricultural land affected. Data collected through the literature study, interviews and field observations. Method of calculating the economic value of human and elephant conflicts using the lost revenue approach (cost of time), medical expenses (cost of illness), the cost of building repairs, the cost to evacuate, the cost of agricultural production, and control costs of conflict.
The results showed a change in farming patterns in Lubuk Kembang Bunga Village which triggered human and elephant conflicts. The conflict occurred in the community farm, which occupies the movement path of elephants roaming the area and adjacent to the forest (TNTN), the exit of elephants, and the river which is used by elephants to meet their needs. Location of agricultural land is located in Kampung Baru, Perbekalan, Simpang Jengkol, RAPP Street/Elang Mass and Jalan Pemda. Group of elephants which is entered the farm community in Lubuk Kembang Bunga Village is a group of elephants which are in the Southern part of Tesso Nilo Forest. This consisting of a single elephant and the elephant group.
The entry of elephant society into agricultural land caused damage to agricultural commodities, such as oil palm, rubber, bananas, and cassava, as well as damage to the cottage work. The results of the calculation of damages obtained value of Rp.52,082,197.64. The efforts to control the conflict by the community,
(6)
able to reduce losses of Rp. 14,648,118.09 only. This value is not comparable with costs to control the conflict, which amounted to Rp. 764,200,000. Calculating the losses of all components of society and the efforts made by the Flying Squad Team, obtained the economic value of human and elephant conflicts in Lubuk Kembang Bunga Village in the Year 2007 - 2008 amounting to Rp. 816,282,197.64.
(7)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau” adalah benar-benar hasil kerja saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2010
Rizki Ratna Ayu Paramita Sari NRP E34050095
(8)
Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Nama : Rizki Ratna Ayu Paramita Sari
NIM : E34050095
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Nyoto Santoso, MS Ir. Tutut Sunarminto, M.Si NIP : 19620315 198603 1 002 NIP : 19640228 199002 1 001
Mengetahui,
Ketua
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP : 19580915 198403 1 003
(9)
Penulis dilahirkan di Garut pada Tanggal 19 Desember 1986. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara, pasangan Bapak Dedi Kuswandi dan Ibu Nurtitawulan.
Penulis telah menempuh pendidikan di SD Negeri I Bayongbong lulus pada Tahun 1999, kemudian melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 1 Bayongbong lulus pada Tahun 2002. Pada Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Garut dan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif dalam kegiatan Kelompok Pemerhati Kupu-kupu (KPK) “Sarpedon” HIMAKOVA. Semasa kuliah penulis telah mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di KPH Cemara Indramayu – Linggarjati Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), Kuningan Jawa Barat pada Tahun 2007, penulis juga telah mengikuti Praktek Umum Konservasi Eksitu Satwaliar (PUKES) di Taman Sringganis dan Taman Mini Indonesia Indah pada Tahun 2008. Pada Tahun 2009 penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Kegiatan lapang lain yang pernah diikuti penulis adalah Studi Konservasi Lingkungan “SURILI” HIMAKOVA di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung – Sulawesi Selatan pada Tahun 2007 dan SURILI di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya – Kalimantan Barat pada Tahun 2008.
Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Kehutanan IPB, maka penulis menyusun skripsi dengan judul Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau di bawah bimbingan Ir. Nyoto Santoso, MS dan Ir. Tutut Sunarminto, M.Si.
(10)
Alhamdulillaahirobbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas anugerah berupa kesehatan dan kesempatan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada :
1. Keluarga besar penulis : Daday Suhendar (Bapak), Nurtitawulan (Ibu) dan Novan Fahmi Arsyad (adik).
2. Dosen pembimbing : Bapak Ir. Nyoto Santoso, MS (Pembimbing I) dan Bapak Ir. Tutut Sunarminto, M.Si (Pembimbing II).
3. Dosen-dosen penguji : Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. (DTHH), Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS dan Dr. Ir. Herry Purnomo, M. Comp. (DMNH).
4. Pimpinan dan staf WWF Indonesia-Program Riau, khususnya Bapak Syamsuardi selaku Flying Squad officer.
5. Tim Flying Squad : Bang Edi Putra, Bang Fikri Pohan, Bang Amdani, Bang Andre, Bang Iwan, Susilo, Bang Jungjung Daulay dan Bapak Erwin Daulay selaku pembimbing lapang.
6. Pimpinan dan staf Balai Taman Nasional Tesso Nilo, khususnya Bapak Drh. Hayani Suprahman, M.Sc selaku Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo. 7. Bapak Tengku Effendi selaku Kepala Desa Lubuk Kembang Bunga. 8. Kepala dan seluruh staf TU DKSHE IPB.
9. Keluarga besar Tarsius 42 KSHE, Fakultas Kehutanan IPB 10. Mahar Cita yang selalu menjadi “traffic light” penulis.
11. Merzyta Septiani, Bobi Riharno, Lina Kristina Dewi, Mutia Ramadhani, sahabat penulis, atas dukungan dan semangat yang diberikan.
12. Semua pengalaman yang sangat berharga dan akan selalu dikenang untuk : Nuskan Syarif, Eka Septayudha, Heri Tarmizi, Karno, Ucok, Bang Arsyad, Mas Lutfie dan Afri Yondra.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
(11)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Penulis mengucapkan puji syukur dan terimakasih kepada Allah SWT atas selesainya karya ilmiah ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis sejak Juli hingga Agustus 2009, yang diberi judul “Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau”.
Pembukaan hutan untuk kepentingan pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia merupakan faktor utama berkurangnya habitat gajah. Dampak dari situasi ini adalah menurunnya populasi gajah dan meningkatnya konflik antara manusia dan gajah karena terjadinya persaingan ruang dalam memanfaatkan lahan hutan yang tersisa. Kerugian ekonomi yang diderita masyarakat akan terus meningkat seiring meningkatnya frekuensi konflik yang terjadi. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap respon masyarakat dalam menghadapi konflik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo dan upaya penanganan konflik manusia dan gajah yang efesien serta menjadi dasar pertimbangan dalam pemberian kompensasi bagi masyarakat yang terkena konflik.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan. Namun demikian, penulis berharap karya ini tetap dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati pada kawasan konservasi di Indonesia.
Bogor, Februari 2010
(12)
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 3
1.4 Batasan Penelitian ... 3
1.5 Kerangka Pemikiran ... 3
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Gajah Sumatera ... 5
2.1.1 Taksonomi dan Status Konservasi Gajah Sumatera ... 5
2.1.2 Distribusi dan Populasi Gajah di Pulau Sumatera ... 6
2.1.3 Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau ... 6
2.1.4 Habitat ... 7
2.1.5 Perilaku ... 10
2.2 Konflik Manuisa dan Gajah (KMG) ... 13
2.3 Penilaian Ekonomi ... 15
2.3.1 Konsep Nilai ... 15
2.3.2 Penilaian Ekonomi Kerugian Bencana ... 16
III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 19
3.2 Alat dan Objek Penelitian ... 19
3.3 Jenis Data ... 20
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 21
3.5 Analisis Data ... 22
IV KONDISI UMUM KAWASAN 4.1 Taman Nasional Tesso Nilo ... 28
4.1.1 Sejarah Kawasan ... 28
4.1.2 Letak dan Luas ... 28
4.1.3 Aksesibilitas ... 29
4.1.4 Kondisi Fisik dan Biologi ... 30
4.1.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi ... 31
4.2 Lubuk Kembang Bunga ... 32
4.2.1 Kondisi fisik ... 32
4.2.2 Kondisi Sosial dan Ekonomi ... 32
V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hutan Tesso Nilo ... 39
5.1.1 Habitat Gajah Sumatera ... 39
5.1.2 Kondisi Habitat ... 41
5.2 Populasi Gajah Sumatera di Hutan Tesso Nilo ... 43
5.3 Konflik Manusia dan Gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 44
5.3.1 Lokasi Gangguan ... 44
(13)
5.3.3 Tingkat Gangguan ... 47
5.3.4 Jenis, Jumlah Kerusakan ... 47
5.3.4.1 Jenis Kerusakan ... 47
5.3.4.2 Jumlah Kerusakan ... 49
5.3.5 Pola Usahatani Terhadap Gangguan Gajah ... 50
5.3.6 Respon Masyarakat Terhadap Gangguan Gajah ... 51
5.4 Nilai Ekonomi Kerusakan Pertanian dan Bangunan ... 52
5.5 Upaya Pengendalian Konflik ... 52
5.5.1 Pencegahan Konflik ... 52
5.5.2 Penanggulangan Konflik ... 58
5.5.3 Nilai Ekonomi Upaya Pengendalian Konflik ... 59
5.6 Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah ... 61
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kesimpulan ... 63
6.2 Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN ... 68
(14)
iii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1. Proporsi sebaran populasi Gajah sumatera di beberapa status
kawasan hutan ... 6
2. Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau ... 7
3. Tipe habitat gajah ... 8
4. Penilaian kerugian bencana ... 16
5. Jenis data penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 20
6. Kondisi fisik dan biologi Taman Nasional Tesso Nilo ... 30
7. Penggunaan lahan di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 33
8. Jumlah sekolah umum, kelas, guru dan murid di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 ... 33
9. Jumlah keluarga berdasarkan sumber penghasilan utama di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 34
10. Blok hutan di Provinsi Riau yang menjadi habitat Gajah sumatera di Provinsi Riau berdasarkan tipe hutan dan ketersediaan faktor habitat ... 39
11. Luas lahan di Taman Nasional Tesso Nilo berdasarkan kelerengan ... 40
12. Pemanfaatan kawasan oleh perambah di Taman Nasional Tesso Nilo dan usulan perluasannya ... 41
13. Pergerakan kelompok gajah di Hutan Tesso Nilo ... 43
14. Lokasi kedatangan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2005 - 2008 ... 44
15. Kerugian masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga akibat konflik dengan gajah Tahun 1997 - 2006 ... 50
16. Jumlah kematian manusia dan gajah akibat konflik manusia dan gajah di Provinsi Riau Tahun 2000 - 2009 ... 51
17. Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh masyarakat ... 60
18. Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad . 60
19. Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh masyarakat Tahun 2007 - 008 ... 60
20. Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad Tahun 2007 - 2008 ... 60
21 Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga tahun 2007-2008 ... 61
(15)
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ... 4
2. Lokasi penelitian Desa Lubuk Kembang Bunga ... 19
3. Sistematika penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga ... 27
4. Kronologis penunjukan Taman Nasional Tesso Nilo ... 28
5. Batas kawasan Taman Nasional Tesso Nilo ... 29
6. Luas lahan pertanian terganggu berdasarkan lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 45
7. Grafik intensitas kedatangan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 46
8. Diagram intensitas kedatangan gajah berdasarkan lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 47
9a. Kerusakan akibat dimakan gajah ... 48
9b. Kerusakan akibat direnggut gajah ... 48
9c. Kerusakan akibat diinjak gajah ... 48
10a. Pondok jaga rusak berat ... 49
10b. Pondok jaga rusak sedang ... 49
10c. Pondok jaga rusak ringan ... 49
11a. Tanaman kelapa sawit dipagari kawat berduri ... 51
11b. Tanaman kelapa sawit diolesi racun ... 51
12. Diagram nilai ekonomi kerusakan pertanian dan bangunan di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 ... 52
13a. Ciri-ciri keberadaan gajah berdasarkan jejak ... 53
13b. Ciri-ciri keberadaan gajah berdasarkan bolus/kotoran ... 53
13c. Ciri-ciri keberadaan gajah berdasarkan kerusakan tanaman ... 53
14. Pagar kayu pada lahan kelapa sawit ... 54
15a. Perangkat pagar listrik/strom gajah : battery fencer ... 55
15b. Perangkat pagar listrik/strom gajah : accu kering 150 watt ... 55
15c. Perangkat pagar listrik/strom gajah : calcium battery ... 55
16. Parit gajah ... 56
17. Parit yang sesuai dengan daerah rawa, daerah dataran rendah dan daerah bertopografi tinggi ... 57
18a. Alat pengusiran : meriam karbit ... 58
18b. Alat pengusiran : obor ... 58
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Panduan wawancara ... 69 2. Peta tutupan hutan lahan kering di Provinsi Riau berdasarkan
ketersediaan faktor habitat bagi Gajah sumatera ... 71 3. Peta distribusi gajah di Hutan Tesso Nilo ... 73 4. Rekapitulasi data konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang
Bunga Tahun 2007-2008 ... 74
(17)
1.1. Latar Belakang
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dinyatakan sebagai salah satu jenis satwa dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Binatang Liar No. 266 Tahun 1931 dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Gajah sumatera terdaftar dalam Red List Book IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dengan status terancam punah (endangered species).
