70
B. PEMBAHASAN UMUM
Penelitian yang dilakukan belum ada yang meneliti dan menghasilkan calon hibrida anggrek, metode dan menambah pengetahuan mengenai
perkembangan anggrek secara lengkap keragaman morfologi dan sitologi serta keberhasilan persilangan.
Anggrek hitam Coelogyne pandurata Lindl. merupakan jenis anggrek epifit yang saat ini keberadaannya terancam punah. Disamping
kelangkaannya, anggrek ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena berpotensi sebagai induk persilangan yang berharga.
Informasi yang akurat mengenai masing-masing induk membantu pemulia untuk mendapatkan kombinasi gen secara tepat, selain itu
informasi mengenai metode persilangan juga merupakan suatu hal yang penting. Program Pemuliaan Tanaman memerlukan informasi tentang
keragaman dan klasifikasi yang dapat menunjukkan tingkat dan hubungan antara kultivar sebagai dasar untuk seleksi Nandariyah, 2010. Hubungan
kekerabatan atau jarak genetik membawa implikasi di bidang pemuliaan. Semakin tinggi nilai koefisien kemiripan maka kemiripan penampilan
tanaman semakin tinggi, spesies-spesies yang terdapat pada satu kelompok menunjukkan dekatnya hubungan kekerabatan.
Penelitian ini telah berhasil mengidentifikasi keragaman genetik tanaman anggrek Coelogyne spp menggunakan karakter morfologi maupun
marka molekuler. Karakterisasi berdasarkan penanda morfologi biasanya dipengaruhi lingkungan, sementara karakterisasi menggunakan marka
molekuler tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Perbedaan lain penggunaan penanda morfologi diamati semua bagian tanaman yaitu akar, batang, daun
dan bunga pada semua fase pertumbuhan dan biasanya hanya diamati karakter kualitatif saja, sedang dengan marka molekuler hanya
menggunakan 0.4 gram sampel daun muda sudah dapat memberikan gambaran yang akurat dan menyeluruh adanya perbedaan keragaman
genetik. Susantidiana et al.2009 menyatakan identifikasi morfologi suatu tanaman dilakukan dengan mengamati daun, batang, bunga, buah, akar dan
lain sebagainya yang mencakup seluruh morfologi tanaman. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
71
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan marka RAPD yaitu ternyata lebih akurat mengidentifikasi keragaman genetik
dibandingkan dengan menggunakan karakter morfologi. Pengamatan berdasarkan morfologi sudah diamati sebanyak 45 karakter yang setara
dengan 79 lokus pada penanda molekuler RAPD. Setiap karakter diperoleh keragaman morfologi sebanyak 111 sub karakter yang setara dengan 168
pita yang muncul pada gel agarose hasil elektrofresis menggunakan marka molekuler RAPD. Terjadi perbedaan pengelompokan berdasarkan analisis
kluster antara penanda morfologi dengan marka molekuler RAPD karena terdapat perbedaan koefisien kemiripan berdasarkan morfologi antara 0.78-
0.98, sedang menggunakan marka molekuler antara 0.23-0.54. Susantidiana et al. 2009 mengatakan bahwa kemiripan antar aksesi yang besar
menunjukkan bahwa aksesi-aksesi tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat. Menurut Lu 2011 dan Yam 1994, semakin
dekat koefisien kemiripan antara satu jenis anggrek akan semakin besar kemiripan dan jarak genetiknya, sehingga kemungkinan untuk dilakukan
persilangan akan semakin besar dan tingkat keberhasilannya semakin tinggi.
Penggunaan penanda morfologi terbentuk tiga kelompok, dengan koefisien kemiripan yang tinggi 0.92. Kelompok pertama terdiri dari C.
rumphii, C. mayeriana, C. pandurata, kelompok kedua C. massangeana dan kelompok ketiga C. asperata dan C. celebensis. Hasil ini berbeda pada
penelitian Kartikaningrum et al. 2004 melakukan karakterisasi anggrek Spathoglottis sp., terdapat keragaman karakter kualitatif pada bunga
terutama bentuk sepal dan petalnya, sedangkan karakter-karakter pada daun tidak terdapat keragaman. Hasil analisis yang dilakukan pada beberapa
aksesi Spathoglotis memperoleh koefisien kemiripan 74 atau tingkat keragaman karakter morfologi sebesar 26 .
