commit to user
18 hanya membedakan antara suatu sub daerah Barat yang pusatnya di Cirebon, dan
suatu sub daerah Timur yang berpusat di Demak. Penduduk daerah pesisir ini pada umumnya memeluk agama Islam
puritan
yang juga mempengaruhi kehidupan sosial budaya mereka.
2.2.3. Religi Orang Jawa
Masyarakat Jawa sudah sejak lama telah mengenal adanya kekuatan yang dimiliki oleh benda-benda bertuah maupun pada arwah leluhur. Pemujaan pada
kekuatan benda-benda bertuah disebut dinamisme dan pemujaan pada arwah leluhur disebut animisme. Religi Jawa semacam ini masih berlangsung sampai
sekarang, yaitu dengan adanya ritual-ritual dan sesaji. Ritual dan sesaji adalah bentuk
negosiasi supranatural, agar
kekuatan adikodrati,
mau diajak
kerjasama. Sudarso SP, 1990:14 mengatakan bahwa ritual magis digunakan sebagai alat untuk mencapai sesuatu tujuan dengan cara yang irrasional
misalnya dipergunakan untuk mencari persahabatan dengan sesuatu di luar manusia, mencari perlindungan ataupun secara magis diharapkan mempengaruhi
keadaan. Animisme dan dinamisme adalah religi Jawa kuno yang mewarnai keyakinan orang Jawa. Wujud nyata dalam pemujaan roh dan kekuatan benda
melalui permohonan berkah. Roh dan benda-benda di sekitar manusia dianggap memiliki kekuatan sakti dan dapat mendatangkan kebahagiaan atau sebaliknya.
Orang Jawa mengenal orang sakti yang kekuatannya diperoleh dari
perewangan
yang tak lain merupakan bantuan roh leluhur atau nenek moyang dan
jimat
dari benda-benda bertuah. Wujud dari keyakinan pemujaan roh tercermin pada upacara selamatan
commit to user
19 orang meninggal. Dalam tradisi Jawa, selamatan memperingati roh orang yang
meninggal dilaksanakan sesuai dengan hari keberapa selamatan itu dilaksanakan, yaitu
slametan surtanah geblag, nelung dina, pitung dina, matang puluh, nyatus, mendak pisan, mendak pindho,
dan
nyewu
. Pada waktu selamatan sesaji selalu ada yang diperuntukkan bagi roh orang yang telah meninggal. Keyakinan
terhadap kekuatan benda sakti nampak pada kebiasaan untuk melaksanakan ritual kutukan dan siraman benda pusaka. Ritual kutukan dilaksanakan setiap
malem Selasa Kliwon
dan
malem Jemuwah Kliwon
. Caranya dengan membakar kemenyan pada sebuah dupa, lalu benda pusaka tersebut dilambai-lambaikan
di atas pedupaan. Hal ini merupakan tindakan memberi makan kepada benda pusaka tersebut. Sedangkan pembersihan benda pusaka dilaksanakan setahun
sekali pada bulan
Sura
, dengan cara
dijamasi
dicuci. Orang Jawa percaya bahwa rumah yang mereka tempati dijaga oleh roh
halus, sehingga pemberian sesaji juga diberikan kepada
dhanyang merkayangan, sing mbaurekso
, yaitu roh leluhur yang menjaga tidak saja rumah tempat tinggal, tetapi juga desa mereka. Tempat-tempat yang dianggap
wingit
sakral juga tidak luput dari pemberian sesaji, karena dianggap ada penunggunya, seperti pohon
besar, perempatan jalan, jembatan dan sebagainya. Penunggu tersebut harus diberi sesaji agar mau membantu hidup manusia.
2.2.4. Akulturasi Budaya