23
minat kerjasama lembaga lain sebagai lembaga penyalur dan pengelola pinjaman. Pengembangan kelembagaan kelompok SPP, secara badan hukum dapat menjadi
Koperasi Simpan Pinjam. Gambar 1 berikut ini adalah alur kegiatan SPP sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Gambar 1. Alur kegiatan SPP
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kegiatan SPP
ALUR KEGIATAN SPP MAD Sosialisasi
Musdes Sosialisasi
Musyawarah Dusun
Pertemuan Penggalian Gagasan dan identifikasi
Kelompok SPP
Musyawarah Desa
Musyawarah Khusus Perempuan Seleksi Kelompok
Penetapan, Penulisan Usulan dan Paket
Usulan Desa
MAD Prioritas Usulan MAD
Penetapan Usulan Musdes
Informasi Hasil MAD
Penyempurnaan dokumen usulan
SPP yang akan didanai
MAD Perguliran
Verifikasi Usulan
RPD, Pencairan, Pelaksanaan,
dan LPD Kegiatan
Persiapan penyaluran
Musdes Pertanggungjawaban
SUPERVISI DAN MONITORING
PENGEMBALIAN SPP DAN PENGELOLAAN
DANA BERGULIR
24
Tujuan utama dari program kredit mikro adalah untuk mengurangi kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan peminjam. Hasil penelitian Seibel
dan Parhusip 1998, menyatakan bahwa dengan akses yang mudah RTM ke kelompok SPP bisa memfasilitasi orang miskin menabung untuk membangun
keuangan dan modal fisik mereka, apalagi jika tabungan mereka bisa diberikan jasabunga dengan tingkat suku bunga lebih tinggi dari tingkat suku bunga
tabungan di bank. Produk tabungan bisa dibedakan berdasarkan tingkat kematangan ekonomi, sesuai kondisi lapangan, ketersediaan insentif dan likuiditas
nasabah. Sasaran kegiatan kepada RTM memiliki alasan. Berdasarkan hasil penelitian
Khandker 2000, angka pengembalian pinjaman orang miskin lebih tinggi dibandingkan bukan orang miskin. Juga bahwa suatu fasilitas dalam kredit dan
simpanan yang disediakan bagi orang miskin telah membantu meningkatkan simpanan mereka baik simpanan wajib maupun simpanan sukarela dan
mengurangi pinjaman dari sumber pemberi pinjaman informal. Program pemberian kredit yang ditujukan kepada perempuan juga memiliki
alasan yang kuat. Penelitian FAO 2000, menunjukkan bahwa kredit mikro yang ditargetkan bagi perempuan memiliki banyak pengaruh, baik dari sisi ekonomi
maupun sosial. Efeknya antara lain: 1.
Efek ekonomi a.
Peningkatan pendapatan Bukti menunjukkan bahwa kredit mikro meningkatkan pendapatan peserta.
Seiring dengan peningkatan pendapatan, perubahan sekunder dalam komposisi, jumlah dan waktu konsumsi, tabungan dan kepemilikan aset juga terjadi.
Peminjam kadang menggunakan pinjaman kredit mikro untuk kebutuhan konsumsi langsung.
b. Diversifikasi pendapatan
Kesempatan untuk mendiversifikasi pendapatan yang penting, terutama untuk daerah perdesaan miskin, yang bergantung pada pertanian dan tunduk pada
fluktuasi cuaca dan siklus tanaman. Penghasilan bisa didiversifikasi dalam kegiatan pertanian tambahan seperti tanaman baru atau memperluas kegiatan
non- pertanian.
25
c. Efek konsumsi
Sebagian dari pinjaman kredit mikro yang digunakan secara langsung untuk meningkatkan konsumsi. Perilaku konsumsi bisa segera berubah, sedangkan
dampak lain mungkin muncul hanya dalam jangka panjang. Misalnya, pengurangan kerentanan melalui pembelian makanan meningkat dalam jangka
pendek dapat mengubah hasil ekonomi jangka panjang bagi penduduk miskin perdesaan. Mengingat tingkat pendapatan peminjam kredit mikro rendah,
kenaikan laba sering digunakan pada peningkatan makanan, tempat tinggal dan barang-barang dasar lainnya.
d. Efek tabungan
Baik melalui tabungan paksa, atau pengalihan dari peningkatan pendapatan, peminjam kredit mikro meningkatkan tabungan mereka. Hal ini memungkinkan
mereka untuk memperlancar konsumsi, berinvestasi dalam kegiatan produktif dan persiapan keadaan darurat. Penelitian menunjukkan bahwa pinjaman kredit mikro
yang digunakan sebagian besar untuk tujuan investasi misalnya 80 persen dari kredit BRAC di Bangladesh, seperti investasi di bidang perumahan dan aset-aset
produktif lainnya. e.