Hasil koefisien kemiripan menggunakan marka RAPD berkisar 0,23- 0,54, pada kemiripan 0.50 membentuk empat kelompok yaitu kelompok
pertama terdiri dari C. pandurata, C. rumphii, kelompok kedua C. celebensis, kelompok ketiga C. mayeriana dan C. asperata, kelompok
commit to user
72
keempat C. massangeana. Menurut Juliansah et al. 2008, informasi hubungan genetik di antara individu di dalam dan di antara spesies
mempunyai kegunaan penting bagi perbaikan tanaman. Dalam program pemuliaan tanaman, pendugaan hubungan sangat berguna untuk mengelola
plasma nutfah, identifikasi kultivar, membantu seleksi tetua untuk persilangan.
Perbedaan hasil pengelompokan karakter morfologi dan molekuler RAPD pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Kartikaningrum et al.
2004 yang menyatakan bahwa pengelompokan 13 anggrek subtribe Sarcanthinae karakter morfologi tidak konsisten dengan hasil pola pita
DNA. Demikian juga penelitian Purwantoro et al. 2005 menjelaskan bahwa adanya perbedaan pada karakter bunga yang terlihat pada diameter
bunga, panjang kelopak bunga, aroma bunga dan ada tidaknya sifat nobel juga dapat menyebabkan spesies-spesies Dendrobium berada pada empat
klaster yang berbeda. Fenotipe suatu individu dapat dikendalikan lingkungan. Penggunaan karakter morfologi merupakan metode yang
mudah dan cepat, namun terdapat kendala karena pengaruh faktor lingkungan Khanuja et al., 2005 dalam Nandariyah, 2007. Oleh karena
itu, perlu didukung secara molekuler RAPD untuk penentuan hubungan kekerabatan. Adanya kombinasi yang baik antara primer dan DNA
menghasilkan produk amplifikasi berupa pita DNA yang banyak sehingga memberikan data yang baik untuk penentuan hubungan kekerabatan
anggrek Xu et al., 2010 Analisis RAPD adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengatur dan melihat karakteristik yang digunakan untuk menganalisis hubungan kekerabatan antar spesies tanaman Arya et al., 2011; Vural et
al., 2009; Das et al., 2009; Verma et al., 2009. Riedy et al. 1992; Azzrai 2005 menyebutkan keuntungan RAPD meliputi 1 memerlukan biaya
yang murah, 2 jumlah sampel DNA yang digunakan sedikit Inthawong et al., 2006, 3 mudah pelaksanaan, 4 primer mudah diperoleh.
Dari 16 primer yang diseleksi, sebanyak 11 primer menghasilkan 79 pita rata-rata 7,02 dengan pita 100 polimorfis. Menurut Nienhuis et al.
commit to user
73
1994, jumlah pita DNA polimorfis dalam suatu analisis keragaman genetik menentukan tingkat keragaman suatu populasi sehingga banyaknya
pita DNA polimorfis akan menggambarkan keadaan genom suatu tanaman.
Berdasarkan dua dendrogram hasil analisis secara morfologi dan molekuler tersebut dapat diketahui bahwa dari keenam spesies yang
digunakan Coelogyne pandurata memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan Coelogyne rumphii, sehingga pada penelitian ini C.