Hutan dataran rendah Tesso Nilo merupakan salah satu blok hutan alam tersisa di Provinsi Riau yang menjadi habitat bagi Gajah sumatera. Kelestarian habitat gajah telah menghadapi ancaman seiring meningkatnya laju deforestasi di Hutan Tesso Nilo. Kajian lanskap Tesso Nilo – Bukit Tigapuluh – Kampar, menunjukkan 90 % terjadinya deforestasi disebabkan oleh pembukaan kawasan hutan alam untuk tanaman akasia dan perkebunan sawit. Aktivitas masyarakat sekitar hutan dalam memanfaatkan lahan hutan turut mendorong laju deforestasi Hutan Tesso Nilo. Kegiatan pemanfaatan cenderung melakukan perusakan dengan membuka kawasan hutan untuk lahan pemukiman dan pertanian.
Pembukaan wilayah hutan untuk lahan pemukiman, pertanian dan Hutan Tanaman Industri (HTI) menyebabkan habitat alami gajah terfragmentasi menjadi kantong-kantong habitat yang sempit dan berakibat pada menyempitnya ruang gerak gajah. Haryanto dan Santoso (1988) menyatakan pembukaan wilayah hutan terutama pengembangan daerah pemukiman dan pertanian serta praktek perladangan berpindah mengakibatkan terpotongnya jalur jelajah gajah.
Pemanfaatan wilayah pergerakan gajah oleh manusia mengakibatkan persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan gajah seperti di Desa Lubuk Kembang Bunga yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Lahan pertanian dan pemukiman masyarakat menempati jalur pergerakan wilayah jelajah yang secara periodik dan tradisional dilalui oleh gajah dan tidak berubah meskipun terjadi perubahan bentuk kawasan.. Masuknya gajah ke lahan pertanian dan pemukiman mengakibatkan kerusakan tanaman dan
(18)
fasilitas lahan pertanian serta pemukiman. Kondisi ini memicu reaksi yang reaktif dari masyarakat terhadap gajah dengan memburu dan membunuhnya.
Konflik manusia dan gajah mengakibatkan kelestarian populasi gajah menurun di habitat alaminya. Konflik juga mengakibatkan kerugian materil, moril dan kerusakan fisik tubuh pada manusia yang dapat diketahui nilainya dengan penggunaan parameter rupiah. Kerugian materil yang sering terjadi yaitu kerugian akibat kerusakan tanaman (crop raiding). Survei WWF (World Wide Fund for Nature) Indonesia terhadap kerugian masyarakat akibat konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga (Juli 2005 - Juli 2006) sebesar 80 juta rupiah.
Peningkatan laju deforestasi di Hutan Tesso Nilo meningkatkan frekuensi terjadinya konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga. Kerugian masyarakat semakin meningkat dan berpengaruh terhadap reaksi masyarakat dalam menghadapi konflik. Kondisi yang demikian memerlukan penghitungan nilai ekonomi konflik manusia dan gajah sebagai bagian pertimbangan untuk memperoleh upaya pemecahan konflik tersebut. Penelitian tentang nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo dan upaya penanganan konflik manusia dan gajah yang efesien serta menjadi dasar pertimbangan dalam pemberian kompensasi bagi masyarakat yang terkena konflik.
1.2. Tujuan
Tujuan penelitian :
1) Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat.
2) Mengidentifikasikelompok gajah yang memasuki wilayah desa (jumlah individu, struktur umur dan sex ratio).
3) Mengidentifikasi jenis dan nilai kerusakan pada manusia akibat konflik manusia dan gajah.
4) Menghitung nilai ekonomi kerugian pada manusia akibat konflik manusia dan gajah.
(19)
1.3. Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengelola Taman Nasional Tesso Nilo dan pemerintah daerah dalam pengelolaan Gajah sumatera dan upaya penanganan konflik manusia dan gajah yang efesien serta dalam menetapkan kompensasi bagi masyarakat yang terkena konflik dengan keadaan tertentu.
1.4. Batasan Penelitian
Istilah-istilah yang digunakan untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian, adalah sebagai berikut :
1) Konflik manusia dan satwaliar termasuk di dalamnya gajah menurut Permenhut No. 48 Tahun 2008 yaitu segala interaksi antara manusia dan satwaliar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia, ekonomi, kebudayaan dan pada konservasi satwaliar dan atau pada lingkungannya. Konflik terjadi ketika gajah keluar dari habitatnya dan memasuki lahan pertanian serta pemukiman masyarakat.
2) Masyarakat berkonflik
Masyarakat yang mengalami kerugian materil, moril dan kerusakan fisik tubuh akibat konflik manusia dan gajah.
3) Nilai ekonomi kerusakan
Nilai kerugian fisik langsung akibat konflik manusia dan gajah dalam satuan rupiah, yaitu kerusakan pertanian, bangunan dan fisik tubuh pada manusia.
4) Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah
Nilai kerugian langsung dan tidak langsung pada manusia akibat konflik manusia dan gajah dalam satuan rupiah. Kerugian langsung, yaitu kerusakan fisik tubuh, kerusakan bangunan, kerusakan pertanian dan biaya penanggulangan. Kerugian tidak langsung, yaitu pendapatan yang hilang, biaya mengungsi dan biaya pencegahan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Pemanfaatan kawasan hutan yang menjadi habitat gajah oleh manusia mengakibatkan persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan gajah (KMG). Konflik manusia dan gajah terjadi akibat aktivitas manusia dalam
(20)
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuka kawasan hutan untuk lahan pemukiman, pertanian dan HTI. Kebutuhan manusia akan lahan cukup tinggi, sedangkan gajah membutuhkan jangkauan wilayah yang luas sebagai wilayah jelajah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Konflik manusia dan gajah mengakibatkan kerugian materil, moril dan kerusakan fisik tubuh pada manusia. Masyarakat juga harus mengeluarkan biaya pengendalian untuk mencegah masuknya gajah dan meminimalisir kerusakan akibat gajah pada lahan pemukiman dan pertaniannya. Kondisi ini memicu reaksi yang reaktif dari masyarakat terhadap gajah dengan memburu dan membunuhnya sehingga menurunkan populasi gajah di habitat alaminya.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Lahan pertanian Hutan Tanaman Industri
Konflik manusia dan gajah Lahan pemukiman
Penurunan populasi gajah Kerugian materil, moril dan kerusakan fisik tubuh
pada manusia
Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah Pemanfaatan hutan yang menjadi
(21)
2.1. Tinjauan Umum Gajah Sumatera
2.1.1. Taksonomi dan Status Konservasi Gajah Sumatera
Gajah sumatera merupakan sub spesies dari Gajah asia (Elephas maximus) yang diperkenalkan oleh Temminck dengan nama ilmiah Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847. Taksonomi Gajah sumatera, yaitu :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Proboscidea
Family : Elephantidae
Genus : Elephas
Species : Elephas maximus Linnaeus, 1758
Sub species : Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847. Gajah asia (Elephas maximus) terbagi kedalam tiga sub spesies, yaitu Elephas maximus maximus di Srilangka, Elephas maximus indicus di anak Benua India dan Asia Tenggara termasuk Kalimantan dan Elephas maximus sumatranus di Sumatera. Gajah asia (Elephas maximus) di Indonesia hanya ditemukan di Sumatera dan Kalimantan bagian timur. Gajah asia terdaftar dalam Red List Book IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dengan status terancam punah (endangered species). Gajah asia (Elephas maximus) dinyatakan sebagai satwa dilindungi Undang-undang dan hampir punah di Indonesia sejak Tahun 1931 melalui Ordonansi Perlindungan Binatang Liar. Selanjutnya CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Fauna and Flora/Konvensi tentang Perdagangan Internasional Satwa dan Tumbuhan) mengategorikan Gajah asia kedalam kelompok Appendix I. sehingga keberadaannya perlu diperhatikan dan dilestarikan.
