26
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Identifikasi Keragaman Genetik Coelogyne spp berdasarkan Penanda Morfologi
a. Pendahuluan
Family Orchidaceae, salah satu family tanaman bunga terbanyak, dengan keragaman spesies yang tinggi Wallace, 2003; Niknejad et al.,
2009. Karakterisasi tanaman merupakan kegiatan untuk menemukan deskripsi masing-masing spesies digunakan sebagai bahan untuk
menentukan hubungan kekerabatan antar spesies. Hubungan kekerabatan berbagai jenis tanaman merupakan sumber informasi awal untuk hibridisasi
untuk menghasilkan variasi. Xu et al. 2010 menyatakan bahwa semakin jauh hubungan genetik tanaman, semakin sulit untuk persilangan. Maka
dibutuhkan untuk proses penentuan kekerabatan berbagai macam jenis anggrek.
Penentuan kekerabatan dapat dilakukan fenotipe dengan pengamatan morfologis. Salah satu keberhasilan persilangan adalah hubungan erat
antara kekerabatan genetik tetua. Oleh karena itu, perlu untuk mengidentifikasi keragaman genetik dan menentukan kedekatan genetik
antara C. pandurata dengan spesies lain dalam genus Coelogyne digunakan sebagai tetua dengan menggunakan penanda morfologi.
b. Bahan dan Metode
Bahan tanaman koleksi dari Pusat Konservasi tumbuhan Kebun Raya LIPI Bogor beberapa spesies Coelogyne spp Tabel 3
commit to user
27
Tabel 3. Bahan tanaman berdasarkan asal dan ketinggian tempat No
Nama anggrek Asal
Ketinggian tempat m. dpl
1 Coelogyne pandurata
Kalimantan Timur 100
2 Coelogyne massangeana Sumatra Barat
1150-2100 3
Coelogyne mayeriana Jambi
100 4
Coelogyne asperata Kalimantan Barat
320 1000 5
Coelogyne celebensis Sulawesi Selatan
826 220 6
Coelogyne rumphii Sulawesi Selatan
100-2000
Metode penelitian: Penelitian dilakukan dengan cara pengamatan
morfologi secara langsung dan mendokumentasikan bagian-bagian dari 6 spesies anggrek Coelogyne. Karakterisasi dilakukan terhadap batang, daun,
bunga serta akar meliputi 45 karakter dengan menggunakan skoring
menurut Gravendeel dan Vogel 2000, terdapat pada lampiran 6.
Analisis data dilakukan menggunakan skoring data morfologi dari deskripsi menjadi data biner
.
Karakter morfologi dianalisis dengan menandai ada 1 atau tidak ada 0 untuk setiap karakter yang dihasilkan.
Untuk mengetahui besarnya keragaman maupun kemiripan antar individu menggunakan analisis klaster gerombol. Analysis klaster
dilakukan dengan program NTSYSpc versi 2.02i dengan metode UPGMA Unweighted Pair Group Method of Arithmatic Average fungsi SimQual
Rohlf, 1998.
c. Hasil dan Pembahasan
Identifikasi morfologi dari enam spesies Coelogyne yaitu C. pandurata, C. massangeana, C. mayeriana, C. asperata, C. celebensis dan
C. rumphii meliputi 45 karakter Gravendeel dan Vogel, 2000 seperti rimpang, umbi semu, tipe perbungaan, batang penumpu, tangkai majemuk,
daun pelindung, bakal buah, mahkota, kelopak, bibir, kepingan ketiga pada bibir bunga, epichile, leher tugu, benang sari, tangkai memanjang alat
kelamin jantan dan betina. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
28
Tabel 4. Matrik kemiripan berdasarkan penanda morfologi 1
2 3
4 5
6 1
1.00 2
0.93 1.00
3 0.93
0.91 1.00
4 0.95
0.93 0.93
1.00 5
0.78 0.75
0.80
0.73
1.00 6
0.80 0.78
0.82 0.75
0.98
1.00 Keterangan :
1= C. rumphii 2= C. pandurata
3= C. massangeana 4= C. mayeriana
5= C. asperata 6= C. celebensis
Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kemiripan antar anggrek Coelogyne berkisar antara 0.73-0.98. Nilai kemiripan sifat morfologi antar
spesies yang besar mencerminkan kemiripan atau dekatnya kekerabatan antara satu spesies dengan spesies lainnya. Nilai kemiripan 0.73 terdapat
antara C. mayeriana dengan C. asperata. Nilai kemiripan paling dekat adalah 0.98 terdapat antara C. asperata dan C. celebensis. Karena dalam
penelitian ini yang menjadi target untuk dilakukan peningkatan ragam genetik adalah C. pandurata maka akan dipilih sebagai tetua yang dimiliki
kedekatan genetik adalah C. pandurata. C. pandurata. menunjukkan koefisien kemiripan 0.93 dengan C. rumphii dan C. mayeriana.
Dari karakter yang diamati terdapat perbedaan sifat morfologi yaitu pada bunga C. pandurata warna hijau dengan lidah hitam bentuk petal
mahkota bulat telur, jumlah daun pada bulb dua sedang C. rumphii warna kuning lidah coklat bentuk petal lurus, jumlah daun pada bulb satu.
commit to user
29
Gambar 3. Dendrogram pengelompokan Coelogyne spp berdasarkan penanda morfologi
Gambar 3 menunjukkan bahwa klasifikasi dari enam spesies Coelogyne berdasarkan morfologi dengan koefisien kemiripan 0.93
menghasilkan tiga kelompok yaitu kelompok pertama terdiri atas C. rumphii, C. mayeriana, dan C. pandurata, kelompok kedua C.
massangeana, sedang kelompok ketiga terdiri atas C. asperata dan C. celebensis dengan perbedaan morfologi pada tangkai majemuk daun
pelindung bawah, daun pelindung selaput bunga, mahkota, leher tugu. C. mayeriana tidak termasuk anggrek langka, mekar bunga tidak serentak
serta jarang berbunga. Jika anggrek dalam kelompok yang sama dilakukan persilangan maka
kemungkinan persilangan akan berhasil Purwantoro et al. 2005. Dendrogram gambar 3 menunjukkan adanya kemiripan antara 78 - 98
atau keragaman genetik antar spesies berkisar 2 - 22. Hal ini sesuai pendapat dari Maiti et al., 2009 dan Khosravi et al., 2009 yang mengatakan
bahwa tanaman anggrek merupakan tanaman yang memiliki pola keragaman yang tinggi
C. celebensis dan C. rumphii, terdapat di Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Spesies ini semua
memiliki pseudobulb unifoliate kecuali C. celebensis dan C.asperata, yang perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
30
juga dapat memiliki beberapa pseudobulbs berdaun dua, persamaan lain didukung dengan sub kelompok C. celebensis dan C. rumphii, yang
keduanya memiliki daun pelindung bunga lonjong. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan dengan hasil deskripsi
yang dilakukan oleh Gravendeel dan Vogel, 2000 yaitu pada jumlah bunga pada setiap tangkai, batang penumpu pada bunga, daun pelindung bawah,
mekarnya bunga, kelopak, bakal buah, bibir, kepingan ketiga pada bibir bunga, leher tugu, benang sari dan tangkai yang menunjang alat kelamin
betina dan jantan. Perbedaan karakter dalam satu spesies anggrek dapat terjadi karena
respon anggrek terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Cahaya mempunyai pengaruh terhadap anggrek secara langsung dan tidak
langsung. Pengaruh secara langsung yatiu pada proses fotosintesis dan pengaruh tidak langsung yaitu terhadap pertumbuhan, perkecambahan dan
pembungaannya.
d. Kesimpulan
Hasil penentuan keragaman secara morfologi dari enam spesies anggrek dari genus Coelogyne spp yaitu Coelogyne pandurata, Coelogyne
massangeana, Coelogyne mayeriana, Coelogyne asperata, Coelogyne celebensis dan Coelogyne rumphii diperoleh karakter yang beragam antara
2 – 22. Dari enam spesies tersebut, Coelogyne rumphii dan Coelogyne
mayeriana merupakan spesies yang memiliki keragaman paling rendah atau memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan Coelogyne
pandurata, yakni secara morfologi memiliki kemiripan 93, sehingga berpeluang untuk dipilih menjadi tetua persilangan
commit to user
31
2. Identifikasi Keragaman Genetik Coelogyne spp berdasarkan Marka Molekuler RAPD Random Amplified Polymorphic DNA
a. Pendahuluan
Dalam rangka untuk meningkatkan keragaman suatu spesies melalui persilangan maka dibutuhkan proses penentuan kekerabatan berbagai jenis
anggrek. Penentuan kekerabatan dapat dilakukan secara genotipik adalah penentuan kekerabatan dengan memperhatikan susunan gen atau DNA
Jones et al., 1998. Hubungan kekerabatan berbagai jenis tanaman merupakan sumber informasi awal yang digunakan dalam program
hibridisasi untuk menghasilkan variasi. Xue et al. 2010, menyatakan bahwa semakin jauh spesies hubungan genetik tanaman, semakin sulit
untuk disilangkan. dengan memperhatikan susunan gen atau DNA Jones et al., 1998.