rumphii untuk disilangkan dengan C. pandurata. Selanjutnya dilakukan penelitian dengan melakukan persilangan antara anggrek Coelogyne
pandurata dengan Coelogyne rumphii. Hubungan kekerabatan atau jarak genetik membawa implikasi di bidang pemuliaan. Semakin tinggi nilai
koefisien kemiripan maka kemiripan penampilan tanaman akan semakin tinggi. Hasil penelitian ini memberikan implikasi terhadap pemilihan
kombinasi tetua untuk persilangan Hasil persilangan yang beragam dapat disarankan menggunakan tanaman-tanaman yang memiliki koefisien
kemiripan yang rendah Hartatik, 2000. Namun tingkat keberhasilan persilangan akan semakin rendah, karena kesesuaiannya semakin rendah,
bila berhasil maka kemungkinan mendapatkan kombinasi baru yang sangat berbeda, keragamannya tinggi dalam jumlah yang besar menjadi sangat
memungkinkan. Metode pemuliaan konvensional dengan menggunakan crossing,
seperti intraspesifik dan hibridisasi interspesifik spesies anggrek adalah cara umum untuk membuat varietas baru Semiarti et al., 2007. Dijelaskan
oleh Chaturvedi dan Shonali 2010 bahwa morfologi bunga anggrek sedikit rumit memiliki struktur batang yang disebut colum, dibagian
pangkal leher tugu memiliki anther yang didalamnya terdapat serbuksari yang disebut pollinarium. Stigma terletak sub apikal pada leher tugu yang
disebut rostellum. Keberhasilan penyerbukan terjadi ketika pollinarium dapat dimasukkan ke rostellum tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua metode persilangan bersifat kompatibel keberhasilan persilangan 100 karena antar tetua
yang disilangkan mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat. Hasil perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
74
penelitian Nielsen, 1999 menyatakan bahwa keberhasilan dalam persilangan yang menghasilkan hybrid biasanya ditandai dengan hubungan
kekerabatan yang dekat. Hasil penelitian keberhasilan persilangan menunjukkan 100 pada
semua metode persilangan crossing : Coelogyne pandurata sebagai tetua betina dengan Coelogyne rumphii sebagai tetua jantan, reciprocal:
menyilangkan Coelogyne rumphii sebagai betina dengan Coelogyne pandurata sebagai jantan dan selfing yaitu polinia ditransfer ke dalam
stigma pada satu bunga dalam satu tanaman. Hasil penelitian ini sesuai penelitian Sasongko et al. 2010 melaporkan bahwa keberhasilan
persilangan anggrek Vanda tricolor dan Vanda limbata pada semua metode persilangan baik secara selfing, crossing maupun reciprocal adalah sebesar
100. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sivanaswari et al. 2011 menyatakan bahwa pada anggrek Aerides odorata keberhasilan
persilangan secara crossing adalah berkisar 0-60, secara reciprocal berkisar 25-62. Hasil berbeda juga pada penelitian Hartati et al. 2014
menyatakan bahwa keberhasilan persilangan ♀ Vanda celebica x ♂ Vanda
insignis 100 sedang persilangan reciprocalnya 33, persilangan ♀ Vanda
celebica x ♂ Vanda tricolor keberhasilan persilangan adalah sebesar 67,
reciprocalnya adalah 0. Keberhasilan persilangan anggrek ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain memiliki hubungan evolusi atau
kekerabatan yang dekat Topik dan Pancoro, 2008. Dalam persilangan anggrek, selain pemilihan tetua merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi keberhasilan suatu persilangan, sering menjadi kendala dalam hibridisasi adalah perbedaan waktu dalam pematangan bunga,
kerusakan bagian bunga serta adanya inkompatibilitas dan sterilitas Chaudhari 1971 dalam Damayanti, 2006.
Penelitian Hartati 2010 pada persilangan antara Phalaenopsis sp dan Vanda tricolor bersifat kompatibel, namun untuk menghasilkan biji
Vanda tricolor sebagai induk betina berpeluang lebih besar dari pada secara reciprocal kebalikannya. Menurut Iswanto 2005 persilangan dikatakan
berhasil apabila 3-4 hari setelah persilangan tangkai kuntum bunga induk perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
75
betina masih segar atau berwarna kehijauan. Beberapa hari kemudian kelopak dan mahkota bunganya layu, kering dan akhirnya rontok,
kemudian muncul calon buah yang berbentuk memanjang dan berwarna hijau.