(22)
2.1.2. Distribusi dan Populasi Gajah di Pulau Sumatera
Gajah sumatera tersebar di tujuh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Tahun 1980 dilakukan survei gajah di seluruh Sumatera dengan menggunakan metode penaksiran secara cepat (rapid assessment survey). Hasil survei memperkirakan populasi Gajah sumatera 2.800 - 4.800 ekor dan tersebar di 44 lokasi (Blouch dan Simbolon 1985). Estimasi sementara populasi Gajah sumatera yaitu 2.400 - 2.800 ekor (Dephut 2007).
Tabel 1 Proporsi sebaran populasi Gajah sumatera di beberapa status kawasan
hutan *)
Status Kawasan Luas Kawasan (hektar) Persentase (%)
Hutan konversi 386.829 9,39
Hutan produksi terbatas 1.648.654 40,03
Hutan konservasi 619.988 15,05
Hutan produksi 709.145 17,22
Hutan lindung 494.088 12,00
Hutan negara tidak terbatas 15.916 0,39
Perairan 2.108 0,05
Daerah lain 234.460 5,69
Tidak ada data 7.678 0,19
Sumber : Dephut (2007)
Keterangan : *) Jumlah gajah diperkirakan 2.400 - 2.800 ekor. 2.1.3. Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau
Gajah di Provinsi Riau dapat ditemukan di beberapa lokasi yang disebut kantong-kantong distribusi populasi gajah. Kantong-kantong distribusi populasi gajah di Provinsi Riau, yaitu sekitar daerah Bina Fitri/Tapung/Petahapan/Batu Gajah, Rambah Hilir/Danau Lancang, utara dari Dam Koto Panjang, Koto Tangah, Mahato/daerah perbatasan Provinsi Sumatera Utara, Balai Raja/Rangau, Giam Siak Kecil, Bagan Siapi-api, Siabu/sebelah timur SM. Bukit Rimbang Bukit Baling/sebelah tenggara Bukit Bungkuk, Kuntu/sebelah timur dan tenggara SM. Bukit Rimbang Bukit Baling, bagian barat daya Tesso Nilo, bagian utara Tesso Nilo, bagian tenggara Tesso Nilo, Serangge/sebelah barat Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan daerah Pemayungan/sebelah selatan TNBT Provinsi Jambi.
(23)
Tabel 2 Distribusi dan populasi gajah di Provinsi Riau
Tahun Kantong Distribusi Populasi
(ekor)
Keterangan
1985 Torgamba, Tanjung Medan, Riau Tengah bagian utara, Koto Panjang, Lipat Kain, Langgam, Riau Tengah bagian selatan, Riau Selatan, Buatan, Siak Kecil dan dataran rendah Rokan.
1.067 - 1.617 Gajah tersebar di 11 kantong distribusi populasi gajah.
1999 SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau dan Bukit Kapur; SM. Kerumutan; SM. Bukit Rimbang Bukit Baling; SM. Balai Raja; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Sungai Gansal, Keritang; HPT. Tanjung Pauh; HPT. Batu Gajah; HL. Bukit Suligi; dan HP. Tanjung Medan.
709 Gajah tersebar di 16 kantong distribusi populasi gajah.
2003 SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau dan Bukit Kapur; SM. Bukit Rimbang Bukit Baling; SM. Balai Raja; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Tanjung Pauh; HPT. Batu Gajah; HL. Bukit Suligi; dan HP. Tanjung Medan.
350 - 430 Gajah diperkirakan tidak ada lagi di HPT. Sungai, Gansal, Keritang dan SM. Kerumutan.
2007 SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau dan Bukit Kapur; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Sungai Gansal, Keritang; HPT. Batu Gajah; dan HP. Tanjung Medan.
174 - 246 Gajah tersebar di 9 kantong distribusi populasi gajah. Gajah diperkirakan tidak ada lagi di Rokan
Hilir, SM. Kerumutan, Koto Panjang, SM. Bukit Rimbang Bukit Baling, Tanjung Pauh dan Bukit Suligi. Sumber : BKSDA Riau (2006b)
2.1.4. Habitat
1) Pengertian Habitat
Habitat adalah kawasan yang terdiri dari komponen fisik dan biotik sebagai satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 1990). Persyaratan habitat yaitu variasi pakan, cover dan faktor-faktor lain yang dibutuhkan oleh suatu jenis satwaliar untuk melangsungkan hidupnya dan keberhasilan perkembangbiakannya. Habitat gajah merupakan kesatuan wilayah yang luas meliputi hutan, tempat terbuka, sumber-sumber air dan tempat mencari garam. Wilayah ini tergambarkan dalam
(24)
daerah pengembaraan gajah yang sangat luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat.
2) Tipe Habitat
Habitat Gajah sumatera tersebar pada tipe hutan hujan pegunungan, hutan primer dan hutan sekunder. Widowati (1985) menyatakan habitat yang ideal bagi Gajah sumatera yaitu kombinasi antara tipe hutan Dipterocarpaceae dataran rendah (tipe antropogen yaitu hutan sekunder yang tidak terganggu) dan hutan rawa tidak tergenang air payau. Gajah umumnya lebih menyukai hutan rawa pada musim kemarau dan akan berpindah ke hutan pegunungan atau hutan primer pada musim hujan. Perpindahan ini disebakan oleh kondisi pakan di hutan pegunungan atau hutan primer mencukupi kebutuhan gajah.
Tabel 3 Tipe habitat gajah
No. Tipe Habitat Vegetasi Keterangan
1. Hutan rawa (swamp forest) Melaleuca cajuputi, Campnosperma auriculata, Campnosperma Macrophylla, Alstonia spp., Eugenia spp. dan Gluta renghas.
Berupa rawa padang rumput, rawa primer atau rawa sekunder yang didominasi oleh Melaleuca cajuputi. 2. Hutan rawa gambut (peat
swamp forest)
Gonystyllus bancanus, Licuala spinosa, Shorea spp., Alstonia spp., Eugenia spp. dan Dyera costulata.
3. Hutan hujan dataran rendah (lowland dipterocarp forest)
Famili Dipterocarpaceae, Koompasia malaccensis,
Palaquium gutta, Dyera costulata, Intsia bijuga dan Schima wallichii.
Terletak di ketinggian 0-750 mdpl. Umumnya kawasan hutan produksi. 4. Hutan hujan pegunungan
dataran rendah (lowland montain dipterocarp forest)
Dipterocarpus spp., Shorea spp., Quercus spp., Castanopsis spp. dan Altingia excelsa.
Terletak di ketinggian 750 -1.500 mdpl. Sumber : Santiapillai (2001)
Widowati (1985) menyebutkan komponen penentu pemilihan habitat gajah sebagai berikut :
a. Ketersediaan pakan, sumber air dan garam mineral. b. Ketersediaan cover atau pelindung.
c. Ketersediaan tempat untuk berperilaku kesukaan dan pergerakan. d. Tingkat gangguan.
Kondisi pakan, sumber air, garam mineral, cover dan ruang yang mampu memenuhi kebutuhan gajah di habitatnya akan mengurangi beban daerah pertanian sebagai daerah kantong pakan gajah.
(25)
3) Komponen Habitat a. Pakan
Gajah merupakan satwa herbivor yang membutuhkan pakan hijauan di habitatnya. Gajah juga membutuhkan habitat yang bervegetasi pohon sebagai pakan pelengkap untuk memenuhi kebutuhan mineral seperti Kalsium untuk memperkuat tulang, gigi dan gading. Satu ekor Gajah sumatera diperkirakan menghabiskan lebih dari 300 kg tumbuhan segar setiap harinya (Poniran 1974).
Gajah memakan semak muda dan daun-daunan dari berbagai jenis pohon yang berserat halus seperti daun waru dan dadap. Gajah juga menyukai jenis-jenis tanaman budidaya seperti tebu, padi, jagung, kacang tanah dan kelapa. Bagian tanaman yang dimakan gajah sangat bervariasi mulai dari buah muda sampai buah masak, umbut, pelepah, kulit batang, pucuk, daun muda dan tua beserta durinya dan bunga (Widowati 1985).
Jenis pakan Gajah sumatera antara lain Artocarpus integer, Artocarpus kemando, Sloetia elongata, Musa acuminata, Oncosperma tigilarium, Licuala vallida, Ficus grossularioides, Mangifera macrophylla, Garcinia parviflora, Garcinia maingayi, Nephelium cuspidatum, Baccaurea spp., Calamus spp., Durio sp. dan Artocarpus sp. (LIPI 2003).
b. Air
Kebutuhan minum Gajah asia tidak kurang dari 200 liter per hari (Lekagul dan Mc Neely 1977). Kebutuhan minum Gajah sumatera menurut perkiraan Poniran (1974) adalah 20 - 50 liter per hari.
c. Garam mineral
Gajah memiliki kebiasaan memakan gumpalan tanah yang mengandung garam-garam mineral seperti Kalium, Kalsium dan Magnesium. Kebiasaan ini dikenal dengan sebutan salt licking (mengasin). Tempat mengasin gajah dapat berupa tebing sungai besar atau sungai kecil dengan kelerengan bervariasi dari sangat landai sampai sangat curam, dasar dan tepi rawa-rawa kecil atau rawa-rawa lebar dan lantai hutan (Widowati 1985).
d. Naungan
Gajah termasuk binatang berdarah panas. Gajah akan bergerak mencari naungan (thermal cover) untuk menstabilkan suhu tubuhnya agar sesuai dengan
(26)
lingkungannya ketika cuaca panas. Tempat yang sering digunakan sebagai naungan pada siang hari yaitu vegetasi hutan yang lebat.
e. Ruang atau wilayah jelajah (home range)
Wilayah jelajah adalah areal penjelajahan normal sebagai aktivitas rutinnya (Jewell 1966 diacu dalam Widowati 1985). Luasan wilayah jelajah akan bervariasi tergantung dari ketersediaan pakan, cover dan tempat berkembangbiak. Luas wilayah jelajah untuk Gajah sumatera belum diketahui secara pasti namun Santiapillai (2001) menyebutkan luas wilayah jelajah Gajah asia yaitu 32,4 km² - 166,9 km². Wilayah jelajah gajah di hutan primer mempunyai ukuran dua kali lebih besar dibanding dengan wilayah jelajah di hutan sekunder.