Analisis RAPD adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan hubungan kekerabatan antar spesies tanaman Arya et al.,
2011; Vural et al., 2009, Das et al., 2009, Verma et al., 2009. RAPD mendasarkan pada metode Polymerase Chain Reaction PCR yaitu reaksi
untuk memperbanyak fragmen DNA menggunakan primer oligonukleotida Khosravi et al., 2009. Dalam RAPD ini digunakan primer tunggal dengan
urutan nukleotida acak. Penggunaan primer pendek dengan 10 sekuen basa sekitar 10 mer memungkinkan dihasilkan potongan pita DNA Parab dan
Krishnan, 2008 dan Maiti et al., 2009. Riedy et al. 1992; Inthawong et al. 2006 dan Azzrai 2005 menyebutkan beberapa keuntungan RAPD
yaitu 1 biaya murah, 2 jumlah sampel DNA yang digunakan sedikit 3 mudah pelaksanaan, 4 primer yang digunakan mudah diperoleh .
Dalam penelitian ini dilakukan identifikasi keragaman genetik dan menentukan tetua yang mempunyai kedekatan genetik antara anggrek
hitam C. pandurata dengan spesies lain dalam genus Coelogyne spp
berdasarkan marka molekuler RAPD.
commit to user
32
b. Bahan dan Metode
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah beberapa spesies dari anggrek Genus Coelogyne spp koleksi dari Kebun Raya LIPI
Bogor Tabel 3. Bahan kimia yang diperlukan dalam analisis DNA total dengan metode RAPD-PCR adalah: CTAB, EDTA, Tris-HCL, PVPP,
aquades steril, mercaptoethanol, NaCl, pasir kuarsa, kloroform, isoamil, alkohol, etanole absolut, alkohol 70 , buffer PCR master mix yang berisi
campuran dNTP, polimerase Taq DNA, MgCl2, dan primer. Primer yang digunakan adalah 11 primer dari 15 primer yang diuji yaitu OPA 02, OPA
07, OPA 09, OPA 13, OPA 16, OPB 12, OPB 17, OPB 18, OPD 02, OPD 08 dan OPD 11.
Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a.
Mengambil sampel masing-masing spesies diambil 1 gram daun muda, dicuci bersih dengan alkohol. b. Sampel dihaluskan dengan mortar dan
ditambahkan sekitar 0,1 gram PVPP polivinil poli pirilidon digerus dalam Nitrogen cair sampai halus. c. Sampel dimasukkan kedalam tabung
ependorf volume 1,5 ml, ditambahkan 5 ml buffer ekstraksi 2 CTAB, 100 nM Tris HCl pH 8, NaCl 1,4 M, EDTA 20 nM dan ditambah
merkaptoetanol 1 sebanyak 5 µL.Campuran dikocok dengan vortex dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 65
o
C, d. DNA dalam supernatan dimurnikan dengan CIAA Chloroform Isoamyl alcohol 24:1, dicampur
dengan mengggunakan vortex, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4
o
C, e. Supernatan dipindahkan pada tabung baru dengan menggunakan pipet mikro dan ditambahkan 5 ml
isopropanol dingin, diinkubasi selama 15 jam pada suhu 20
o
C di dalam freezer. h. Sampel dikeluarkan dari freezer dan disentrifus selama 10 menit
dengan kecepatan 11.000 rpm, i. DNA dimurnikan dengan menambahkan alkohol 70 dan disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 8000 rpm,
j.Cairan dibuang, endapan DNA dikeringkan dengan cara membalikkan tabung eppendorf, k. Endapan DNA dilarutkan dalam 1 ml buffer TE,
commit to user
33
ditambahkan Natrium Asetat 3 M pada pH 5,2 sebanyak 1 10 volume alkohol absolut sebanyak 2,5 volume.
Uji Kualitas DNA Uji kualitas DNA hasil ekstraksi dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut: a. Melarutkan 0,36 g bubuk agarose dalam 30 ml larutan TAE Tris base,
Asam asetat glasial, EDTA dan dipanaskan dalam microwave selama dua menit. Larutan agarosa ditambah larutan etidium bromida sebanyak 1,5
dituang dalam cetakan elektroforesis dan dibiarkan sampai padat. b. Gel agarose dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang berisi buffer TAE,
sampai terendam. c. DNA lambda disiapkan sebagai pembanding, d. Masing-masing DNA sampel dicampur dengan loading dye sebagai
pemberat, e. DNA lambda dan DNA sampel yang telah dicampur dengan loading dye dimasukkan pada sumuran gel elektroforesis, kemudian
dielektroforesis selama 57 menit pada voltase 50 vol, f. Gel hasil eletroforesis direndam dalam larutan Etidium Bromida EtBr selama 30
menit, g. Hasil elektroforesis diamati di bawah UV transluminator kemudian difoto dengan kamera. h. Hasil foto dilihat dan dibandingkan
antara DNA sampel dengan DNA lambda, dengan ditandai ada atau tidaknya pita DNA.
Amplifikasi RAPD Lima belas primer RAPD dari Operon Technologies, USA diuji
dengan DNA dari tanaman yang dipilih. Sebelas primer yang menunjukkan hasil jelas dan dipilih untuk amplifikasi DNA PCR - RAPD. Sampel
DNA dicampur dengan PCR master mix yang berisi MgCl, taq polimerase, dNTP dan memasukkan ke dalam mesin PCR selama 45 siklus yang terdiri
dari beberapa tahap yaitu preheating 95
o
C selama 5 menit, denaturasi suhu 95
o
C selama 30 detik, annealing 36
o
C selama 30 detik, elongasi 72
o
C selama 1 menit dan elongasi akhir 72
o
C selama 5 menit. Visualisasi DNA hasil RAPD PCR menggunakan transluminnator UV dan dipotret dengan
kamera. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
34
Analisis Data Analisis data yang diperoleh hasil elektroforesis berupa penampilan
pola pita DNA dimulai dengan melakukan skor data. Untuk mengetahui besarnya keragaman maupun kemiripan antar individu menggunakan
analisis klaster gerombol. Analysis klaster dilakukan dengan program NTSYSpc versi 2.02i dengan metode UPGMA Unweighted Pair Group
Method of Arithmatic Average fungsi SimQual Rohlf, 1998.
c. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelas primer yang digunakan mampu menunjukkan DNA genomik anggrek dengan jumlah dan ukuran
pita DNA yang sangat beragam dengan pola polimorfisme. Pola pita DNA yang dihasilkan dari analisis dengan RAPD mempunyai ukuran fragmen
berkisar antara 200 bp sampai 3500 bp Tabel 5. Sebelas primer digunakan untuk menguji kemiripan dan hubungan kekerabatan antara enam spesies
Coelogyne, yaitu C. pandurata, C. massangeana, C. mayeriana, C. asperata, C. celebensis, C. rumphii.
Gambar 4. Hasil amplifikasi RAPD dari enam spesies Coelogyne dari primer OPA 7, OPB 12 dan OPB 17. 1. C.pandurata, 2. C.
massangeana, 3. C. mayeriana, 4. C. asperata,5. C.celebensis, 6.C. rumphi
commit to user
35
Dari 11 primer RAPD yang digunakan pola pita DNA yang dihasilkan mempunyai ukuran fragmen berkisar antara 200 bp sampai 3500
bp Tabel 2 Hasil amplifikasi pita dari primer yang digunakan primer OPB 17
menghasilkan pita terbanyak yaitu 26 pita pada ukuran 200 bp sampai 1500 bp. Gambar 4
Tabel 5 menunjukkan bahwa total pita yang dihasilkan oleh sebelas primer adalah 79 dengan amplifikasi rata-rata 7,02 per pita primer, dimana
79 pita polimorfik. Jumlah pita polimorfik per rentang primer dari 5 sampai 10 dengan rata-rata persentase polimorfisme adalah 100 .
Tabel 5. Primer, pita polimorfisme dan persentase polimorfisme dengan analisis RAPD
Hasil amplifikasi pita dari primer yang digunakan primer OPB 17 menghasilkan pita terbanyak yaitu 26 pita pada ukuran 200 bp sampai 1500
bp. Primer yang menghasilkan pita paling sedikit yaitu OPB 18, dengan 9 pita dari ukuran 600 bp sampai 1600 bp Tabel 5 dan Lampiran 8.
No Primer
Sequence 5’ to 3’ Ukuran
bp Jumla
pita Pita
Polimor fis
Polimor fis
1 OPA-02 TGCCGAGCTG
300-750 13
5 100
2 OPA-07 GAAACGGGTG 300-2000
16 9
100
3 OPA-09 GGGTAACGCC
250-1500 11
6 100
4 OPA-13 CAGCACCCAC
250-1000 12
7 100
5 OPA-16 AGCCAGCGAA 250-2000
15 10
100 6
OPB-12 CCTTGACGCA
4001600 11
8 100
7 OPB-17
AGGGAACGAG 200-1500 26
10 100
8 OPB-18
CCACAGCAGT 600-1600
9 5
100 9
OPD-02 GGACCCAACC 250-3500
23 8
100
10 OPD-08 GTGTGCCCCA
750-3000 16
6 100
11 OPD-11 AGCGCCATTG
500-3500 16
5 100
Total 168
79 Rata-rata
15.27 7.02
100
commit to user
36
Tabel 6. Matrik kemiripan Coelogyne spp berdasarkan RAPD dengan 11 primer
1 2
3 4
5 6
1 1.00
2 0.33
1.00 3
0.42 0.33
1.00 4
0.38 0.35
0.54
1.00 5
0.44
0.23
0.45 0.38
1.00 6
0.50
0.30 0.26
0.28 0.48
1.00 Keterangan :
1= C. pandurata 2= C. massangeana
3= C. Mayeriana 4= C. asperata
5= C. celebensis 6= C. rumphii
Dari Tabel 6 terlihat yang paling besar kemiripannya adalah C. mayeriana dan C. asperata yaitu 0.54, dan yang paling kecil kemiripannya
adalah antara C. massangeana dan C. celebensis yaitu 0.23. Pada penelitian ini untuk mendapatkan tetua yang mempunyai kedekatan dengan C.
pandurata dengan spsies lain adalah C. rumphii memiliki koefisien kemiripan 0.50, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tetua dalam
persilangan Tabel 6.