Hasil penelitian menunjukkan Tabel 8 umur masak buah pada persilangan secara reciprocal 195 hari lebih lama dibanding secara crossing
158 hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Hartati et al. 2014 menyatakan bahwa umur buah masak pada persilangan Vanda celebica
secara crossing berkisar antara 122-154 hari sedangkan reciprocal adalah berkisar 186-262 hari. Demikian juga penelitian Sivanaswari et al. 2011
menunjukkan bahwa umur masak buah pada persilangan beberapa anggrek Aerides spp secara crossing persilangan Aerides odorata berkisar antara
0-179 hari sedangkan jika secara reciprocal Aerides odorata berkisar antara 116-184 hari.
Pada penelitian ini dilakukan persilangan anggrek hitam Coelogyne pandurata dengan tetua terpilih Coelogyne rumphii dan diperoleh biji hasil
persilangan yang telah ditumbuhkan secara kultur invitro. Dengan melakukan persilangan Coelogyne pandurata yang mempunyai bunga besar
warna hijau dengan lidah hitam namun jarang berbunga 2-3 kali dalam setahun, serta pembungaannya tidak serentak disilangkan dengan
Coelogyne rumphii yang mempunyai bunga kecil warna bunga kuning dengan lidah coklat namun sering berbunga hampir setiap bulan serta
pembungaan serentak, diharapkan akan diperoleh varian baru yang menambah keragaman genetik.
Dalam taksonomi tumbuhan pengamatan kromosom sangatlah penting. Jumlah kromosom merupakan karakteristik sitologi yang paling
mudah diamati jika dibandingkan dengan karakteristik kromosom yang lainnya seperti bentuk kromosom dan kariotipe. Susunan kariotipe dapat
digunakan untuk mengetahui penyimpangan kromosom baik dalam jumlah dan struktur kromosom yang terjadi pada waktu pembelahan sel dan dapat
dicari hubungannnya dengan kelainan yang terjadi pada anatomi, morfologi dan fisiologi suatu makhluk hidup. Hasil penelitian menunjukkan jumlah
commit to user
76
kromosom tetua anggrek C. pandurata 2n=36, tetua C. rumphii memiliki jumlah kromosom 2n=72, hybrid C. pandurata sebagai induk jantan dan
hybrid C. pandurata sebagai induk betina memiliki jumlah kromosom 2n=54.
Jumlah kromosom anggrek adalah diploid, yaitu satu pasang kromosom terdiri atas dua set kromosom homolog. Oleh karena itu variasi
jumlah set kromosom ploidi pada tanaman salak termasuk dalam kelompok euploidi, yaitu keadaan bahwa jumlah kromosom yang diamati
dari suatu makluk hidup merupakan kelipatan dari jumlah kromosom dasarnya. Penelitian Balanos et al. 2008, membuktikan bahwa kromosom
induk Phalaenopsis sp mempunyai 2n=38 tetapi pada keturunannya Doritaenopsis memberikan hasil jumlah kromosom yang berbeda 2n=72.
Berdasarkan penelitian dari Davina 2009 pada anggrek di Argentina diketahui bahwa dari 19 anggrek yang diteliti jumlah kromosom paling
sedikit adalah 2n=26 pada Eltroplectris schlechteriana dan paling banyak 2n=108 pada Catasetum fimbriatum. Penelitian Ramesh dan Renganathan
2013b pada 5 spesies anggrek Coelogyne dapat diketahui bahwa jumlah kromosom paling sedikit adalah C. barbata Griff 2n=18 dan paling banyak
C. breviscapa Lindl 2n=32. Analisis flow cytometry dapat diketahui berdasarkan tingkat ploidi
dan jumlah kromosomnya yaitu C. pandurata mempunyai 2n=2x=36, C. rumphii mempunyai 2n=4x=72 dan hybrid 2n=3x=54. Perbedaan ukuran
kromosom pada spesies tanaman yang sama dimungkinkan terjadi karena kromosom yang diukur berasal dari sel dan tanaman yang berbeda sehingga
dimungkinkan ada selisih waktu pembelahan sel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Parjanto et al. 2003 bahwa pada sel yang berbeda dapat terjadi
perbedaan ukuran panjang kromosom yang disebabkan oleh perbedaan tingkat kondensasi kromosom.