Sub spesies Gajah asia lainnya seperti di India memiliki ukuran wilayah jelajah yang sangat bervariasi. Luas wilayah jelajah gajah di India Selatan untuk kelompok betina yaitu 600 km² dan kelompok jantan 350 km² (Baskaran et al. 1995 diacu dalam Dephut 2007).Luas wilayah jelajah gajah di India Utara untuk kelompok betina 184 km² - 320 km² dan kelompok jantan 188 km² - 408 km² (Williams et al. 2001 diacu dalam Dephut 2007).
Gajah jantan hidup secara sendiri (soliter) atau bergabung dengan jantan lainnya membentuk kelompok jantan. Kelompok jantan memiliki daerah jelajah yang tumpang tindih atau bersinggungan dengan daerah jelajah kelompok betina atau jantan lainnya.
f. Keamanan dan kenyamanan
Gajah membutuhkan suasana yang aman dan nyaman agar perilaku kawin (breeding) tidak terganggu dan proses reproduksinya dapat berjalan dengan baik. Gajah termasuk satwa yang sangat peka terhadap bunyi-bunyian sehingga aktivitas pengusahaan yang tinggi dan penggunaan alat-alat berat dalam penebangan hutan yang dilakukan oleh perusahaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan gajah.
2.1.5. Perilaku 1) Perilaku Sosial a. Hidup berkelompok
Gajah hidup dengan pola matriarchal yaitu hidup berkelompok yang dipimpin oleh betina dewasa dengan ikatan sosial yang kuat. Perilaku
(27)
berkelompok ini merupakan perilaku sosial yang sangat penting peranannya dalam melindungi anggota kelompoknya. Besarnya anggota setiap kelompok dipengaruhi oleh musim dan kondisi sumber daya di habitatnya terutama pakan dan luas wilayah jelajah yang tersedia. Kelompok gajah di hutan hujan Malaysia dan Sumatera umumnya 5 - 6 ekor (Olivier 1978 diacu dalam Hariady 1992). Studi di India menunjukkan satu populasi gajah dapat terbentuk dari beberapa klan (kelompok) dan memiliki pergerakan musiman berkelompok dalam jumlah 50 - 200 ekor (Sukumar 1989 diacu dalam Dephut 2007).
Gajah melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan pakan, air dan sumber mineral (garam). Pergerakan kelompok gajah ini dipimpin oleh gajah betina tua dan diikuti oleh betina lainnya serta anak-anaknya. Gajah jantan mengikuti dari belakang dengan jarak beberapa puluh meter dari kelompoknya (Lekagul dan Mc Neely 1977). Gajah jantan dewasa hanya bergabung pada periode tertentu untuk kawin dengan beberapa betina dalam kelompok tersebut. Gajah jantan tua akan hidup menyendiri karena tidak mampu lagi mengikuti kelompoknya dan gajah jantan muda yang sudah beranjak dewasa dipaksa meninggalkan kelompoknya atau pergi dengan suka rela untuk bergabung dengan kelompok jantan lain. Gajah betina muda tetap menjadi anggota kelompok dan bertindak sebagai bibi pengasuh pada kelompok "taman kanak-kanak" atau kindergartens.
b. Menjelajah
Gajah melakukan penjelajahan secara berkelompok mengikuti jalur yang tetap dalam satu tahun penjelajahan. Jarak jelajah gajah mencapai 7 km per hari dan mampu mencapai 15 km per hari ketika musim kering atau musim buah-buahan. Kecepatan gajah berjalan dan berlari di hutan (untuk jarak pendek) dan di rawa melebihi kecepatan manusia di medan yang sama. Gajah juga mampu berenang menyeberangi sungai yang dalam dengan menggunakan belalainya sebagai "snorkel" atau pipa pernapasan.
c. Kawin
Masa kopulasi dan konsepsi gajah terjadi sepanjang tahun. Frekuensi perkawinan mencapai puncaknya pada bulan-bulan tertentu umumnya bersamaan dengan musim hujan di daerah tersebut. Usia aktif reproduksi gajah dipengaruhi
(28)
oleh kondisi lingkungan, ketersediaan sumber daya pakan dan faktor ekologinya (misalnya kepadatan populasi).
Gajah jantan dewasa (jarang yang betina) baik liar ataupun jinak mendapat gangguan kegilaan (maniac) secara periodik yang disebut musht. Gajah mempunyai temperamen jelek seperti berkelahi dengan jantan lain pada masa musth (Hariady 1992). Hasil sekresi berupa minyak akan terlihat keluar dari kelenjar yang terletak di tengah-tengah antara mata dan saluran telinga sebelum memasuki masa musht. Minyak ini berwarna hitam dan berbau merangsang. Gejala seperti ini datang setiap tahun atau dapat tertunda beberapa waktu. Musht terjadi 3 - 5 bulan sekali selama 1 - 4 minggu saat musim panas atau musim kering. Perilaku musht sering dihubungkan dengan musim birahi namun tidak ada bukti penunjang (Altevogt dan Kurt 1975).
2) Perilaku Individu a. Makan
Gajah dewasa menghabiskan waktu 18 - 24 jam dalam satu hari untuk mencari pakan (Altevogt dan Kurt 1975). Aktivitas makan dilakukan dengan gerak berpindah tempat untuk mencapai sumber pakan. Gajah sumatera melakukan aktivitas makan pada pagi hari (pukul 4.10 WIB - 11.55 WIB) dan sore hari (15.00 WIB - 2.00 WIB) (Abdullah 2008).
Gajah bukan satwa yang hemat terhadap pakan sehingga cenderung meninggalkan banyak sisa pakan apabila terdapat pakan yang lebih baik. Banyak bagian pakan yang telah direnggut oleh belalainya tidak dimasukkan ke mulut tapi hanya ditebarkan ke tempat lain atau ditaburkan ke punggungnya sendiri. Perilaku pakan seperti ini mengakibatkan kerusakan pada habitat di sekitarnya.
b. Minum
Aktivitas minum dilakukan siang dan malam hari ketika gajah menjumpai rawa atau sungai dalam pengembaraannya mencari sumber pakan. Gajah menggunakan belalainya untuk menghisap air dan menuangkan ke mulutnya. Gajah mampu menghisap air mencapai 9 liter dalam satu kali hisapan. Gajah akan menggunakan mulutnya untuk minum ketika berendam di sungai atau rawa dan melakukan penggalian air sedalam 50 - 100 cm di dasar-dasar sungai yang kering dengan menggunakan kaki depan dan belalainya ketika sumber-sumber air mengalami kekeringan.
(29)
c. Berkubang
Gajah umumnya berkubang di lumpur pada waktu siang atau sore hari saat mencari minum. Gajah juga melakukan aktivitas berkubang di kolam-kolam sampai air menjadi keruh. Perilaku berkubang merupakan suatu cara untuk mendinginkan suhu tubuh dan melindungi kulit dari gigitan serangga dan ekto parasit.
d. Mengasin (salt licking)
Gajah mencari garam mineral saat makan ketika hari hujan atau setelah hujan turun. Gajah melakukan penggalian pada lantai hutan yang keras dengan gading dan atau kaki depannya kemudian dihisap dengan belalai. Gajah kadang-kadang mengeruhkan sumber air dengan cara berguling-guling atau meruntuhkan tebing agar garam mineral larut dalam air kemudian di minum dengan mulutnya. Gajah juga sering melukai bagian tubuhnya sehingga dapat menjilat darahnya yang mengandung garam.
e. Beristirahat
Gajah tidak tahan terhadap kondisi panas sehingga pada siang hari gajah umumnya dijumpai di tempat yang teduh (Lekagul dan Mc Neely 1977). Gajah tidur dua kali sehari yaitu malam dan siang hari. Malam hari gajah tidur dengan merebahkan diri kesamping tubuhnya dengan menggunakan "bantal" yang terbuat dari tumpukan rumput, jika sudah sangat lelah terdengar bunyi dengkuran yang keras. Siang hari gajah tidur dengan berdiri di bawah pohon yang rindang. Perbedaan perilaku ini diperkirakan berkaitan dengan kondisi keamanan lingkungan. Gajah akan memilih tidur berdiri dalam kondisi lingkungan yang kurang aman untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan.
2.2. Konflik Manusia dan Gajah (KMG)
Konflik manusia dan satwaliar termasuk di dalamnya gajah menurut Permenhut No. 48 Tahun 2008 adalah segala interaksi antara manusia dan satwaliar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia, ekonomi, kebudayaan dan pada konservasi satwaliar dan atau pada lingkungannya. Konflik terjadi ketika gajah keluar dari habitatnya dan memasuki lahan pertanian serta pemukiman masyarakat.
(30)
Konflik manusia dan gajah merupakan konsekuensi langsung dari hilangnya habitat. Foead (2001) menjelaskan terjadinya konflik manusia dan gajah dipengaruhi oleh :
1) Kawasan budidaya (pertanian atau perkebunan) yang diserang merupakan lahan hutan yang menjadi habitat gajah sehingga terjadi tumpang tindih kawasan budidaya dan daerah jelajah gajah.
2) Tidak terjadi tumpang tindih tetapi gajah yang tinggal di sekitar kawasan budidaya (pertanian atau perkebunan) lebih menyukai pakan yang tumbuh di kawasan budidaya tersebut.
3) Sumberdaya pakan tidak mencukupi kebutuhan gajah karena hutan ditebang dengan intensitas yang sangat tinggi.
4) Aktivitas manusia di dalam hutan intensitasnya tinggi sehingga gajah merasa tidak aman dan ke luar dari hutan (terutama terhadap kelompok yang memiliki anak).
Gangguan satwaliar sering terjadi di desa-desa, pemukiman penduduk atau lahan perkebunan yang lokasinya berdekatan atau berbatasan dengan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional atau habitat-habitat lainnya. Lokasi kawasan budidaya seperti ini merupakan lokasi sumber pakan alternatif yang terdekat bagi satwa jika terjadi kekurangan pakan di habitat aslinya (Alikodra 1993).