Efek produksi Kredit memberikan kesempatan untuk memulai atau memperluas kegiatan
baru non-pertanian, seperti agroprocessing, distribusi makanan, manufaktur skala
kecil, memperbaiki peralatan dan penyewaan, pariwisata, pertambangan dan sektor jasa. Hal ini juga dapat mengubah metode produksi dalam pertanian dengan
meningkatkan input produksi. Perubahan dalam produksi menimbulkan peluang-
peluang kerja baru dan beranekaragam bagi peminjam dan masyarakat. f.
Tingkat diskonto Kredit menyediakan cara untuk menggeser waktu konsumsi untuk
mengurangi kerentanan, sehingga mengubah tingkat diskonto yang peminjam alokasikan sebagai pendapatan masa depan. Semakin tinggi pendapatan
seseorang, semakin sedikit mereka sibuk dengan memenuhi kebutuhan konsumsi saat ini.
2. Efek Sosial
a. Pemberdayaan perempuan
26
Sebagai kelompok, LKM sangat fokus pada merekrut dan memperluas kredit untuk perempuan, terutama dibandingkan dengan penekanan pelepas uang
lainnya. LKM lebih memilih untuk menargetkan perempuan. Perempuan memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi dan terkenal sebagai resiko kredit yang
lebih baik, lebih mudah untuk disiplin dan lebih cenderung menggunakan pendapatan yang mereka kontrol. Mereka memiliki lebih banyak kapasitas
kewirausahaan yang belum terealisasi. b.
Tindakan kolektif LKM-LKM melepaskan agunan tradisional dan sebagai gantinya,
mengandalkan jaminan sosial peserta. Peserta mungkin diperlukan untuk meminjam dalam kelompok-kelompok, bertindak sebagai penjamin timbal balik
atau menerima pinjaman yang bergantung pada orang lain dalam kelompok membayar pinjaman mereka kembali.
Suatu kajian gender dalam Proyek PNPM Mandiri Tim KGPNPMM, 2010
menjelaskan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam perekonomian keluarga dan berbagai studi telah menunjukkan bahwa upaya meningkatkan
pendapatan perempuan memiliki dampak yang lebih besar pada kesejahteraan keluarga daripada meningkatkan pendapatan laki-laki. Dengan demikian terdapat
suatu pembenaran untuk menjadikan pemberdayaan ekonomi perempuan sebagai satu fokus dari PNPM. Namun demikian, mengingat temuan-temuan yang ada,
baik dari kajian ini maupun dari kajian lainnya, mengenai lemahnya dampak dari pemberian bantuan dan dukungan bagi kelompok simpan pinjam dalam program-
program pengembangan masyarakat, banyak yang masih perlu dilakukan untuk mengidentifikasi suatu desain yang efektif yang dapat meningkatkan efektivitas
kegiatan-kegiatan, termasuk membangun hubungan dengan sumber-sumber dukungan lain seperti departemen-departemen teknis dan kelompok-kelompok
masyarakat penyedia layanan pelatihan keahlian. Penelitian di Jawa Timur Suman, 2007 memperlihatkan bahwa ada
gender effect karena besarnya kontribusi pinjaman kelompok dalam kerangka SPP adalah
lebih besar dibanding dalam kerangka Usaha Ekonomi ProduktifUEP. Dengan memanfaatkan dana pinjaman PNPM-MPd, SPP yang beranggotakan para
perempuan lebih mampu dua kali lebih besar menghasilkan pendapatan
27
dibanding UEP yang beranggotakan para lelaki. Keberhasilan kaum perempuan ini disebabkan oleh
group coordination yang baik. Alasan mendasarnya yaitu: pertama, kaum perempuan mempunyai tanggung jawab domestik yang lebih besar
dibanding kaum laki-laki yang membuat mereka merasa mahal untuk berlama- lama meninggalkan rumahnya, apalagi meninggalkan desanya. Peran domestik ini
memungkinkan kaum perempuan perdesaan untuk secara intens berinteraksi dengan kelompoknya, sedemikian rupa sehingga fungsi
social coordination bisa lebih sering terjadi. Mereka akan sering bertemu dengan sesama perempuan, baik
saat belanja di pasar, pengajian, atau saat silaturahmi biasa sehingga akan timbul perasaan malu jika kreditnya tidak dibayar dan ini bisa menimbulkan tekanan
psikologis. Kedua, perempuan lebih tahu dan peka terhadap kebutuhan-kebutuhan domestiknya. Perasaan yang sensitif akan turun-temurun kepada anak cucunya
dan sifat itu akan terbawa saat mereka berada di kelompoknya. Kontrol sesama anggota kelompok akan terjadi saat pertemuan-pertemuan yang mereka adakan
sehingga bisa mengintimidasi perasaan dan mengakibatkan mereka harus berusaha membayar pinjamannya dengan lancar.