Gambar 5. Dendrogram pengelompokan Coelogyne spp berdasarkan
penanda RAPD menggunakan 11 primer
commit to user
37
Hasil penelitian menunjukkan dari enam spesies membentuk empat kelompok pada tingkat kemiripan 0.50 Gambar 5. Kelompok pertama
terdiri dari spesies C. pandurata, C. rumphii, kelompok kedua C. celebensis, kelompok ketiga terdiri dari C. mayeriana dan C. asperata.
Kelompok keempat terdiri dari C. massangeana. Dari Gambar 5 diatas terlihat bahwa kemiripan paling dekat adalah
C. mayeriana dan C. asperata 0.55, diikuti C. pandurata dan C. rumphii 0.50. Karena dalam penelitian ini yang menjadi target untuk dilakukan
peningkatan ragam genetik adalah C. pandurata maka akan dipilih sebagai tetua yang dimiliki kedekatan genetik adalah C. pandurata dan C. rumphii.
Adanya kombinasi yang baik antara primer dan tingkat DNA anggrek menghasilkan pita DNA yang banyak sehingga dapat memberikan data
yang baik untuk penentuan kekerabatan anggrek Xu et al., 2010. Pada kemiripan 55 C. asperata terdapat satu kelompok dengan C. mayeriana.
Berdasarkan hasil identifikasi molekuler menggunakan AFLP oleh Gravendel dan Vogel 2000 pada anggrek Coelogyne menunjukkan
perbedaan. C. pandurata memiliki kemiripan 0.92 dengan C. asperata.
d. Kesimpulan
Hasil penentuan keragaman secara molekuler dari enam spesies anggrek dari genus Coelogyne spp yaitu Coelogyne pandurata, Coelogyne
massangeana, Coelogyne mayeriana, Coelogyne asperata, Coelogyne celebensis dan Coelogyne rumphii diperoleh karakter yang beragam secara
molekuler antara 45 – 69. Dari enam spesies tersebut, Coelogyne
rumphii memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan Coelogyne pandurata, yakni berkisar 50.
commit to user
38
3. Teknik Hibridisasi Untuk Menambah Ragam Genetik Anggrek Hitam Coelogyne pandurata
a. Pendahuluan
Anggrek hitam C. pandurata merupakan anggrek endemik Kalimantan timur yang saat ini keberadaannya terancam punah. Ciri khas
C. pandurata adalah dengan bunga berukuran besar berwarna hijau dengan lidah hitam. Disamping keindahannya, anggrek ini memilki nilai ekonomi
yang tinggi karena berpotensi sebagai induk persilangan yang berharga. Di habitat aslinya jenis ini sudah sukar ditemukan sehingga usaha
pembudidayaan dan peningkatan ragam genetik harus dilakukan sebelum kepunahan terjadi.
Keluarga anggrek Orchidaceae merupakan salah satu familia tumbuhan berbunga terbanyak di dunia yang mencakup spesies alami dan
spesies hasil persilangan Xiang et al., 2003. Anggrek genus Coelogyne Lindl mempunyai lebih dari 200 spesies, dengan daerah penyebaran India,
China, Indonesia dan Pulau Fuji, dengan pusat di Kalimantan, Sumatra dan Himalaya Devi et al., 2012. Anggrek hitam Coelogyne pandurata Lindl
merupakan salah satu anggrek langka yang dilindungi pemerintah Indonesia dan endemik yang berasal dari Kalimantan timur dengan
karakteristik bunga berukuran besar berwarna hijau dengan lidah hitam. Disamping keindahannya, anggrek ini memilki nilai ekonomi yang tinggi
karena berpotensi sebagai induk persilangan yang berharga. Di habitat aslinya jenis ini sukar ditemukan sehingga usaha pembudidayaan dan
peningkatan ragam genetik harus dilakukan sebelum kepunahan terjadi. Untuk menambah keragaman genetik baru perlu dilakukan
persilangan dengan jenis lain. Pemilihan tetua merupakan tahap awal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu program hibridisasi.
Salah satu penentu keberhasilan persilangan adalah kedekatan hubungan kekerabatan genetik antar tetua. Untuk mendapatkan tetua yang mempunyai
kedekatan genetik dengan anggrek Hitam Coelogyne pandurata dengan perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
39
melakukan identifikasi anggrek Coelogyne spp secara morfologi penelitian 1 dan molekuler RAPD Random Amplified Polymorphic DNA penelitian
2. Hasil penelitian 1 dan 2 merekomendasikan Coelogyne rumphii untuk dipilih menjadi tetua persilangan karena memiliki keragaman secara
morfologi dan molekuler paling rendah dengan kata lain memiliki kemiripan paling besar dengan Coelogyne pandurata. Selanjutnya
dilakukan persilangan anggrek hitam Coelogyne pandurata dengan tetua terpilih Coelogyne rumphii dan diperoleh biji hasil persilangan yang telah
ditumbuhkan secara kultur invitro. Persilangan C. pandurata yang mempunyai bunga besar warna hijau
dengan lidah hitam namun jarang berbunga 2-3 kali dalam setahun, serta pembungaan tidak serentak yang disilangkan dengan C. rumphii
mempunyai bunga kecil warna bunga kuning yang dengan lidah coklat namun sering berbunga hampir setiap bulan serta pembungaan serentak,
diharapkan dapat menambah ragam genetik dan mengevaluasi keberhasilan persilangan dari tiga macam metode persilangan.
b. Metode penelitian
Bahan: C. rumphii sebagai tetua terpilih yang mempunyai kedekatan dengan C. pandurata yang merupakan hasil penelitian kajian pertama
penanda morfologi dan kajian kedua penanda molekuler RAPD. C. pandurata dan C. rumphii yang dipakai dalam penelitian adalah tanaman
koleksi Kebun Raya LIPI Bogor. Tempat penelitian dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebon Raya LIPI Bogor. Persilangan dilakukan
pada pagi hari pukul 07.00 –10.00 dengan menyilangkan tetua terpilih
sebagai tetua jantan atau betina. Persilangan dilakukan pada 4 individu sebagai ulangan, dengan metode sebagai berikut: i crossing
♀ C. pandurata x
♂ C. rumphii, yaitu polinia ditransfer ke dalam stigma antara dua bunga yang berbeda dan berasal dari dua individu tanaman, ii
reciprocal ♀ C. rumphii x ♂ C. pandurata, yaitu persilangan kebalikan
dari induk jantan dan induk betina , iii selfing yaitu polinia ditransfer ke perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
40
dalam stigma pada satu bunga dalam satu tanaman. Setelah panen benih disterilkan dengan alkohol 70 selama 5 menit.
Polong dibilas 4 kali dengan air suling steril sebelum dipindahkan ke kotak laminar. Benih ditanam secara kultur invitro pada media dasar Knudson C
+ air kelapa 150 ml l + ekstrak tauge 150 g l + agar 7 g l + arang aktif 1g l, pH 5,6. Pengamatan meliputi: persentase keberhasilan persilangan, saat
buah terbentuk, persentase buah rontok, umur buah masak, saat terbentuk protokorm.
c. Hasil dan Pembahasan
1 Persentase keberhasilan persilangan Persilangan akan berhasil bila dilakukan sehari atau dua hari setelah
bunga mekar atau minggu pertama sampai minggu kelima sejak bunga mekar Darmono, 2003 dalam Hartati, 2006.
Tabel 7. Rata-rata persentase keberhasilan persilangan, tingkat kompatibilitas dan saat buah terbentuk
No A
B C
D E
F 1
F1
♀ C.pandurata x ♂C.rumphii
crossing 4
100 kompatibel
4 2
F1
♀ C.rumphii x ♂C
pandurata reciprocal
4 100
kompatibel 4
3 Coelogyne pandurata
selfing 1 4
100 kompatibel
6 4
Coelogyne rumphii selfing 2
4 100
kompatibel 5
Keterangan : A. Jenis Anggrek
B. Metode pollinasi C. Jumlah bunga disilangkan
D. Keberhasilan persilangan E. Tingkat kompatibilitas
F. Saat terbentuk buah hari perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
41
Pada Tabel 7 terlihat bahwa persilangan yang dilakukan menunjukkan tingkat kompatibilitas baik secara crossing, reciprocal maupun secara
selfing dengan persentase keberhasilan persilangan 100. Hal ini berbeda dengan penelitian Sivanaswari et al.2011 menyatakan anggrek Aerides
odorata sebagai betina keberhasilan persilangan 0-60, secara resiprocal anggrek Aerides odorata sebagai jantan 25-62.