Dampak konflik manusia dan gajah, yaitu : 1) Kerusakan material.
2) Kerusakan moril, yaitu gangguan terhadap mental manusia seperti trauma, takut, was-was dan penurunan semangat kerja.
3) Kerusakan fisik tubuh, yaitu rasa sakit, kecelakaan ringan/berat, korban jiwa baik manusia ataupun gajah.
WWF Indonesia-Program Riau bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau telah berupaya mengurangi konflik manusia dan gajah di Tesso Nilo melalui penerapan beberapa teknik salah satunya dikenal dengan nama ”Flying Squad”. Flying Squad merupakan salah satu teknik pengurangan (mitigasi) konflik manusia dan gajah dengan menggunakan gajah terlatih. Gajah terlatih digunakan untuk mengusir dan menggiring gajah-gajah liar yang ke luar dari habitatnya untuk kembali ke habitatnya.
(31)
Tim Flying Squad terdiri dari empat ekor gajah (dua jantan dan dua betina) beserta delapan orang pelatih (mahout). Bentuk kerja dari Tim Flying Squad yaitu patroli dengan gajah, patroli dengan kendaraan dan pengusiran gajah liar. Tim Flying Squad menggunakan alat bantu penghasil bunyi seperti meriam yang terbuat dari pipa paralon untuk membantu saat melakukan pengusiran atau penggiringan gajah.
Tujuan pengoperasian Tim Flying Squad, yaitu :
1) Mengurangi gangguan gajah di masyarakat melalui pengusiran gajah agar kembali ke habitatnya dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat cara-cara pengurangan gangguan gajah.
2) Membantu pengelolaan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo melalui monitoring batas kawasan dari kegiatan pembalakan liar.
3) Mendayagunakan gajah tangkap yang dipelihara oleh pemerintah menjadi gajah Flying Squad.
4) Upaya persuasif kepada masyarakat agar memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk melindungi kawasan pertanian mereka secara swadaya.
2.3. Penilaian Ekonomi 2.3.1. Konsep Nilai
Nilai merupakan persepsi terhadap suatu objek (barang atau jasa) pada tempat dan waktu tertentu. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang diinginkannya.
Davis (1989) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara penilaiannya, yaitu : 1) Nilai pasar (market value), yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar.
2) Nilai kegunaan (value in use), yaitu nilai bagi individu tertentu (induce value).
3) Nilai sosial (social value), yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum ataupun perwakilan masyarakat.
(32)
2.3.2. Penilaian Ekonomi Kerugian Bencana
Penilaian (valuasi) yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Pendekatan dalam menilai kerugian bencana, yaitu :
1) Pendekatan pasar , yaitu dengan menggunakan pendekatan nilai pasar (based market methode).
2) Pendekatan non-pasar, yaitu menilai kerugian jiwa atau yang tidak memiliki pasar (market is non-existence).
Klasifikasi kerugian bencana, yaitu :
1) Kerugian langsung, yaitu kerusakan fisik langsung akibat bencana.
2) Kerugian tidak langsung, yaitu konsekuensi dampak fisik dari suatu bencana.
Tabel 4 Penilaian kerugian bencana
Pengukuran Kerugian Langsung Kerugian Tidak Langsung
1)Pasar (market) a. Kerusakan struktur bangunan dan isinya b. Kerusakan kendaraan c. Kerusakan bangunan
publik dan isinya d. Kerusakan infrastruktur e. Kehilangan tanaman dan
pepohonan f. Biaya penanganan
a. Kehilangan nilai tambah karena tidak berjalannya
industri, perdagangan eceran, distribusi dan jasa
b. Peningkatan biaya dalam mempertahankan produksi
c. Peningkatan biaya dalam penyelenggaraan alternatif layanan publik d. Peningkatan biaya
perjalanan dan transportasi
e. Tambahan biaya terkait dengan layanan kedaruratan selama terjadi bencana 2) Bukan pasar (non-market) a. Kematian dan kecelakaan
b. Kehilangan barang-barang bersejarah
c. Kerusakan situs-situs budaya dan peninggalan sejarah
d. Kerusakan ekologis e. Kehilangan plasma nutfah
a. Gangguan kehidupan selama evakuasi b. Sakit dan kematian yang
diakibatkan stress c. Trauma
d. Hilangnya komunitas e. Non-use values dari
kehilangan situs bersejarah dan
lingkungan Sumber : Syaukat (2008)
Sumberdaya yang hilang atau rusak akibat bencana dapat dinilai secara ekonomi melalui teknik :
(33)
1) Analisis Biaya - Manfaat (Benefit - Cost Analysis)
Teknik ini menilai sumberdaya dengan membandingkan antara manfaat dan biaya yang terkait dengan suatu proyek/program terkait dengan intervensi sosial dalam upaya menghindari “market failure”.
2) Teknik Berdasarkan Pasar (Market Based Technique)
Manfaat yang dihasilkan oleh sumberdaya harus dapat dibeli dan dijual
di pasar.
3) Teknik Pilihan Terungkap (Revealed Preference Techniques) a. Teknik pengeluaran preventif (Preventive expenditure technique)
Nilai sumberdaya dihitung dari apa yang disiapkan oleh orang atau sekelompok orang untuk pencegahan (preventif) yang menyebabkan
kerusakan sumberdaya.
b. Avertive behaviour technique (AB)
Penghitungan nilai eksternalitas dilakukan dengan menghitung berapa biaya yang disiapkan seseorang untuk menghindari dampak negatif dari kerusakan sumberdaya. Misalnya pindah ke daerah yang kualitas lingkungannya lebih baik sehingga akan ada biaya pindah. Jika kepindahan menyangkut tempat kerja maka biaya transportasi ke tempat kerja yang baru juga merupakan biaya ekternalitas.
c. Teknik biaya pengganti (Replacement cost technique)
Teknik ini mengestimasi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengganti kerugian hilangnya sumberdaya dengan substitusi yang lain. d. Teknik fungsi produksi (Production function technique)
Sumber daya yang terkena dampak dari perubahan lingkungan merupakan input pada produksi yang memanfaatkan lingkungan tersebut. Misalnya pencemaran tanah, maka nilai panen komoditas pertanian dapat digunakan sebagai estimasi nilai sumberdaya.
e. Teknik harga hedonik (Hedonic pricing technique)
Pada teknik ini hubungan antara harga pasar dari barang atau jasa dengan faktor-faktor terkait sumberdaya digunakan untuk mengestimasi nilai perubahan sumberdaya.
(34)
f. Metode biaya pengobatan (Cost of illness)
Metode ini digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas akibat perubahan yang menyebabkan orang menderita sakit. Total biaya dihitung baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan mengukur biaya yang harus disediakan untuk perlakuan penderita lain, seperti perawatan di rumah sakit, perawatan selama penyembuhan, pelayanan kesehatan yang lain dan obat-obatan. Secara
tidak langsung yaitu mengukur nilai kehilangan produktivitas akibat seseorang menderita sakit, melalui penggandaan upah oleh kehilangan waktu karena tidak bekerja. Taksiran biaya tidak termasuk rasa sakit yang diderita dan biaya penderitaannya sendiri.
Syaukat (2008) menjelaskan empat prinsip penghitungan dalam penilaian kerugian bencana. Keempat prinsip tersebut adalah :
1) Kerugian dihitung dari semua komponen masyarakat (all members of the society) bukan kerugian individual perusahaan atau rumah tangga.
2) Nilai sebenarnya (true value) bagi masyarakat digambarkan dengan menggunakan harga pasar (market prices).
3) Wilayah yang dinilai kerugian ekonominya memiliki batas-batas yang jelas.
4) Kerugian dihitung menggunakan pendekatan dengan dan tanpa bencana bukan sebelum dan sesudah bencana.
(35)
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian mengenai nilai ekonomi konflik manusia dan gajah dilaksanakan selama 2 bulan mulai dari bulan Juli hingga Agustus 2009. Pengambilan data lapangan dilaksanakan di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan , Provinsi Riau.
Sumber : WWF Indonesia-Program Riau
Gambar 2 Lokasi penelitian Desa Lubuk Kembang Bunga. 3.2. Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu peta penyebaran dan pergerakan gajah di Taman Nasional Tesso Nilo, panduan wawancara, alat tulis
(36)
menulis, GPS, kamera, kalkulator dan program excel. Objek penelitian yaitu masyarakat, gajah , Tim Flying Squad dan lahan pertanian terganggu.
3.3. Jenis Data
Data yang dikumpulkan meliputi data kondisi umum Taman Nasional Tesso Nilo, Desa Lubuk Kembang Bunga, Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo serta konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga . Tabel 5 Jenis data penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di
Desa Lubuk Kembang Bunga
No. Jenis Data Metode
Pengumpulan Data
Informasi yang Dikumpulkan A. Kondisi umum Taman Nasional Tesso Nilo
1. Sejarah kawasan Studi pustaka a. Sejarah penetapan Taman Nasional Tesso Nilo
2. Kondisi fisik Studi pustaka a. Letak (administratif dan geografis) dan luas kawasan
b. Batas kawasan c. Aksesibilitas
d. Topografi (kelerengan) e. Tanah
f. Iklim g. Hidrologi
3. Kondisi biologi Studi pustaka a. Jenis flora dan fauna 4. Kondisi sosial
ekonomi sekitar kawasan
Studi pustaka a. Aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan
b. Penggunaan lahan di dalam kawasan
B. Kondisi umum Desa Lubuk Kembang Bunga
1. Kondisi fisik Studi pustaka a. Letak (administratif dan geografis) dan luas wilayah
b. Batas wilayah c. Topografi d. Iklim 2. Kondisi sosial
ekonomi masyarakat
Studi pustaka a. Jumlah penduduk b. Tingkat pendidikan c. Mata pencaharian d. Tata guna lahan e. Pola usahatani
C. Gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo
1. Gajah sumatera Studi pustaka dan wawancara
a. Tinjauan umum mengenai Gajah sumatera (klasifikasi, status konservasi, distribusi, populasi, habitat dan perilaku)
b. Kondisi habitat
c. Penyebaran dan pergerakan di TNTN
D. Konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga
1. Konflik manusia dan gajah
Studi pustaka, wawancara dan pengamatan lapang
a. Kedatangan gajah liar di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008 (waktu, lokasi dan karakteritik kelompok gajah (jumlah, struktur umur dan sex ratio))
(37)
Tabel 5 (Lanjutan)
No. Jenis Data Metode
Pengumpulan Data
Informasi yang Dikumpulkan
c. Kerusakan akibat konflik pada
manusia Tahun 2007 - 2008 (tanaman, bangunan dan fisik tubuh (korban jiwa/kecelakaan))
d. Upaya pencegahan (penjagaan, pengontrolan, patroli dan pembuatan penghalang)
e. Upaya penanggulangan (pengusiran, penggiringan dan penangkapan) f. Nilai ekonomi konflik manusia dan
gajah (pendapatan yang hilang , biaya berobat, biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi pertanian, biaya pengendalian konflik (pencegahan dan penanggulangan))
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, wawancara dan pengamatan lapangan. Berikut dijelaskan mengenai metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian.
1) Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan langkah awal untuk mengetahui kondisi umum Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dan Desa Lubuk Kembang Bunga serta tinjauan umum mengenai Gajah sumatera di TNTN. Studi pustaka juga digunakan untuk mengumpulkan data mengenai masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga yang terkena konflik Tahun 2007 - 2008 (sumber : WWF Indonesia-Program Riau). Studi pustaka diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku laporan dari pihak pengelola (Taman Nasional Tesso Nilo) dan institusi terkait (WWF Indonesia-Program Riau), majalah, brosur dan dokumen terkait dengan judul penelitian.
2) Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara (Lampiran 1). Responden yang diwawancarai adalah masyarakat berkonflik Tahun 2007 - 2008 (14 KK) dan Tim Flying Squad.
3) Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan dilakukan untuk pencocokan (verifikasi) jumlah kerusakan pertanian dan klasifikasi kerusakan bagunan. Pengamatan lapangan
(38)
n VKMG
=
∑
Ka a=1terutama dilakukan untuk menganalisis konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga.
3.5. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif.
1) Analisis Deskriftif
Analisis secara deskriftif digunakan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga (LKB), mengidentifikasi kelompok gajah yang memasuki LKB serta mengidentifikasi jenis dan jumlah kerusakan pada manusia akibat konflik manusia dan gajah. Unsur-unsur lain yang dianalisis secara deskriftif, yaitu kondisi habitat gajah, populasi gajah, penyebaran dan pergerakan gajah, pintu masuk gajah, lokasi kedatagan gajah dan upaya pengendalian konflik.
2) Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung nilai ekonomi konflik manusia dan gajah. Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah dihitung dengan menggunakan pendekatan pendapatan yang hilang (cost of time), biaya berobat (cost of illness), biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi pertanian dan biaya pengendalian konflik (pencegahan dan penanggulangan).
Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah yaitu nilai kerugian langsung (kerusakan fisik tubuh, kerusakan bangunan, kerusakan pertanian dan biaya penanggulangan) dan tidak langsung (pendapatan yang hilang, biaya mengungsi dan biaya pencegahan) pada manusia akibat konflik manusia dan gajah dalam satuan rupiah.
Keterangan :
Vkmg : nilai konflik manusia dan gajah (Rp)
K : nilai kerugian konflik manusia dan gajah (Rp) a : komponen kerugian konflik manusia dan gajah ke a
(39)
n
Vph
=
∑
(Jhtk x Ph)i i=1n
Vkft =
∑
(Jhb x Bb)i i=1Komponen kerugian konflik manusia dan gajah, yaitu : 1) Pendapatan yang hilang
Hilangnya pendapatan masyarakat karena konflik manusia dan gajah dihitung berdasarkan Cost of Time. Cost of Time adalah kerugian yang ditanggung oleh seseorang karena hilangnya waktu untuk bekerja. Kerugian masyarakat tidak masuk kerja pada saat terjadi konflik atau pasca terjadinya konflik dihitung berdasarkan tingkat pendapatan perhari.
Keterangan :
Vph : nilai pendapatan yang hilang (Rp) Jhtk : jumlah hari tidak kerja
Ph : pendapatan per hari (Rp) i : responden ke i
2) Kerusakan fisik tubuh
Kerusakan fisik tubuh akibat konflik dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk berobat.
Keterangan :
Vkft : nilai kerusakan fisik tubuh (Rp) Jhb : jumlah hari berobat
Bb : biaya berobat (Rp) i : responden ke i 3) Kerusakan bangunan
Kerusakan bangunan diklasifikasikan berdasarkan kriteria kerusakan,
yaitu :
a. Rusak berat :
(40)
n
Vb
=
∑
(Bpb)i i=1n
Vm =
∑
(Jhmx B
m)i i=1Tidak bisa berdiri tegak/roboh. b. Rusak sedang :
Kehilangan 35 % - 60 % bagian bangunan. c. Rusak ringan :
Kehilangan < 35 % bagian bangunan.
Kerusakan bangunan akibat konflik dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki bangunan.
Keterangan :
Vb : nilai kerusakan bangunan (Rp) Bpb : biaya perbaikan (Rp)
i : responden ke i 4) Biaya Mengungsi
Biaya mengungsi dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan selama mengungsi.
Keterangan :
Vm : nilai biaya mengungsi (Rp)
Jhm : jumlah hari mengungsi
Bm : biaya mengungsi (Rp)
i : responden
5) Kerusakan pertanian
Kerusakan komoditas perkebunan (kelapa sawit dan karet ) dihitung berdasarkan nilai hasil produksi yang hilang ditambah biaya produksi yang dikeluarkan sampai umur tanaman terjadi kerusakan. Nilai ekonomi kerusakan komoditas tanaman pangan dan buah-buahan dihitung berdasarkan nilai hasil produksi yang hilang.
(41)
n
Vpt =
∑
{(LkTQ) + (LkC)} i=1
n Vc =
∑
(B
c)ii=1
Komponen biaya produksi perkebunan, yaitu :
a. Biaya pengolahan tanah, yaitu biaya dalam mengupayakan terbentuknya lahan siap tanam (imas, tumbang, pembakaran/spraying/cincang perun dan pembersihan jalur).
b. Biaya pengadaan bibit.
c. Biaya penanaman (pancang, lubang dan tanam).
d. Biaya pemeliharaan (pemupukan dan penyemprotan) sampai umur
tanaman rusak.
Penghitungan nilai ekonomi kerusakan tanaman perkebunan menggunakan persamaan :
Keterangan :
Vpt : nilai kerusakan pertanian (Rp) Lk : luas kerusakan (ha)
Lk = jarak tanam x jumlah tanaman rusak
luas lahan
T : hasil panen perhektar (kg) Q : harga jual (Rp/kg)
C : biaya tanaman per ha (Rp) 6) Biaya Pencegahan
Biaya pencegahan dihitung berdasarkan jumlah uang untuk mencegah masuknya gajah ke lahan pertanian dan pemukiman. Komponen biaya pencegahan yaitu biaya alat , biaya transportasi dan biaya tenaga kerja.
Keterangan :
Vc : nilai upaya pencegahan (Rp) Bc : biaya pencegahan (Rp) i : responden ke i
(42)
n
Vp =
∑
(B
p)ii=1 7) Biaya Penanggulangan
Biaya penanggulangan dihitung berdasarkan jumlah uang untuk melakukan pengusiran. Komponen biaya penanggulangan yaitu biaya alat, biaya trasportasi dan biaya tenaga kerja.
Keterangan :
Vp : nilai upaya penanggulangan (Rp) Bp : biaya penanggulangan (Rp) i : responden ke i
(43)
Gambar 3 Sistematika penelitian nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga.
JENIS DATA Kondisi Umum TN. Tesso Nilo : - Sejarah kawasan
- Kondisi fisik
- Kondisi biologi
- Kondisi sosial dan ekonomi sekitar kawasan
Kondisi Umum Desa Lubuk Kembang Bunga :
- Kondisi fisik
- Kondisi sosial dan ekonomi
- Pola penggunaan lahan
- Pola usahatani
Kondisi Umum Gajah Sumatera di TN. Tesso Nilo :
- Kondisi habitat
- Populasi
- Penyebaran
- Pergerakan
Konflik Manusia dan Gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga : - Lokasi dan waktu gangguan
- Jenis dan jumlah kerusakan
- Tingkat gangguan gajah
- Upaya pengendalian
PENGUMPULAN DATA :
- Studi pustaka
- Wawancara terstruktur - Pengamatan lapangan
ANALISIS DATA :
Analisis Kuantitatif dan Analisis Deskriftif
(1)
Pendapatan yang hilang
(Cost of Time) (2) Biaya berobat (Cost of Illnnes) (3) Biaya perbaikan bangunan (4) Biaya mengungsi (5) Biaya produksi pertanian (6) Biaya pencegahan dan penanggulangan
NILAI EKONOMI KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH (Elephas maximus sumatranus
Temminck, 1847) DI DESA LUBUK KEMBANG BUNGA, KECAMATAN UKUI, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU
(44)
4.1. Taman Nasional Tesso Nilo 4.1.1. Sejarah Kawasan
Hutan Tesso Nilo ditetapkan sebagai taman nasional Tanggal 19 Juli 2004 melalui Surat Keputusan No. 255/Menhut-II/2004. Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) sebelumnya merupakan areal HPH PT. Inhutani IV (eks HPH PT. Dwi Marta) yang telah dicabut ijinnya oleh Menteri Kehutanan sebagai persiapan penunjukan Kawasan Konservasi Tesso Nilo.
Gambar 4 Kronologis penunjukan Taman Nasional Tesso Nilo. 4.1.2. Letak dan Luas
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berada di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu. Luas kawasan TNTN yaitu 38.576 hektar. TNTN terletak pada 0°08'8,6" LU - 0°21'15,2" LS dan 101°03'20,7" BT -
101°51'43,6" BT. Batas kawasan TNTN, yaitu :
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 255/Menhut-II/2004 Tanggal 19 Juli 2004 memutuskan sebagian kawasan di HPT Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas ± 38.576 ha
menjadi Taman Nasional Tesso Nilo.
