Feminisme sebagai Bentuk Perlawanan terhadap Patriarki

45 disandangkan di depan nama orang kelas bandara seperti GKR Gusti Kanjeng Ratu, KPH Kanjeng Pangeran Haryo, GBPH Gusti Bandara Pangeran Haryo. Kelas selanjutnya dikenal dengan istilah priyayi. Kelas ini merupakan kelas orang-orang elit, yaitu orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Seperti pegawai pemerintahan dan pegawai badan usaha milik negara. Kaum priyayi dalam masyarakat Jawa memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Hal itu dikarenakan kaum priyayi biasanya dijadikan sebagai pemimpin yang bisa mengatur dan membimbing masyarakat luas. Tingkatan di bawah priyayi terdapat kelas sodagar, yaitu sekelompok orang yang berprofesi sebagai pedagang. Pedagang yang dimaksud adalah pedagang-pedagang pasar yang menjual hasil bumi dari petani serta kebutuhan- kebutuhan hidup seperti tekstil, hasil ternak yang mereka bawa dari desa ke pasar. Kelas yang paling rendah biasa disebut dengan istilah tiyang alit, yaitu kelas yang berisikan petani apa bila mereka hidup dan berkembang di desa. Adapun jika mereka yang tinggal di kota biasanya sebagai buruh kecil atau kuli dalam lingkungan industri, tukang-tukang yang banyak berada di pinggir jalan, atau di warung-warung.

5. Feminisme sebagai Bentuk Perlawanan terhadap Patriarki

Kritik sastra feminis merupakan salah satu ragam kritik sastra kajian sastra yang mendasarkan pada pemikiran feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya. Kritik sastra feminis tidak dapat dipisahkan 46 dari gerakan feminisme yang pada awalnya muncul di Amerika Serikat pada 1700-an Madsen via Wiyatmi, 2012:34. Feminisme sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Meskipun terjadi perbedaan antar feminis mengenai apa, mengapa dan bagaimana penindasan dan eksploitasi itu terjadi, namun mereka sepaham bahwa hakikat perjuangan feminis adalah demi kesamaan, martabat dan kebebasan mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam maupun di luar rumah Fakih, 2008:99. Wiyatmi 2012:35 tujuan utama dari kritik sastra feminis adalah menganalisis relasi gender, situasi ketika perempuan berada dalam dominasi laki- laki. Kritik sastra feminis memiliki berbagai ragam, yaitu: 1 Kritik sastra feminis perempuan sebagai pembaca the woman as readerfeminist critique, yang memahami karya sastra dari perspektif perempuan; 2 kritik sastra feminis yang melihat perempuan sebagai penulis the woman as writergynocritics; 3 kritik feminis psikoanalisis; 4 kritik feminis marxis; 5 kritik feminis hitam dan lesbian. Feminisme menggali keseluruhan aspek mengenai perempuan, menelusuri aspek-aspek kesejarahannya, klasifikasi, periodisasi, kaitannya dengan teori-teori yang lain, sekaligus menyusunnya ke dalam suatu kerangka-kerangka konseptual. Feminisme merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan postmodemisme dan postrukturalisme. Pada tataran ini feminisme sudah mengadopsi konscp-konscp penting postrukturalisme yang dianggap sesuai untuk menyelesaikan masalahmasalah perempuan Ratna, 2007: 220. 47

B. Penelitian yang Relevan

Drama Mangir karya Pramoedya Ananta Toer telah banyak dijadikan objek dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian dengan judul “Gambaran Politik, Ideologi dan Kekerasan Drama Mangir Karya Pramoedya Ananta Toer”. Sebuah penelitian dalam jurnal Aksara yang ditulis oleh Puji Retno Hadiningtyas pada tahun 2007 yang diterbitkan oleh pusat bahasa Denpasar. Penelitian ini mendiskripsikan gambaran politik, ideologi, dan kekerasan dalam drama Mangir karya Pramoedya Ananta Toer. Disebutkan dalam penelitian tersebut bahwa drama politik umumnya memainkan peranan utama dalam karya sastra, karya sastra tanpa politik seakan terasa “mentah”. Dalam bentuk yang ideal, drama politik berisi ketegangan internal, yaitu ketegangan perilaku dan perasaan seorang tokoh, di samping itu harus mengisyaratkan ideologi modern. Ideologi umumnya bersifat abstrak dalam pikiran tokoh. Konflik dan kekerasan dalam drama Mangir mampu memikat pembaca, karena drama itulah politik dan ideologi ditampilkan sekaligus dipertahankan, serta gagasan tentang keterlibatan sastra dan pengarangnya juga merupakan alegori yang ironis, yang dimaksudkan sebagai sindiran terhadap konflik antar penguasa. Melalui penelitian tersebut, peneliti mencoba melihat sisi lain dari sebuah politik, ideologi, serta kekerasan dalam drama Mangir dari aspek tokoh perempuan yang menerima ketidakadilan gender dari tokoh laki-laki.