Pada hasil penelitian ini tingkat kompatibilitas dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu: kompatibel penuh di atas 60, inkompatibel
sebagian 30 – 60 dan inkompatibel penuh dibawah 30. Persilangan
dikatakan berhasil apabila 3-4 hari setelah persilangan tangkai kuntum bunga induk betina masih segar atau berwarna kehijauan, kelopak dan
mahkota bunganya layu, kering dan akhirnya rontok, kemudian muncul calon buah yang berbentuk memanjang dan berwarna hijau Iswanto,
2005. Persilangan dilakukan secara bolak-balik resiprocal untuk
membandingkan dan mengetahui daya kompatibilitas dan daya fertilitasnya. Daya kompatibilitas adalah persentase kemampuan
membentuk buah, sedangkan daya fertilitas adalah kemampuan terjadinya fertilisasi
pembuahan Widiastoety,
2003. Persilangan
antara Phalaenopsis sp dan Vanda tricolor bersifat kompatibel, jika Vanda
tricolor sebagai induk betina Hartati, 2010. Metode pemuliaan konvensional dengan menggunakan persilangan, seperti intraspesifik dan
interspesifik spesies anggrek, adalah cara umum untuk membuat varietas baru Semiarti et al., 2007.
2 Persentase buah rontok Morfologi bunga anggrek sedikit rumit memiliki struktur batang yang
disebut leher tugu, dibagian pangkal leher tugu memiliki anther didalamnya terdapat serbuksari disebut pollinarium. Stigma terletak sub apikal pada
colum yang disebut rostellum. Keberhasilan penyerbukan terjadi ketika pollinarium dapat dimasukkan ke rostellum tersebut Chaturvedi dan
Shonali, 2010. Pada percobaan tahun 2005 Oleh Tremblay et al., 2005 perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
42
dalam Cheng et al., 2009 menunjukkan kegagalan membentuk buah apabila penyerbukan dilakukan pada bunga yang sama autogamy maupun lain
bunga pada tanaman yang sama geitonogamy, hal ini karena adanya ketidak cocokan pada tanaman Orchidaceae.
Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa semua metode persilangan bersifat kompatibel 100.
Gambar 6. Metode Polinasi terhadap persentase buah rontok
Kerontokan buah pada crossing, reciprocal maupun selfing Gambar 6 dapat disebabkan faktor luar dan fisiologis. Menurut Darjanto dan Satifah
1990, embrio dan endosperm di dalam bakal biji tidak normal. Kandung embrio tersebut tidak dapat tumbuh terus hingga menjadi besar, hal ini
mengakibatkan buah yang terbentuk akan gugur atau rontok sebelum matang.
3 Umur buah masak Persentase buah siap panen dan buah rontok ditentukan oleh
banyaknya bakal buah yang siap panen atau buah rontok dari total bakal buah yang terbentuk. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada persilangan
♀ C. pandurata x
♂ C. rumphii umur buah masak 158 hari dan secara reciprocal
25 50
75 100
Crossing Resiprok
Selfing 1 Selfing 2
Fru it
fal l
Metode polinasi
commit to user
43
pada persilangan ♀ Coelogyne rumphii x ♂ Coelogyne pandurata umur
buah masak panen 191 hari. Jika dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 7 menunjukkan bahwa
penyerbukan sendiri selfing C pandurata menghasilkan umur buah masak lebih cepat dibanding dengan persilangan yang lain. Penelitian Sivanaswari
et al. 2011 menunjukkan bahwa umur masak buah pada persilangan beberapa anggrek Aerides spp dengan secara crossing persilangan Aerides
odorata sebagai induk betina menghasilkan umur masak buah berkisar 0- 179 hari, secara reciprocal Aerides odorata sebagai induk jantan umur
masak buah berkisar antara 116 – 184 hari.
Tabel 8. Rata-rata persentase buah rontok, umur buah masak dan saat terbentuk protokorm.
No Anggrek
Metode polinasi
Persentase buah rontok
Umur buah
masak hari
Saat terbentuk
protokorm hari
1 F1
♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii
crossing 50
158 22
2 F1
♀ C.rumphii x ♂ C pandurata
reciprocal 25 191
48 3
Coelogyne pandurata selfing 1
25 155
26 4
Coelogyne rumphii selfing 2
25 201
94
Gambar 7. Metode polinasi terhadap umur buah masak
130 150
170 190
210
Crossing Resiprok
Selfing 1 Selfing 2
Fr u
it m
atu ri
ty d
ay s
Metode polinasi
commit to user
44
4 Saat terbentuk protokorm Menurut Teixeira et al. 2008 perkembangan planlet dari biji
anggrek dapat menjadi langsung maupun tidak langsung melalui protokorm PLB. Selain itu, PLB dibedakan embrio anggrek dapat menjadi dua
struktur bipolar yang berbeda, yaitu tunas dan meristem akar.
Gambar 8. Metode pollinasi terhadap saat terbentuk protokorm Dari Tabel 8 dan Gambar 8 menunjukkan bahwa saat terbentuknya
protokorm hasil persilangan secara crossing pada anggrek ♀ C. pandurata
x ♂ C. rumphii adalah 22 hari, secara reciprocal ♀ C. rumphii x ♂ C.
pandurata adalah 48 hari, sedang pada persilangan secara selfing pada C. pandurata adalah 26 hari dan C. rumphii adalah 94 hari.
d. Kesimpulan
1 Persentase keberhasilan persilangan 100 kompatibel penuh pada tiga metode persilangan: crossing, reciprocal maupun selfing.
2 Umur masak buah hasil crossing adalah 158 hari, reciprocal 195 hari dan selfing 155-201 hari, sedangkan untuk waktu terbentuk protokorm
pada crossing: 22 hari reciprocal: 48 hari dan selfing: 26-94 hari
10 30
50 70
90
crossing resiprok
selfing 1 selfing 2
S aat
te rb
e n
tu k
p ro
to ko
rm h
ar i
Metode Pollinasi
commit to user
45
4. Identifikasi Hasil Persilangan Anggrek Coelogyne pandurata dengan C. rumphii berdasarkan analisis Sitologi dan Flow Cytometry
a. Pendahuluan
Karakter sitologi anggrek sangat penting dipelajari untuk mendukung keberhasilan pemuliaan anggrek. Tanaman anggrek adalah jenis tanaman
yang mempunyai keragaman fenotipe yang sangat besar. Kekerabatan secara fenotipe merupakan kekerabatan yang didasarkan pada analisis
sejumlah penampilan fenotipe dari suatu organisme. Hubungan kekerabatan antara dua individu atau populasi dapat diukur berdasarkan kesamaan
sejumlah karakter dengan asumsi bahwa karakter-karakter berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan susunan genetik.
Bentuk, ukuran dan jumlah kromosom setiap spesies pada dasarnya selalu tetap, sehingga sangat bernilai untuk tujuan taksonomi, mengetahui
keanekaragaman, hubungan kekerabatan dan evolusi, meskipun dalam keadaan tertentu dapat pula terjadi variasi Lindsey and Grell, 1967.
Berdasarkan bentuk, jumlah dan ukuran kromosom dapat dibuat peta standard yang disebut kariotipe atau karyogram.
Informasi sitologi tanaman anggrek di Indonesia belum banyak diketahui. Pengenalan tanaman anggrek berdasarkan karakter sitologi akan
sangat mendukung keberhasilan pemuliaan tanaman anggrek. Oleh karena itu perlu dilakukan peneltian guna mempelajari keragaman kromosom, pola
karyotipe serta tingkat ploidi tetua dan hasil persilangannya.
b. Bahan dan Metode
Bahan penelitian adalah bagian ujung akar dari tetua anggrek dan F1 hasil persilangan
♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii dan F1 hasil persilangan ♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii. Pembuatan preparat kromosom dilakukan
di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor. Cara kerja analisis sitologi menggunakan metode squasing menurut Darnaedi 1991 dan Manton
1950. Potongan akar direndam dalam larutan 0,002 M 8- perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
46
Hydroxyquinoline selama 3-5 jam pada suhu 4
o
C, kemudian dibilas dengan aquades, dan difiksasi dalam 45 asam asetat selama 10 menit. Potongan
pucuk meristem dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi campuran larutan1 N HCl dan 45 asam asetat dengan perbandingan 1:3, kemudian
diinkubasi kedalam air dengan suhu 60
o
C selama 1- 5 menit, dan diwarnai dengan aceto-orcein 2. Setelah itu potongan meristem ditekan pada object
glass, kemudian diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 x 10 untuk perhitungan jumlah kromosom.
