pusat perkembangan yang disebutkan di atas. Pengaturan dari wilayah perkotaan ini diserahkan pada pemda masing-masing dengan pengaturan perencanaan kota
dan perwilayahan menurut ketentuan yang berlaku di daerah itu. 2.
Wilayah Pedesaan, adalah daerah-daerah di dalam wilayah Jabodetabek yang peruntukannya ditetapkan untuk kegiatan yang berciri pedesaan. Termasuk dalam
wilayah ini adalah daerah pertanian, kebun buah-buahan termasuk daerah-daerah jalur hijau yang tak diperkenankan untuk pembangunan bangunan-bangunan kota
dan tetap harus dipertahankan terbuka. Pengaturan dari wilayah ini juga diserahkan kepada pemda masing-masing yang membawahi wilayah pedesaan
tersebut. 3.
Wilayah Peralihan, adalah daerah-daerah dalam wilayah Jabodetabek yang dalam peralihan dari sifat pedesaan ke perkotaan. Ciri-ciri dari daerah-daerah ini adalah
perkembangannya yang pesat dengan kegiatan-kegiatan pembangunan yang bersifat perkotaan. Wilayah ini terutama terdapat dalam daerah perbatasan antara
DKI Jakarta dengan Dati 1 Jawa Barat dan memerlukan pengaturan bersama untuk menetapkan penggunaan tanah di wilayah peralihan ini. Dinas Museum
dan Pemugaran DKI Jakarta,2000
B. Iklim
Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan
Januari dan februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter 14 inchidengan suhu rata-rata 27°C, curah hujan antara bulan januari dan awal februari sangat exterm
pada saat itulah jakarta dilanda banjir setiap tahunya , dan puncak musim kemarau
pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter 2,4 inchi bulan september dan awal oktober adalah hari-hari yang sangat panas di jakata suhu udara
dapat mencapai 40°C. Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38°C 77°-100°F. Wikipedia,2009
C. Bahasa
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek
Betawi. Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain,
seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Minang, bahasa Batak, bahasa Madura, bahasa Bugis, dan juga bahasa Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah
tempat berbagai suku bangsa bertemu. Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.
Selain itu, muncul juga bahasa yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata- kata yang terkadang dicampur dengan bahasa asing. Bahasa Inggris merupakan
bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk kepentingan diplomatik, pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga digunakan menjadi bahasa asing yang
banyak digunakan, terutama di kalangan pebisnis keturunan Tiongkok. Wikipedia,2009
D. Kebudayaan dan Kesenian
Budaya Jakarta merupakan budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang
menarik pendatang dari seluruh Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara
lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya Arab,
Tiongkok, India, dan Portugal. Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk
pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh
budaya lain baik dari Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar budaya di Situ Babakan.
Di dalam rencana Induk DKI 1965-1985 telah digariskan keinginan untuk menjadikan kota Jakarta sebagai pusat kebudayaan nasional. Oleh karena itu
pemerintah DKI Jakarta beserta pemerintah pusat mengusahakan pembinaan seni budaya secara sungguh-sungguh. Dalam hal ini berkaitan antara sarana dan kegiatan
seni budaya dengan para insan seninya. Pada tahun 1968 Gubernur Ali Sadikin mendukung diselenggarakannya
musyawarah para seniman. Hasil musyawarah itu diantaranya mengusahakan pembangunan sebuah Pusat Kesenian Jakarta yang diurus oleh para seniman sendiri.
Sedangkan para seniman bergabung dalam Dewan Kesenian Jakarta. Untuk menampung kegiatan kesenian masyarakat serta kegiatan Dewan Kesenian
Jakarta, pada tahun 1968 Pemerintah DKI Jakarta telah membangun gedung pusat Kesenian “Taman Ismail Marzuki” di cikini yang semula merupakan tempat kebun
binatang. Pengelola gedung ini diserahkan pada Lembaga Taman Ismail Mrzuki, sedangkan pemerintah DKI Jakarta hanya membina dan mengawasi serta memberika
subsidi keuangan yang material sesuai dengan kemampuan anggaran daerah. Dengan
adanya Taman Ismail Marzuki masyarakat akan dapat menyaksikan dan sekaligus mengikuti perkembangan kegiatan kesenian, dan dapat pula digunakan sebagai
tempat rekreasi. Untuk pembangunan kompleks Taman Ismail Marzuki termasuk kampus LPKJ
serta pembiayaan kegiatannya sejak tahun 1968 sampai tahun 1976, pemerintah DKI Jakarta telah mengeluarkan biaya sekitar 2,5 milyar rupiah.
Kota Jakarta juga memberi kesempatan yang luas bagi pengembangan kesenian yang merupakan aspirasi bagi penduduk yang beragam. Di daerah senen biasa kita
temuka Wayang Orang Bharata. Dinas Museum dan Pemugaran, 2000
E. Musik