commit to user
19 orang meninggal. Dalam tradisi Jawa, selamatan memperingati roh orang yang
meninggal dilaksanakan sesuai dengan hari keberapa selamatan itu dilaksanakan, yaitu
slametan surtanah geblag, nelung dina, pitung dina, matang puluh, nyatus, mendak pisan, mendak pindho,
dan
nyewu
. Pada waktu selamatan sesaji selalu ada yang diperuntukkan bagi roh orang yang telah meninggal. Keyakinan
terhadap kekuatan benda sakti nampak pada kebiasaan untuk melaksanakan ritual kutukan dan siraman benda pusaka. Ritual kutukan dilaksanakan setiap
malem Selasa Kliwon
dan
malem Jemuwah Kliwon
. Caranya dengan membakar kemenyan pada sebuah dupa, lalu benda pusaka tersebut dilambai-lambaikan
di atas pedupaan. Hal ini merupakan tindakan memberi makan kepada benda pusaka tersebut. Sedangkan pembersihan benda pusaka dilaksanakan setahun
sekali pada bulan
Sura
, dengan cara
dijamasi
dicuci. Orang Jawa percaya bahwa rumah yang mereka tempati dijaga oleh roh
halus, sehingga pemberian sesaji juga diberikan kepada
dhanyang merkayangan, sing mbaurekso
, yaitu roh leluhur yang menjaga tidak saja rumah tempat tinggal, tetapi juga desa mereka. Tempat-tempat yang dianggap
wingit
sakral juga tidak luput dari pemberian sesaji, karena dianggap ada penunggunya, seperti pohon
besar, perempatan jalan, jembatan dan sebagainya. Penunggu tersebut harus diberi sesaji agar mau membantu hidup manusia.
2.2.4. Akulturasi Budaya
Kota Kudus yang terletak di pesisir utara Jawa, masyarakatnya mengandalkan sektor perdagangan sebagai penunjang perekonomiannya. Akses
untuk berhubungan dengan dunia luar mengakibatkan adanya kontak budaya.
commit to user
20 Kontak budaya melalui perdagangan membuka jalan terjadinya percampuran
kebudayaan, yang tidak didasarkan pada keinginan untuk menyebarkan kebudayaan tetapi penyebaran kebudayaan merupakan akibat dari perdagangan.
Hubungan dagang
yang membentuk
masyarakat dagang itu di pusat-
pusat perdagangan sekaligus memungkinkan penyebaran kebudayaan baru yang berasal dari para pedagang pendatang. Terjadilah apa yang disebut dengan
akulturasi budaya. Yudoseputro 1993:30 mengatakan bahwa akulturasi budaya adalah proses percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling
mempengaruhi. Bertemunya dua kebudayaan
tersebut disebabkan
adanya penyebaran kebudayaan yaitu kebudayaan asing dengan kebudayaan dari suatu
masyarakat atau bangsa tertentu. Akibat dari bertemunya kebudayaan itu timbul proses penyerapan unsur-unsur kebudayaan itu sendiri. Pada tingkat awal proses
percampuran kebudayaan tersebut, pihak peneriman cenderung untuk menerima kebudayaan asing seperti apa adanya.
2.2.5. Sinkretisme dalam Budaya Jawa
Sinkretisme dalam budaya Jawa dianggap ciri paling menonjol dalam religi orang Jawa, sehingga pembahasan tentang sinkretisme dalam budaya
Jawa berkaitan dengan religi orang Jawa, mengingat hasil-hasil kesenian seringkali berhubungan dengan ritual keagamaan. Aryono dalam Sujamto
2000:13 berpendapat bahwa sinkretisme sering diartikan sebagai kombinasi segala unsur dari berbagai agama yang berbeda-beda, kemudian terpadu
menjadi satu yang kemudian dijadikan sebagai agama dalam versi baru. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan sinkretisme sebagai paham aliran
commit to user
21 baru yang merupakan perpaduan dari beberapa paham aliran yang berbeda untuk
mencari keserasian, keseimbangan, dan sebagainya. Dalam KBBI juga menjelaskan kata sinkretisasi sebagai penyerasian penyesuaian, penyeimbangan,
dan sebagainya antara dua aliran agama dan sebagainya, ada
sinkretisasi Budha dan Syiwa menjadi
Budha Mahayana
.