Variabel pengamatan jumlah kromosom dilakukan dengan menggunakan metode squash menurut Darnaedi 1991 dan Manton
1950. Sel-sel metaphase awal yang menunjukkan penyebaran kromosom dipotret dan dibuat mikografnya. Pengamatan meliputi: a Jumlah
kromosom, pengamatan jumlah kromosom dapat dilakukan secara langsung waktu pengamatan, yaitu setelah kromosom tampak jelas pada mikroskop
perbesaran 100 x 10, atau dapat menghitung pada hasil pemotretan hasil cetak gambar, b Ukuran kromosom, setelah didapat gambar kromosom
yang diamati dengan mikroskop cahaya, maka ukuran kromosom yang diamati adalah panjang kromosom. Panjang kromosom diukur
menggunakan objek micrometer, meliputi panjang lengan panjang q, panjang lengan pendek p, dan panjang total, yaitu hasil penjumlahan
panjang lengan panjang dan panjang lengan pendek q+p, c. Bentuk kromosom, bentuk kromosom ditentukan berdasarkan rasio panjang
lenganpanjang dan lengan pendek ⁄ . Penentuan bentuk kromosom
mengacu pada cara Ciupercescu et al. 1990 cit. Parjanto et al. 2003. Bentuk kromosom dapat dianalisis lebih lanjut dengan Analisis indeks
asimetri relatif. Analisis indeks asimetri relatif asimetry index = Asl Ruas dkk, 1995 dengan rumus sebagai berikut :
AsI = total lengan panjang kromosom set
total panjang kromosom set x 100
commit to user
47
Analisis Data: Hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif berdasarkan pengamatan dari gambar kromosom hasil pemotretan dan data
pengamatan ukuran dan bentuk kromosom. Selanjutnya hasil pengamatan digunakan untuk menentukan kariotipe. Variabel Pengamatan meliputi:
jumlah, ukuran, bentuk, kromosom dan pola kariotipe. Selain mengamati jumlah kromosom, juga dilakukan analisis ploidi
dengan flow cytometer. Analisis ploidi dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor, menggunakan alat Partec CyFlow space Partec
GmbH yang dilengkapi dengan diode pumped solid-state laser 920 mW pada panjang gelombang 488 nm dan laser diode pada panjang gelombang
638 nm 25 mW. Potongan daun 0.5 cm2 dicacah menggunakan silet di dalam cawan petriyang berisi 250 µl buffer ekstraksi. Setelah 30
– 90 detik buffer ekstraksi disaring menggunakan Partec 30 µl CellTrics filter.
Pewarnaan menggunakan buffer PI Propidium Iodide dan Rnase 1 ml, selanjutnya diinkubasi selama 30 menit sebelum dianalisis dalam flow
cytometri.
c. Hasil dan Pembahasan
1 Analisis Sitologi Dalam taksonomi tumbuhan pengamatan morfologi kromosom sangat
penting. Menurut Ramesh dan Renganathan 2013a, kromosom dapat diklasifikasikan berdasarkan ukurannya, yaitu kromosom berukuran
panjang, sedang dan pendek. Di bawah ini adalah kelompok ukuran kromosom yang telah diketahui:
a Kromosom berukuran panjang lebih dari 5,0 μM
b Kromosom berukuran sedang 3,0-4,9 μM
c Kromosom berukuran pendek 0,1-2,9 μM
Ukuran kromosom dapat diketahui dengan melakukan pengukuran panjang lengan kromosom. Panjang lengan kromosom yang diamati
meliputi panjang lengan panjang q dan panjang lengan pendek p, sehingga bisa diketahui panjang total kromosom q+p dan nisbah lengan
r=q p. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 9. Jumlah, ukuran dan bentuk kromosom tetua dan hybrid anggrek Coelogyne pandurata dan Coelogyne rumphii
No Anggrek
Jumlah 2n
Ploidi Total lengan
Nisbah lengan
AsI Bentuk
1 C. pandurata
36 2x
2.98 ± 0.15 1.26 ± 0.12
0.55 18 m
2 C. rumphii
72 4x
2.24 ± 0.15 1.40 ± 0.13
0.57 36 m
3 F1
♀ C. rumphii x ♂C. pandurata
54 3x
2.85 ± 0.14 1.08 ± 0.05
0.52 27 m
4 F1
♀ C. pandurata x
♂ C. rumphii 54
3x 2.50 ±
0.10 1.23 ±
0.07 0.55
27 m
Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 9 dapat diketahui bahwa tetua dan hasil silangnya memiliki jumlah kromosom yang berbeda, tetua Coelogyne
pandurata memiliki kromosom diploid 2n=36 dan Coelogyne rumphii memiliki kromosom tetraploid 2n=72 dan F1 baik dari hasil persilangan
Coelogyne pandurata sebagai jantan dan betina memiliki kromosom triploid 2n=54.
Jumlah kromosom merupakan karakteristik kromosom paling mudah diamati jika dibandingkan dengan karakteristik kromosom lainnya
seperti bentuk kromosom dan kariotipe. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
49
A b
C d
Gambar 9. Jumlah kromosom a Tetua Coelogyne pandurata 2n=36, b Tetua Coelogyne rumphii 2n=72, c hybrid Coelogyne
pandurata sebagai tetua jantan 2n=54, serta d hybrid Coelogyne pandurata sebagai tetua betina 2n=54.
Penelitian membuktikan jumlah dan bentuk kromosom pada setiap sel spesies tumbuhan adalah tetap. Setiap sel mempunyai jumlah kromosom
yang khas dan setiap kromosom dalam satu spesies mempunyai struktur yang khas pula. Konsistensi kromosom banyak dimanfaatkan oleh para ahli
taksonomi untuk membantu memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan morfologi tumbuhan Wulandari et al., 2006.
Hasil peneltian Ramesh dan Renganathan 2013b menunjukkan bahwa spesies Coelogyne corymbosa memiliki kromosom 2n=26 dan
Coelogyne fimbriata 2n=22, sedangkan pada penelitian sebelumnya spesies tersebut memiliki kromosom 2n=44. Anggota Tamilnadu Orchidaceae,
menunjukkan variasi kromosom somatik yang dipelajari dari 2n=10 sampai perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
50
40. Spesies yang memiliki kromosom 2n=20 yaitu, Coelogyne corymbosa 2n=26 dan Coelogyne fimbriata 2n=22 diploid. Spesies memiliki
kromosom somatik 30 yaitu Coelogyne breviscapa 2n=32 dan Coelogyne cristata 2n=26 dianggap sebagai triploid. Spesies diploid, triploid dan
tetraploid adalah contoh untuk euploids dengan kromosom dasar n=10. Jenis anggrek yang memiliki jumlah kromosom n=19 lebih banyak
dari pada yang memiliki jumlah kromosom n=20. Terdapat sekitar 280 spesies anggrek memiliki jumlah kromosom n=19, sedangkan yang
memiliki jumlah kromosom n=20 sekitar 274 spesies. Menurut Utami dan Hartati 2012 Vanda tricolor termasuk salah satu spesies anggrek yang
memiliki jumlah kromosom n=19. Hasil penelitian Hartati 2010 jumlah kromosom anggrek Phalaenopsis pinlong cinderela dan Phalaenopsis
Joane Killeup June 2n=40, Selanjutnya penelitian Hartati 2011 menunjukkan jumlah kromosom anggrek alam tetua Paraphalaeonopsis
serpentilingua 2n=40, sedang hasil persilangannya 2n=38. Anggrek alam tetua Rhyncostiles gigantea common 2n=40, hasil persilangannya 2n=40.
Tetua Paraphalaeonopsis labukensis 2n=40, hasil persilangannya 2n=38. Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat diketahui bentuk kromosom tetua
dan hybridnya adalah metasentrik. Kromosom anggrek biasanya berbentuk metasentrik, bentuk kromosom diukur berdasarkan rasio panjang lengan
kromosom r = q p, penggolongan bentuk kromosom mengikuti cara Ciupercescu et al. 1990 cit Parjanto et al. 2003. Menurut Suminah et al.
2002 tumbuhan umumnya sering memiliki kromosom bentuk metasentrik. Diperjelas dengan pendapat Ramesh dan Renganathan 2013a menyatakan
bahwa umumnya tanaman anggrek memiliki kromosom berbentuk metasentrik.
Indeks asimetris menuju angka 50 atau menunjukkan kecilnya tingkat ketidaksamaan, sehingga untuk tetua dan hybrid mempunyai bentuk
kromosom metasentrik Tabel 9. Hasil perhitungan dari Indek asimetris AsI didapatkan bahwa Indek asimetris rata-rata dari C. pandurata
sebesar 55, C. rumphii sebesar 57, F1 hasil persilangan ♂ C. pandurata
commit to user
51
x ♀ C. rumphii sebesar 52 dan F1 hasil persilangan ♀ C. pandurata x ♂
C. rumphii sebesar 55. Menurut Ruas et al. 1995 Indek asimetris AsI dihitung untuk
keseluruhan kromosom set. Indek asimetri yang menuju angka 100 menunjukkan besarnya ketidaksamaan panjang kedua lengan kromosom,
dimana bentuk metasentris menjadi minoritas dalam kromosom set. Sebaliknya indek asimetri yang mendekati angka 50 menunjukkan
kecilnya keragaman panjang kedua lengan kromosom, dimana bentuk metasentris dominan. Berdasarkan letak sentromer, bentuk kromosom
dibedakan menjadi 4 macam yaitu metasentrik, submetasentrik, akrosentrik dan telosentrik. Letak sentromer merupakan salah satu sifat morfologi
kromosom yang penting dalam identifikasi kromosom. Antara kromosom yang berbentuk metasentrik dan submetasentrik terkadang tidak dapat
dibedakan secara langsung satu dengan yang lainnya. Spesies dari keluarga anggrek memiliki kromosom 2n=20 yaitu,
Gastrochilus indicus dan Liparis atropupuraea bersifat diploid, memiliki kromosom somatik 30 yaitu Eulphia epidendrea, Malaxis versicolor dan
Oberonia verticillata sebagai triploid, kromosom somatik 40 Coelogyne ovalis, Eria reticosa dan Spathoglottis plicata sebagai tetraploids.spesies
diploid, triploid dan spesies tetraploid adalah contoh untuk euploids. Eria pauciflora 2n=38, Habenaria grandifloriformis 2n=22, Habenaria
rariflora, 2n=42, Habenaria viridiflora 2n = 22, Luisia birchea dan 2n=38, Nervilia plicata 2n =24 semua spesies ini sebagai aneuploids
Ramesh dan Renganathan, 2013b. Susunan kariotipe dapat digunakan untuk mengetahui penyimpangan
kromosom baik dalam jumlah dan struktur kromosom yang terjadi pada waktu pembelahan sel dan dapat dicari hubungannya dengan kelainan yang
terjadi pada anatomi, morfologi dan fisiologi suatu makhluk hidup. Hasil penelitian dengan analisis sitologi menunjukkan pada Tabel 9 dan Gambar
10 tetua anggrek Coelogyne pandurata memiliki jumlah kromosom 2n=36 dan tetua Coelogyne rumphii memiliki jumlah kromosom 2n=72 dan hasil
persilangan hybrid Coelogyne pandurata sebagai tetua jantan dan hybrid perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
52
Coelogyne pandurata sebagai tetua betina memiliki jumlah kromosom sama yaitu 2n=54.
