Kekerasan Wujud Kuasa Partiarki dalam Drama Mangir Karya Pramoedya Ananta

86

e. Kekerasan

Wujud kekerasan dalam drama Mangir karya Pramoedya ini muncul sebagai kekerasan gender dalam kategori kekerasan fisik. Hal ini terjadi karena adanya stereotipe yang menimbulkan subordinasi sehingga menimbulkan kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan dalam drama Mangir ini dilakukan oleh Panembahan Senapati terhadap Putri Pambayun yang ia anggap rendah karena telah menjadi istri musuhnya. Putri Pambayun Panembahan Senapati: Perempuan hina menendang Putri Pambayun sehingga lepas rangkulan pada kaki. Putri Pambayun: Kakang Wanabaya, di sini istrimu mati, di bawah takhta ayahanda Panembahan Senapati. Panembahan Senapati: Haram tersentuh oleh kulitmu. Suaramu najis untuk pendengaran kami. Terkejut, ber paling ke belakang. Toer, 2011:137. Kekerasan yang dilakukan Panembahan Senapati tersebut menurut Mansour Fakih merupakan bentuk kekerasan gender dalam ketegori kekerasan fisik. Disebutkan dalam kutipan diatas bahwa Panembahan Senapati menyebut Putri Pambayun sebagai perempuan hina. Adapun saat kalimat tersebut diucapkan Panembahan Senapati menendang Putri Pambayun yang sedang merangkul kakinya sebagai bentuk bakti anak kepada orang tua. Kekerasan fisik merupakan bentuk kekerasan nyata, yang terlihat secara kasat mata melakukan aktifitas fisik untuk menyakiti pihak lain. Dalam kutipan tersebut tampak jelas bahwa Panembahan Senapati menendang Putri Pambayun. Menendang merupakan sebuah kegiatan fisik yang bertujuan untuk menyakiti pihak lain. 87 Kekerasan fisik dalam drama Mangir ini muncul sebanyak dua kali. Adapun kedua kekerasan fisik tersebut dilakukan oleh Panembahan Senapati terhadap putrinya sendiri Putri Pambayun. Data ke dua yang dimaksud adalah sebagai berikut. Pangeran Purbaya, Tumenggung Jagaraga, Tumenggung Pringgalaya: berdiri di sekitar Panembahan Senapati siaga dengan keris di tangan. Panembahan Senapati: perlahan-lahan menarik keris, kakinya masih sempat menyepak Putri Pambayun yang merangkak mendekat. Ada yang lolos masuk ke istana. Tumenggung Mandaraka: Bukan garapan untuk yang tua-tua. Putri Pambayun: memekik. Di sini aku mati, Wanabaya, Kakang. Toer, 2011:138. Kutipan tersebut tampak perlakuan Panembahan Senapati terhadap Putri Pambayun yang mengandung adanya kekerasan fisik. Panembahan Senapati saat akan bergegas melawan prajurit Mangir masih sempat menyepak Putri Pambayun. Posisi Putri Pambayun berada di bawah kepentingan Panembahan Senapati yang hendak mengalahkan Mangir. Panembahan Senapati tidak memperdulikan putrinya sendiri yang merangkak mendekatinya. Adapun selain tidak memperdulikan Putri Pambayun, Panembahan Senapati juga melakukan kekerasan terhadap Putri Pambayun dengan menyepaknya.

2. Faktor Pendukung Kuasa Patriarki dalam Drama Mangir Karya