Penelitian Aoyama et al. 2013 pada beberapa tanaman anggrek tanah yang menyatakan bahwa hasil persilangan dari tetua pada tingkat
ploidi 2n=2x=44 dan 2n=4x=88 didapatkan hybrid berada di tingkat ploidi 2n=3x=66. Pada penelitian Lee et al. 2011 pada anggrek Paphiopedilum
commit to user
77
dan hybridnya, pada tetua P. delenatii , P. micranthum, P. bellatulum, P. rothshildianum masing-masing mempunyai kromosom 2n=26, P. callosum
mempunyai 2n=29 dan P. glaucophylum 2n=31, pada hybridnya P. delenatii x P. micanthum mempunyai 2n=26, P. delenatii x P. bellatulum
2n=26, P. delenatii x P. rothshildianum 2n=26, P.delenatii x P. callosum 2n=29, P. delenatii x glaucophylum 2n=31. Pada penelitian Cox et al., 1998
jumlah kromosom
seksi Barbata,
seksi Cochlopetalum,
seksi Paphiopedilum 2n=30-37. Balanos et al. 2008 juga menjelaskan bahwa
pada hasil silang Doritaenopsis dan Phalaenopsis dihasilkan hybrid Doritaenopsis I-Hsin Purple Jewel dengan tingkat ploidi 2n=3x=57.
Identifikasi hasil persilangan pada penelitian ini menggunakan enam primer RAPD Random Amplified Polymorphic DNA yaitu: OPA-02,
OPA-07, OPB-12, OPB-17 OPB-18, OPD-11 menunjukkan 100 pita adalah polimorfis, total pita yang dihasilkan adalah 50 dengan pita
teramplifikasi rata-rata 8.3 pita per primer. Pada ISSR Intersimple Sequence Repeat menggunakan empat primer ISSR yaitu UBC 814, UBC
826, UBC 807, UBC 810 menunjukkan 91.32 pita polimorfis. Total pita yang dihasilkan dari empat primer adalah 30 dengan pita teramplifikasi
rata-rata 7.5 pita per primer. Perbedaan hasil analisis RAPD dengan ISSR pada penelitian ini juga
dilakukan penelitian oleh Parab and Krishnan 2008 pada anggrek Rhynchostylis retusa dengan menggunakan analisis RAPD menghasilkan
pita polimorfis 76.13 4.38 dengan pita teramplifikasi 5.79 pita per primer, menggunakan analisis ISSR menghasilkan pita polimorfis lebih
rendah yaitu 62.6 3.2 dengan pita teramplifikasi 4.28 pita per primer. Demikian juga penelitian Poerba dan Ahmad 2010 menjelaskan bahwa
penanda RAPD dan ISSR mampu mendeteksi DNA polymorfisme yang dapat menggambarkan hubungan kekerabatan kultivar pisang dengan
menggunakan analisis RAPD menunjukkan bahwa 96.82 pita polimorfis yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil analisis dengan menggunakan
ISSR adalah 92.86 polimorfis. Guo et al. 2009 menyatakan bahwa ISSR dapat menghasilkan pola polimorfisme lebih tinggi dari pada RAPD.
commit to user
78
Polimorfisme merupakan gambaran amplifikasi yang diperoleh dari perbedaan fragmen DNA yang diobservasi dan diskor sebagai ada atau
tidaknya perbedaan sekuen sehingga menunjukkan ada tidaknya variasi Gregor et al., 2000. Intensitas pita DNA hasil amplifikasi pada setiap
primer dipengaruhi oleh kemurnian dan konsentrasi cetakan DNA. Cetakan DNA yang mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan
senyawa fenolik sering menghasilkan pita DNA yang redup Poerba dan Martanti 2008. Hal tersebut memungkinkan tidak semua marka RAPD
dapat teramplifikasi pada tanaman F1 hasil persilangan maupun tanaman tetuanya. Hasil pita kemudian dianalisis, hanya pita yang menunjukkan
amplifikasi yang digunakan untuk scoring dan untuk analisis lebih lanjut Arya et al., 2011.