Selain alasan di atas, pembiayaan secara berkelompok sebagaimana yang sudah berjalan di SPP, pelayanan
non-finansial dari lembaga keuangan dalam hal ini UPK, dan insentif yang dinamis jika pengembalian pinjaman dari kelompok
lancar, akan ada pembagian 5 dari bunga yang diterima UPK kepada kelompok berkontribusi terhadap meningkatnya kinerja pengembalian pinjaman kredit mikro
Godquin, 2004. Contoh-contoh praktek yang baik dari pemberian bantuan dan dukungan
bagi kelompok simpan pinjam masihlah sedikit dan jarang terjadi, namun ada tiga hal yang patut dicatat Tim KGPNPMM, 2010:
1 Bahwa permintaan kaum perempuan untuk mendapatkan bantuan bagi
berbagai kegiatan ekonomi dan skema simpan pinjam mikro perlu didengar dan dipertimbangkan di dalam proses pengambilan keputusan.
2 Jika memungkinkan, hubungan dengan sumber-sumber dukungan lainnya
perlu dibangun seperti pelatihan dan pengembangan kapasitas, atau dengan lembaga koperasi, lembaga kredit, atau penyedia layanan lain yang ada.
28
3 Jika kredit pinjaman diberikan melalui proyek, maka sistem, prosedur, dan
modul pelatihan manajemen keuangan yang telah dikembangkan selama ini perlu ditingkatkan dan disesuaikan lebih lanjut.
Tim KGPNPMM 2010 melanjutkan, berdasarkan pengalaman dan hasil evaluasi terdahulu menemukan tiga masalah berikut:
1. kelompok-kelompok simpan pinjam jarang mengikutsertakan masyarakat
miskin termiskin kecuali apabila hal ini merupakan aturan proyek; 2.
tidak terbangun skala ekonomi melalui jejaringkolaborasi yang semakin baik antar kelompok; dan
3. hanya sedikit jenis usaha yang dibiayai dan sebagian besar masih terbangun
dari peran-peran tradisional perempuan memasak, menjahit, membuka warung, dan bukan dengan membuka berbagai kesempatan baru. Singkat
kata, program-program
pengembangan masyarakat,
dengan sedikit
pengecualian, masih belum efektif dalam upaya mengentaskan kemiskinan melalui pemberian kredit pinjaman.
Sebuah contoh mengenai dampak positif adanya SPP. Sejak 2001 Sigap, 2010, Kecamatan Talango berpartisipasi dalam PNPM Mandiri dengan dana
bantuan pemerintah senilai 750 juta rupiah. Dalam kurun waktu sembilan tahun, dana tersebut digulirkan untuk membantu permodalan masyarakat hingga pada
2010 dana tersebut berkembang menjadi 2 miliar rupiah. Terlaksananya PNPM Mandiri membuat terkikisnya rentenir yang menyusahkan rakyat kecil.
Haris 2010 menambahkan, berdasarkan analisa data hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa kegiatan SPP di Desa Pulo Dogom belum
efektif. Hal itu terlihat dari empat indikator dalam melihat efektivitas suatu kegiatan, yaitu terdiri dari: Pertama, anggota kelompok sulit untuk mendapatkan
pendanaan dan pengembalian angsuran pinjaman. Kedua, dilihat dari modal yang diterima masih kurang dan penghasilan hanya bertambah sedikit dikarenakan
anggota yang membuka usaha dengan modal sendiri yang jumlahnya lebih besar daripada modal yang diberikan oleh PNPM-MPd. Ketiga, dilihat dari jenis usaha
yang dilakukan sebelum dan setelah mengikuti kegiatan, usaha tidak ada yang berkembang lebih besar, melainkan hanya mempengaruhi penghasilan anggota
29
kelompok. Keempat, dilihat dari pelaksanaan kegiatan SPP sebagian besar anggota membutuhkan waktu di atas dua tahun untuk dapat menunjukkan hasil.
Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha KecilAsppuk 2010 dalam penelitian yang dibiayai
International Labor Organization menemukan bahwa: 1.
Program PNPM saat ini baru sebatas penyaluran modal usaha bagi kelompok perempuan yang memiliki atau ingin memulai usaha, sebagai strategi
pengentasan kemiskinan namun belum mengarahkan kegiatan perempuan kepada pengembangan bisnis yang menguntungkan. Atas dasar itu, maka
kondisi usaha responden belum layak secara ekonomi atau bisnis yang belum berorientasi pada keuntungan.
2. Kemampuan fasilitator PNPM-MPd dalam hal pembukuan baik dan
berdampak positif pada pengelolaan administrasi simpan pinjam kelompok yang terkelola dengan baik. Namun begitu, tuntutan lapang menjadikan tugas
fasilitator bukan hanya “pengaman” modal yang difasilitasi PNPM-MPd, tetapi berperan bagaimana penggunaan modal dalam pengembangan usaha
dilakukan. Umumnya fasilitator belum pernah mengikuti pelatihan pengembangan usaha kelompok. Pelatihan
Get A Head, merupakan satu- satunya peningkatan pengembangan usaha fasilitator yang fokus kepada
pengembangan usaha dan keadilan gender. 3.
Konteks relasi perempuan dengan pihak lain. Kondisi saat ini masih mencerminkan struktur masyarakat patriarkhis. Usaha yang dilakukan
perempuan dipahami sebagai kegiatan sampingan dari pekerjaan laki-laki. Situasi tersebut terlihat dalam pengambilan keputusan pengelolaan usaha dan
pembagian kerja usaha. Walaupun perempuan dan suami bekerja, perempuan masih mengerjakan tugas domestik. Akibatnya, perempuan menghadapi
permasalahan ketidakadilan gender dan problem usaha seperti permodalan,
pemasaran, manajemen produksi, akses bahan baku, dan sebagainya secara bersamaan.
4. Kapasitas fasilitator PNPM dalam memahami ketidakadilan gender dalam
usaha. Secara umum, mereka sudah bisa menguraikan problem gender yang dialami perempuan dalam kehidupan walaupun mereka masih memisahkan
antara persoalan perempuan dalam usaha dan relasi gender. Dengan kondisi
30
relasi gender kelompok SPP dan pemahaman fasilitator seperti itu, maka sulit terjadi perubahan dalam pengembangan usaha yang responsif gender dan
“memberdayakan” perempuan, bila tidak dilakukan langkah konkrit. Wuriati 2008 dalam penelitiannya mengenai kelembagaan UPK secara
nasional di antaranya menemukan bahwa: 1.
Aset mempunyai hubungan yang cukup kuat dengan tingkat efisiensi, untuk itu dalam mengelola kredit mikro UPK perlu membuat target-target
peningkatan aset. 2.
Posisi outstanding mempunyai hubungan yang kuat dengan tingkat efisiensi, untuk itu UPK harus menjaga agar dana pengembalian yang masuk seminimal
mungkin mengendap di kas atau bank tetapi harus secepat mungkin digulirkan kembali ke kelompok masyarakat yang membutuhkan dan layak mendapatkan
kredit sesuai dengan kriteria yang ditetapkan program. 3.
Modal mempunyai hubungan dengan tingkat efisiensi, namun tingkat hubungannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan modal yang besar
saja tidak cukup bagi UPK untuk dapat berlanjut atau efisien. Namun justru yang perlu diperhatikan adalah bagaimana UPK mengelola modal yang ada
sehingga berkembang menjadi aset yang besar dengan terus menggulirkan dananya ke masyarakat.
4. Umur UPK tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat
efisiensi, padahal diharapkan dengan semakin lama umur suatu lembaga maka pengalaman dan kemampuan dalam mengelola kredit akan semakin efisien
pula. Hal ini terjadi karena UPK tidak selalu mendapatkan pendampingan dan dana PNPM secara kontinyu, untuk itu agar program tetap memperhatikan dan
memantau UPK-UPK yang sudah tidak lagi mendapatkan alokasi dana PNPM. 5.
UPK adalah lembaga kredit mikro yang potensial untuk dikembangkan agar menjangkau lebih banyak masyarakat miskin sehingga dapat mandiri dan
berdaya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
31
III. .