Religi Orang Jawa Kajian Budaya Jawa 1. Wujud Kebudayaan

commit to user 18 hanya membedakan antara suatu sub daerah Barat yang pusatnya di Cirebon, dan suatu sub daerah Timur yang berpusat di Demak. Penduduk daerah pesisir ini pada umumnya memeluk agama Islam puritan yang juga mempengaruhi kehidupan sosial budaya mereka.

2.2.3. Religi Orang Jawa

Masyarakat Jawa sudah sejak lama telah mengenal adanya kekuatan yang dimiliki oleh benda-benda bertuah maupun pada arwah leluhur. Pemujaan pada kekuatan benda-benda bertuah disebut dinamisme dan pemujaan pada arwah leluhur disebut animisme. Religi Jawa semacam ini masih berlangsung sampai sekarang, yaitu dengan adanya ritual-ritual dan sesaji. Ritual dan sesaji adalah bentuk negosiasi supranatural, agar kekuatan adikodrati, mau diajak kerjasama. Sudarso SP, 1990:14 mengatakan bahwa ritual magis digunakan sebagai alat untuk mencapai sesuatu tujuan dengan cara yang irrasional misalnya dipergunakan untuk mencari persahabatan dengan sesuatu di luar manusia, mencari perlindungan ataupun secara magis diharapkan mempengaruhi keadaan. Animisme dan dinamisme adalah religi Jawa kuno yang mewarnai keyakinan orang Jawa. Wujud nyata dalam pemujaan roh dan kekuatan benda melalui permohonan berkah. Roh dan benda-benda di sekitar manusia dianggap memiliki kekuatan sakti dan dapat mendatangkan kebahagiaan atau sebaliknya. Orang Jawa mengenal orang sakti yang kekuatannya diperoleh dari perewangan yang tak lain merupakan bantuan roh leluhur atau nenek moyang dan jimat dari benda-benda bertuah. Wujud dari keyakinan pemujaan roh tercermin pada upacara selamatan commit to user 19 orang meninggal. Dalam tradisi Jawa, selamatan memperingati roh orang yang meninggal dilaksanakan sesuai dengan hari keberapa selamatan itu dilaksanakan, yaitu slametan surtanah geblag, nelung dina, pitung dina, matang puluh, nyatus, mendak pisan, mendak pindho, dan nyewu . Pada waktu selamatan sesaji selalu ada yang diperuntukkan bagi roh orang yang telah meninggal. Keyakinan terhadap kekuatan benda sakti nampak pada kebiasaan untuk melaksanakan ritual kutukan dan siraman benda pusaka. Ritual kutukan dilaksanakan setiap malem Selasa Kliwon dan malem Jemuwah Kliwon . Caranya dengan membakar kemenyan pada sebuah dupa, lalu benda pusaka tersebut dilambai-lambaikan di atas pedupaan. Hal ini merupakan tindakan memberi makan kepada benda pusaka tersebut. Sedangkan pembersihan benda pusaka dilaksanakan setahun sekali pada bulan Sura , dengan cara dijamasi dicuci. Orang Jawa percaya bahwa rumah yang mereka tempati dijaga oleh roh halus, sehingga pemberian sesaji juga diberikan kepada dhanyang merkayangan, sing mbaurekso , yaitu roh leluhur yang menjaga tidak saja rumah tempat tinggal, tetapi juga desa mereka. Tempat-tempat yang dianggap wingit sakral juga tidak luput dari pemberian sesaji, karena dianggap ada penunggunya, seperti pohon besar, perempatan jalan, jembatan dan sebagainya. Penunggu tersebut harus diberi sesaji agar mau membantu hidup manusia.

2.2.4. Akulturasi Budaya