Gubernur Riau melalui Surat No.522.2/EK/1006 Tanggal 30 April 2001 dan Surat No.522.51/EK/1678 Tanggal 31 Juli 2002 mengusulkan HP Tesso Nilo seluas 188.000 ha yang terletak di Kabupaten Kampar, Pelalawan, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi sebagai kawasan konservasi gajah.
Keputusan Menteri Kehutanan No. 10258/Kpts-II/2002 Tanggal 13 Desember 2002 Jo. No. 282/Kpts-II/2003 Tanggal 25 Agustus 2003 mencabut ijin HPH PT. Inhutani IV (eks HPH Dwi Marta) di Kawasan HPT Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas 38.576 ha sebagai persiapan penunjukan kawasan konservasi Tesso Nilo.
(45)
1) Bagian timur berbatasan dengan Dusun Bagan Limau dan PT. Inti
Indosawit Subur.
2) Bagian barat berbatasan dengan PT. Nanjak Makmur.
3) Bagian utara berbatasan dengan PT. RAPP, Desa. Lubuk Kembang
Bunga dan Desa Air Hitam.
4) Bagian selatan berbatasan dengan PT. Putri Lindung Bulan, PT. Rimba
Lazuardi dan PT. Peranap Indah (Gambar 5).
Sumber : WWF Indonesia-Program Riau
Gambar 5 Batas kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. 4.1.3. Aksesibilitas
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Aksesibilitas untuk menuju kawasan TNTN, yaitu :
1) Jalan Raya Lintas Timur Sumatera – Ukui – Air Hitam – Lubuk
Kembang Bunga, ± 25,5 km.
2) Jalan Raya Lintas Timur Sumatera – Ukui – Bagan Limau, ± 15,9 km.
3) Jalan Raya Taluk Kuantan – Air Molek – Baserah – Simpang Inuman,
± 19 km.
4. Jalan Raya Taluk Kuantan – Air Molek – Simpang Lala – Pontian
Mekar, ± 21,5 km.
5. Jalan Raya Taluk Kuantan – Air Molek – Simpang Kelayang, ± 23 km.
6. Jalan Raya Taluk Kuantan – Air Molek – Simpang Selanjut, ± 29,6 km.
(46)
4.1.4. Kondisi Fisik dan Biologi
Taman Nasional Tesso Nilo merupakan hutan hujan dataran rendah yang memiliki keanekaragama hayati yang tinggi dan menjadi habitat dari berbagai jenis satwaliar (Tabel 6).
Tabel 6 Kondisi fisik dan biologi Taman Nasional Tesso Nilo
No. Jenis Deskripsi
A. Kondisi fisik
1. Tofografi Kawasan TNTN bertofografi datar sampai berbukit dengan
ketinggian dari permukaan laut 50 - 175 mdpl. Kawasan yang masih ditumbuhi hutan alam dengan diameter pohon diatas 30 cm berada di area dengan kemiringan > 45 %. Hutan produksi terbatas umumnya berada di area dengan kemiringan 25 % - 45 %. Kebun kelapa sawit, ladang dan pemukiman penduduk berada di area dengan kemiringan 15 % - 25 %.
2. Tanah Jenis tanah yang mendominasi kawasan TNTN adalah
Tropohemist (Haplohemist) dan Paleudults.
3. Iklim Iklim dataran bagian timur Sumatera Tengah umumnya sangat
lembab. Curah hujan tahunan yaitu 2.000 - 3.000 mm dengan rata-rata curah hujan tahunan yaitu 2.395,39 mm/tahun. Jumlah hari hujan terbanyak yaitu bulan Juni dengan rata-rata 21 hari.
4. Hidrologi Kawasan TNTN dan daerah di sekitarnya merupakan area
tangkapan air bagi beberapa sungai, yaitu Sungai Tesso (di bagian barat), Sungai Segati (di bagian utara) dan Sungai Nilo (di bagian timur). Sungai-sungai tersebut merupakan Sub DAS dari DAS Kampar tepatnya di antara DAS Tesso dan DAS Nilo di Provinsi Riau, kecuali Sungai Sangkalalo yang mengalir ke Sungai Kuantan.
5. Ekosistem Hutan Tesso Nilo merupakan hutan hujan tropika dataran rendah
(low land tropical forest) dengan vegetasi berupa hutan sekunder dataran rendah yang dikelilingi oleh kawasan budidaya, di antaranya Hutan Tanaman Industri (Acacia mangium dan Acacia macrocarpa), perkebunan kelapa sawit, kebun karet serta pemukiman penduduk.
B. Kondisi Biologi
1. Flora Potensi Flora di TNTN diperkirakan 360 jenis tumbuhan
vascular/pohon yang tergolong kedalam 165 marga dan 57 suku (dalam satu hektar). Jenis tumbuhan yang dilindungi di antaranya
Kayu batu (Irvingia malayanga), Kempas (Koompasia
malaccensis), Jelutung (Dyera polyphylla), Kulim (Scorodocarpus borneensis), Tembesu (Fragraea fragrans), Gaharu (Aqualaria malaccensis) dan Ramin (Gonystylus bancanus).
2. Fauna Terdapat 107 jenis burung, di antaranya Beo sumatra (Gracula
religiosa), Kipas (Rhipidura albicollis), Sempidan merah (Lophura erythropthalma), Sempidan biru (Lophura ignita), Julang jambul hitam (Aceros corrugatus) dan Empuloh paruh kait (Setornis criniger); 23 jenis mamalia yang di antaranya terdapat
jenis dilindungi seperti Gajah sumatera (Elephas maximus
sumatranus), Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Tapir (Tapirus indicus), Beruang madu (Helarctos malayanus) dan Trenggiling (Manis javanica); 3 jenis primata, di antaranya Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Hylobates syndactylus) yang merupakan jenis primata dilindungi; 50 jenis ikan dan 33 jenis herpetofauna (15 jenis reptil dan 18 jenis amfibi).
(47)
4.1.5. Kondisi Sosial dan Ekonomi
Kecamatan yang termasuk dalam kawasan TNTN yaitu Kecamatan Pasir Penyu dan Ukui. Desa yang terdekat dan berbatasan langsung dengan TNTN yaitu Pontian Mekar (Kec. Pasir Penyu) serta Air Hitam, Lubuk Kembang Bunga dan Dusun Bagan Limau (Kec. Ukui). Masyarakat di sekitar TNTN umumnya berasal dari Suku Melayu, Minangkabau, Jawa, Sunda dan Tapanuli.
Masyarakat sekitar kawasan sangat bergantung pada TNTN. Keterbatasan lapangan kerja menyebabkan masyarakat sekitar TNTN bekerja sebagai penebang kayu di hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, usaha pertanian tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup karena serangan gajah dan hama lain seperti tikus, babi hutan dan monyet. Ketika Hutan Tesso Nilo diusahakan oleh HPH PT. Dwi Marta pada Tahun 1970, perekonomian di sekitar Hutan Tesso Nilo didominasi oleh kegiatan penebangan hutan. Kemudian Tahun 1990 kebijakan pengusahaan HPH berubah menjadi pengusahaan HPHTI dan Hutan Tesso Nilo dikelola oleh PT. Inhutani IV. Ketika pemeritah mencabut HPHTI PT. Inhutani IV dan menetapkannya sebagai Taman Nasional Tesso Nilo,
penebangan hutan masih terjadi yang dikenal dengan nama illegal logging.
Ramadhan (2005) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas masyarakat yang berdampak negatif terhadap pengelolaan kawasan TNTN dan kelestarian gajah, yaitu :
1) Kondisi kawasan yang kurang ideal sehingga sulit dilakukan
perlindungan dan pengamanan kawasan.
2) Banyaknya akses jalan darat dan sungai ke dalam kawasan TNTN
mendorong dan mempermudah terjadinya penebangan dan perburuan liar.
3) Masyarakat pendatang meningkat yang menyebabkan terjadinya
perebutan kawasan hutan untuk dijadikan lahan pertanian.
4) Kurang jelasnya batas kawasan TNTN.
5) Tingkat kesadaran, kesejahteraan ekonomi dan pendidikan masyarakat
sekitar kawasan TNTN rendah.
Penggunaan lahan lain yang terdapat di TNTN, yaitu :
1) Bagian utara TNTN terdapat HTI tanaman akasia seluas 2.994,03 hektar
(48)
2) Bagian timur TNTN terdapat tanaman sawit seluas 3.073,62 hektar yang merupakan areal PT. Inti Indosawit Subur dan kebun milik masyarakat dengan sistem KKPA (Kredit Koperasi Primer Anggota) dengan luasan masing- masing yaitu 1.340,98 hektar dan 1.732,64 hektar. Selain itu,
terdapat tanaman karet seluas 376,66 hektar yang diusahakan oleh
masyarakat.
3) Kawasan TNTN yang masih tertutup vegetasi seluas 35.245,39 hektar, sisanya berupa lahan terbuka dan ladang huma (BKSDA Riau 2006a). 4.2. Lubuk Kembang Bunga
4.2.1. Kondisi Fisik
Lubuk Kembang Bunga (LKB) terletak di Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Luas wilayah LKB yaitu 24.293 hektar dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
1) Bagian timur berbatasan dengan Desa Air Hitam dan PT. Inti Indosawit
Subur.
2) Bagian barat berbatasan dengan Lubuk Bunut dan PT. RAPP.
3) Bagian utara berbatasan dengan PT. Musi Mas, PT. RAPP dan Sungai
Kundur
4) Bagian selatan berbatasan dengan PT. RAPP dan TNTN.
