57
b. Dalam Tata GerejaTata Laksana
Tata Gereja GKJ dalam penjelasan Bab 1, butir 15 menyebut bahwa pendeta
adalah pejabat
gerejawi yang
dipilih, dipanggil,
dan ditahbiskanditeguhkan oleh jemaat secara khusus untuk melayani jemaat
Tuhan dengan penuh waktu, yang tugas utama mengajar.
80
Tentang status kependetaan antara lain disebutkan bahwa pendeta GKJ pada hakikatnya
adalah pelayan penuh waktu, dan tidak dapat merangkap sebagai tenaga penuh waktu di lembaga lain Pasal 7.3.
2.3.2 Pandangan GKJ Terhadap Suku dan Bahasa Seorang Pendeta
Berkebudayaan Jawa, terbuka bagi segala etnis. Komunitas jemaat Kristen berkebudayaan Jawa ini terbentuk berawal dari adanya orang-orang Jawa yang
memeluk agama Kristen, lalu terbentuklah Pasamuan Kristen Jawi. Dari situlah kemudian terbentuk GKJ yang mempunyai latar belakang budaya
Jawa. Gereja yang berkebudayaan Jawa inilah harus terus diperjuangkan untuk bertahan.
GKJ awalnya merupakan gereja kesukuan yang berkebudayaan Jawa. Hal itulah rupanya yang menjadikan keharusan bagi pendeta GKJ untuk
menguasai bahasa Jawa. Namun, Pdt. Widyatmo
81
menyatakan selama menjalani pendidikan calon pendeta tidak ada mata kuliah tentang bahasa
Jawa. Hanya saja memang ada pelajaran khusus bahasa Jawa untuk mahasiswa asal GKJ atas inisiatif dosen-dosen Jawa. Namun demikian,
pendeta GKJ tidak harus berasal dari etnis Jawa. Dari suku apapun bisa menjadi pendeta GKJ asal menguasai budaya Jawa. Memang tidak
sembarangan karena sebagai saringan, dia harus hidup dulu di tengah komunitas jemaat Jawa.
Awalnya GKJ adalah salah satu gereja terbesar di Indonesia, merupakan gereja suku atau hanya beranggotakan jemaat etnis Jawa. Namun, seiring
berjalannya waktu, sama seperti gereja-gereja di seluruh dunia, mengakui tentang gereja yang am atau bersifat umum bagi semua orang, seperti yang
80
Sinode GKJ, op.cit., 6.
81
Pdt. Widyatmo merupakan Pendeta Emeritus dar i GKJ Semarang Barat.
58
tertuang dalam pengakuan iman atau syahadat. Dengan demikian GKJ tidak hanya berjemaat orang Jawa.
82
2.3.3 Pandangan GKJ Terhadap Gender Seorang Pendeta
Kebanyakan warga jemaat yang merasa yang menjadi pendeta itu hanyalah laki-laki karena laki-laki dipandang lebih tangguh di dalam menghadapi
persoalan di dalam jemaat, laki-laki lebih kuat di dalam melayani, laki-laki lebih tegas di dalam mengambil keputusan. Hal demikian yang menyebabkan
banyak pendeta perempuan GKJ yang memerlukan jawaban tentang apa, siapa, mengapa dan bagaimana dirinya dipandang dari perspektif laki-laki dan
perempuan, sehingga menjadi pergumulan serius di dalam diri para pendeta perempuan GKJ saat ini berkenaan dengan identitas dirinya.
Menanggapi pergumulan
yang dialami
oleh kebanyakan
pendeta perempuan GKJ ini, maka Pdt. Andreas Untung Wiyono mengemukakan
bahwa ada tiga penyebab munculnya masalah, yaitu : 1 dasar pijakan warga jemaatmasyarakat pada umumnya tidakbelum cukup kuat; 2 pemahaman
jati diri tidak sesuai dengan persepsi dan harapan umat; 3 kesalahan atau kekurangan pada desain awal di dalam persepsi kependetaan yang
berpengaruh pada deskripsi fungsi dan peran; 4 faktor internal danatau eksternal.
83
2.3.4 ASAS KEPEMIMPINAN GKJ