endometrioid 10,26, clear cell 5,13 dan mixed epthelial tumor 0,85.
10,12
Kanker yang bermetastasis ke ovarium kebanyakan berasal dari uterus, tuba fallopii, ovarium kontralateral atau peritoneum pelvis.
12
Kanker ovarium dapat menyebar melalui penyebaran lokal, invasi limfatik, implantasi intraperitoneal, penyabaran hematogen atau penyebaran
melalui diafragma. Penyebaran intrapeitoneal adalah yang paling banyak terjadi, sedangkan penyebaran hematogen paling jarang terjadi.
12
Gambar 2.1. Klasifikasi kanker ovarium berdasarkan histopatologi.
16
2.3 Etiologi dan Patogenesis
Penelitian tentang etiologi kanker ovarium sebagian besar masih merupakan hipotesa yang belum teruji secara epidemiologis dan belum dapat
dinyatakan sebagai penyebab pasti terjadinya kanker ovarium tersebut. Hipotesis yang diduga sebagai penyebab terjadinya kanker ovarium adalah:
1. Teori inflamasi, teori ini menduga karsinogenesis terjadi akibat inflamasi seperti PID.
2. Teori Incessant ovulation, menyatakan trauma berulang selama ovulasi mengakibatkan pajanan epitel permukaan ovarium dapat mengakibatkan
terjadinya proses malignansi pada ovarium.
14.
3. Teori gonadotropin, diduga kadar gonadotropin yang tinggi berkaitan dengan lonjakan yang terjadi selama proses ovulasi dan hilangnya
gonadal negative feedback pada menopause dan kegagalan ovarium prematur dapat memegang peranan penting dalam perkembangan dan
progresi kanker ovarium
14
4. Genetika, kanker ovarium pada keluarga dikaitkan dengan mutasi BRCA1, BRCA2 atau syndroma mismatch DNA repair gen human
nonpoposis colon cancer HNPCC, Lynch type II. Juga dilaporkan terdapat hubungan antara kanker ovarium dengan Li-Fraumini sindrom
yang terjadi karena mutase P53.
13,14,15
2.4. Diagnosis Kanker Ovarium
Tumor ovarium secara klinis direpresentasikan sebagai massa di adneksa yang meliputi sejumlah kondisi baik jinak maupun ganas. Prosedur diagnostik
preoperatif yang dapat membedakan apakah neoplasma ovarium bersifat jinak atau ganas dapat membantu dalam merencanakan penatalaksanaan yang
optimal.
13
Diagnosis kanker ovarium memerlukan tindakan laparotomi eksplorasi.
12,13
Dugaan keganasan preoperatif dapat menjadi panduan ahli ginekologi untuk melakukan rujukan ke bagian onkologi ginekologi untuk
penatalaksanaan yang tepat dan pembedahan yang optimal.
13
2.5. Skirining Pada kanker Ovarium
Beberapa metode diagnostik untuk mendiagnosis tumor ovarium telah dilaporkan, seperti ultrasonografi abdominal dan transvaginal, ultrasonografi
tiga dimensi, ultrasonografi color Doppler dan petanda tumor. Bagaimanapun, belum ada satu metode diagnostik yang secara individual menunjukkan tingkat
signifikansi yang lebih baik dalam membedakan tumor ovarium jinak dan ganas.
13
Metode diagnostik preoperatif yang baik adalah yang memiliki sensitivitas tinggi kemungkinan hasil tes positif pada individual yang memiliki penyakit
tersebut dan spesifisitas tinggi kemungkinan hasil tes negatif pada individu yang tidak memiliki penyakit tersebut.
14
Hingga saat ini belum ditemukan metode penapisan yang dapat memberikan hasil yang memuaskan. Pada umumnya diagnosa keganasan
diperoleh dari penemuan massa pelvis pada pemeriksaan rutin yang selanjutnya diikuti pembedahan. Namun penemuan pada stadium I secara
konvensional hanya sekitar 20. Berikut adalah pendekatan telah dievaluasi untuk mendeteksi pada skrining kanker ovarium:
2.5.1. Ultrasound
Ultrasonografi transvaginal telah terbukti lebih unggul dibandingkan transabdominal dalam mendeteksi massa panggul. Pada studi yang dilakukan
pada 66.620 wanita, dilakukan operasi terhadap 565 pasien untuk mendeteksi 45 kanker ovarium. Dinyatakan sensitifitas pada stadium awal 78, namun
spesifitas pada stadium awal hanya 10. Penambahan penggunaan doppler ultrasound menunjukkan hasil yang tidak konsisten antara sebagian besar
penelitian, walaupun penggunaan 3D dopler menunjukkan hasil peningkatan sensifitas dan spesfitas.
15,16
2.5.2. Cancer Antigen 125 Ca 125
Adalah suatu hibridoma, merupakan determnan antigen yang digambarkan oleh monoklonal antibodi dan mempunyai berat molekul 200 kD,
berbentuk glikoprotein.