A B
C D
Gambar 10. Kariotipe a Tetua Coelogyne pandurata, b Tetua Coelogyne rumphii, c hybrid Coelogyne pandurata sebagai tetua jantan
serta d hybrid Coelogyne pandurata sebagai tetua betina
Kromosom yang dipasangkan dengan homolognya sering mempunyai kemiripan bentuk dan ukuran sehingga menimbulkan kesulitan
dalam penentuan pasangan homolog.
2 Analisis flow cytometry Selain mengamati jumlah, bentuk dan ukuran kromosom juga
dilakukan analisis ploidi dengan flow cytometry untuk mendukung hasil analisis secara sitologi. Berdasarkan histogram Gambar 11 C. pandurata
mempunyai tingkat ploidi 2x diploid sehingga jumlah kromosom 2n=2x=36, C. rumphii mempunyai tingkat ploidi 4x tetraploid sehingga
jumlah kromosom 2n=4x=72 dan hybrid mempunyai tingkat ploidi 3x triploid sehingga jumlah kromosomnya 2n=3x=54, maka hasil analisis
flow cytometry untuk melengkapi hasil analisis sitologi. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
53
A B
C D
Gambar 11. Histrogram hasil flow cytometry , A: C. pandurata, B: C. rumphii, C:
♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii, D: ♂ C. pandurata x
♀ C. rumphii
Hasil penelitian Aoyama et al. 2013 yang menyatakan bahwa hasil persilangan anggrek dari tetua C. crispa pada tingkat ploidi 2n=2x=44 dan
C. Gavilu 2n=4x=88 didapatkan hybrid berada di tingkat ploidi 2n=3x=66.
d. Kesimpulan
1 Terdapat perbedaan jumlah dan ukuran kromosom tetua anggrek Coelogyne pandurata dan tetua anggrek Coelogyne rumphii dengan
hasil persilangannya.
commit to user
54
2 Pola kariotipe tetua dan hasil persilangannya mempunyai bentuk
metasentrik.
3 Diperoleh anggrek triploid 2n=2x=54 merupakan hasil persilangan C. pandurata diploid 2n=3x=36 dengan C. rumphii tetraploid
2n=4x=72. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
55
5. Identifikasi hasil persilangan Anggrek Coelogyne pandurata dengan Coelogyne rumphii berdasarkan Molekuler RAPD Random Amplified
Polymorphic DNA dan ISSR Intersimple Sequence Repeat
a. Pendahuluan
Anggrek hitam Coelogyne pandurata Lindl. merupakan salah satu anggrek langka yang dilindungi pemerintah Indonesia, dengan karakteristik
bunga berukuran besar berwarna hijau dengan lidah hitam dengan daerah penyebaran India, China, Indonesia dan Pulau Fiji. Daerah pusat
penyebarannya ada di Kalimantan, Sumatra dan Himalaya Devi et al., 2012. Untuk menambah keragaman genetik baru perlu dilakukan
persilangan dengan jenis lain. Pemilihan tetua merupakan tahap awal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu program hibridisasi.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan kekerabatan antar spesies tanaman dan keragaman genetik adalah
dengan menggunakan analisis RAPD Arya et al., 2011; Das et al.,2009; Niknejad et al.,2009. Tanaman anggrek merupakan tanaman khas yang
memiliki pola keragaman yang tinggi Khosravi et al.,2009. Tanaman hybrid Vanda dibandingkan dengan tetuanya, dengan
analisis RAPD telah berhasil digunakan untuk membedakan interspesies maupun antar spesies Tanee et al., 2012. Dendrogram yang terbentuk
dapat digunakan untuk membedakan anggrek liar, hibrida, spesies satu sama lain dengan pengelompokan yang berbeda. ISSR memiliki
reproduksibilitas tinggi karena penggunaan primer yang lebih panjang 16- 25 basa nukleotida dibandingkan primer RAPD 10 basa nukleotida, yang
memungkinkan suhu annealing yang tinggi 45-60 C.Marka ISSR
merupakan metode yang cepat, sederhana, murah dan mempunyai reproduksibilitas tinggi dengan penggunaan primer yang panjang dan
kekuatan yang tinggi dicapai dengan suhu annealing Gurcan et al., 2009. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi
hasil persilangan anggrek hitam Coelogyne pandurata dengan tetua terpilih Coleogyne rumphii dengan menggunakan penanda molekuler
commit to user
56
RAPD Random Amplified Polymorphic DNA dan ISSR Intersimple Sequence Repeat.
b. Bahan dan Metode
Bahan tanaman anggrek Coelogyne pandurata dan Coelogyne rumphii koleksi dari Kebon Raya LIPI Bogor, masing-masing dengan 3
sampel tetua yang sudah diekstraksi DNA tetua dan 10 sampel masing- masning F1 hasil persilangan C. pandurata sebagai tetua jantan dan C.
pandurata sebagai tetua betina..Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah, CTAB Cetyltrimethyl Ammonium Bromide 10,
PVPP polivinilpolipirilidon, buffer Tris-HCl 1M, EDTA 0,5 M, NaCl 5M, CIAA Chloroform IsoamylAlcohol, isopropanol, etanol 70, buffer
ekstraksi, buffer TE Tris HCl EDTA, buffer TAE, loading buffer, natrium asetat, primer, master mix PCR H
2
O, stoffel buffer, dNTP, MgCl
2
, dan enzim Taq Polymerase, agarose, gel loading, dan EtBr Etidium Bromida.
Enam RAPD primer: OPA-02, OPA-07, OPB-12, OPB-17 OPB-18, OPD- 11 Operon Technology Ltd dan empat primer ISSR yaitu UBC 814, UBC
826, UBC 807, UBC 810. Alat yang digunakan adalah microtube tabung eppendorf ukuran 2
ml; 1,5 ml; 0,5 ml, mikropipet, rak, timbangan analitik, mesin sentrifus, vortex, mini beadbreater, rotator, inkubator, 96 well reaction plate, mesin
PCR, eletroforesis tank, cetakan agarose tray, biorad, kamera dan komputer.
Penelitian dilaksanakan sebagai berikut: 1 Ekstraksi DNA
DNA genom diisolasi dari daun muda menurut metode CTAB, cethyl trimethyl ammonium bromide Doyle dan Doyle 1987, dengan beberapa
modifikasi.a. Menimbang sampel daun segar + 0,4 g, daun digerus dengan mortar ditambah + 0.03 g PVP dan + 0.1 g pasir kuarsa untuk membantu
penggerusan, gerus daun segar dengan pestle dalam tube 1.5 ml, sampai halus, b. sampel yang sudah halus dimasukkan kedalam tube 1.5 ml yang
telah diisi dengan 800 ul buffer ekstraksi, kemudian diinkubasi dalam suhu perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
57
65
o
C selama 1 jam di waterbath, c. 700 ul C:I chloroform : :isoamil alkohol, 24:1 ditambahkan dan di campur rata kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit pada suhu kamar, d.Supernatan yang terbentuk diambil 500 ul ditambahkan 500 ul Et-OH
absolut kemudian diinkubasi dalam freezer -20
o
C selama 12 jam, e. Supernatan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit,
kemudian supernatan dibuang, dikeringanginkan 15 menit, pellet dilarutkan dengan 300 ul dH2O kemudian ditambah 15 ul RNAse 200 ug ml, f.
pellet diinkubasi dalam suhu 37
o
C selama 30 menit dan tambahkan 300 ul PCI phenol chloroform isoamilalkohol, 24:1:1 lalu di campur, g.
Sentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit dan mengambil 500 ul supernatan dan ditambahkan 500 ul CI 24:1, dicampur rata
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit, g. Supernatan yang terbentuk diambil, ditambahkan dengan Et-OH absolut
dengan volume 1:1 dan diinkubasi dalam freezer -20
o
C selama 2 jam sampai semalaman, h. Supernatan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000
rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan dicuci dengan alkohol 80 dan dilakukan sentrifugasi kembali dengan kecepatan 12.000 rpm selama
15 menit, pelet dikering anginkan atau dengan vacum dryer, i. pelet yang terbentuk di encerkan dengan 25 ul TE.
Uji kualitas DNA, dilakukan dengan elektroforesis dengan membanding-kan dengan DNA lamda. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat kualitas DNA: a. Agarose dibuat dan diletakkan dalam cetakan elektroforesis dan dibiarkan sampai padat, b. Gel agarose dimasukkan ke
dalam bak elektroforesis yang berisi buffer TAE, sampai terendam, c. DNA lambda disiapkan sebagai pembanding. d. Masing-masing DNA sampel
dicampur dengan loading dye sebagai pemberat, e. DNA lambda dan DNA sampel yang telah dicampur dengan loading dye dimasukkan pada sumuran
gel elektroforesis, kemudian dielektroforesis selama 57 menit pada voltase 50 volt, f. Gel hasil eletroforesis direndam dalam larutan Etidium Bromida
EtBr selama 30 menit, g. Hasil elektroforesis diamati di bawah UV transluminator kemudian difoto dengan kamera, h. Hasil foto dilihat dan
commit to user
58
dibandingkan antara DNA sampel dengan DNA lambda, dengan ditandai ada atau tidaknya pita DNA
2 Amplifikasi DNA Amplifikasi DNA pada Takara Thermocycler Williams et al.,1990
dilakukan dengan jumlah volume reaksi PCR 15 ml terdiri dari 0,2 nM dNTP, 1X reaksi penyangga; 2ml MgCl; 10 ng DNA sampel, 0,5 pmole
primer tunggal, dan 1 unit Taq DNA polimerase Promega. Reaksi PCR dilakukan sebanyak 45 siklus yang terdiri dari beberapa
tahap yaitu denaturasi suhu 94
o
C selama 30 detik , annealing 36
o
C selama 1menit, elongasi 72
o
C selama 2 menit dan elongasi akhir 72
o
C selama 7 menit. Produk PCR diamati dengan gel elektroforesis dengan menggunakan
gel agarose atau gel poliakrilamida dan diamati dengan uv-transiluminator. Reaksi PCR dilakukan dua kali untuk memastikan reproduksibilitas
RAPD dan ISSR. PCR produk divisualisasikan pada 2 gel agarosa elektroforesis selama 60 menit pada 50 Volt. Hal ini diikuti oleh EtBr
pewarnaan 0,15 mL ml, sebelum difoto dalam gel dokumentasi sistem Atto Bioinstruments dan 100 bp tangga Promega digunakan sebagai
penanda DNA. 3 Analisis Data
Data RAPD dan ISSR diterjemahkan ke dalam data biner ada pita = 1; tidak ada pita = 0. Analisis kemiripan genetik antar individu
menggunakan analisis klaster, metode UPGMA Unweighted Pair Group Method of Aritmatic Average. Kemiripan antara asesi dihitung
menggunakan soft-ware NTSYS version 2.20 pc Rohlf, 1998.
c. Hasil dan Pembahasan
1 Analisis RAPD Intensitas pita DNA hasil amplifikasi pada setiap primer dipengaruhi
oleh kemurnian dan konsentrasi cetakan DNA. Cetakan DNA yang mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik
sering menghasilkan pita DNA yang redup Poerba dan Martanti, 2008. Hal tersebut yang memungkinkan tidak semua marka RAPD dapat
commit to user
59
teramplifikasi pada tanaman hybrid maupun tanaman tetuanya. Hasil pita kemudian dianalisis, hanya pita yang menunjukkan amplifikasi yang
digunakan untuk scoring dan untuk analisis lebih lanjut Arya et al., 2011. Tabel 10. Urutan Primer, pita polimorfisme dan, persentase polimorfisme
pada analisis RAPD
No Primer
Sequence 5’ to 3’ Ukuran bp
Pita teramp
lifikasi Pita poly-
morfis poly-
morfis 1
OPA-02 TGCCGAGCTG 450-1900
10 10
100 2
OPA-07 GAAACGGGTG 350-1700
8 8
100
3 OPB-12 CCTTGACGCA
350-1400 7
7 100
4 OPB-17 AGGGAACGAG
200-2100 10
10 100
5 OPB-18 CCACAGCAGT
400-2200 8
8 100
6 OPD-11 AGCGCCATTG
500-1500 7
7 100
∑ 50
50 Rata-rata
8.3 8.3
100
Polimorfisme merupakan gambaran amplifikasi yang diperoleh dari perbedaan fragmen DNA yang diobservasi dan diskor sebagai ada atau
tidaknya perbedaan sekuen sehingga menunjukkan ada tidaknya variasi Gregor, 2000. Pada penelitian ini digunakan enam marka baik pada
persilangan ♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii maupun ♀ C. pandurata x ♂
C. rumphii 100 yang masuk ke dalam kriteria polimorfis Tabel 10.
Gambar 12. Hasil amplifikasi DNA dengan primer OPA 02: 1-3: C.pandurata, 4-6 : C. rumphii, 7-16 : hybrid
♀ C. rumphii x
♂ C. pandurata, 17-26 :hybrid ♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii; Pita putatif; Pita spesifik pada C. rumphii
Shasany 2005 menjelaskan bahwa identifikasi hibrid dapat ditegaskan dengan melihat pita-pita spesifik pada salah satu dari kedua
jenis tetua yang diwarisi oleh individu turunannya. Dari gambar 12 terlihat
150
1500
1000 700
600
500
400
commit to user
60
C.pandurata berbeda pola pita dengan C. rumphii, pada 1500 bp C. pandurata tidak terlihat pita kosong, sedangkan C. rumphii memiliki pita.
Jadi pola pita Coelogyne pandurata berbeda dengan C. rumphii. Primer OPA 02 terdapat 1 pita yang hadir pada kedua tetuanya dan
diturunkan pada semua F1 600 bp. Juga terdapat pita yang hadir pada salah satu tetua tetapi tidak dijumpai pada F1 450, 700 dan 1500 bp. 1
pita spesifik 1300 bp dimana C. pandurata sebagai jantan menurunkan pada 60 individu hybrid. Pita putatif 500 bp, kedua tetua jenis tetua
yang diwarisi oleh individu turunannya.
Gambar 13. Hasil amplifikasi DNA dengan primer OPA 07: 1-3, C. pandurata, 4-6: C. rumphii, 7-16: hybrid
♀ C. rumphii x
♂ C. pandurata, 17-26: hybrid ♀ C. pandurata x
♂ C. rumphii; Pita spesifik pada C. rumphii
Primer OPA 07 menghasilkan 2 pita spesifik dari tetua C. rumphii yaitu pada 450 bp dan 700 bp, dimana pita yang hadir pada salah satu tetua
yaitu C. rumphii diturunkan pada semua F1. Sementara C. pandurata tidak menurunkan pada F1 350 bp dan 600 bp.
3000 1500
1000 800
700 600
500 400
commit to user
61
Gambar 14. Hasil amplifikasi DNA dengan primer OPB 17: 1-3 : C. pandurata, 4-6 : C. rumphii, 7-16: hybrid
♀ C. rumphii x
♂ C. pandurata, 17-26: hybrid ♀ C.pandurata x
♂ C.rumphii; Pita putatif, Pita spesifik pada C. rumphii
Primer OPB 17 pada 200 bp dan 1500 bp tidak menurunkan ke F1. Sementara pada 1000 bp kedua tetua menurunkan pada semua F1 atau yang
biasa disebut hybrid putatif. Pada primer ini juga diketahui bahwa terdapat pita yang dihasilkan dari tetua tetapi tidak diturunkan pada F1 200, 900
dan 1500 bp, juga sebaliknya pada tetua tidak hadir namun pada F1 hadir 700, 1200 dan 2100 bp.
Gambar 15. Hasil amplifikasi DNA dengan primer OPB 12: 1-3 : C. pandurata, 4-6 : C. rumphii, 7-16: hybrid
♀ C. rumphii x ♂ C. pandurata, 17-26 :hybrid ♀ C. pandurata x ♂ C.
rumphii; Pita spesifik pada C. pandurata; Pita spesifik pada C. rumphii
3000 1500
1000 900
800
500 400
200
3000 1500
\
1000 900
600 500
400 300
commit to user
62
Primer OPB 12 menghasilkan 3 pita spesifik, satu pita pada 800 bp individu hybrid menghasilkan pita spesifik dari tetua
♂C. pandurata, sementara 2 pita pada 350 bp dan 1000 bp diturunkan oleh tetua C.
rumphii.
Gambar 16. Hasil amplifikasi DNA dengan primer OPB 18: 1-3 : C. pandurata, 4-6 : C. rumphii, 7-16: hybrid
♀ C. rumphii x ♂ C. pandurata, 17-26 : hybrid♀ C. pandurata x ♂ C.
rumphii ; Pita spesifik pada C. pandurata; Pita spesifik pada C. rumphii
Primer OPB 18 terdapat pita spesifik pada hybrid tetua C. pandurata 800 bp dan 2 pita spesifik tetua dimana C. rumphii menurunkan pada
individu hybrid terdapat pada 950 bp dan 1600 bp.
Gambar 17. Hasil amplifikasi DNA dengan primer OPD 11: 1-3 : C. pandurata, 4-6 : C. rumphii, 7-16: hybrid
♀ C. rumphii x ♂ C. pandurata, 17-26 :hybrid ♀ C. pandurata x ♂ C.
rumphi; Pita spesifik pada C. pandurata; Pita spesifik pada C. rumphii
3000 1500
1000
900 800
700 600
500
400 300
200 100
3000 1500
1000 900
800 700
500 400
3000 1500
1000
900 800
700 600
500
400 300
200 100
3000 1500
1000 900
800 500
400
commit to user
63
Primer OPD 11 terdapat 4 pita spesifik, 2 pita dari tetua C. pandurata yang menurunkan pada individu hybrid 800 bp dan pada 900 bp. Sementara
2 pita lainnya berasal dari tetua C. rumphii pada 700 bp dan 1200 bp menurunkan individu hybrid. Selain itu juga ditemukan tidak hadirnya pita
pada kedua tetua tetapi hadir pada F1 1500 bp yang terlihat pada Gambar 16.