Dari pengertian sinkretisme di atas dapat disimpulkan bahwa sinkretisme dalam budaya Jawa adalah kecenderungan
budaya Jawa yang melakukan suatu proses pertemuan atau perpaduan dua atau lebih aliran.
Ketika Hindu dan Budha masuk ke Jawa, terjadilah proses sinkretisasi. Kepercayaan animisme dan dinamisme berbaur dengan Hinduisme dan Budhisme.
Sinkretisme memadukan, mencampur, menyelaraskan dua keyakinan atau lebih menjadi suatu keyakinan yang baru. Pengaruh Hindu diterima secara kreatif
karena terdapat suatu pemahaman yang sejajar tentang religi animisme dinamisme yaitu manusia bisa menjalin hubungan langsung dengan dewa-dewa dan roh
halus. Bahkan dengan laku
Tarak Brata
manusia bisa jadi sakti dan mengalami bersatu dengan dewanya Simuh dalam Dhanu, 2004:19. Wujud yang paling
menonjol dari sinkretisme Jawa dengan Hindu, Budha adalah
Mistik Kejawen
Suwardi, 2003:63. Keadaan seperti itu terjadi pula ketika Islam masuk pada abad 15 dan
menjadi kekuatan kebudayaan dan agama utama di kepulauan Nusantara pada abad 15 dan 16. Ajaran Islam yang masuk melalui jalur perdagangan di pesisir
pantai Utara Jawa menghadapi budaya lokal yang sudah banyak diresapi oleh unsur-unsur Hindusime dan Budhisme. Jadi di Jawa telah terjadi proses
commit to user
22 sinkretisasi antara agama Hindu, Budha, dan Islam diramu menjadi bentuk
Kebatinan Jawa. Sinkretisme di Jawa telah diolah dan disesuaikan dengan adat istiadat Jawa, lalu dinamakan agama
Jaw
a
atau Kejawen, Koentjaraningrat 1994:341 menyebutnya dengan
Agami Jawi
. Sinkretisme yang selanjutnya dipelopori oleh kaum abangan, semakin kental dan sulit dikenali mana budaya
yang terkena pengaruh dan mana budaya asli. Bahkan manusia Jawa sendiri tidak begitu mempersoalkan antara yang asli dan tidak asli. Manusia Jawa
menerima kontak budaya spritual dan selanjutnya hasil sinkretisme itu diakui sebagai miliknya. Proses sinkretisasi yang terjadi pada kehidupan religi Jawa
juga berpengaruh pada hasil-hasil kesenian Jawa pada umumnya. Kesenian Jawa prasejarah yang animisme-dinamisme tidak serta merta hilang dengan
datangnya agama Hindu dan Budha. Peninggalan keseniannya menunjukkan fenomena ini, seperti yang terdapat pada candi-candi yang merupakan puncak
hasil kesenian jaman Hindu dan Budha. Bahkan yang terjadi adalah berpadunya konsep religi Jawa kuno dan Hindu tersebut menumbuhkan kebudayaan Hindu
Jawa yang menghasilkan seni ukir dengan kekayaan motif-motifnya beserta perlambangan-perlambangan yang terkandung didalamnya. Demikian juga ketika
Islam datang, ciri-ciri artefak yang telah ada tidak dihilangkan, tetapi disesuaikan dengan kepentingan Islam. Sebagai contoh dapat dilihat pada hiasan ukiran yang
terdapat pada dinding masjid Mantingan Jepara. Motif ukiran masjid Mantingan yang didirikan pada masa kejayaan Islam di Jawa, menunjukkan ciri-ciri
peninggalan kebudayaan masa Hindu Jawa.
commit to user
23
2.2.6. Kesenian Jawa 2.2.6.1. Pengertian Kesenian Jawa