Menantang Laki-laki Wujud Perlawanan Terhadap Kuasa Patriarki dalam Drama Mangir

110 mereka. Kedua, Putri Pambayun berlindung di bawah nama suaminya. Hal tersebut ia lakukan karena dirinya berada dalam ancaman Baru Klinthing. Seakan ia meminta Ki Ageng Wanabaya untuk melindunginya.

c. Menantang Laki-laki

Bentuk perlawanan yang selanjutnya adalah dengan menantang laki-laki. Perempuan pada posisi tertentu ketika sudah tidak bisa lagi untuk melawan dengan cara lain adalah dengan menantangnya. Menantang dalam hal ini adalah menyuruh untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Adapun menantang laki-laki yang dimaksud seperti yang tampak pada data berikut. Putri Pambayun: Inilah diri, hukumlah semau hatimu. Wanabaya: menengadah ke langit, pelan-pelan berdiri meronta kasar mele paskan kaki dari rangkulan Putri Pamhayun, dengan tangan gemetar menanrik keris di tentang perut. Ah Keris disarungkannya lagi. Mengangkat tangan menutupi kuping. Klinting gemetar suaranya Baru Klinting. Betapa lama. Ke mana kau? Melangkah cepat kesamping, berseru. Klinting Kembali ke tengah panggung. Ah, Klinting. Tak pernah kita berpisah kecuali demi perempuan ini menuding pada PutriPambayun. Tak pernah berpi-sah, laksana petir dengan guruh, seperti bahu dengan tinju. Hanya karena kau, perempuan Mataram, perempuan pendusta, ke mana aku sembunyikan mukaku ini? menengadah ke langit. Kau, Kau Yang Punya Hidup, Kau Yang Punya Mati, tunjukkan padaku suatu tempat, di mana dapat kutaruh mukaku ini. Menebah dada. Jagad Dewa, Jagad Pramudita... Putri Pambayun: berdiri menghampiri. Tiada kau hukum aku? Bumi dan Iangit tak dapat ingkari, inilah Putri Pambayun Mataram istrimu, inilah bayi dalam kandungan anakmu, duaduanya tetap bersetia kepadamu... Toer, 2011: 81. Putri Pambayun yang tengah terpojok dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi meminta Ki Ageng Wanabaya untuk menghukumnya. Hal tersebut terjadi ketika Pambayun tidak mau lagi berbohong terhadap orang yang ia cintai. Putri 111 Pambayun mengatakan yang sesungguhnya kepada wanabaya tentang siapa sebenarnya dirinya. Semua kebohongan yang telah terbentuk ia ungkap semua. Hal tersebut menjadikan Putri Pambayun berada pada posisi yang sangat rendah. Pada posisi ini Pambayun tidak bisa melakukan apa-apa selain menyuruh Ki Ageng Wanabaya untuk menghukumnya. Adapun dalam sikapnya tersebut secara tidak langsung Putri Pambayun melawan Ki Ageng Wanabaya. Dengan mengatakan “hukumlah semau hatimu” Putri Pambayun menyuruh Ki Ageng Wanabaya untuk berfikir dan mempertimbangkan segala sesuatu terhadapnya. Hal tersebut menjadikan Wanabaya berada dalam dilema. Dialog Wanabaya di atas tampak adanya dilema serta kegelisahan dalam diri Wanabaya. Alasan Pambayun berani melakukan itu karena ada konflik batin pada dirinya atas masalah yang ia hadapi. Kecintaannya terhadap Ki Ageng Wanabaya merupakan alasan paling kuat Pambayun melakukan hal tersebut. Pambayun tidak ingin mendustai orang yang ia cintai. Adapun selain menantang Ki Ageng Wanabaya, Putri Pambayun juga menantang Panembahan Senapati. Hal ini ia lakukan sebagai bentuk perlawanan atas semua yang dilakukannya terhadap Putri Pambayun. Panembahan Senapati: Kau rela Wanabaya mati? Putri Pambayun: Sahaya inginkan tangan ayahanda sendiri habisi Pambayun ini. Tumenggung Mandaraka: Kau setiawan Mataram, bukan di sini tempat meminta mati. Toer, 2011:137. 112 Seperti dengan data sebelumnya ketika Putri Pambayun berada pada posisi yang sangat terpojok, ia meminta laki-laki untuk melakukan sesuatu terhadapnya. Dalam hal ini Putri Pambayun menginginkan Panembahan Senapati untuk menghabisi dirinya. Hal ini ia lakukan sebagai bentuk perlawanan dirinya terhadap Panembahan Senapati. Panembahan Senapati bisa saja berkuasa terhadap apa saja yang ia kehendaki, tetapi tidak pada diri Pambayun. Putri Pambayun lebih meminta mati dari pada diperintah lagi oleh Panembahan Senapati. Pangeran Purbaya: melompal, menikam pada lambung Wanabaya. Wanabaya: keris terlepas dari tangan. Raja dari segala dusta ... dihujani tombak oleh prajurit-prajurit Pengawal dari belakang; rebah. Putri Pambayun: Kakang lari menghampiri dan merangkul. Baru Klinthing: menangkis serangan dari Tumenggung Jagaraga dan Tumenggung Pnnggalaya untuk menyerbu Panembahan Senapati. Raja segala penganiaya...... Panembahan Senapati: menombak Baru Klinthing dari belakang. Baru Klinthing: tersungkur. Be-de-bah Demang Patalan: dengan keris pada tangan kanan, dengan tangan kiri melemparkan sarungnya pada Tumenggung Mandaraka. Sebelum bisa berbuat apa-apa, dihu jani tombak dari belakang oleh parapra jrit pengawal; rebah. Tumenggung Mandaraka: Selesai sudah perkara Mangir. Panembahan Senapati: Tertawa. Putri Pambayun: di samping mayat Wanabaya. Jangan lupakan Pambayun, ayahanda baginda, antarkan sahaya pergi bersama dia..... Toer, 2011: 141. Setelah terbunuhnya Ki Ageng Wanabaya, Panembahan Senapati ditantang Putri Pambayun untuk membunuhnya juga. Pambayun yang telah cinta manti terhadap Ki Ageng Wanabaya menjadikan dirinya berani untuk menantang 113 Panembahan Senapati. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap Panembahan Senapati. Adapun hal tersebut dikarenakan setelah kehilangan suami, Pambayun tidak ada harapan lagi, terlebih dia tengah mengandung anak Ki Ageng Wanabaya.

d. Mengungkapkan Perasaan