Beberapa pita DNA yang muncul pada hybrid tapi tidak ditemukan pada tetua kemungkinan terjadi rekombinasi atau mutasi. Hasil penelitian
ini 4 dari 6 marka menunjukkan hal tersebut pada gambar 11, 12, 13 dan 14 terdiri dari OPA 02, OPA 07, OPB 17 dan OPD 11dan gambar 11 dan 14
terdapat 2 marka yaitu OPA 02 dan OPB 17. Sebaliknya pindah silang kromosom selama miosis dapat menyebabkan hilangnya sisi primer
sehingga primer teramplifikasi pada tetua tetapi tidak teramplifikasi pada F1 Tiyagi et al., 1992.
Setiap pita yang hadir pada hybrid tidak selalu hadir pada tetuanya, begitu pula sebaliknya. Hasil silang antara
♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii juga menunjukkan adanya primer yang digunakan sebagai markah spesies.
Gambar 18. Dendrogram hasil persilangan ♂C. pandurata x ♀ C. rumphii
analisis molekuler menggunakan marka RAPD pada individu- individu tetua 1-3
♂ C. pandurata dan 4-6 ♀ C. rumphii dan hybridnya 7-16
commit to user
64
Pada Gambar 18 menunjukkan bahwa tetua memiliki keragaman genetik 40 dan dan hybrid dari
♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii memiliki keragaman genetik 46, sehingga terdapat ragam baru sebesar 6.
Gambar 19. Dendrogram hasil persilangan ♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii
menggunakan marka RAPD pada individu-individu tetua 1-3 ♀ C. pandurata dan 4-6 ♂ C. rumphii dan hybridnya 7-16
Berdasarkan Gambar 19 dapat diketahui bahwa tetua memiliki keragaman genetik 40 dan hybrid memiliki keragaman genetik 50,
sehingga terdapat varian baru 10 Tanaman hybrid Vanda dengan tetuanya, menggunakan analisis
RAPD telah berhasil digunakan untuk persilangan antar tanaman dari dua spesies yang berbeda dan genus yang sama Tanee et al., 2012. Hasil
dendrogram dapat membedakan anggrek liar, hibrida, spesies dengan tiga kelompok yang berbeda.
Informasi hubungan genetik diantara individu di dalam dan diantara spesies mempunyai kegunaan bagi perbaikan tanaman. Pendugaan
hubungan genetik berguna mengelola plasma nutfah, identifikasi kultifar, seleksi tetua untuk persilangan, serta mengurangi jumlah individu yang
dibutuhkan untuk pengambilan sampel dengan kisaran keragaman genetik yang luas Julisaniah et al., 2008. Kombinasi hibrida dalam garis hibrida
yang berbeda menunjukkan kompatibilitas yang berbeda Yuping et al., 2012. Hubungan kekerabatan dari hasil analisis RAPD di atas masih perlu
commit to user
65
dilakukan pengujian ulang melalui persilangan. Ketika dilakukan persilangan balik dari semua yang kompatibel, ditemukan bahwa tidak
satupun dapat menghasilkan hibrida Inthawong et al., 2006. Hal ini menunjukkan bahwa spesies tertentu dapat digunakan sebagai satu-satunya
tanaman tetua betina dan tidak bisa digunakan sebagai donor serbuk sari. Perbanyakan
Dendrobium membutuhkan
waktu untuk
menguji kompatibilitas persilangan interspesifik dan studi tentang faktor-faktor
persilangan tidak kompatibel Gregor et al., 2000. 2 Analisis ISSR
Identifikasi secara molekuler menggunakan ISSR sudah berhasil dan sangat efektif digunakan pada berbagai jenis tanaman, diantaranya sudah
dilakukan untuk mendeteksi keragaman genetik 31 spesies Dendrobium Wang et al, 2009.
Pada penelitian ini digunakan empat marka ISSR baik pada persilangan dengan
♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii maupun ♀ C. pandurata x
♂ C. rumphii menunjukkan 91.32 yang masuk ke dalam kriteria polimorfis. Total pita yang dihasilkan dari empat primer adalah 30
dengan pita teramplifikasi rata-rata 7,5 pita per primer Tabel 11. Sedang pada Tabel 10 pada hasil analisis menggunakan enam primer RAPD
menunjukkan 100 pita polimorfis, total pita yang dihasilkan 50 dengan pita teramplifikasi rata-rata 8.3 pita per primer. Perbedaan hasil pada
analisis RAPD dengan ISSR pada penelitian ini juga dilakukan pada anggrek Rhynchostylis retusa penelitian Parab and Krishnan 2008
menggunakan analisis RAPD menghasilkan pita polimorfis 76.13 4.38 dengan pita teramplifikasi 5.79 pita per primer, menggunakan analisis ISSR
menghasilkan pita polimorfis 62.6 3.2 dengan pita teramplifikasi 4.28 pita per primer. Penelitian lain Kusumadewi dan Mansur 2012 pada
Hybrid Nepenthes hookeriana menggunakan 5 primer RAPD menghasilkan pita polimorfis 100 10.6 dan 3 primer ISSR menghasilkan pita
polimorfis 96.8 9.3 perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 11. Urutan Primer, pita polimorfisme dan persentase polimorfisme menggunakan marka molekuler ISSR
No Primer
Sequence 5’ to 3’ Ukuran
bp Pita
teram plifik
asi Pita poli-
morfisme poli-
morfisme
1 UBC 814
5’CTC TCT CTC TCT CTC TA-
3’ 250-1100
8 7
87.5 2
UBC826 5’ACA CAC ACA
CAC ACA CC- 3’
400-1600 9
7 77.8
3 UBC 807
5’AGA GAG AGA GAG AGA GT-
3’ 600-1500
6 6
100 4
UBC 810 5’GAG AGA GAG
AGA GAG AT- 3’
300-1200 7
7 100
∑ 30
27 Rata-rata
7.5 6.75
91.32
Gambar 20. Hasil amplifikasi DNA dengan primer UBC 814: 1-3 : C.pandurata, 4-6 : C. rumphii, 7-16: hybrid
♀ C. rumphii x
♂ C. pandurata, 17-26 : hybrid ♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii ; Pita spesifik pada C. rumphii
Berdasarkan Gambar 20 di atas dapat diketahui bahwa primer UBC 814 dapat mengamplifikasi pita pada 250 bp hingga 1100 bp.
1000
900 800
700
500
400
commit to user
67
Gambar 21. Hasil amplifikasi DNA dengan primer UBC 826: 1-3: C. pandurata, 4-6 : C. rumphii, 7-16: hybrid
♀ C. rumphii x ♂ C. pandurata, 17-26 : hybrid
♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii ; Pita putatif
Berdasarkan Gambar 21 menunjukkan bahwa primer UBC 826 mampu mendeteksi adanya pita putatif pada 900 bp, kedua tetua
menurunkan pada hybridnya.
Gambar 22. Hasil amplifikasi DNA dengan primer UBC 807: 1-3 : C. pandurata, 4-6 : C. rumphii, 7-16: hybrid
♀ C. rumphii x ♂ C. pandurata, 17-26:hybrid
♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii Berdasarkan Gambar 22 di atas dapat diketahui bahwa primer UBC
807 mampu mendeteksi adanya ragam baru pada hybrid di 1300 dan 1500 bp.
1000
900 800
700
500 400
1500 1000
900 800
700
500 400
commit to user
68
Gambar 23. Hasil amplifikasi DNA dengan primer UBC 810: 1-3: C. pandurata, 4-6: C. rumphii, 7-16: hybrid
♀ C. rumphii x ♂ C. pandurata, 17-26: hybrid
♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii ; Pita putatif.
Berdasarkan Gambar 23 di atas dapat diketahui bahwa primer UBC 810 mampu mendeteksi adanya pita putatif pada 300 bp dan 400 bp, kedua
tetua menurunkan pada hybridnya
Gambar 24. Dendrogram hasil persilangan ♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii
menggunakan marka ISSR pada individu-individu tetua 1-3 ♂ C. pandurata dan 4-6 ♀ C. rumphii dan hybridnya 7-16
Pada Gambar 24 menunjukkan bahwa tetua memiliki keragaman genetik 32 dan hybrid dari
♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii memiliki kemiripan genetik 57 atau keragaman genetik 43 sehingga dapat
disimpulkan terdapat ragam baru dengan C. pandurata sebesar 11.
1500 1000
900 800
700
500 400
commit to user
69
Gambar 25. Dendrogram hasil persilangan ♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii
analisis molekuler menggunakan marka ISSR pada individu- individu tetua 1- 3
♀ C. pandurata dan 4-6 ♂ C. rumphii dan hybridnya 7-16
Gambar 25 menunjukkan bahwa tetua memiliki keragaman genetik 32 dan hybrid dari
♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii memiliki keragaman genetik 35, sehingga terdapat ragam baru dengan sebesar 3.
d. Kesimpulan
1 Pada analisis RAPD hybrid ♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii terdapat
ragam baru sebesar 6. Sementara untuk hybrid dari ♀ C. pandurata x
♂ C. rumphii terdapat ragam baru sebesar 10. 2 Pada analisis dengan ISSR hybrid dari
♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii terdapat ragam baru sebesar 11. Sementara untuk hybrid dari
♀ C. pandurata x
♂ C. rumphii terdapat ragam baru 3. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
70
B. PEMBAHASAN UMUM