Lubuk Kembang Bunga merupaka daerah dataran rendah dengan ketinggian 2 - 40 mdpl. Rata-rata curah hujan Tahun 2007 yaitu 48,4 mm (bulan Juli) - 453,2 mm (bulan November). Rata-rata kelembaban udara Tahun 2007 yaitu 77,9 - 88,4 %. Suhu udara rata-rata pada siang hari yaitu 32,0°C - 352,°C dan malam hari 19,0°C - 22,8°C. Suhu udara maksimum yaitu 32,2°C (bulan April) dan suhu udara minimum 19,0°C (bulan November). (BPS Ukui 2007). 4.2.2. Kondisi Sosial dan Ekonomi
1) Kondisi Sosial
Masyarakat Lubuk Kembang Bunga (LKB) Tahun 2007 tercatat 2.730 jiwa terdiri dari 496 KK dan Tahun 2008 tercatat 3.185 jiwa terdiri dari 736 KK (BPS Ukui 2007 daan BPS 2008). Masyarakat LKB terdiri dari masyarakat asli (Suku Melayu) dan pendatang (Jawa, Sunda, Batak dan Melayu Medan). Mayoritas masyarakat LKB pemeluk Agama Islam, agama lain yang dianut adalah
(1)
Tabel 2 Rekapitulasi data konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2008 No. Titik koordinat/lokasi dan Pemliki
Lahan
Klasifikasi dan Jumlah Gajah Jenis Pertanian Nilai Kerusakan Jumlah Umur
Group / Single Jumlah (ekor)
Kelapa sawit
Karet Pisang Ubi kayu 1. S 00º10'50,2" dan E 102º00'12,7"
(Jalan Pemda) Saringun
Singel 40 4,5
thn
3.408.192 2. S 00º10'35,2" dan E
101º59'56,0"(Jalan Pemda) Manik
Singel 35 4
thn
1.528.037,438 3. S 00º10'34,8" dan E 101º58'52,0"
(Perbekalan) Manaf
Group 30 3
thn
453.000
4. S 00°06'38,2" dan E 101°59'39,1" (Kampung Baru) Imun
8 4
thn
152.240
5. S 00º11'57,04" dan E 102º00'35,0" (Perbekalan)
Singel 1 - - - -
6. S 00°10'12,7" dan E 101º58'58,4" (Perbekalan)
Singel 1 - - - -
7. S 00º11'25,8" dan E 101º58'37,0" (AM Tengah)
Singel - - - -
8. S 00º10'43,4" dan E 101º58'58,4" (Kampung Baru) Aa
Singel 26 1.5
thn
1.453.140 9. S 00º 09'44,5" dan E 102º 00'26,4"
(Kampung Baru) Aa
Singel 20 2
thn
1.373.760 10. S 00º 10'56,2" dan E 101º 58'14,8"
(Perbekalan)
Singel - - -
11. S 00º10'21,1" dan E 101º58'58,5" (Kampung Baru) Miun
- - 15 4
thn
1.387.620 12. S 00°11'02,5" dan E 101°59'20,2" Group
(campuram)
4 - - - -
(2)
Tabel 2 (Lanjutan)
No. Titik koordinat/lokasi dan Pemliki Lahan
Klasifikasi dan Jumlah Gajah Jenis Pertanian Nilai Kerusakan Jumlah Umur
Group / Single Jumlah (ekor)
Kelapa sawit
Karet Pisang Ubi kayu 13. S 00°10'41,8" dan E 101°58'42,0"
(Perbekalan)
Group (campuran)
4 - - - -
14. S 00°10'56,1" dan E 101°58'14, 9" (Perbekalan)
Singel 2 - - - - 15. S 00°10'50,3" dan E 101°58'29,2"
(Perbekalan) Aai
Singel 25 2,5
thn
1.608.750 16. S 00°10'50,2" dan E 101°58'29,2"
(Perbekalan) Aai
Singel 1 120 2,5
thn
7.722.000 17. S 00°10'40,6" dan 101°59'50,8"
(Pemda) Edi K
Singel 1 25 4,5
thn 2.780.820
18. S 00°10'35,6" dan E 101°59'53,9" (Pemda) Inum
Singel 1 6 2,5
thn
301.248
19. S 00°10'38,4 dan E 101°59' 49,5" (Pemda) Edi K
Singel 1 9 4,5
thn
1.001.095,2 20. S 00°12'10,3" dan E 101°58'06,8"
(AM)
Singel (Jantan) 1 - - - -
Jumlah 321 38 0 0 23.169.902,64
(3)
77
Tabel 3 Luas lahan pertanian terganggu dan luas kerusakannya Tahun 2007 No. Pemilik Lahan Lokasi Luas Lahan (ha) Luas Kerusakan (ha)
Kelapa Sawit
Karet Kelapa Sawit
Karet 1. Imun Kampung Baru 1 2 0,31 0,01 2. Bujang bungsu Jalam Pemda 3 0,04
3. Edi pemuda Jalan RAPP 4 0,02 Simpang Jengkol 3 0,11
4. Samiun Kampung Baru 6 3 0,02 0,01 5. Manaf Perbekalan 2 0,19 6. Hasan Perbekalan 2 0,5 0,72 0,1 7. Sidik Simpang Jengkol
(kelapa sawit dan Kampung Baru (karet)
2 1 0,03 0,20
8. Atan Jalan Pemda 2 0,72
Jumlah 23 8,5 1,97 0,51
Keterangan : Pembulatan dua angka di belakang koma
Tabel 4 Luas lahan pertanian terganggu dan luas kerusakannya Tahun 2008 No. Pemilik Lahan Lokasi Luas Lahan (ha) Luas Kerusakan (ha)
Kelapa Sawit
Karet Kelapa Sawit
Karet 1. Saringun Jalan Pemda 1 0,29 2. Manik Jalan Pemda 8 0,03
3. Manaf Perbekalan 2 0,03 4. Imun Kampung Baru 2 0,008 5. Aa Kampung Baru 8 0,02
0,02
6. Samiun Kampung Baru 6 0,02 7. Aay Perbekalan 4 0,04
0,21
8. Edi karso Jalam Pemda 3 0,06
0,02
9. Inum Jalan Pemda 3 0,01
Jumlah 33 4 0,72 0,038
Keterangan : Pembulatan dua angka di belakang koma Tabel 5 Jumlah kerusakan pondok jaga Tahun 2007
No. Pemilik Lahan Jumlah Kerusakan dan Nilai Kerusakan Pondok Jaga Nilai kerusakan (Rp)
1. Edi pemuda 1 100.000
1 900.000
2. Imun 1 250.000
3. Hasan 1 750.000
4. Sidik 1 150.000
Jumlah 5 2.150.000
(4)
78
Tabel 6 Jumlah kerusakan pondok jaga Tahun 2008
No. Pemilik Lahan Jumlah Kerusakan dan Nilai Kerusakan Pondok Jaga Nilai kerusakan (Rp)
1. Saringun 1 1.500.000
2. Manik 1 200.000
3. Edi karso 1 450.000
1 375.000
(5)
RINGKASAN
RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI. E34050095. Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Di bawah bimbingan NYOTO SANTOSO dan TUTUT SUNARMINTO
Pemanfaatan wilayah pergerakan gajah oleh manusia mengakibatkan persaingan ruang yang memicu terjadinya konflik manusia dan gajah seperti di Desa Lubuk Kembang Bunga yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Lahan pertanian dan pemukiman masyarakat menempati jalur pergerakan wilayah jelajah yang secara periodik dan tradisional dilalui oleh gajah dan tidak berubah meskipun terjadi perubahan bentuk kawasan. Konflik manusia dan gajah ini berdampak negatif, baik berupa penurunan populasi gajah di habitat alaminya maupun berupa kerugian materil, moril serta kerusakan fisik tubuh pada manusia.
Laju deforestasi di Hutan Tesso Nilo yang meningkat menyebabkan meningkatnya frekuensi terjadinya konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga. Kerugian masyarakat semakin meningkat sehingga meningkatkan reaksi masyarakat dalam menghadapi konflik. Kondisi yang demikian memerlukan penghitungan nilai ekonomi akibat konflik manusia dan gajah sebagai bagian pertimbangan untuk memperoleh upaya pemecahan konflik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat, mengidentifikasi kelompok gajah yang memasuki wilayah desa, mengidentifikasi jenis dan nilai kerusakan serta menghitung nilai ekonomi kerugian pada manusia akibat konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga.
Penelitian dilaksanakan bulan Juli - Agustus 2009 di Desa Lubuk Kembang Bunga, Kec. Ukui, Kab. Pelalawan, Prov. Riau. Objek penelitian adalah masyarakat, gajah, Tim Flying Squad dan lahan pertanian terganggu. Data dikumpulkan melalui studi pustaka, wawancara dan pengamatan lapangan. Metode penghitungan nilai ekonomi konflik manusia dan gajah menggunakan pendekatan pendapatan yang hilang (cost of time), biaya berobat (cost of illness), biaya perbaikan bangunan, biaya mengungsi, biaya produksi pertanian dan biaya pengendalian konflik.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan pola usahatani di Desa Lubuk Kembang Bunga yang mendorong terjadinya konflik manusia dan gajah. Konflik terjadi pada lahan pertanian masyarakat yang menempati jalur pergerakan wilayah jelajah gajah dan berdekatan dengan hutan (TNTN), pintu keluar gajah serta sungai yang digunakan gajah untuk memenuhi kebutuhannya. Lokasi lahan pertanian tersebut berada di Kampung Baru, Perbekalan, Simpang Jengkol, Jalan RAPP/Elang Mas dan Jalan Pemda. Kelompok gajah yang memasuki lahan pertanian masyarakat di Desa Lubuk Kembang Bunga merupakan kelompok gajah yang berada di bagian Selatan Hutan Tesso Nilo. Kelompok gajah ini terdiri atas gajah tunggal dan gajah grup.
Masuknya gajah ke lahan pertanian masyarakat menimbulkan kerusakan pada komoditas pertanian yaitu kelapa sawit, karet, pisang dan ubi kayu serta
(6)
kerusakan pondok kerja. Hasil penghitungan terhadap kerusakan tersebut diperoleh nilai sebesar Rp. 52.082.197,64. Upaya pengendalian konflik oleh masyarakat berupa penjagaan dan pengontrolan kebun, pembuatan penghalang dan pengusiran. Sementara itu, upaya yang dilakukan oleh Tim Flying Squad berupa patroli kawasan, pengusiran dan penggiringan gajah liar. Upaya pengendalian konflik hanya mampu mengurangi kerugian sebesar Rp.14.648.118,09. Nilai ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengendalikan konflik yaitu sebesar Rp.764.200.000. Penghitungan seluruh komponen kerugian masyarakat dan upaya yang dilakukan oleh Tim Flying Squad diperoleh nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga pada Tahun 2007 - 2008 sebesar Rp. 816.282.197,64.