1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perjalanan peran perempuan dalam sejarah nasional Indonesia sama panjangnya dengan sejarah Indonesia itu sendiri. Ini artinya membicarakan
perempuan adalah hal yang tidak akan pernah usang termasuk di dalam dunia ilmiah. Perspektif membicarakan peran perempuan dalam kehidupan bangsa
Indonesia bisa dilakukan dari sudut keilmuan, waktu, maupun konteks dan tokohnya. Namun demikian secara umum, membicarakan perempuan dalam
sebuah masyarakat akan bersentuhan dengan nilai masyarakat itu sendiri terutama menyangkut relasi perempuan dan laki-laki.
Di era reformasi, pembicaraan tentang peran perempuan di sektor publik semakin gencar dilakukan oleh banyak kalangan. Perempuan tidak hanya terlibat
disatu sektor saja, namun diberbagai sektor yang ada, seperti ekonomi, sosial, budaya dan politik.Politik yang selalu identik dengan pekerjaan kaum laki-laki,
nyatanya sekarang ini sudah banyak kaum perempuan yang terlibat langsung di dalamnya. Hingga hari ini, kaum perempuan sudah menikmati hasilnya. Kaum
perempuan sudah dapat menempuh pendidikan yang sama seperti kaum laki-laki. Tidak hanya belajar, kaum perempuan saat ini sudah memiliki hak yang sama
seperti laki-laki dalam ranah publik tak terkecuali ranah politik. Tercatat dalam sejarah bahwa sebenarnya perempuan di Indonesia sudah
mulai menikmati hak-hak politiknya sejak sebelum Indonesia merdeka. Hal ini terbukti dengan adanya pengakuan terhadap kepemimpinan perempuan baik
Universitas Sumatera Utara
2
dalam organisasi maupun di medan pertempuran di masa penjajahan. Asfar 1996 dalam Mansour mengemukakan bahwa setelah kemerdekaan aktualisasi
perempuan dalam kehidupan politik mulai lebih baik. Sejak lahirnya KNIP Komite Nasional Indonesia Pusat, lembaga legislatif pertama yang merupakan
cikal bakal DPRMPR, sudah memiliki nama-nama perempuan sebagai anggotanya.
Meskipun kaum perempuan sudah masuk dunia politik mulai sebelum Indonesia merdeka, namun kenyataan yang terjadi saat ini Indonesia masih
membutuhkan suara-suara yang mewakili kaum perempuan di dunia perpolitikan agar mampu mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang nantinya akan
mempertimbangkan kaum perempuan. Hal ini ditunjukkan dengan dikeluarkannyaUndang Undang Pemilu No 8 tahun 2012 pasal 55 yaitu memuat
paling sedikit 30 tiga puluh persen keterwakilan perempuan yang maksudnya adalah diwajibkan paling tidak ada tiga kandidat perempuan dalam daftar yang
dipilih partai politik. Partai politik dilarang mengikuti Pemilihan Umum Pemilu apabila tidak memenuhi kuota ini.
Pada catatan Jurnal Perempuan oleh Dewi Candraningrum 2014, setelah pemilu 2009, kuota perempuan yang menduduki kursi parlemen belum
mencapai 30 tetapi hanya mencapai 18,2. Data KPU 2014 menunjukkan hanya sekitar 747 perempuan dari sekitar 2465 caleg perempuan yang merupakan
kader partai, sisanya 1718 perempuan bukan merupakan kader partai merupakan agregasi dengan latar belakang pengusaha, swasta, profesional, artis, selebriti,
aktivis, dinasti politik, dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
3
Ketika Lovenduski 2005 dalam jurnal prisma mengatakan dalam kalimat sinis bahwa parlemen merupakan gudang “maskulinitas tradisional
politik”
1
, dia menekankan pula betapa kondisi itu sangat berkolerasi dengan kondisi partai-partai politik sebagai ‘distributor’ utamanya. Dengan mudah dan
terang benderang kita bisa memahami maksud Lovenduski. Selama partai politik tidak pernah beres melaksanakan rekrutmen, kaderisasi, peningkatan kapasitas,
promosi, dan kepengurusan untuk dapat mendistribusikan anggotanya ke Dewan Perwakilan Rakyat, khususnya politikus perempuan yang mumpuni, maka selama
itu pula parlemen akan terus berparas maskulin sebagaimana paras partai politik. Selain itu Lovenduski juga mengatakan bahwa argument yang biasa digunakan
partai politik untuk menghalangi kiprah perempuan di dalam partai dan di ruang publik adalah soal pembedaan peran domestik dan publik.
2
Bagi beberapa kalangan, argumen ini sangat mengena jika dikaitkan dengan kewajiban perempuan mengurus keluarga ranah domestik, dan suami
ditetapkan sebagai kepala keluarga untuk bertanggung jawab di ranah publik. Dengan pembakuan peran tersebut maka terjadilah marginalisasi terhadap anggota
perempuan dalam partai politik dengan cara meletakkan mereka lebih banyak pada divisi yang fokus mengurus hal-hal ‘keperempuanan’ belaka.
1
gerakan kelompok laki-laki, baik merekan yang ingin menghidupkan kembali nilai-nilai maskulinitas tradisional untuk mendapatkan kembali privilese dan kekuasaan di dalam
masyarakat maupun sebaliknya gerakan kelompok laki-laki yang mempromosikan konsep laki-laki baru yang sejalan dengan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan.
2
Jurnal yang ditulis oleh Shelly Adelina Ani Soetjipto, dengan judul “ Kepentingan Politik Perempuan dalam Partai Strategi Gender”
Universitas Sumatera Utara
4
Hampir disetiap organisasi yang mengikutsertakan kaum perempuan, selalu ada bidang khusus yang memperhatikan kaum perempuan. Tidak terkecuali
pada partai politik seperti Partai Keadilan Sejahtera PKS. Sebuah kajian yang ditulis oleh Sukanti Suryochondro pada tahun 1984 bahwa terjadinya
pengelompokan pada kaum perempuan disebabkan jarak yang terjadi pada kaum laki-laki. Ini ada hubungannya dengan apa yang dinamakan perbedaan peranan
laki-laki-perempuan yang terdapat dalam setiap masyarakat. Ada yang berpendapat ini bergandengan dengan tugas biologis bagi kamu perempuan yang
mengandung, melahirkan dan membesarkan anak. Di samping itu adanya anggapan bahwa adanya kecenderungan pengelompokkan perempuan itu
disebabkan rasa solidaritas karena senasib; kaum perempuan merasa dirugikan bahkan ditindas oleh kaum laki-laki. Pertentangan laki-laki-perempuan selama ini
masih terjadi. Dengan adanya pernyataan di atas, sangat jelas bahwa peran perempuan di
sebuah organisasi sepertinya tidak berbeda dengan peran kaum perempuan di dalam rumah. Tugas-tugas yang diberikan pada kaum perempuan sebagian besar
nyatanya terletak pada urusan keberlangsungan rumah tangga atau domestik. Hal ini jugalah yang terjadi di Partai Keadilan Sejahtera yang salah satunya dapat
dilihat dari struktur kepengurusan DPD PKS Kota Medan 2010 yaitu sebagai berikut :
Ketua umum : H. Azhar Arifin, Lc
Sekretaris Umun : Abdul Rahim, ST.MT
Bendahara Umum : Dhiyatul Hayati, S.Ag.MPD
Universitas Sumatera Utara
5
Ketua Bidang Kaderisasi : Zul Murado Selawat Siregar
Ketua Bidang Dakwah I : H. Asmu’I Lubis, S.PdI
Kerua Bidang Dakwah II : Drs. Son Haji Harahap
Ketua Bidang Dakwah III : Munazir Hasan, SE
Ketua Bidang Dakwah IV : Irwansyah, S.Ag, SH
Ketua Bidang Dakwah V : Eddy Syam
Ketua Bidang Pembangunan Umat : H. Hanafi Ismeet, Lc
Ketua Bidang Perempuan : Laila Fathi Nasution
Ketua Bidang Kepanduan dan Olahraga : Zulfikar
Ketua Bidang Generasi Muda dan Profesi : Arie Yudha Nugraha, Amd
Ketua Bidang Kebijakan Publik : H. Salman Al Farisi, Lc.MA
Ketua Bidang Peng. Eko dan Kewirausahaan : H. Jumadi, S. PdI
Ketua Bidang Kelembagaan Sosial : Juliandi Siregar, Spd. MSi
Ketua Bidang Humas : Syaiful Ramadhan
Ketua Bidang Advokasi Hukum : Khairul Anwar Hsb, SH
3
Dari daftar struktur kepengurusan di atas dapat dilihat bahwa hanya ada dua orang perempuan yang masuk ke dalam struktur kepengurusan tersebut.
Kedua-duanya menempati bidang yang memang pada umumnya merupakan jabatan yang selalu dipegang oleh perempuan yakni Bendahara Umum dan
Bidang Perempuan. Kondisi tersebut menggambarkan posisi kader perempuan di
3
ht t p: w w w .pk-sejaht era.org
Universitas Sumatera Utara
6
Partai Keadilan Sejahtera masih terbatas pada urusan partai yang bersifat domestik.