15,16
Ca 125 dihasilkan oleh epitel kanker ovarium, namun secara alami kadar Ca 125 dapat juga ditemukan pada kasus inflamasi atau iritasi pada
jaringan kavum abdomen. Pada kondisi endometriosis, kelainan hepar seperti sirosisi hepatis dan hepatitis, penyakit radang panggul dan pangkreas dapat
meningkatkan kadar ca 125.
15,16
Ca 125 meningkat pada 50-60 pasien kanker epitel stadium I dan 90 pada kanker ovarium stadium II. Kadar Ca 125 saja tanpa kurang adekuat
untuk dijadikan skrining kanker ovarium pada populasi dengan resiko sedang dan rendah, namun spesifitas akan meningkat jika pemeriksaan diikuti dengan
ultrasonografi.
15
2.5.3. Human Epidydimis Protein-4 HE4
HE4 merupakan protein yang terdiri dari gugus asam dengan inti 4- disulfida whey acidic four-disulfide coreWFDC yang bersifat tripsin-inhibitor.
HE-4 pertama kali diidentifikasi dari epitel duktus epididimis pria bagian distal yang merupakan protease inhibitor yang terlibat dalam proses pematangan
sperma.
19,20
HE-4 diekspresikan juga di jaringan normal termasuk epitel traktus reproduksi. Peningkatan kadar HE4 dalam satuan picomole pM dapat
ditemukan pada tumor jinak ginekologi lainnya, tumor paru dan jaringan normal dengan kadar HE-4 yang bervariasi 0 sampai lebih dari 500 pM
Tabel 2.3. Pada kanker ovarium, HE4 diover-ekspresikan 93 pada epitel tumor ovarium s erous. wanita sehat 94,4 menunjukkan kadar HE4 150 pM
21,22
Beberapa studi yang telah menggunakan HE4 sebagai tumor marker untuk menapis tumor ovarium epitel jinak dan ganas menunjukkan nilai cut off
point yang berbeda. Studi oleh Moore et al 2009 memperoleh nilai cut off point HE4 sebesar 70 pM dengan sensitivitas 79,6 dan spesifisitas 66.
Pada tahun 2010, Kettlety et al di Swedia menggunakan cut off point HE4 140 pM dengan sensitivitas 98,1 dan spesifisitas 48,8. Studi oleh
Mulawardhana P di Surabaya 2011 menggunakan cut off point HE4 150pM menunjukkan sensitivitas 76,47 dan spesifisitas 80. Studi oleh Ali A
dan Sarah D di Medan 2012 memperoleh cut off point HE4 66,5 pM dengan sensitivitas 75 dan spesifisitas 75.
23
2.5.4. Risk of Ovarian Malignancy Algorithm ROMA
Suatu penemuan baru novelty oleh Moore et al., tahun 2009, berupa alat diagnostik yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya yaitu risk of ovarian
malignancy algorithm ROMA yang efektif digunakan untuk mendeteksi risiko keganasan kanker ovarium saat stadium awal berdasarkan status menopause
pre atau post menopause.
18,24
Saat ini, upaya untuk membedakan tumor ovarium epitel jinak dan ganas cukup menjadi tantangan bagi para peneliti dan klinisi. Hal ini
berhubungan dengan penanganan yang akan diberikan serta prognosis pasien dengan kanker ovarium. Risiko keganasan sebelumnya berupa risk of
malignancy index RMI Jacob et al, 1990 dinilai dengan menggunakan kombinasi pemeriksaan ultrasonografi dan kadar antigen kanker CA-125
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan ROMA Tabel 2.2
18
Tabel 2.2. Area under curve AUC, sensitivitas dan spesifisitas ROMA dan RMI cut off 200 sebagai alat diagnostik tumor ovarium epitel
Adapun ROMA menggunakan serum antigen kanker CA-125 yang dikombinasikan dengan human epididymis protein-4 HE-4. Alat diagnostik ini
baru-baru ini juga diteliti oleh Van Gorp et al., pada tahun 2010 digunakan sebagai alat skrining pada tumor ovarium epitel, hasilnya ROMA mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi dibandingkan RMI dengan nilai cut off 200Tabel 2.2.
18,25
.
2.6. Indeks Risiko Keganasan pada Kanker Ovarium
Jacobs et al, 1990, mengemukakan suatu Indeks Risiko Kegananasan IRK berdasarkan kadar CA 125 serum, status menopause dan temuan USG,
dan merekomendasikan penggunaannya untuk membedakan massa adneksa
jinak dan ganas. Karakteristik USG yang digunakan adalah berdasarkn adanya a kista multilokuler, b massa solid c metastasis d asites e lesi bilateral.
Massa yang simpel U=0; massa semi komplek U=1; massa komplek U=3 untuk nilai dari USG. IRK dihitung dengan penambahan skor ‘1’ untuk status
premenopause dan skor ‘3’ untuk status menopause M, dikalikan skor dari USG dan nilai absolut dari kadar CA 125: U x M x CA 125. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, beliau memperoleh nilai titik potong skor IRK 200. Hasil tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan baku emas pemeriksaan
histopatologi mempunyai sensitivitas dan spesifisitas 85,4 dan 96,9.
7
Indeks resiko keganasan tersebut ternyata masih kurang memuaskan, sehingga Tingulstad et al pada tahun 1996 melakukan analisa ulang dan
mengemukakan indeks risiko keganasan yang dikenal dengan IRK 2 dan tahun 1999 dimodifikasi kembali menjadi IRK 3. Perbedaan di antara ketiga IRK
tersebut terletak pada perbedaan skor hasil pemeriksaan ultrasonografi dengan karakteristik yang sama dan skor status menopause. Berdasarkan hasil
penelitian Tingulstad, diperoleh titik potong terbaik pada skor IRK 2 dan IRK 3 tersebut pada skor 200. Pada IRK 2 ditemukan sensifitas dan spesifitas 79,9
dan 79,6, sedangkan IRK 3 ditemukan sensitifitas dan spesifitas 71 dan 92.
15
Tabel 2.3. Perbedaan IRK 1,2 dan 3
15
M Status Menopause
U Skor Ultrasonografi
IRK 1 M = 1, jika belum menopause
M = 3, jika sudah menopause U = 0, jika karakteristik -
U = 1, jika ada 1 karakteristik U = 3, jika ada
≥2 karakteristik IRK 2
M = 1, jika belum menopause M = 4, jika sudah menopause
U = 1, jika ada ≤1 karakteristik
U = 4, jika ada ≥2 karakteristik
IRK 3 M = 1, jika belum menopause
M = 3, jika sudah menopause U = 1, jika ada
≤1 karakteristik U = 3, jika ada
≥2 karakteristik
Indeks Resiko Keganasan 1,2 dan 3 tersebut dipakai dengan rumus:
IRK = U x M x Serum CA125
Yamamoto et al. pada tahun 2009 mengembangkan IRK terbaru dengan menambahkan parameter ukuran tumor S, yang dinamakan IRK 4. Indeks
Resiko Keganasan menurut Yamamoto et al. dihitung berdasarkan rumus:
9
U: Hasil pemeriksaan ultrasonografi USG
dengan karakteristik sebagai berikut : • Kista ovarium multilokuler
• Komponen solid pada tumor ovarium • Lesi bilateral
• Asites • Adanya bukti metastase intraabdomen
Nilai U = 1, jika dijumpai ≤ 1 karakteristik USG.
Nilai U = 4, jika dijumpai 2 dari karakteristik USG.
M: Status Menopause
Nilai M = 1, jika premenopause. Nilai M = 4, jika pascamenopause.
S: Ukuran Tumor diameter tunggal yang terbesar
Nilai S = 1, jika ukuran tumor 7 cm. Nilai S = 2, jika ukuran tumor 7 cm.
Serum CA 125: kadar serum antigen kanker CA 125 yang diukur
dengan metode immunoassay dalam satuan Uml.
Yamamoto et al. 2009 dalam penelitian tentang keempat versi IRK mendapatkan bahwa akurasi IRK 4 lebih baik dibandingkan IRK 1, IRK 2
dan IRK 3, dengan sensitivitas 86,8, spesifisitas 91, nilai praduga positif 63,5, nilai praduga negatif 97,5, dan akurasi 90,4.
9
Penelitian yang dilakukan oleh Park et al 2012 terhadap 541 pasien, dengan mengevaluasi keempat IRK tersebut menemukan bahwa ROC
sigifikansi keempat indeks resiko keganasan tersebut tidak berbeda dalam
IRK = U x M x Serum CA125 x S
membedakan tumor ganas dan jinak preoperasi 0,9233, 0,9132, 0,9151 dan 0,9263. Namun jika dibandingkan dengan pemeriksaan tunggal Ca
125, status menopause dan USG secara terpisah akan memiliki perbedaan signifikansi yang bermakna.
5
Penelitian oleh Joshimin Foead 2010 terhadap 50 pasien, yang dilakukan di RS H. Adam Malik Medan dengan menggunakan IRK 3,
menemukan titik Potong terbaik pada skor IRK 275, dengan sensifitas 78,6 dan spesifitas 91,3, Penelitian lain yang dilakukan oleh Meity Elvina
2013 terhadap 56 orang pasien, yang juga dilakukan di RS H. Adam Malik Medan menggunakan IRK 3, menemukan titik potong 201, dengan
sensifitas dan spesifitas 71,4 dan 72,1.
17,18
2.7. Kerangka Konsep