21
d. Tidak  diskriminatif,  pendidik  sebaya  harus  berusaha  memberikan
perhatian dan kesempatan kepada semua teman, bukan hanya kepada satu atau dua peserta saja, atau dengan kata lain
“tidak pilih kasih”. 3.
Rasa percaya diri Pendidik sebaya harus memiliki rasa percaya  diri agar penyampaian materi
berjalan lancar. Percaya diri dapat tumbuh bila : a.
Materinya dapat dikuasai. b.
Teknik penyampaian informasi tidak monoton. c.
Dapat menguasai peserta. d.
Dapat berkomunikasi dengan baik dan jelas. e.
Mampu menghayati peran yang dijalankan. 4.
Komunikasi dua arah Komunikasi yang terjadi hendaknya bersifat dua arah, atau terjadi hubungan
timbal  balik.  Dialog  sangat  efektif  menghadapi  teman  yang  sifatnya tertutup,  cenderung  menolak  pandangan  lain  atau  perubahan.  Pendidik
sebaya  harus  bisa  mendengarkan  setiap  teman,  terbuka  dan  menghargai pandangan  dengan  menghindari  kesan  bahwa  pendidik  sebaya  hendak
memaksakan suatu informasi baru pada sasaran.
2.2.7 Prosedur Pelaksanaan Metode Peer Education
Prosedur  pelaksanaan  peer  education  menurut  Negara,  Pawelloi,  Jelantik  dan Arnawa,  2006,  dikembangkan  oleh  Aricipta  2009  dan  dikembangkan  oleh
peneliti, antara lain :
22
1. Pendidikan  kesehatan  dengan  metode  peer  education  dimulai  dengan
peneliti mengumpulkan remaja yang memenuhi kriteria inklusi 2.
Satu  kelompok  peer  education  terdiri  dari  8-12  orang  dengan  satu  orang fasilitator.  Menurut  Stanhope  dan  Lancaster  2010,  suatu  kelompok  yang
terdiri dari 8-12 orang merupakan jumlah yang bagus untuk kelompok yang memfokuskan  diri  pada  perubahan  kesehatan  individu.  Mengidentifikasi
siswa yang dijadikan fasilitator. Setiap kelas dipilih 1 siswa untuk dijadikan fasilitator.  Pemilihan  ini  berdasarkan  syarat-syarat  menjadi  fasilitator
dengan  berdiskusi  terlebih  dahulu  dengan  guru  BK  dan  pendapat  anggota kelompok  tersebut  karena  remaja  yang  lebih  banyak  dipilih  oleh  anggota
kelompok  merupakan  remaja  yang  dianggap  lebih  bisa  dan  mampu  untuk mempengaruhi dan memimpin teman-temannya.
3. Fasilitator  yang  telah  terpilih  kemudian  diberi  pelatihan  oleh  pembina
KSPAN berupa pemberian informasi baik secara lisan maupun tertulis yang telah mendapatkan pelatihan dan memiliki sertifikat.
4. Pelatihan  dilakukan  sebanyak  tiga  kali  pertemuan,  pelatihan  ini
dilaksanakan  selama  3  minggu  yaitu  1  minggu  1  kali  pertemuan,  dengan menggunakan  waktu  formal  tanpa  menggangu  jam  pelajaran.  Pertemuan
pertama  dilakukan  pre  test  terlebih  dahulu  terkait  pengetahuan,  sikap  dan psikomotor  fasilitator.  Kemudian  penyampaian  informasi  terkait  rokok,
upaya  mencegah  dan  menghindari  rokok,  pertemuan  kedua  dilakukan penyampaian  informasi  terkait  teknik  komunikasi  dan  evaluasi  dilakukan
latihan  role  play  agar  fasilitator  mampu  menyampaikan  informasi  kepada
23
kelompok  sebaya,  masing-masing  pertemuan  berlangsung  selama  45-60 menit.
5. Pada  pertemuan  yang  ketiga  diberikan  post  test  dan  role  play  sehingga
fasilitator dianggap mampu untuk menyampaikan informasi tersebut kepada kelompok sebaya.
6. Kegiatan  peer  education  dilaksanakan  sebanyak  tiga  kali  pertemuan,
kegiatan  ini  dilaksanakan  selama  3  minggu  yaitu  setiap  1  minggu  1  kali pertemuan.  Informasi  diteruskan  oleh  fasilitator  kepada  kelompok-
kelompok  kecil  yang  sudah  dibentuk  sebelumnya,  kemudian  dilaksanakan kegiatan  meliputi  pre  test  kepada  responden  pada  pertemuan  pertama
penyampaian  informasi  terkait  rokok,  upaya  mencegah  dan  menghindari rokok,  pertemuan  kedua  dilakukan  penyampaian  informasi  terkait  teknik
komunikasi dilanjutkan dengan sharing, diskusi kelompok dan tanya jawab kepada  responden.  Pertemuan  menggunakan  waktu  formal  selama  30-45
menit. 7.
Pertemuan  ketiga  dilakukan  sharing  pengalaman  dan  upaya  pencegahan merokok.  Kemudian  dilakukan  post  test  kepada  responden  terhadap
pengetahuan, sikap dan psikomotor tentang perilaku merokok.
2.3 Konsep Dasar Perilaku 2.3.1 Pengertian Perilaku