Tidak hanya di Partai Keadilan Sejahtera, posisi perempuan di partai lainnya juga memiliki kondisi yang cenderung sama. Berdasarkan jabatan-jabatan
utama dalam struktur kepengurusan partai di Indonesia yaitu Ketua Umum, Bendahara Umum, dan Sekretaris Jenderal yang dilihat dari jenis kelamin pada
tabel di bawah ini :
Tabel. 1.1 Jumlah Kepengurusan Seluruh Partai Menurut Jenis Kelamin
No. Posisi
Laki-Laki Perempuan
1 2
1 2
1 Ketua Umum
63 86,3 11 91,7
1013,7 1 8,3
2 Bendahara
Umum 47 64,4
10 83,3 26 35,65
2 16,7
3 Sekretaris
Jenderal 70 96
12 100 3 4
00
Total 180 82
33 88,9 39 18
3 11,1
Catatan:1 Partai-partai yang terdaftar di KPU;2 Partai yang lulus verifikasi 11
4
Data pada tabel di atas secara umum menunjukkan posisi-posisi utama dalam partai politik di Indonesia masih didominasi oleh kader laki-laki
dibandingkan dengan kader perempuan . Hal tersebut menjadi salah satu bukti dari apa yang telah disampaikan oleh Lovenduski 2005 tentang peran partai
4
Sumber diolah dari dat a yang diakses media sent er KPU dan dikut ip dari jurnal perempuan t ahun 2014
Universitas Sumatera Utara
7
politik sebagai distributor utama terjadinya maskulinitas tradisional dalam politik karena belum memaksimalkan peran kader perempuan dalam partai politik.
Partai Keadilan Sejahtera adalah salah satu partai yang berbasis agama, yaitu agama Islam. Sudah menjadi keharusan bagi partai tersebut untuk mengikuti
aturan nilai dan norma yang ada di agama tersebut. Turner 2003 mengatakan bahwa seringkali orang mengatakan adanya jurang pemisah antara agama dan
politik. Namun Robert Merton dan Talcott Parsons menjelaskan bahwa pembangunan adalah bagaimana memandang masyarakat sebagai sistem yang
terdiri atas bagian yang saling berkaitan agama, pendidikan, struktur politik sampai rumah tangga.
Kekerasan politik yang sering terjadi di pemerintahan menambah beban masyarakat setelah adanya permasalahan-permasalahan pembangunan yang tak
kunjung bekurang. Tidak selesai sampai disitu, perpecahan akan terus terjadi di kubu pemerintahan bahkan berakibat sampai kepada kubu masyarakat yang
mendukung pemimpin-pemimpinnya. Dengan alasan ini Weber dalam Turner 2003 mengatakan bahwa agama apa pun yang menekankan pentingnya cinta
kasih terhadap sesama merupakan akibat dari adanya tekanan kekerasan politik atau berada di dalam negara yang sekaligus berfungsi sebagai institusi koersi
5
. Terlepas dari apa yang dikatan oleh Weber, perlu untuk mencari tahu
bagaimana politik yang berasaskan Islam ini memperlakukan kaum perempuan. Apakah aturan-aturan yang ada di Islam benar adanya diterapkan di partai ini, dan
5
Koersi adalah pemersatu atau yang mempersatu stsu mengeratkan hubungan dari berbagai aspek
Universitas Sumatera Utara
8
kader perempuan yang ada di dalamnya mengikuti aturan-aturan tersebut? Serta adakah hubungan antara aturan yang ada pada politik tersebut dengan minimnya
kehadiran perempuan pada struktur organisasi? Hal yang sangat perlu dibuktikan sehubungan dengan tujuan penelitian ini adalah dengan adanya stigma bahwa
perempuan di partai politik hanya berperan sebagai pelengkap dan pemenuhan kebutuhan suara partai politik saja.
Sehubungan dengan keberlangsungan partai PKS dengan memunculkan kader-kader yang berkompeten yang nantinya dapat ‘didistribusikan’ ke kursi
pemerintahan dan juga masyarakat, perlu digali lebih dalam bagaimana kekuatan dan kekuasaan perempuan di partai politik dipergunakan. Apakah dengan adanya
bidang perempuan di dalam partai politik memperkuat relasi perempuan dalam menjalankan program-program yang terkait dengan perekrutan kader dan
simpatisan atau justru adanya bidang tersebut hanya sebuah simbolisasi untuk keterpurukan perempuan di partai politik tersebut?
Dilihat dari perkembangan suara yang didapat oleh PKS pada pemilu 2004, 2009 dan 2014 memiliki kemajuan yang cukup baik walaupun mengalami
penurunan pada pemilu 2014, namun masih dapat mempertahankan suara. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena konsistensi kader-kader partai yang memiliki
hubungan baik dengan partai tersebut. Namun, tidak banyak yang mengetahui rahasia dari kekonsistenan para kader dan simpatisan terhadap partai ini. Hal ini
juga yang kemudian membuat saya tertarik untuk mengambil Partai Keadilan Sejahtera PKS sebagai objek peneliti.
Universitas Sumatera Utara
9
Lokasi penelitian yang akan saya ambil adalah di kota Medan. Medan merupakan wilayah yang sangat kompleks dan multikultural
6
. Dengan berbagai ragam profesi, budaya dan pendidikan, diharapkan kader-kader DPD PKS kota
Medan dapat terwakilkan dari wilayah-wilayah lainnya.
1.2. Tinjauan Pustaka