Dendrogram hasil analisis dengan RAPD gambar 18 dan gambar 19 menunjukkan bahwa tetua memiliki keragaman
genetik 40 dan hybrid dari persilangan
♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii memiliki keragaman genetik 46, sehingga terdapat ragam baru sebesar 6. Sementara untuk
hybrid dari persilangan ♀ C. pandurata x ♂ C. rumphii memiliki
keragaman genetik 50, hal ini menunjukkan adanya penambahan keragaman genetik tanaman sebesar 10. Keragaman genetik merupakan
variasi genetik yang dimiliki oleh individu dalam suatu populasi yang menempati suatu ekosistem. Suryanto 2008 menyatakan keragaman
genetik dapat terjadi karena adanya perubahan nukleotida penyusun DNA. Berdasarkan hasil dendrogram dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan antara hasil persilangan ♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii serta ♀
C. pandurata x ♂ C. rumphii. Pada hasil persilangan ♂ C. pandurata dan ♀
C. rumphii sebagian hybrid mengikuti tetua betina atau C. rumphii. Pada hasil persilangan
♀ C. pandurata dan ♂ C. rumphii, hybrid mengikuti tetua betina C. pandurata. Sehingga dapat dikatakan bahwa tetua betina lebih
dominan menurunkan sifatnya pada hybrid dibandingkan dengan tetua jantan. Penelitian Inthawong et al. 2006 yang menyatakan bahwa hasil
analisis RAPD dengan menggunakan primer OPF 06, hybrid yang berada di 273 bp, 490 bp dan 564 bp mengikuti tetua betinanya yaitu Dendrobium
commit to user
79
trigonopus. Inthawong et al. 2006 juga menjelaskan bahwa berdasarkan penanda RAPD dapat diketahui bahwa DNA dari hibrida Dendrobium
merupakan hasil kombinasi dari ke dua tetuanya. Dendrogram hasil analisis dengan ISSR menggambarkan hubungan
genetik antara semua aksesi yang diuji. Hasil dendrogram gambar 24 dan 25 dapat memberikan informasi bahwa tetua memiliki keragaman genetik
32 sedangkan hybridnya dari persilangan ♂ C. pandurata x ♀ C. rumphii
memiliki keragaman genetik 43, sehingga terdapat keragaman genetik baru sebesar 11. Sementara untuk hybrid dari persilangan
♀ C. pandurata x
♂ C. rumphii memiliki keragaman genetik 35, maka dapat diketahui terdapat ragam baru sebesar 3. Secara umum keragaman genetik dari
suatu populasi dapat terjadi karena adanya mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen dari suatu tempat ke tempat lain.
Zhang et al. 2012 menjelaskan dari hasil penelitian keragaman genetik hybrid interspesifik Aechma gomosepala dan A. recurvata var.
recurvata menggunakan penanda SRAP diketahui bahwa dari ke 40 hybrid yang diteliti menunjukkan 37 hybrid terpisah pada kelompok yang berbeda
sementara 3 hybrid lainnya menjadi satu kelompok dengan tetuanya. Kusumadewi dan Mansur 2012 menjelaskan bahwa penanda RAPD dan
ISSR dapat digunakan untuk mendeteksi adanya hybrid Nepenthes hookeriana. Tanee et al. 2012 menjelaskan bahwa proses hibridisasi
berpotensi dapat mendorong peningkatan keragaman genetik pada spesies Vanda. Penelitian Romeida et al. 2012 pada tanaman Spathoglottis
plicata mengatakan
penanda ISSR
banyak digunakan
untuk mengidentifikasi spesies, kultivar ataupun populasi suatu spesies yang
mirip dengan level variasi genetik yang rendah dan sangat berguna sebagai alat pendeteksi keragaman genetik suatu spesies tanaman yang mempunyai
variasi genetik yang sangat luas. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
80
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN