33
terang, tersandung jalan yang rata, menabrak kekosongan, dan kepala terantuk angkasa‟. Makna dari
unen-unen
tersebut menggambarkan „kebingungan‟ orang Jawa masa kini dalam memahami nilai-nilai budaya
dan peradabannya sendiri.
48
2.2.2 BUDI PEKERTI PEMIMPIN JAWA
Orang Jawa juga memiliki pandangan yang sangat berpengaruh terhadap tata hidup dan perilaku, atau budi pekerti mereka, yaitu :
a. Relativisme
Yaitu pandangan yang memahami kebenaran bukanlah sesuatu yang mutlak. Kebenaran lebih bersifat nisbi, kecuali kebenaran mengenai
Tuhan. Selebihnya, nilai-nilai kebenaran tersebut sangat dipengaruhi oleh sudut pandang tertentu. Sangat bergantung pada pengetahuan seseorang
yang terbatas, akal budi yang serba terbatas, serta cara mengetahui yang juga terbatas. Sehingga tidak mengherankan jika benar menurut seseorang
belum tentu benar menurut orang lain. Salah satu bukti nyata, betapa relativisme demikian berakar dalam hati
sanubari orang Jawa, tercermin dari adanya ungkapan yang berbunyi : “
bener durung mesthi pener
,
salah durung mesthi kalah
,
becik bisa kuwalik
”, artinya : benar belum tentu tepat, salah belum tentu kalah, baik dapat terbalik. Penjabaran ringkasnya adalah setiap kebenaran belum tentu
tepat ketika digunakan pada konteks yang berbeda. Misalnya, sopan santun orang Jawa belum tentu tepat ketika diterapkan menghadapi orang
Belanda.
49
Demikian pula halnya ketika menilai kesalahan. Kendati di Jawa ada peribahasa :
sapa salah bakal seleh
Siapa yang salah akhirnya akan berhentiberakhir, dlam arti menyerah, namun pada kenyataannya belum
tentu yang salah bakal kalah. Sebab, antara salah dan kalah memiliki ranah yang berbeda. Salah dan benar berpedoman pada nilai, sedangkan kalah
dan menang lebih ditentukan oleh strategi dan kekuatan yang dimiliki.
48
Ki Sondong Mandali, Ngelmu Urip Bawarasa Kawruh Kejawen, Semarang : Yayasan Sekar Jagad, 2010, 267.
49
Ibid, 18-23.
34
Contohnya, mengedarkan narkoba jelas merupakan perbuatan salah dan melanggar hukum. Namun, kenyataannya banyak pengedar narkoba
sukses melakukan kegiatannya bertahun-tahun. Artinya, dia tidak kalah meskipun salah. S
ebab, dia berhasil memenangkan “pertarungannya” dengan penegak hukum dan masyarakat, karena memiliki strategi dan
kekuatan yang cukup untuk menyelamatkan diri dari kekalahan yang menghadang kegiatannya selama itu.
Sedangkan
becik bisa kuwalik
, artinya, kebaikan yang diberikan atau diterima oleh orang lain belum tentu berbuah kebaikan yang setara, artinya
sesuatu yang baik dapat saja dianggap buruk, merusak, dan mungkin sekali tidak bermanfaat bagi orang lain, seperti ungkapan
welas temahan lalis
belas kasihan membuat sengsara. Paham relativisme ini pula yang membuat orang Jawa khususnya
kalangan rakyat jadi terkesan sering bersikap kompromis. Melakukan semacam persetujuan atau persesuain sebagai bentuk “jalan damai” untuk
menyelamatkan diri dengan cara mengeliminasi tuntutan-tuntutan ekstrim dari berbagai pihak.
b. Pluralisme
Relativisme yang telah berkembang dan berurat akar di Jawa, diam- diam telah menstimulir tumbuhnya kesadaran mengenai
pluralisme
, yaitu padangan atau paham yang meyakini adanya perbedaan-perbedaan nilai
dalam kehidupan. Pandangan dan sikap pluralistik juga tercermin dalam kehidupan beragama. Antar pemeluknya pun terjalin kerukunan dan saling
menghormati, tanpa adanya intervensi dan gangguan yang berarti.
2.2.3 SIKAP HIDUP ORANG JAWA